Вы находитесь на странице: 1из 4

Wednesday, June 13, 2012

Kemuliaan , Keagungan, Keutamaan, Kelebihan Bulan Rojab / Rajab Amalan


Doa Bulan Rojab / Rajab, Puasa, Shoum, Istighfar,

Kemuliaan , Keagungan, Keutamaan, Kelebihan Bulan Rojab / Rajab


Amalan Doa Bulan Rojab / Rajab, Puasa, Shoum, Istighfar,

Kini kita telah berada di bulan Rajab, salah satu bulan istimewa dalam kalender islami. Kata
Rajab berasal dari kata at-tarjib, yang berarti "penghormatan" (at-ta'zhim). Barangkali rahasia
penamaan ini karena orang-orang Arab mengkhususkannya dengan berbagai penghormatan.

Beribadah di bulan Rajab memiliki ganjaran yang sangat besar, terutama dengan berpuasa serta
beristighfar dan bertaubat dari dosa-dosa. Dan malam pertama bulan Rajab merupakan malam
yang istimewa, sebab doa sangat besar kemungkinan diterimanya di malam ini. Dalam sebuah
hadits dikatakan, "Ada lima malam ketika doa di malam-malam itu tidak ditolak: malam pertama
bulan Rajab, malam Nishfu Sya'ban, malam Jum'at, malam `Idul Fithri, dan malam nahar (Idul
Adha)."

Demikian hadits yang disebutkan oleh As Suyuthi dalam Al-Jami' Ash Shaghir riwayat Ibnu
'Asakir dari Abu Umamah.

Bulan Rajab merupakan awal rangkaian tiga bulan yang istimewa dan mulia, yaitu Rajab,
Sya`ban, dan Ramadhan. Hadits mengenai keutamaan ketiga bulan ini pun cukup banyak. Di
antaranya, "Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah Adapun Sya`ban, itu adalah bulanku,
sedang Ramadhan adalah bulan umatku." (Disebutkan dalam Musnad Al Firdaus dari Anas bin
Malik ra.)

Dengan memasuki bulan Rajab, berarti saat-saat kedatangan bulan Ramadhan semakin dekat.
Agar nantinya kita dapat memanfaatkan bulan suci itu dengan sebaik-baiknya dengan
memperbanyak ibadah, persiapannya mesti dilakukan sejak jauh-jauh hari sebelumnya,
khususnya ketika memasuki bulan Rajab. Salah satu caranya adalah dengan menyucikan diri
dengan banyak beristighfar, memohon ampun kepada Allah. Dan bulan Rajab memang salah satu
saat yang terbaik untuk banyak beristighfar.

Bertaubat dan memohon ampun memiliki berbagai manfaat dan keutamaan. Salah satunya adalah
memudahkan rizqi, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, "Banyak memohon ampun
dapat menarik (mendatangkan) rizqi." Sedangkan dalam ayat Al-Quran dikatakan, "Mohonlah
ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan
mengirimkan kepadamu hujan lebat, dan membanyakkan harta dan anakanakmu, dan
mengadakan untukmu kebunkebun dan dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-
sungai." (QS Nuh: 10-12).

Rasulullah SAW juga bersabda, "Perbanyaklah istighfar oleh kalian, karena, barang siapa
membanyakkannya, Allah akan memberinya kelapangan dari setiap kedukaan dan kesedihan
serta menganugerahinya rizqi yang tak disangka-sangka." Dalam Sunan Abi Dawud dan Sunan
Ibnu Majah terdapat hadits dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, "Rasulullah SAW bersabda, 'Barang
siapa merutinkan istighfar, Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap kesempitan,
kelapangan dari setiap kesedihan, dan memberinya rizqi yang tak diduga-duga."

Di antara doa yang sangat baik untuk kita amalkan sepanjang bulan Rajab adalah doa singkat
berikut: Allahumma baarik lanaa fii rajaba wa sya'ban wa ballighnaa ramadhan
"Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami
ke bulan Ramadhan."

Rajab Bulan yang Mengandung Peristiwa Besar

Secara etimologis, Rajab mengandung makna "kebesaran" atau "kemuliaan". Bulan Rajab berarti
bulan yang mengandung peristiwa besar, dan sangat dimuliakan. Tak hanya masyarakat Arab
pasca-Islam yang menamai bulan ini Rajab. Zaman sebelum Islam diturunkan, masyarakat
Jahiliyah telah menamai bulan ini dengan nama itu. Mereka memuliakan bulan ini dengan
mengharamkan peperangan atau pertumpahan darah. Rasulullah SAW pun kemudian
menetapkan kebiasaan tersebut. Beliau mengharamkan pertumpahan darah di bulan Rajab.

Oleh karena itu, Rajab juga disebut Rajab al-Haram, karena termasuk salah satu di antara empat
bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan melakukan peperangan di dalamnya. Bulan-bulan
tersebut adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Ia juga dinamakan Rajab al-Fard, karena terpisah sendiri dari tiga bulan haram lainnya yang
berurutan dan berada pada lima bulan setelah bulan lainnya.

Nama lain bulan Rajab adalah Rajab Mudhar. Dinamakan demikian karena suku Mudhar sangat
mengagungkan bulan ini dan amat menjaga kehormatannya.
Dalam sebuah risalahnya yang berjudul Tabyin al-'Ajab bima Warada fi fadhli Rajab, Al-Hafizh
Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-Asqalani menyebut nama lain bulan Rajab dengan
18 nama. Yang terkenal adalah 'Al-Ashamm" (yang tuli), karena tidak terdengarnya gemerincing
pedang yang saling beradu, disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan haram yang diharamkan
adanya peperangan. Nama unik lainnya "Munashil al-Asinnah"(keluamya gigi), dengan maksud
makna senada dengan nama pertama disebutkan, yakni anak panah besi yang dicopotkan seperti
mencabut gigi.

Nama lainnya Al-Ashabb (limpahan), karena limpahan rahmat yang banyak diturunkan pada
bulan itu.
Keutamaan Rajab termasuk dalam keumuman fadhilah bulan-bulan haram (Al-Asy-hur AI-
Hurum), sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah
dua betas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumf, di antaranya
empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri
kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertaqwa." (QS At-Tawbah: 36).
Perincian empat bulan ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan AlBukhari dan Muslim,
yakni tiga bulan yang berurutan (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram), dan satu bulan
terpisah, yakni Rajab, yang terletak di antara bulan Jumadil Akhirah dan Sya'ban.
Bulan Rajab mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa bersejarah. Di antaranya hijrah pertama
dalam sejarah Islam, peristiwa Perang Tabuk, peristiwa Isra dan Mi'raj, dan kelahiran ulama
besar Imam Asy-Syafi'i.

Kedekatan Hati dengan Nabi


Saat kaum kafir Quraisy meningkatkan tekanan dan ancaman terhadap Rasulullah SAW dan para
pengikutnya, beliau memerintahkan sebagian sahabat dan keluarganya untuk hijrah ke Habasyah.

Perintah itu turun ketika beberapa orang sahabat mengadukan perbuatan zhalim dan hinaan kaum
kafir Quraisy yang kelewat batas. Tujuan hijrah ini di antaranya demi menjaga keselamatan iman
dari ujian yang berat, menjaga keselamatan diri dari penganiayaan fisik, serta untuk
merencanakan dan mengawali langkah barn bagi perjuangan Islam di mass berikutnya.

Habasyah, atau Abessinia, adalah nama kuno Ethiopia. Bangsa Habasyah adalah keturunan
bangsa Semit. Bahasa mereka, Amhariyah, serumpun dengan bahasa Arab. Mayoritas
penduduknya beragama Nasrani.

Pilihan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah ke Habasyah karena rakyatnya beragama Nasrani,
yang juga monotheis, dan raja mereka, Najasyi, adalah seorang yang bijak dan memiliki
kedekatan hati dengan Nabi SAW. Sikap bijak dan memberikan perlindungan Najasyi tampak
saat utusan kafir Quraisy, Amr bin Ash dan Imarah bin Walid, ditolak mentah-mentah untuk
menyerahkan kaum muslimin yang berlindung kepadanya.

