Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Kejang demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
( suhu rectal diatas 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada
golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980),
Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang
berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya
(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan
bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai
peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang
demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox
(1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini
terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan
lainnya.
5. Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah
normal
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas.
5. EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang dicetuskan
oleh demam.
2. KD kompleks
Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:
1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis kompleks.
2.1.4 Etiologi
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa
faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:
1. Demamnya sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi
lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD
dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya
sekitar 1%. Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada
shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan
kuman bersangkutan.
2.1.5 Patofisiologi
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
O2 ke Otak Menurun
2.1.6 Diagnosis
Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang
lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).
Pemeriksaan Neurologis : tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula
darah).
Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya
dikerjakan atas indikasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan
CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada
bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.
2. Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan, kecuali pada
kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6
tahun atau kejang demam fokal.
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan
jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat,
atau anak terus tampak lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-
poin di atas adalah sebagai berikut :
Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah
terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
2.1.9 Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar
antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur,
jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria
33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954)
mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari
golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja
("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The
National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca
kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematiansebagai
akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara
kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ
total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna
dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah
abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah
daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal
Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child
Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak
berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA