Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan
yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada
anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada
anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom,
bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentukan darah (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi
pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel
T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan
didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun
(Landier dkk, 2004).
B. KLASIFIKASI
Leukemia Secara Umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe
sel asal, yaitu:
1) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata
dalam 4-6 bulan.
a
b
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu:
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconis Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara Kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi.
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis.
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan
warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit, yaitu
neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a) Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,
sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau agen penyebab infeksi
lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang
berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60%
dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan
waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam
jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b) Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam
sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa
8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit
dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c) Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari
1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk
membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri
dari limfosit dan monosit.
a) Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.
Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran
sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu
limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang,
dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam
folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas
respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen
sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi
menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini
bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.
b) Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel
darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat
atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru
keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
E. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh
dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat
dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), di mana pada kebalikannya
menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal
sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang,
panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang
dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel
plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala,
muntah-muntah, seizures, dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan
jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, nyeri
tulang, dan persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz
& Sowden, 2002).
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan
gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas
ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer
dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat
ditemukan yaitu:
H. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah:
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/100 ml.
3. Retikulosit: jumlah biasanya rendah.
4. Jumlah trombosit: mungkin sangat rendah (<50.000/mm).
5. SDP: mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT: memanjang.
7. LDH: mungkin meningkat.
8. Asam urat serum/urine: mungkin meningkat.
9. Muramidase serum (lisozim): peningkatan pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum: meningkat.
11. Zinc serum: meningkat/menurun.
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe: dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
a) memar (ekimosis), dan
b) petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit).
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi
dapat memperberat perdarahan.
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a) mual,
b) muntah,
c) anoreksia,
d) diare, dan
e) lesi mukosa mulut.
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut:
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum
tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama
beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan
oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa
kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase
intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.
Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi
konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa
berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di
sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum
tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani
kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh
pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi
disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali
sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak
penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan
eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah
trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan
antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening,
hati, atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika
jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa
menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan
alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker
ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada
jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
obat atau lebih.
Melalui mulut.
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena). Melalui
kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh
darah balik besar, seringkali di dada bagian atas perawat akan menyuntikkan
obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini
akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah
balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.
Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison, dan asparaginase.
b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah
6 bulan kemudian.
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah
15 tahun (85%), puncaknya berada pada usia 2 4 tahun. Rasio lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Pada anak, keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesu
dan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia), serta
kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu:
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar
oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-
1), kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi:
Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam
mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi:
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan,
serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi
abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar
akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal,
ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi
indikasi terhadap acute monolytic leukemia).
5) Pola Eliminasi:
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam
urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses
perianal, serta adanya hematuria.
c) Pemeriksaan Diagnostik
Count Blood Cells: indikasi normocytic, normochromic anemia.
Hemoglobin: bisa kurang dari 10 gr%.
Retikulosit: menurun/rendah.
Platelet count: sangat rendah (<50.000/mm).
White Blood cells: >50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (kiri ke
kanan).
Serum/urin uric acid: meningkat.
Serum zinc: menurun.
Bone marrow biopsy: indikasi 6090% adalah blast sel dengan erythroid.
Prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit.
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa: menunjukkan tingkat kesulitan
tertentu.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi, dan atau stomatitis.
M. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan/
No Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Defisit volume Tujuan: 1. Evaluasi turgor 1. Indikator langsung
cairan b.d mual Setelah dilakukan kulit, kondisi status cairan atau
dan muntah. tindakan keperawatan umum, dan mebran hidrasi.
2. Untuk mengukur
selama 1 x 24 jam mukosa.
2. Timbang berat keadekuatan
diharapkan pasien,
badan setiap hari. penggantian cairan
dengan kriteria hasil:
sesuai dengan
1. Menunjukkan
fungsi ginjal.
volume cairan
Pemasukan yang
adekuat.
