Вы находитесь на странице: 1из 11

A.

Wawasan Nusantara
1. Hakekat Wawasan Nusantara
Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu
utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan
bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk
produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.
2. Pengertian Wawasan Nusantara

Menurut Prof.Dr. Wan Usman. Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan tanah air nya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang
beragam.

Menurut Kel. Kerja LEMHANAS 1999. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang beragam dan bernilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN. Wawasan Nusantara adalah
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Dari berbagai pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa Wawasan Nusantara


adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan.
B. Asas Wawasan Nusantara
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan
diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa
Indonesia(suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas Wawasan
Nusantara terdiri dari:
Kepentingan/Tujuan yang sama
Keadilan
Kejujuran
Solidaritas
Kerjasama
Kesetiaan terhadap kesepakatan

C. Unsur dasar Wawasan Nusantara


1. Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah
Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta
aneka ragam budaya.
2. Isi (Content)
Merupakan aspirasi bagsa yag berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan
nasional yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945. Isi menyangkut dua hal yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama dan perwujudannya, pencapaian
cita-cita dan tujuan nasional persatuan.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku ( Conduct)
Hasil interasi antara wadah dan isi wawasan nusantara yang terdiri dari:
o Tata laku batiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari bangsa
Indonesia .
o Tata laku lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan perbuatan dan perilaku dari bangsa
Indonesia.

D. Kedudukan, fungsi, dan tujuan Wawasan Nusantara

1. Kedudukan Wawasan Nusantara


a. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang di
yakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan
dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b. Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional secara structural dan fungsional
mewujudkan keterkaitan hierarkis piramida dan secara instrumental mendasari kehidupan
nasional yang berdimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari hirarkhi paradigma
nasional sbb:
Pancasila (dasar negara) => Landasan Idiil
UUD 1945 (Konstitusi negara) => Landasan Konstitusional
Wasantara (Visi bangsa) => Landasan Visional
Ketahanan Nasional (KonsepsiBangsa) => Landasan Konsepsional
GBHN (Kebijaksanaan Dasar Bangsa) => Landasan Operasional

2. Fungsi Wawasan Nusantara


Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-
rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi
penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam kehidupan bernsyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut Cristine S.T. Kansil, S.H., MH dkk dalam bukunya pendidikan kewrganegaraan
diperguruan tinggi menjelaskan bahwa fungsi wawasan nusantara:
a. Membentuk dan membina persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Indonesia
b.Merupakan ajaran dasar nasional yang melandasi kebijakkan dan strategi pembangunan
nasional.

3. Tujuan Wawasan Nusantara


Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasioanalisme yang tinggi disegala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasioanal dari pada
kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah (kepentingan individu,
kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah tetap dihargai selama tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak.
Menurut Cristine S.T. Kansil, S.H., MH dkk dalam bukunya pendidikan kewrganegaraan
diperguruan tinggi menjelaskan bahwa tujuan wawasan nusantara yaitu:
a. Tujuan ke dalam mewujudkan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan nasional yaitu
aspek alamiah dan aspek social
b. Tujuan keluar pada lingkungan bangsa dan Negara yang mengelilingi Indonesia ialah ikut
serta mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan keadilan
sosial dan perdamaian abadi

E. Sejarah Kemaritiman Indonesia


1. Catatan Penting Dalam Sejarah Maritim Indonesia
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki pengaruh yang
sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan maritim besar di
bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Wilayah laut Indonesia yang merupakan
dua pertiga wilayah Nusantara mengakibatkan sejak masa lampau, Nusantara diwarnai
dengan berbagai pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti
bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu
mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan. Penguasaan lautan
oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun
kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto daripada
penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan
masyarakat bahari. Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat,
yang mengakibatkan menurunnya jiwa bahari. Nenek moyang bangsa Indonesia telah
memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana un tuk menjamin
berbagai kepentingan antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi.
Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat lima jaringan
perdagangan (commercial zones). Pertama, jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang
meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara
dan barat Sumatera. Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka. Ketiga, jaringan
perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam
Selatan. Jaringan ini juga dikenal sebagai jaringan perdagangan Laut Cina
Selatan. Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon,
Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam). Kelima,
jaringan Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, pesisir barat
Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini berada di bawah
hegemoni Kerajaan Majapahit. Selain itu, banyak bukti prasejarah di pulau Muna, Seram dan
Arguni yang diperkirakan merupakan hasil budaya manusia sekitar tahun 10.000 sebelum
masehi.
Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar. Ada pula
peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan peranta
u dari Nusantara yang ditemukan di wilayah Madagaskar. Tentu pengaruh dan kekuasaan
tersebut dapat diperoleh bangsa Indonesia waktu itu karena kemampuan membangun kapal
dan armada yang layak laut, bahkan mampu berlayar sampai lebih dari 4.000 mil.
Selain Sriwijaya dan bahkan sebelum Majapahit, Kerajaan Singosari juga memiliki
armada laut yang kuat dan mengadakan hubungan dagang secara intensif dengan wilayah
sekitarnya. Kita mengetahui strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia
melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan Majapahit telah banyak
mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan Bangsa
Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar. Sayangnya, setelah
mencapai kejayaan budaya bahari, Indonesia terus mengalami kemunduran, terutama se
telah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti pada
tahun 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta mengakibatkan kedua
raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda. Sejak itu,
terjadi penurunan semangat dan jiwa bahari bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya,
dari budaya bahari ke budaya daratan. Namun demikian, budaya bahari Indonesia
tidak boleh hilang karena alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan terus menginduks i,
membentuk budaya bahari bangsa Indonesia.
Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan
negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki keunggulan aspek
budaya bahari bentukan secara alamiah oleh aspek-aspek alamiah Indonesia. Berkurangnya
budaya bahari lebih disebabkan berkurangnya perhatian Pemerintah terhadap
pembangunan maritim.
2. Menumbuhkan Kembali Kesadaran Bahari
Sesungguhnya, secara pemikiran dan ko nsepsi, Bangsa Indonesia sudah lama ingin
kembali ke laut. Pada ta hun 1957, Bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara,
yang memandang bahwa wilayah laut di antara pulau-pulau Indonesia sebagai satu-
kesatuan wilayah nusantara, sehingga wilayah laut tersebut merupakan satu keutuhan
dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya serta selu ruh
kekayaan yang terkandung di dalamnya sebagai kekayaan nasional yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Bung Karno saat pembukaan Lemhanas tahun 1965 mengatakan bahwa
"Geopolitical Destiny" dari Indonesia adalah maritim.
Melalui suatu perjuangan panjang dan bersejarah di forum internasional, pada tahun
1982, gagasan Negara Nusantara yang dipelopori Indonesia berhasil mendapat pengakuan
Internasional dalam kovensi PBB tentang hukum laut. Pada 18 Desember 1996 di Makassar,
Sulawesi Selatan, BJ Habibie sebagai Menristek membacakan pidato Presiden RI yang
dikenal dengan pembangunan Benua Maritim Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1998
Presiden BJ Habibie mendeklarasikan visi pembangunan kelautan Indonesia dalam
Deklarasi Bunaken. Inti dari deklarasi tersebut adalah laut merupakan peluang, tantangan
dan harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia.
Seja k tahun 1999 Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan komitmennya terhadap
pembangunan kelautan. Komitmen pembangunan pemerintah di bidang kelautan,
diwujudkan dengan dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut pada tanggal 26 Oktober 1999
dan menempatkan Sarwono Kusumaatmadja sebagai menteri pertama. Pada bulan
Desember nama departemen ini berubah menjadi Depart emen Eksplorasi Laut dan
Perikanan, dan sejak awal tahun 2001 berubah lagi menjadi Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP) hingga sekarang.
Demi menggemakan semangat pemban gunan nasional yang berdasarkan kelautan,
Presiden KH Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara dan
memperinga tinya untuk pertama kali di Istana Negara, Jakarta tahun 1999. Visi
pembangunan kelautan Gus Dur kemudian diteruskan oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri, dengan menetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara
berdasarkan Keppres No. 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, dan menjadikan tanggal
tersebut sebagai hari resmi perayaan nasional. Kebijakan yang sangat penting di bidang
maritim yang dibuat oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001 yaitu dalam
Seruan Sunda Kelapa menyatakan penerapan asas cabotage sebagai suatu keharusan.
Penerapan asas cabotage adalah kebijakan fundamental bagi pembangunan industri
maritim nasional. Dengan pencetusan kebijakan penerapan asas cabotage dengan Seru an
Sunda Kelapa tersebut, Pemerintah kemudian segera memulai penyusunan aturan
pelaksanaannya. Aturan pelaksanaannya berupa Inpres tentang Pengembangan Industri
Pelayaran Nasional yang akhirnya ditandatangani oleh oleh Presiden berikutnya yaitu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupa Inpres No. 5 tahun 2005.
Namun penerapan Inpres ini berjalan sangat lamban, terutama karena dukungan
Kementerian Keuangan dalam hal kebijakan keuangan dan perpajakan untuk pengadaan,
pengoperasian dan pemeliharaan kapal. Dalam tataran strategik operasional, budaya bahari
bangsa Indonesia masih memprihatinkan, apalagi bila kita sependapat bahwa budaya
adalah semua hasil olah pikir, sikap dan peri laku masyarakat yang diyakini dan
dikembangkan bersama untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi,
mengembangkan kehidupan yang lebih layak, dan beradaptasi terhadap situasi lingkungan
hidup. Budaya bahari ba ngsa Indonesia belum tumbuh kembali, bukan saja di tengah
masyarakat, tetapi juga pada tataran pembuat kebijaksanaan sehingga Indonesia belum
mampu memanfaatkan kelautan sebagai sumber kesejahteraannnya. Kita perlu
mengembangkan kesadaran bahari Bangsa Indonesia, terutama de ngan menerapkan
kebijakan pembangunan maritim nasional berdasarkan konsepsi yang jelas sesuai aspek-
aspek alamiah (Tri Gatra) Indonesia.
Mengalir dari uraian di atas, tampak jelas bahwa Indonesia membutuhkan segera
adanya kebijakan pembangunan maritim nasional yang dimulai dengan perumusan persepsi
bangsa Indonesia dalam melihat pengaruh laut terhadap kehidupan politik, ekonomi,
sosial budaya, dan sistem pertahanan dan keamanan nasional.

3. Menegakkan Martabat Bangsa


Estimasi yang dikeluarkan oleh Dewa n Kelautan Indonesia (Dekin) ketikamasih
bernama Dewan Maritim Indonesia (DMI), melalui majalah internal Maritim Indonesia edisi
Juli 2007 menyebutkan bahwa laut Indonesia menyimpan potensi kekayaan yang dapat
dieksploitasi senilai 156.578.651. 400 US dollar per tahun. Jika dirupiahkan dengan kurs Rp
9.300 per 1 dollar AS, angka itu setara dengan Rp 1.456 triliun. Walaupun demikian,
kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional dinilai masih rendah. Pada tahun 1998
sektor kelautan hanya menyumbang 20,06 persen terhadap PDB, itupun sebagian besarnya
atau 49,78 persen disumbangkan oleh subsektor pertambangan minyak dan gas bumi di
laut. Ini menunjukkan bahwa kekayaan laut Indonesia yang sangat besar itu masih disia-
siakan. Berbeda dengan negara maritim lain seperti RRC, AS, dan Norwegia, yang sudah
memanfaatkan laut sedemikian rupa hingga memberikan kontribusi di atas 30 persen
terhadap PDRB nasional mereka.
Dengan melihat kenyataan seperti ini, sudah saatnya Bangsa Indonesia
membangkitkan kembali kesadaran bahwa laut harus dipandang sebagai kesatuan wilayah
dan sumber kehidupan, media perhubungan utama, wahana untuk merebut pengaruh politik
dan wilayah pertahanan penyanggah utama. Kedudukan Indonesia pada posisi silang
perdagangan dan memiliki 4 dari 9 Sea Lines of Communication dunia mengakibatkan
Indonesia mempunyai kewajiban yang sangat besar untuk menjamin keselamatan dan
keamanan pelayaran internasional di Selat Malaka / Singapura dan 3 Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI). Indonesia belum mempunyai kemampuan pertahanan dan keamanan laut
yang memadai untuk hal tersebut, apalagi untuk menjaga kedaulatan di seluruh wila yah
laut yurisdiksinya. Sepanjang berkaitan dengan kebijakan pertahanan nasional, pada
dasarnya Indonesia adalah negara yang cinta damai dan tidak memiliki ambisi untuk
menguasai negara atau wilayah ba ngsa lain. Akan tetapi, Indonesia memiliki pulau-pulau
yang jauh terutama di Laut Natuna dan Sulawesi, dan masih ada wilayah perbatasan yang
belum ditetapkan serta wilayah dengan potensi sengketa. Oleh karena itu, Indonesia harus
tetap mewaspadai adanya kemungkinan kontingensi. Indonesia harus memiliki kesiagaan
dan kemampuan untuk dapat mengendalikan lautnya dan memproyeksikan kekuatannya
melalui laut dalam rangka memelihara stabilita s dan integritas Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sebagi suatu Negara dengan kekuatan ekonomi yang terus berkembang, kelanjutan
kemajuan Indonesia akan makin bergantung pada perdagangan dan angkutan laut dan
ketersediaan energi, serta pada ekploitasi sumber daya laut dan bawah laut serta
membangun industri maritim yang tangguh. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa Indonesia
memiliki kepentingan nasional yang sangat besar di laut. Sebagai hal yang me ndasari
kepentingan Indonesia di laut, Indonesia harus memiliki kemerdekaan atau kebebasan
menggunakan laut wilayahnya untuk memperjuangkan tujuan nasionalnya, serta
mempunyai strategi untuk menjaga kepentingan maritimnya dalam segala situasi.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah Indonesia sudah memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan lautnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kepentingan
masyarakat internasional? Rasanya masih jauh panggang dari api. Jangankan memiliki
kemampuan maritim yang memadai, usaha-usaha ke arah itupun belum tampak
jelas. Bahkan Indonesia belum secara tegas menyatakan kepentingan nasionalnya di laut
dan belum menetapkan National Ocean Policy. Pada dasarnya ada tiga kepentingan nasional
Indonesia di laut yaitu:
1. Memelihara keselamatan dan keamanan serta mempertahankan kepentingan Indonesia di
dan lewat laut.
2. Membangun dan mengembangkan Ekonomi Maritim untuk memperkuat pembangunan
ekonomi nasional.
3. Menjamin kelestarian marine mega biodiversity dan lingkungan laut.