Raja Najasyi juga amat terharu dengan uraian sahabat Ja'far bin Abu Thalib, yang, saat
memimpin sahabatsahabat lainnya berhijrah, berhadapan dengan sang raja dan menuturkan
keindahan syari'at Islam tentang shalat, puasa, zakat, dan akhlaq. Kekaguman Raja Najasyi
kepada Nabi SAW, para sahabat, yang sangat teguh mengiringi langkah Nabi SAW, dan ajaran
Islam, membuatnya berbangga hati negerinya dijadikan tempat hijrah tersebut. Bahkan, raja ini
menyatakan keislamannya pada tahun 7 H/630 M.

Kedekatan Nabi SAW dengan Raja Najasyi juga tampak pada tahun 3 H/625 M ketika Nabi
SAW tidak bisa menghadiri pernikahannya dengan Hafshah binti Umar bin Al-Khaththab, Raja
Najasyi berkenan mewakili beliau. Kemudian ketika Nabi SAW sudah menetap di Madinah dan
mendengar kabar mangkatnya Raja Najasyi, beliau menyelenggarakan shalat jenazah untuk
menghormati jasa-jasanya bagi kaum muslimin.
Hijrah ke Habasyah terjadi dua kali. Pada hijrah yang pertama, ada 10 laki-laki dan lima
perempuan. Di antara mereka ialah sahabat Utsman bin Affan dan istrinya, putri Nabi
(Ruqayyah), Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Utsman bin Mazh'un. Mereka
menuju Habasyah dengan menyeberangi Laut Merah dan mengarungi padang pasir yang kering
dan tandus.

Perang Tabuk
Perang Tabuk atau Ghazwah Tabuk merupakan salah satu peristiwa peperangan terbesar dalam
sejarah Islam pasca-hijrah yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW. Perang tanpa darah
ini merupakan peperangan terakhir bagi beliau. Perang ini terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9
Hijriyyah/Oktober 631 M.
Keadaan cuaca saat itu sangat panes dan terik. Medan tempur itu, Tabuk, laksana butiran pasir
yang berdebu dan menyilaukan. Ini padang pasir yang sangat gersang yang berada di utara
Semenanjung Arab, jauh dari Makkah dan Madinah.

Kaum muslimin bergerak dengan kekuatan 30.000 bala tentara, termasuk 10.000 pasukan
berkuda. Pasukan besar ini dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW sendiri. Sedangkan lawan,
tentara Romawi, dipimpin raja dan panglima perang Heraclius.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah SAW bersama pasukan Islam mengadakan "perjanjian


perdamaian" dengan penduduk di sekitar Tabuk. Rasulullah memberi jaminan keamanan kepada
mereka selagi mereka tidak berbuat makar terhadap kaum muslimin yang tengah bersiap
menghadapi peperangan ini. Seorang penguasa Ilah (sebuah kawasan dekat Tabuk) yang bemama
Yuhana bin Ru'bah datang meminta perdamaian kepada Rasulullah SAW. la dan penduduk Ilah
sanggup membayar jizyah.
Kesanggupan membayar jizyah dan mendapatkan perlindungan Rasulullah SAW juga diterima
balk oleh penduduk Jarba dan Azruh. Rasulullah juga turut mengantar Surat tawaran tersebut
kepada setiap kawasan di sekitar Tabuk.
Tujuan Rasulullah berbuat demikian untuk menguatkan perpaduan dan benteng pertahanan
Islam, di camping menyampaikan dakwah Islamiyah Berta menyekat pergerakan musuh supaya
tidak menggunakan perbatasan Syam sebagai pangkalan perang.

Akhirnya semua kabilah Arab di Tabuk menerima tawaran Rasul itu dengan tangan terbuka.
Hasilnya, tentara Islam di Tabuk semakin kuat dan berjaya memblokade gerak pasukan Romawi.
Bahkan pasukan Romawi ketakutan dan beringsut dari medan nan gersang itu, lantaran melihat
jumlah pasukan muslimin yang sedemikian besarnya.
Setelah semuanya berlangsung se-lama 20 hari tanpa pertumpahan darah setetes pun di Tabuk,
pasukan muslimin beserta Rasulullah SAW kembali ke Madinah.

Sumber : Majalah alKisah no. 12/Tahun VIII/14-27 Juni 2010

Вам также может понравиться