2. Haluaran urine lebih banyak dari
dalam batas pengeluaran dapat
normal. 3. Kaji input dan megindikasikan
3. Mual dan
output cairan. obstruksi ginjal.
muntah berhenti. 3. Untuk mencegah
4. Mukosa bibir
terjadinya
4. Beri motivasi
lembab.
hipovolemik yang
5. Turgor kulit pasien untuk
berkelanjutan.
baik. minum 2-3 liter per
4. Mempengaruhi
6. Ubun-ubun
hari.
adanya gangguan
datar. 5. Kaji tanda-tanda
pemasukan dan
vital pasien.
kebutuhan cairan.
5. Perubahan pada
tanda-tanda vital
dapat
6. Berikan obat sesuai
menunjukkan efek
indikasi. Contoh:
hipovolemik
Ondansentron.
(perdarahan/dehidr
7. Berikan cairan
asi).
melalui IV sesuai
6. Ondansentron
indikasi.
berfungsi untuk
menghilangkan
mual dan muntah.
7. Mempertahankan
cairan dan eletrolit
tubuh.
2. Ketidakseimban Tujuan: 1. Timbang berat 1. untuk mengukur
Setelah dilakukan
gan nutrisi badan setiap hari. keadekuatan
tindakan keperawatan
kurang dari penggantian cairan
3 x 24 jam
kebutuhan sesuai dengan fungsi
diharapkan
tubuh b.d ginjal.pemasukan
kebutuhan nutrisi
cancer cahexia. yang lebih banyak dari
terpenuhi, dengan
pengeluaran dapat
kriteria hasil:
megindikasikan
1. Klien tidak pucat
obstruksi ginjal.
dan segar.
2. turgor kulit baik. 2. Berikan makan diet 2. kebutuhan jaringan
3. Mukosa Bibir
tinggi kalori kaya metabolik
lembab.
nutrein ditingkatkan begitu
4. Nafsu makan
juga cairan untuk
meningkat.
5. BB meningkat. menghilanhkan
6. TTV dalam batas
produksi sisa
normal.
suplemen dapat
memainkan pernan
penting dalam
mempertahankan
masukan kalori dan
protein yang adekuat.
3. Jelaskan bahwa
3. Motivasi orang tua
hilangnya nafsu
untuk tetap rileks pada
makan adalah akibat
saat anak makan.
langsung dari mual
dan muntah serta
4. Mootivasipasien kemoterapi.
4. Untuk mendorong
memakan semua
agar anak mau makan.
makanan yang dapat di
toleransi, rencanakan
untuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat
selera makan anak
5. perubahan pada
meningkat.
Tanda-Tanda Vital
5. kaji Tanda Tanda
dapat menunjukkan
Vital pasien
efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi)
6.Untuk
memaksimalkan
6. Berikan makanan yag
intake nutrisi.
disertai suplemen
nutrisi gizi, seperti
susu bubuk atau
7.Agar orangtua
suplemen yang
mampu memberi
dijual bebas.
makanan yang sesuai
7. Berikan edukasi pada
7
orangtua pasien
tentang makanan
yang baik
dikonsumsi dan
tidak boleh
dikonsumsi pasien
3. Kecemasan b.d. Tujuan: 1. Kaji tingkat 1. Untuk mengetahui
perubahan Setelah dilakukan kecemasan klien berat ringannya
status kesehatan tindakan keperawatan kecemasan klien
2. Agar klien mampu
anak 1x24 jam diharapkan
mengidentifikasi
pasien dan keluarga 2. Bantu klien
penyebab dan
tidak cemas. Dengan mengenal
mengatasi
kriteria hasil: kecemasannya
kecemasannya
1. Pasien dan dengan
keluarga tidak mengidentifikasi
gelisah dan menguraikan
2. Kontak mata
perasaannya,
fokus
menjelaskan situasi
3. Mengenal
yang menimbulkan
kecemasan
4. Mengatasi kecemasan, dan
kesemasan bantu klien
melalui teknik menyadari perilaku
3. Meningkatkan
relaksasi akibat cemas.
5. Memperagakan 3. Berikan support kepercayaan diri
dan mental dan semangat
menggunakan untuk pengobatan
4. Agar klien
teknik relaksasi
kembali
untuk mengatasi
4. Anjurkan pada klien
menyerahkan
kecemasan
dan keluarga untuk
sepenuhnya
berdoa
kepada Tuhan
YME
5. Membantu
mengurangi
5. Ajarkan klien teknik kecemasan
relaksasi untuk
meningkatkan
kontrol dan rasa
percaya diri dengan
latihan relaksasi
tarik napas dalam
dan mengerutkan
lalu mengendurkan
otot-otot 6. Agar kecemasan
6. Motivasi klien
tidak kembali dan
untuk melakukan
pasien dapat
teknik relaksasi
mengatasi
setiap kali
kecemasannya
kecemasan muncul
DAFTAR PUSTAKA
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Landier W, Bhatia S, dkk.. 2004. Development of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors:
the Children's Oncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's
Oncology Group Late Effects Committee and Nursing Discipline. (24):4979-90
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. 2006. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack
DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 538-90
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Reeves, Charlene J, dkk. 2001. Medical-Surgical Nursing Edisi I. Alih Bahasa Joko Setyono.
Jakarta : Salemba Medika
Ribera JM, Oriol A. 2009. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. (5):1033-42
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada An. A.H dengan ALL (Acute Lymphoblastic Leucemia) di Ruang Haematologi Bona
II RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
I. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Identitas Klien
1. Nama : An. A.H
2. Tempat,tanggal lahir : Lamongan, 20 januari 2010 (4 tahun)
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Lamongan
6. Tanggal MRS : 19 Juni 2014, pukul 13.22 WIB
7. Tanggal pengkajian : 19 Juni 2014
8. Diagnose medik : Acute Lymphoblastic Leucemia
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan pasien mengalami mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Ibu pasien mengatakan pasien MRS karena akan direncankan pra-kemoterapi
ke-2 pada tanggal 19 Juni 2014. Satu hari sebelum MRS pasien mengalami mual
dan muntah. Muntah 4 kali sehari. Pasien dibawa ke poli hematologi oleh keluarga
lalu dirawat di Bona II RSUD Dr Soetomo. Pasien mendapatkan terapi dehidrasi
infus kaen 3B 750 cc/ 3 jam dan injeksi ondansentron 2 mg IV 2x sehari untuk
mengurangi muntah.
b) Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya karena kondisi anak lemah.
Sehingga orang tua tidak mengizinkan anak untuk beraktifitas berat.
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
SMRS: ibu pasien mengatakan kesehatan anaknya baik, ibu mengatakan
bahwa Anak di diagnosa ALL sejak Januari 2014, ibu pasien tidak lupa
memberikan obat untuk anaknya. Pasien belum mengetahui tentang
penyakitnya. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah pernah
mendapatkan kemoterapi satu kali. Ibu pasien juga melarang anaknya
untuk banyak bermain karena kondisinya yang lemah.
MRS : ibu pasien mengatakan pasien MRS di Dr. Soetomo. Selama ini
keluarga klien mengikuti pengobatan dengan baik. Klien tidak
memiliki riwayat alergi pada makanan, minuman dan obat.
b. Pola Nutrisi Metabolik
SMRS : klien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Jarang
makan buah, nafsu makan anak menurun semenjak dilakukan
kemoterapi. Sebelum sakit anak suka makan mie instant setiap hari.
Klien juga suka beli susu kemasan 4-5 kotak per hari. Minum kurang
lebih 750-1000 cc per hari.
MRS : klien mendapat diet 1250 kalori dengan menu nasi lauk sayur dan
buah . Nafsu makan menurun. Makan pagi habis setengah porsi. Klien
mengalami mual dan muntah. BB naik turun selama 3 bulan terakhir,
sebelum kemotrapi pertama BB klien 18 kg setelah menjalankan
kemoterapi turun 3 kg menjadi 15 kg. Klin minum 2 gelas setiap hari
800ml, rongga mulut bersih tidak ada perdarahan.
c. Pola Eliminasi
SMRS : BAB atau BAK spontan. Frekuensi BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lembek. BAK 3-4 kali dalam sehari. Konsistensi feses
lembek, berwarna kuning kecoklatan. Tidak ada hematuria
MRS : BAB atau BAK spontan, frekuensi BAB 1 kali dalam sehari BAK 2
kali sehari dengan volome 900ml, tidak ada gangguan pada pola
eliminasi. Tidak ada hematuria
d. Pola Aktifitas dan Latihan
SMRS: klien bersekolah disalah satu TK. Aktivitas anak biasanya bermain.
Tetapi semenjak sakit anak cepat lelah, dan mengurangi aktivitas
bermainnya.Klien menghabiskan waktunya untuk menonton TV.
MRS: klien beraktivitas diatas tempat tidur.Kebutuhan sehari-harinya dibantu
oleh keluarganya.
e. Pola Istirahat dan Tidur
SMRS : keadaan sebelum sakit anak biasa tidur siang selama kurang lebih 2
jam dan malam hari tidur jam 9 malam sapai 5 pagi.
MRS : anak tidur didampingi kedua orang tua. Tidur siang selama 3 jam dan
tidur malam mulai jam 21.00-05.00 WIB. Tidak ada gangguan saat
tidur.Saat dilakukan pengkajian ekspresi wajah tidak mengantuk.
f. Pola Persepsi Kognitif
SMRS: Ibu px mengatakan anaknya tidak tahu dan mengerti tentang
penyakitnya. Klien memiliki kesadaran penuh. Bisa bicara dengan
normal dengan menggunakan Bahasa Jawa, kemampuan membaca
kurang, dapat berinteraksi dengan orangtuanya dengan baik,
pendengaran dan penglihatan dalam batas normal.
MRS : Ibu px mengatakan anaknya tidak tahu tentang penyakitnya. Bisa
bicara dengan normal dengan menggunakan Bahasa Jawa, dapat
berinteraksi dengan orangtuanya dengan baik, pendengaran dan
penglihatan dalam batas normal.
g. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
SMRS : ibu pasien mengatakan sebelum sakit anak banyak bermain di rumah
dengan kakaknya. Hubungan dengan saudara baik, hubungan dengan
keluarga juga baik. Saat di datangi petugas kesehatan anak merespon
dengan baik dan tidak menunjukkan ketakutan.
MRS : Ibu mengatakan bahwa anak jauh dengan kakanya. Ibu sering merasa
cemas karena jauh dengan anak pertamanya. Ibu juga Anak bisa
merespon baik bila di datangi oleh petugas kesehatan, tidak merasa
kesakitan. Orang tua selalu mendampingi anaknya dan berkomunikasi
dengan baik.
h. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres
SMRS: ibu pasien mengatakan bahwa ingin anaknya segera sembuh, ibunya
tidak telat memberikan obat untuk anaknya dan mencoba
membahagiakan anaknya dengan menghiburnya saat di rumah.
MRS :Ibu px mengatakan, selama sakit anaknya tidak pernah rewel atau
menangis saat dilakukan pemeriksaan. Klien menjalani pengobatan
dengan baik dan menunjukkan ketakutan saat melihat jarus suntik. Ibu
pasien menginginkan anaknya segera sembuh dan segera pulang
i. Pola Seksual
Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
j. Pola Keyakinan dan Nilai
SMRS : ibu pasien mengatakan anak belum bisa beribadah dengan baik.
Namun bila orang tua beribadah, anak bisa mengikuti.
MRS : ibu pasien mengatakan bahwa anak mengalami kelemahan umun dan
ketidak berdayaan melakukan ibadah.
k. Personal Hygiene
SMRS : klien mandi 2x sehari, gosok gigi 1x sehari saat mandi pagi. Klien
cuci rambut seminggu 2x, menggunting kuku saat kuku panjang.
MRS : klien mandi 2x sehari. Tidak menggosok gigi. Belum menggunting
kuku.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum
Kondisi pasien lemah, ekspresi wajah normal (tidak menahan sakit), dan skala
aktivitas pada tingkat 2 (memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain).
2. Kesadaran
Composmetis dengan GCS 4-5-6.
3. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu : 37,2 C
4. Data Klinik
Usia : 4 tahun
TB : 97 cm
BB : 15kg
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
1) Inspeksi
- Warna kulit pucat
- Kulit kering di daerah bibir dan tangan.
- Membran mukosa kering.
- Tidak ada lecet atau tanda terjadi pendarahan.
2) Palpasi
- Akral hangat
- Suhu permukaan kulit normal.
- Turgor kulit baik.
b. Rambut
1) Inspeksi
- Rambut bersih.
- Rambut tipis karena sering rontok.
- Berwarna hitam.
- Penyebaranya merata.
c. Kelenjar Getah Bening
1) Inspeksi
- Tidak ada peradangan
2) Palpasi
- Tidak ada benjolan di daerah servikal anterior, inguinal oksipital, dan
retroaurikular.
d. Kepala
1) Inspeksi
- Ukuran kepala normal.
- Tidak ada pembengkakan atau benjolan pada kepala.
e. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi
- Palpebra : tidak ada edema, tidak ada peradangan.
- Sklera : Putih, tidak ikhterus.
- Konjungtiva : Enemis
- Pupil : Isokor.
- Posisi mata : simetris.
- Gerakan bola mata : normal
f. Pemeriksaan Hidung dan Sinus
1) Inspeksi
- Posisi hidung : simetris.
- Bentuk hidung : normal
- Sekret : tidak ada.
g. Pemeriksaan Telinga
1) Inspeksi
- Posisi telinga : simetris
- Lubang telinga: bersih.
2) Palpasi
- Nyeri tekan : tidak ada
h. Pemeriksaan Mulut
1) Inspeksi
- Gigi : Terdapat karies gigi.
- Gusi : merah muda, tidak ada edema, tidak ada peradangan.
- Lidah : tidak ada kelainan kogenital seperti makroglosis atau
mikroglosia, glosoptosis , dan tremor. Lidah bersih.
- Bibir : simetris, mukosa bibir kering, berwarna pucat, tidak ada tanda
sianosis.
- Faring : tidak ada bercak.
i. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
2) Palpasi
- Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Dada
1) Inspeksi
- Bentuk dada simetris.
- Gerakan dada normal.
- Paru-paru : pengembangan diwaktu nafas sama (irama reguler).
- RR : 24 x/ menit.
2) Palpasi
- Tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe di aksila.
Perkusi
- Paru-paru : suara sonor.
Auskultasi
- Paru-paru : suara napas vesikuler.
- Jantung : S1 dan S2 tunggal.
k. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
- Tidak ada pembesaran pada perut.
2) Auskultasi
- Suara peristaltik 20 kali/menit.
Perkusi
- Suara timpani
Palpasi
- Tidak ada pembesaran organ, tidak ada myeri tekan
l. Pemeriksaan Anggota Gerak
1) Inspeksi
- Tidak ada kelainan bentuk tulang.
- Kekuatan otot pada ekstremitas atas dan bawah dengan skala 3
(Gerakan yang normal melawan gravitasi).
3 3
3 3
EO/BASO/batang/seg/limfo/mono : 4/-/-/29/67/-)
Trombosit : cukup (N : 140.000-340.000/mL)
Hapusan :
Anisositasis (+)
Poikilositosis (-)
Polikromasi (+)
Hipokromia (+) (-)
Catatan :
Toxis (+)
ANC : 990
Hasil :
Normoseluler
Aktifitas sistem Eritopoetik cukup
Megakarosit sangat jarang
Limfoblast kurang dari 5%
Kesimpulan : ALL remisi
7. Rencana Terapi:
Inf. Kaen 3B 1000 cc/24 jam
Inj. Ondancenton 2 x 2 mg IV
Paracetamol 4 x 150 mg per oral
Diet anak 1250 kkal
Kemoterapi protocol ke 2 VCR 0,91 mg IV
ANALISA DATA
Gangguan metabolisme
5. TTV:
sel dan fungsi organ
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Infiltrasi SSP
Suhu: 37,2 C
Letargi, mual,muntah
Hipovolemik
2. DS: Ibu klien mengatakan ALL Nutrisi kurang dari
selama anaknya di rumah kebutuhan.
sakit, nafsu makan
Jumlah blastosit
anaknya menurun.