Martabat bangsa memerlukan kekuatan ekonomi dan pertahanan. Industri maritim


mempunyai potensi yang sangat besar. Oleh karenanya apabila dikelola dengan baik dan
benar, potensi maritim dapat menjadi salah satu pilar ekonomi nasional yang kompetitif,
sedangkan pengelolaan yang baik dan benar sangat ditentukan oleh konsepsi pembangunan
maritim, mulai dari persepsi, misi, kebijakan dan strategi yang tepat.

4. Mempertahankan Kepentingan Nasional Di Laut


Dalam kepentingan menjaga keselamatan, keamanan dan pertahanan Negara di laut,
TNI AL sebagai tulang punggung upaya pertahanan dan keamanan di laut masih belum
memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan penguasaan laut di bawah yurisdiksi
nasional. Kasus Ambalat dan yang terakhir, penangkapan petugas Dina s Perikanan dan
Kelautan Propinsi Kepulauan Riau oleh Polisi Laut Diraja Malaysia hanyalah beberapa contoh,
bagaimana resiko yang harus diterima bila Indonesia tidak memiliki armada perang yang
kuat dan kemampuan pengamanan laut yang handal. Dari kebutuhan sekitar 300 kapal
kombatan, TNI AL hanya memiliki sekitar 130 kapal dengan komposisi dan kemampuan yang
dirasa belum memadai. Kekuatan TNI AL tertinggal dari negara-negara tetangga, terutama
dari sisi teknologi, karena masih mengandalkan kapal-kapal tua. Thailand saja memiliki
kapal induk, sedangkan kapal kombatan Indonesia masih terbatas sampai jenis
Korvet. Pembangunan TNI AL pun seharusnya lebih bersifat outward looking, yaitu
berdasarkan kebutuhan pengendalian laut nasional sampai ke batas wilayah Zona Ekonomi
Eksklusif, bukan hanya untuk mendukung pertahanan di darat. Kita perlu
mempertimbangkan strategi pertahanan yang bersifat deterrent dan denial. Kalau musuh
bisa ditangkal dan dicegah di laut, kita tidak perlu berperang di darat. Sebagai contoh,
Singapura menganut doktrin pertahanan forward defence, yang jelas bersifat offensive .
Selain itu, sesuai dengan UNCLOS 1982, kewenangan penegakan hukum di laut oleh kapal
pemerintah atau government ship masih lemah karena tersebar pada beberapa instansi.
Maritime security arrangement Indonesia perlu ditata kembali agar lebih efisien
dengan membentuk Indonesian Sea and Coast Guard, sebagai single agency dengan multi
task yang memiliki kemampuan penegakan hukum di laut yang mumpuni, serta
memperkuat kemampuan dan posisi TNI-AL yang memiliki fungsi diplomasi, polisional dan
militer. Kepentingan mengamankan kegiatan ekonomi dan kedaulatan di laut yurisdiksi
Indonesia yang sangat luas membutuhkan sistem yang profesional, efektif dan efisien.
Contohnya, kewenangan menegakkan hukum di laut tersebar di 13 instansi.

5. Membangun Ekonomi Maritim


Dari sisi pembangunan ekonomi maritim, Indonesia juga masih menghadapi banyak
kendala. Sektor perhubungan laut yang dapat menjadi multiplier effect karena
perkembangannya akan diikuti oleh pembangunan dan pengembangan industri dan jasa
maritim lainnya masih dikuasai oleh kapal niaga asing. Azas cabotage seperti yang
diamanatkan oleh UU RI No: 17/2008 tentang Pelayaran masih perlu diperjuangkan agar
dapat diterapkan dengan baik. Kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya kapasitas
kapal nasional, sedangkan pembangunan kapal baru diha dang oleh tidak adanya
keringanan pajak dan sulitnya kredit serta tingginya bunga kredit untuk usaha di bidang
maritim mengingat usaha jenis ini memiliki tingkat resiko tinggi dan slow yielding. Untuk
angkutan domestik, armada nasional baru mampu mengangkut sekitar 60 persen. Peranan
armada nasional dalam angkutan laut internasional baik ekspor maupun impor menunjukkan
kenyataan yang lebih memprihatinkan, karena pemberlakuan prinsip Freight on Board
(FoB), bukan Cost and Freight (CnF). Dari ekspor dan impor nasional, armada Indonesia
hanya kebagian jatah sekitar 10 persen, mengakibatkan kerugian devisa sebesar 40 miliar
USD, Kita juga masih prihatin terhadap kondisi pelabuhan nasional yang belum tertata
secara konseptual tentang pelabuhan utama ekspor-impor dan pengumpan.
Selain itu, keamanan dan efisiensi pelabuhan Indonesia masih diragukan, terutama
bila dihadapkan pada pemenuhan persyaratan International Ship and Port Safety (ISPS)
Code. Kecelakaan laut yang menimpa angkutan antar pulau yang memakan korban jiwa
yang besar masih terus terjadi, mengingat kapal yang digunakan adalah kapal tua, tidak
dilengkapi peralatan keselamatan, bahkan tidak layak laut. Sisi lain dari laut yang
memberikan peluang kesejahteraan dan kemakmuran, sekaligus buah pertikaian pada masa
depan adalah sumber daya laut dan bawah laut. Indonesia mem iliki Zona Ekonomi Eksklusif
yang terbentang seluas 2,7 juta km persegi dan keberhasilan untuk mengekploitasi wilayah
ini dapat membantu mengangkat Indonesia keluar dari keterbelakangan ekonomi.
Namun disadari bahwa Indonesia kekurangan kemampuan teknologi untuk
memanfaatkan kekayaan bawah lautnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya survey,
research dan sumber daya manusia di bidang maritim. Indonesia bahkan masih mengalami
kesulitan untuk memanfaatkan wilayah lautnya yang kaya dengan sumber daya
perikanan. Illegal, Unregulated and Unreported fishing masih terjadi secara luas, karena
Indonesia belum mampu memperkuat armada perikanan nasional dan belum mampu
mengawasi dan mengendalikan lautnya secara optimal.
6. Menjamin Kelestarian Lingkungan Laut
Indonesia juga masih mengalami kesulitan untuk menjaga kelestarian lingkungan laut
dan marine mega biodiversity nya. Indonesia memiliki lebih dari 80,000 km persegi daerah
terumbu karang at au sekitar 14 persen terumbu karang dunia. Bersama Phillipina dan
Papua New Guinea, wilayah Indonesia merupakan 35% wilayah terumbu karang dunia,
menjadikan wilayah ini sebagai wilayah prioritas untuk memelihara kelestarian marine
biodiversity di Asia-Pasifik yang dikenal sebagai Coral Triangle. Terdapat hutan bakau
seluas 2,5 juta hektar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Hutan bakau antara lain berfungsi sebagai daerah pembiakan, pembesaran dan mencari
makan bagi ikan, udang dan organisme laut lain, serta melindungi pantai dari abrasi dan
erosi. Rumput laut juga tumbuh di banyak pantai di Indonesia.
Dalam kenyataannya, Indonesia meng alami degradasi lingkungan laut yang sangat
serius, yang juga mengancam kelangsungan kehidupan mega biodiversity di Asia-
Pasifik. Dalam 50 tahu n terakhir, kerusakan terumbu karang meningkat dari sekitar 10%
menjadi 50%. Hutan bakau di Indonesia juga berkurang dengan cepat karena pembanguna
n fasilitas pantai dan tambak liar. Tanpa upaya yang cepat dan serius maka seluruh terumbu
karang Indonesia akan lenyap dalam 20 sampai 40 tahun. Dapat dibayangkan apa yang
akan terjadi dengan industri perikanan dan kelautan serta wisata bahari di Indonesia.
Penyebab utama kerusakan karang dan lingkungan laut adalah penangkapan ikan yang
merusak, pengembangan wila yah pantai yang tidak terkendali dan sedimentasi serta polusi.
Cukup jelas bahwa pembangunan kelautan harus dilaksanakan secara
berkelanjutan (sustainable). Perusakan dan pencemaran lingkungan laut dan pantai akan
sangat merugikan usaha perikanan dan pariwisata bahari yang memiliki potensi ekonomi
yang sangat besar.

F. ASPEK-ASPEK WAWASAN KEMARITIMAN


1. Aspek Sosial Budaya
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau
dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat).
Budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya ialah
segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang
mengandung cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, moral, pengetahuan, hukum,
kepercayaan, adat istiadat, & ilmu.
Sosial Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan
budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat Secara sederhana kebuadayaan dapat
diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan
hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan
belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang
dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya.
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai
keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan,
dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta
kebiasaankebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Herskovits, Budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari
lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu
yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan
merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial,
maka bisa disebut budaya.
a. Unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat (2002) membagi budaya menjadi 7 unsur : yakni sistem religi dan
upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur
itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan.
b. Pengaruh Pada aspek Sosial Budaya
Istilah sosial budaya mencakup dua segi utama kehidupan bersama manusia yaitu segi
sosial dimana manusia demi kelangsungan hidupnya harus mengadakan kerjasama dengan
manusia lainnya. Sementara itu, segi budaya merupakan keseluruhan tata nilai dan cara
hidup yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku dan hasil tingkah laku yang
terlembagakan. Pengertian sosial pada hakekatnya adalah pergaulan hidup manusia dalam
bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, senasib, sepenanggungan dan
solidaritas yang merupakan unsur pemersatu. Adapun hakekat budaya adalah sistem nilai
yang merupakan hasil hubungan manusia dengan cipta, rasa dan karsa yang menumbuhkan
gagasan-gagasan utama serta merupakan kekuatan pendukung penggerak kehidupan.
Dengan demikian, kebudayaan merupakan seluruh cara hidup suatu masyarakat yang
manifestasinya dalam tingkah laku dan hasil dari tingkah laku yang dipelajari dari berbagai
sumber. Kebudayaan diciptakan oleh faktor organobiologis manusia, lingkungan alam,
lingkungan psikologis dan lingkungan sejarah.

c. Ketahanan Pada Aspek Sosial Budaya


Ketahanan di bidang sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamik yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional didalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Wujud ketahanan sosial
budaya nasional tercermin dalam kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian
nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan membentuk dan
mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia. Esensi
pengaturan dan penyelenggaran kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia adalah
pengembangan kondisi sosial budaya dimana setiap warga masyarakat dapat
merealisasikan pribadi dan segenap potensi manusiawinya yang dilandasi nilai-nilai
Pancasila.

2. Aspek Sosial Ekonomi


a. Sisi Rencana Pembangunan Nasional, Analisis manfaat proyek ditinjau dari sisi ini
dimaksudkan agar proyek dapat:
Memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat.
Menggunakan sumber daya lokal.
Menghasilkan dan menghemat devisa.
Menumbuhkan industri lain.
Turut menyediakan kebutuhan konsumen dalam negeri sesuai dengan kemampuan.
Menambah pendapatan nasional.

b. Sisi Distribusi Nilai Tambah


Yaitu agar proyek yang akan dibangun memiliki nilai tambah. Nilai tambah hendaknya
dapat dihitung secara kuantitatif. Dalam perhitungan tersebut, agar lebih mudah dapat
diasumsikan bahwa proyek berproduksi dengan kapasitas normal. Setelah nilai tambah
tersebut diketahui besarnya, maka nilai ini selanjutnya dapat didistribusikan. Hendaknya
perhitungan-perhitungan tersebut dilakukan secara jelas.
c. Sisi Nilai Investasi Per Tenaga Kerja
Penilaian berikutnya adalah bahwa proyek mampu meningkatkan kesempatan kerja.
Salah satu cara mengukur proyek padat modal atau padat karya adalah dengan membagi
jumlah investasi (modal tetap + modal kerja) dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat
sehingga didapat nilai investasi per tenaga kerja. Untuk proyek perluasan, perhitungan nilai
investasi merupakan jumlah investasi sebelum dan sesudah investasi. Sayangnya, modal ini
berpatokan pada nilai rupiah tertentu, misalnya proyek bisnis dengan nilai lebih besar dari X
Rupiah adalah padat modal, dan selain itu berarti padat karya.
Adapun hambatan pembangunan yang terjadi di Bidang Ekonomi yaitu:
1. Iklim tropis
Iklim tropis menyebabkan terjadinya lingkungan kerja yang panas dan lembab
sehingga menurunkan usaha atau gairah kerja manusia, banyak muncul penyakit, serta
membuat pertanian kurang menguntungkan.
2. Produktivitas rendah
Produktivitas rendah ini disebabkan oleh kualitas manusia dan sumber alam yang
relatif kurang menguntungkan.
3. Kapital sedikit
Disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja yang berakibat kepada
rendahnya pendapatan negara, sehingga tabungan sebagai sumber kapital juga rendah.
4. Nilai perdagangan luar negeri
Ini disebabkan negara miskin mengandalkan ekspor bahan mentah yang
mempunyai elastisitas permintaan atas perubahan harga yang inelastis.
5. Besarnya pengangguran
Ini disebabkan karena banyaknya tenaga kerja yang pindah dari desa ke kota dan kota
tidak mampu menampung tenaga mereka karena kurangnya faktor produksi lain untuk
mengimbanginya sehingga terjadilah pengangguran itu.
6. Besarnya ketimpangan distribusi pendapatan
Misalnya keuntungan lebih banyak dimiliki oleh sebagian kecil golongan tertentu saja.
7. Tekanan penduduk yang berat
Hal ini disebabkan karena antara lain naiknya rata-rata umur manusia dibarengi
dengan masih besarnya persentase kenaikan jumlah penduduk yang makin lama makin
membebani sumber daya lain untuk memenuhi kebutuhan hidup.
8. Penggunaan tanah yang produktivitas rendah
Hal ini disebabkan karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian utama, di
samping itu juga, kualitas alat-alat produksi, pupuk, teknik pengolahan tanah juga masih
relatif rendah.

3. Aspek Sosial Politik


Politik berasal dari kata politics dan atau policy artinya berbicara politik akan
mengandung makna kekuasaan (pemerintahan) atau juga kebijaksanaan. Pemahaman itu
berlaku di Indonesia dengan tidak memisahkan antara politics dan policy sehingga kita
menganut satu paham yaitu politik. Hubungan tersebut tercermin dalam fungsi
pemerintahan negara sebagai penentu kebijaksanaan serta aspirasi dan tuntutan
masyarakat sebagai tujuan yang ingin diwujudkan sehingga kebijaksanaan pemerintahan
negara itu haruslah serasi dan selaras dengan keinginan dan aspirasi masyarakat.
Politics di Indonesia harus dapat dilihat dalam konteks Ketahanan Nasional ini yang
meliputi dua bagian utama yaitu politik dalam negeri dan politik luar negeri.

a. Politik Dalam Negeri


Politik dalam negeri adalah kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 yang mampu menyerap aspirasi dan dapat mendorong partisipasi
masyarakat dalam satu sistem, yang unsur-unsurnya terdiri dari :
Struktur Politik
Merupakan wadah penyaluran pengambilan berupa kepentingan masyarakat dan
sekaligus wadah dalam menjaring/pengkaderan pimpinan nasional.
Proses Politik
Merupakan suatu rangkaian pengambilan keputusan tentang berbagai kepentingan
politik maupun kepentingan umum yang bersifat nasional dan penentuan dalam pemilihan
kepemimpinan, yang puncaknya terselenggara dalam pemilu.
Budaya Politik
Merupakan pencerminan dari aktualisasi hak dan kewajiban rakyat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara sadar dan rasional baik
melalui pendidikan politik maupun kegiatan-kegiatan politik yang sesuai dengan disiplin
nasional.
Komunikasi Politik
Merupakan suatu hubungan timbal balik antar berbagai kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara baik rakyat sebagai sumber aspirasi maupun sumber pimpinan-
pimpinan nasional.

