Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Secara Kontens Undang-Undang Jasa Konstruksi yang terbaru sangat aplikatif dengan
implementasi dilapangan, yang mana terdiri dari 14 BAB dengan total 57 halaman, berikut
rincian dari Undang-Undang Jasa Konstruksi tersebut:
Bagian 2 Kewenangan
Paragraf 1 Umum
-Paragraf 1 Umum
Bagian keempat Badan usaha jasa konstruksi asing dan usaha perseorangan jasa
konstruksi asing
Bagian kelima pengembangan Usaha Jasa konstruksi
-Paragraf 1 Umum
UU Jasa Konstruksi yang baru disahkan tersebut terdiri dari 14 Bab dan 106 pasal
telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor lain, seperti UU Nomor 11
Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, UU Nomor 11 Tentang 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
aturan terkait lainnya.
Dalam hal penyelenggaraan jasa konstruksi menggunakan anggaran pendapat belanja daerah
serta memenuhi kriteria pekerjaan dengan (i) resiko kecil sampai dengan sedang, (ii)
berteknologi sederhana sampai dengan madya, dan (iii) berbiaya kecil sampai dengan sedang,
pemerintah daerah dapat membuat kebijakan khusus meliputi (i) kerjasama operasi dengan
badan usaha jasa konstruksi daerah; dan (ii) penggunaan subpenyedia jasa daerah. Ketentuan
ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pengembangan usaha jasa konstruksi dilakukan melalui usaha penyediaan bangunan. Usaha
penyediaan bangunan terdiri atas usaha penyediaan (i) bangunan gedung; dan (ii) bangunan
sipil. Usaha penyediaan bangunan dibiayai melalui investasi yang bersumber dari (i)
pemerintah pusat; (ii) pemerintah daerah; (iii) badan usaha; dan/atau (iv) masyarakat.
Usaha penyediaan bangunan dapat dikerjakan sendiri atau oleh pihak lain. Pekerjaan yang
dikerjakan oleh pihak lain dilakukan melalui perjanjian penyediaan bangunan. Ketentuan ini
akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pemilihan penyedia jasa yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan negara
dilakukan dengan cara:
tender atau seleksi dapat dilakukan melalui prakualifikasi, pascakualifikasi, dan tender cepat.
merupakan metode pemilihan penyedia jasa yang sudah tercantum dalam katalog.
3. penunjukan langsung
2. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang
sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak;
5. kondisi tertentu.
4. pengadaan langsung
Berikut adalah tambahan ketentuan yang perlu dicantumkan di dalam Kontrak Kerja
Konstruksi, yaitu:
1. untuk kegiatan pelaksanaan layanan jasa konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang
subpenyedia jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau peralatan yang
harus memenuhi standar yang berlaku; dan
2. memuat kewajiban alih teknologi jika kontrak kerja konstruksi dilakukan dengan
pihak asing.
7. pedoman perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan jasa konstruksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Penyebutan K4 di dalam ketentuan ini berbeda dengan istilah K3 yang terdapat di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (PP No.50/2012). Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pasal 11
PP No.50/2012 mengatur bahwa pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 harus
melakukan kegiatan dalam pemenuhan persyaratan K3 paling sedikit meliputi:
1. tindakan pengendalian;
6. produk akhir;
Ketentuan mengenai K4 untuk setiap produk jasa konstruksi diatur oleh menteri teknis terkait
sesuai dengan kewenangannya.
Tenaga kerja konstruksi diklasifikasikan berdasarkan keilmuan yang terkait jasa konstruksi.
Tenaga kerja konstruksi terdiri atas kualifikasi jabatan, yaitu:
1. operator;
Setiap tenaga kerja konstruksi harus melakukan registrasi kepada Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakya untuk mendapatkan pengakuan pengalaman professional. Registrasi
dibuktikan dengan tanda daftar pengalaman professional. Setiap tenaga kerja konstruksi yang
memiliki sertifikat kompetensi kerja berhak atas imbalan yang layak atas layanan jasa yang
diberikan.