DO:
1. BB: 15 kg.
2. Klien tampak pucat
Masuk sirkulasi darah
dan lemah.
3. Turgor kulit buruk.
4. Mukosa bibir kering.
5. Nafsu makan menurun.
6. TTV: Infiltrasi organ tubuh
TD : 110/80 mmHg.
N : 108 x/ menit
RR : 24 x/ menit Gangguan metabolisme
Suhu: 37,2 C sel dan fungsi organ
Infiltrasi SSP
Letargi, mual,muntah
Anoreksi
DO:
Saat berbicara kontak mata
ibu px tidak fokus, ibu px Cemas
tidak membalas senyum
perawat, dan sering
menatap anaknya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perawat X
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Umur : 4 tahun
No Diagnosa Tujuan/
Rencana Tindakan Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Volume cairan Tujuan: 1. evaluasi turgor kulit, 1. indikator langsung
inadekuat Setelah dilakukan kondisi umum, dan status cairan atau
berhubungan tindakan keperawatan mebran mukosa. hidrasi.
dengan mual dan selama 1 x 24 jam 2. Timbang berat badan 2. untuk mengukur
muntah ditandai diharapkan setiap hari. keadekuatan
dengan mual Kriteria hasil: penggantian cairan
muntah, mukosa 7. Menunjukkan sesuai dengan fungsi
bibir kering, volume cairan ginjal.pemasukan
pengeluaran adekuat, yang lebih banyak
urine 900ml, dibuktikan dari pengeluaran
turgor kulit dengan TTV: dapat megindikasikan
buruk, TTV: TD:110/80 mmHg. obstruksi ginjal.
TD : 110/80 N : 108 x/ menit 3. Kaji input dan 3. untuk mencegah
mmHg. RR : 24 x/ menit output cairan terjadinya
N : 108 x/ Suhu: 37,2 C hipovolemik yang
menit 8. Haluaran urine berkelanjutan.
RR : 24 x/ dalam batas 4. beri motivasi pasien 4. mempengaruhi
menit normal untuk minum 2-3 adanya gangguan
9. Mual dan
Suhu : 37,2 liter per hari. pemasukan dan
muntah berhenti
C kebutuhan cairan.
10. Mukosa bibir
lembab
11. Turgor kulit 5. kaji Tanda Tanda 5. perubahan pada
baik Vital pasien. Tanda-Tanda Vital
dapat menunjukkan
efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi
6. berikan obat sesuai ).
indikasi, contoh: 6.Ondansentron
ondansentron berfungsi untuk
menghilangkan mual
7. berikan cairan dan muntah.
melalui IV sesuai 7. Mempertahankan
indikasi cairan dan eletrolit
tubuh.
2. Perubahan Tujuan: 1. Timbang berat badan 1. untuk mengukur
Setelah dilakukan
nutrisi kurang setiap hari. keadekuatan
tindakan keperawatan 3
dari kebutuhan penggantian cairan
x 24 jam diharapkan
tubuh sesuai dengan fungsi
kebutuhan nutrisi
berhubungan ginjal.pemasukan
terpenuhi dengan
dengan cancer yang lebih banyak
kriteria hasil :
cahexia ditandai dari pengeluaran
1. Klien tidak pucat
dengan kondisi dapat megindikasikan
dan segar.
lemah, kulit 2. turgor kulit baik. obstruksi ginjal.
3. Mukosa Bibir
pucat,turgor 2. Berikan makan diet 2. kebutuhan jaringan
lembab.
kulit tinggi kalori kaya metabolik
4. Nafsu makan
buruk,mukosa nutrein ditingkatkan begitu
meningkat.
bibir 5. BB meningkat. juga cairan untuk
6. TTV dalam batas
kering,nafsu menghilanhkan
normal.
makan produksi sisa
menurun,BB suplemen dapat
setelah di memainkan pernan
kemoterapi penting dalam
menjadi 15 kg mempertahankan
3. Motivasi orang tua
masukan kalori dan
untuk tetap rileks pada
protein yang adekuat.
saat anak makan.
3. Jelaskan bahwa
hilangnya nafsu
makan adalah akibat
4. Mootivasi pasien langsung dari mual
memakan semua dan muntah serta
makanan yang dapat di kemoterapi.
4. Untuk mendorong
toleransi, rencanakan
agar anak mau
untuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat makan.
selera makan anak
meningkat.
5. kaji Tanda Tanda
Vital pasien
5. perubahan pada
Tanda-Tanda Vital
dapat menunjukkan
efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi
6.Berikan makanan
).
yang disertai
6.Untuk
suplemen nutrisi
memaksimalkan
gizi, seperti susu
intake nutrisi.
bubuk atau suplemen
7.
yang dijual bebas.
7. Berikan edukasi pada
orangtua pasien
7. Agar orangtua
tentang makanan
mampu
yang baik
memberi
dikonsumsi dan
makanan yang
tidak boleh
sesuai
dikonsumsi pasien
6. Motivasi klien
untuk melakukan
6. Agar kecemasan
teknik relaksasi
tidak kembali dan
setiap kali
pasien dapat
kecemasan muncul
mengatasi
kecemasannya
IMPLEMENTASI
Respon:
Pasien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
09.20 Memotivasi ibu pasien untuk memberikan susu.
Hasil: Ibu pasien membuatkan susu.
Respon: pasien mau minum susu dan menghabiskan
susunya. Perawat X
13.00 8. Melakukan TTV
Hasil ; TD: 100/75 mmHg
N: 106x/menit
RR:24x/menit Perawat X
Suhu;36,9C
Respon: pasien berbaring di tempat tidur dengan
kondisi lemah.
13.15 Memberikan makan siang pada pasien.
Hasil: Ibu pasien menerima makanan yang
diberikan pasien.
Respon : Pasien mau memakan makanan yang Perawat X
diberikan.
Pasien menghabiskan makanan setengah porsi yang
diberikan.
17.00 Melakukakan TTV
Hasil: TD:100/70 mmHg
N:102X/menit
RR: Perawat X
Suhu:36,7C
Respon: pasien masih lemas.
18.00 Memberikan makan malam pada pasien.
Hasil: Ibu pasien menerima makanan yang
diberikan pasien.
Respon : Pasien mau memakan makanan yang Perawat X
diberikan.
Pasien menghabiskan makanan satu porsi yang
diberikan.
20.00 Melakukan TTV
Hasil: TD:100/75 mmHg
N:102x/menit
RR: Perawat X
Suhu:36,8C
Respon: pasien masih lemas.
21.00 Memotivasi ibu pasien untuk memberikan susu.
Hasil : Ibu pasien membuatkan susu.
Respon : pasien mau minum susu dan
menghabiskan susunya. Perawat X
22 Juni 2014 Melakukan TTV
05.00 Hasil: TD:
N:
RR: Perawat X
Suhu:
Respon: pasien masih lemas dan hanya berbaring di
tempat tidur.
07.15 Melakukan penimbangan BB pasien
Hasil:
BB : 17kg
Pasien sudah tidak mual dan muntah. Perawat X
Nafsu makan meningkat.
Respon : pasien tampak lemas.
3. 20 Juni 2014 Mengkaji faktor yang menimbulkan kelemahan.
Hasil :
07.10
Hb pasien 10,8 g/dL (N: 12,9-15,9 g/dL)
Respon : kondisi pasien lemah, kesadaran
Perawat X
composmetis,skala aktivitas tingkat 2.
17.15 Melakukan tranfusi darah.
Respon: kondisi pasien lemah.
Perawat X
EVALUASI
Umur : 4th