b. Politik Luar Negeri


Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian kepentingan nasional dalam
pergaulan antar bangsa. Politik luar negeri Indonesia berlandaskan pada Pembukaan UUD
1945 yakni melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial serta anti penjajahan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
Politik luar negari merupakan proyeksi kepentingan nasional kedalam kehidupan antar
bangsa. Dijiwai oleh falsafah negara Pancasila sebagai tuntutan moral dan etika, politik luar
negeri Indonesia diabadikan kepada kepentingan nasional terutama untuk pembangunan
nasional. Dengan demikian politik luar negeri merupakan bagian intergral dari strategi
nasional dan secara keseluruhan merupakan salah satu sarana pencapaian tujuan nasional.
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas dalam pengertian bahwa
Indonesia tidak memeihak kepada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa.
Aktif dalam pengertian tidak bersifat reaktif dan tidak menjadi objek percaturan
internasional, tetapi berperan serta atas dasar cita-cita bangsa yang tercermin dalam
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. heterogenitas kepentingan bangsa-bangsa di dunia
maka politik luar negeri harus bersifat kenyal dalam arti bersikap moderat dalam hal yang
kurang prinsipil maupun tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar seperti yang ditentukan
dalam Pembukaan UUD 1945. Dinamika perubahan-perubahan hubungan antar bangsa yang
cepat dan tidak menentu di dunia maka dibutuhkan kelincahan dalam arti kemampuan
penyesuaian yang tinggi dan cepat untuk menanggapi dan menghadapinya demi
kepentingan nasional.

c. Ketahanan Pada Aspek Politik


Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan politik bangsa
yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, gangguan, ancaman dan
hambatan yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak
langsung untuk menjamin kelangsungan hidup politik bangsa dan negara Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

1. Ketahanan Pada Aspek Politik Dalam Negeri


Sistem pemerintahan yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan yang bersifat
absolut, kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat.
Mekanisme politik yang memungkikan adanya perbedaan pendapat, namun perbedaaan itu
tidak menyangkut nilai dasar sehingga tidak antagonistis yang dapat menjurus pada konflik
fisik. Disamping itu harus dicegah timbulnya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
Kepemimpinan nasional mampu mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyarakat,
dengan tetap dalam lingkup Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara.
Terjalin komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat dan antar
kelompok/golongan dalam masyarakat dalam rangka mencapai tujuan nasional dan
kepentingan nasional.

2. Ketahanan Pada Aspek Politik Luar Negeri


Hubungan luar negeri ditujukan untuk lebih meningkatkan kerjasama internasional di
berbagai bidang atas dasar saling menguntungkan, meningkatkan citra positif Indonesia di
luar negeri, memantapkan persatuan bangsa dan keutuhan NKRI.
Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka meningkatkan
persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang dan atau dengan negara maju
sesuai dengan kemampuan dan demi kepentingan nasional. Peranan Indonesia dalam
membina dan mempererat persahabatan dan kerjasama antar bangsa yang saling
menguntungkan perlu terus diperluas dan ditingkatkan.
Citra positif Indonesia terus ditingkatkan dan diperluas antara lain melalui promosi,
peningkatan diplomasi dan lobi internasional, pertukaran pemuda, pelajar dan mahasiswa
serta kegiatan olah raga.
Perkembangan, perubahan dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji denga seksama agar
secara dini dapat diperkirakan terjadinya dampak negatif yang dapat mempengaruhi
stabitlitas nasional serta menghambat kelancaran pembangunan dan pencapaian tujuan
nasional.
Langkah bersama negara berkembang untuk memperkecil ketimpangan dan ketidakadilan
dengan negara industri maju perlu ditingkatkan dengan melaksanakan perjanjian
perdagangan internasioal serta kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan
internasional.
Perjuangan mewujudkan tatanan dunia baru dan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penggalangan dan pemupukan
solidaritas dan kesamaan sikap serta kerjasama internasional dengan memanfaatkan
berbagai forum regional dan global.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu dilaksanakan dengan pembenahan secara
menyeluruh terhadap sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan calon diplomat agar
dapat menjawab tantangan tugas yang dihada[inya. Disamping itu, perlu ditingkatkan
aspek-aspek kelembagaan dan sarana penunjang lainnya.
Perjuangan bangsa Indoesia di dunia yang menyangkut kepentingan nasionan seperti
melindung kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain dan hak-hak
warga negara Indonesi di luar negeri perlu ditingkakan.

Вам также может понравиться