Tenaga kerja asing dapat melakukan pekerjaan konstruksi di Indonesia hanya pada jabatan
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga kerja asing harus
memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi diberikan berdasarkan sertifikat
kompetensi tenaga kerja asing menurut hukum negaranya. Tenaga kerja konstruksi asing pada
jabatan ahli wajib melaksanakan alih pengetahuan dan alih teknologi kepada tenaga kerja
pendamping sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sistem informasi yang terintegrasi dibentuk untuk menyediakan data dan informasi yang
akurat dan terintegrasi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Sistem informasi yang
terintegrasi memuat data dan informasi yang berkaitan dengan:
1. tanggung jawab dan kewenangan di bidang jasa konstruksi yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
2. tugas pembinaan di bidang jasa konstruksi yang dilakukan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah; dan
3. tugas layanan di bidang jasa konstruksi yang dilakukan oleh masyarakat jasa
konstruksi.
Setiap pengguna jasa dan penyedia jasa serta institusi terkait dengan jasa konstruksi harus
memberikan data dan informasi dalam rangka tugas pembinaan dan layanan. Sistem
informasi yang terintegrasi dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Pengaduan Masyarakat
Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat akan adanya dugaan kejahatan dan/atau
pelanggaran yang disengaja dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, proses pemeriksaan
hukum terhadap pengguna jasa dan/atau penyedia jasa dilakukan dengan tidak mengganggu
atau menghentikan proses penyelenggaraan jasa konstruksi.
Apabila pengaduan masyarakat terkait dengan kerugian negara dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi, proses pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
dari lembaga negara yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Namun, proses penyelenggaraan jasa konstruksi dapat dihentikan dan pemeriksaan hukum
dapat dilakukan tanpa didasari oleh hasil pemeriksaan lembaga negara yang berwenang untuk
memeriksan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam hal:
Tahapan penyelesaian sengketa yang selama ini dikenal yaitu (i) musyawarah; dan (ii)
tahapan yang diperjanjikan oleh para pihak di dalam kontrak kerja konstruksi seperti mediasi,
konsiliasi, dan arbitrase. Selain itu para pihak dapat membentuk dewan sengketa dimana
pemilihan anggotanya didasarkan oleh prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari
salah satu pihak.
UU Jasa Konstruksi menghapus sanksi pidana dan lebih menekankan kepada sanksi
administratif.
Jenis-jenis sanksi administratif yang dicantumkan di dalam UU Jasa Konstruksi ini yaitu:
1. peringatan tertulis;
2. denda administratif;
7. pembekuan akreditasi;
8. pencabutan akreditasi;
9. pembekuan lisensi;
Dalam undang-undang jasa konstruksi yang lama, sanksi pidana ditujukan kepada perencana
konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang tidak memenuhi,
bertentangan, tidak sesuai, atau melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan
menyebabkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan. Sanksi pidana
tersebut dapat diganti dengan denda.
Beberapa poin yang menjadi sorotan dalam revisi UU jasa konstruksi tersebut
adalah terkait dengan wewenang dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
(LPJK) yang akan dikurangi utamanya terkait dalam sertifikasi.
Dalam Revisi UU jasa konstruksi tersebut, LPJK diusulkan tidak diperbolehkan lagi
mengeluarkan sertifikasi bagi perusahaan penyedia jasa konstruksi. LPJK hanya
bertugas sebagai pihak pemantau akreditasi dari perusahaan-perusahaan
penyedia jasa konstruksi.
Plt Dirjen Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera)
Hediyanto W. Husaini mengatakan, langkah ini dilakukan agar terjadi check and balances.
"Untuk sertifikasi diterbitkan oleh Asosiasi," kata Hediyanto, Senin (20/4).
Disamping itu, dalam revisi UU jasa konstruksi ini nantinya akan dibentuk sebuah badan
yang bertugas menaungi sektor ini. Pasalnya, selama ini masih banyak persoalan disektor jasa
konstrusi diselesaikan secara pidana. Padahal, kasus yang dihadapi para pengusaha adalah
terkait dengan telat bayar sehingga tidak sesuai bila dikenakan sangsi pidana.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Wattimena mengatakan, pihaknya masih
terus menampung masukan-masukan dari berbagai kalangan untuk merampungkan revisi UU
jasa konstruksi ini. "Kita meminta dalam seminggu ada masukan-masukan dari kalangan
asosiasi," kata Michael.
LATAR BELAKANG :
Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk itu jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian berbagai sasaran
guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
Bahwa berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada
kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang
mengakibatkan kurang berkembangnya iklim
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi.
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik
yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum.
Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan
konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh
perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan
konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi
pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.
Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.
Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko
kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.
Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang
berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas
atau badan usaha asing yang dipersamakan.
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau
mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta
kelengkapannya.
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bentuk usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan
Pasal 8 , 9, 10
Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya sesuai dengan
kaidah kejujuran dan keilmuan
Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan
efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta
antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.
Untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui
perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan
dalam pendanaan
BAB IV
PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Bagian Pertama Para Pihak
Pasal 14 , 15 , 16
Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan
yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas, dan
dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan
langsung atau penunjukkan langsung.
Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara
kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa. Badan-badan usaha yang dimilki
oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak
boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan. Berkenaan
dengan tata cara pemilihan penyedia jasa ini, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Penyedia jasa sebagaimana dimaksud terdiri dari:
perencana konstruksi;
pelaksana konstruksi;
pengawas konstruksi
Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan
yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas dan
Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus
prakualifikasi
Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan
langsung atau penunjukan langsung.
Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup:
menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan
secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami;
menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi kedua
pihak dan salah satu pihak tidak dapat mengubah dokumen tersebut secara sepihak sampai
dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi.
Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa
mengundurkan diri setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak, maka pihak yang mengubah atau membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri
wajib dikenai ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum.
Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi untuk
mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa
melalui pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas.
Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus
dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam
bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai (i)
para pihak; (ii) rumusan pekerjaan; (iii) masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan; (iv)
tenaga ahli; (v) hak dan kewajiban para pihak; (vi) tata cara pembayaran; (vii) cidera janji;
(viii) penyelesaian perselisihan; (ix) pemutusan kontrak kerja konstruksi; (x) keadaan
memaksa (force majeure); (xi) kegagalan bangunan; (xii) perlindungan pekerja; (xiii) aspek
lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan,
harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Uraian mengenai rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan
waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi :
(a) volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;
(b) persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam
mengadakan interaksi;
(c) persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa;
(d) pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk
pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan
masyarakat;
(e) laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan
dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran
biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup
pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan
keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
BAB V
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Pasal 23, 24
BAB VI
KEGAGALAN BANGUNAN
Pasal 25, 26, 27, 28
Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan
ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10
(sepuluh) tahun.
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana ,pengawas
konstruksi atau pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, maka perencana ,pengawas konstruksi atau pelaksana konstruksi wajib
bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam
pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka
pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.
Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam tanggung
jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VII PERAN MASYARAKAT
Hak dan Kewajiban dan Masyarakat Jasa Konstruksi
Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34
Masyarakat juga memiliki peran dalam suatu penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi,
diantaranya untuk :
Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi;
Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai
akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa
konstruksi
Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai
kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa
konstruksi.
Forum sebagaimana dimaksud terdiri atas unsur-unsur:
a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;
b. asosiasi profesi jasa konstruksi;
c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi;
d. masyarakat intelektual;
e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi
dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi;
f. instansi Pemerintah; dan
g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu.
Pemerintah juga memiliki peran dalam penyelenggaraan suatu jasa konstruksi, yaitu
melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan. Pengaturan yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan
perundang-undangan dan standar-standar teknis. Sedangkan pemberdayaan dilakukan
terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan
hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. Selanjutnya, mengenai
pengawasan, dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin
terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pembinaan ini dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi.
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 37
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-
masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat jasa konstruksi.
Bagian Ketiga Gugatan Masyarakat
Pasal 38, 39, 40
Tata cara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud diajukan oleh orang
perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada
Hukum Acara Perdata.
BAB X SANKSI
Pasal 41, 42, 43
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas
pelanggaran Undang-undang ini. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan
denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45, 46
Hanya ada satu lembaga dan salah satu tugasnya Lembaga ada dua jenis.
adalah melakukan akreditasi dan sertifikasi jasa
konstruksi
Lembaga pengembangan jasa k
tidak lagi melakukan akreditasi
sertifikasi jasa konstruksi
Pemerintah Daerah dalam UU ini tidak mendapat Pemerintah Daerah dalam RUU
kewajiban untuk melakukan pembinaan SDM di berkewajiban untuk melakukan
bidang jasa konstruksi dan pengembangan SDM di bidang jasa konstruksi d
teknologi pengembangan tekno-logi