Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen bukan merupakan istilah asing pada masa sekarang. Istilah
manajemen berasal dari Bahasa Inggris yaitu To Manage yang berarti
memimpin atau mengelola suatu aktivitas sekelompok manusia untuk mencapai
sasaran yang sebenarnya sudah ditetapkan secara menyeluruh. Oleh karena itu
bila dilihat dari segi perusahaan, sukses atau tidaknya suatu perusahaan dalam
mencapai tujuannya, sangat tergantung kepada pelaksanaan dan pengelolaan
manajemen perusahaan tersebut.
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat. Dengan manajemen diharapkan unsur-unsur
manajemen akan dapat ditingkatkan.
Terdapat banyak pengertian mengenai manajemen seperti yang ditulis oleh
beberapa ahli manajemen, dimana didalamnya memberikan rincian yang berbeda,
tetapi pada dasarnya memiliki kesimpulan yang serupa.
Menurut James A.F. Stoner dalam buku Handoko (2009 : 8) :
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.

Menurut Marry Parker Follet dalam buku Handoko (2009 : 8) :


Manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain.
Menurut Hasibuan (2007 : 2) :
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Sedangkan Menurut Bernardine R. Wirjana (2007:11) definisi manajemen


sebagai berikut :
Manajemen adalah suatu proses dimana orang-orang yang bertanggung
jawab dalam suatu organisasi, menyelesaikan tugas-tugas melalui upaya-
upaya orang lain dalam kegiatan kelompok
Dari beberapa definisi diatas dapat diartikan bahwa manajemen adalah alat
untuk mengontrol dan mengendalikan kegiatan perusahaan dengan memanfaatkan
orang lain dalam pencapaian tujuan tersebut, maka orang-orang dalam organisasi
harus jelas wewenang, tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.

2.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen


Proses kegiatan-kegiatan manajemen tersebut terdiri dari :
1. Perencanaan (Planning)
Para manajer memikirkan kegiatan-kegiatan mereka sebelum dilaksanakan.
Berbagai kegiatan ini biasanya didasarkan pada berbagai metode, rencana
atau logika, bukan hanya atas dasar dugaan atau firasat.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Para manajer mengkoordinasikan sumber daya, sumber daya manusia dan
material organisasi. Semakin terkoordinasi dan terintegrasi kerja organisasi,
semakin efektif pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pengkoordinasian
merupakan bagian vital pekerjaan manajer.
3. Pengarahan (Directing)
Para manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahan.
Manajer tidak melakukan semua kegiatan sendiri, tetapi menyelesaikan
tugas-tugas melalui orang-orang lain. Mereka juga tidak sekedar
memberikan perintah, tetapi menciptakan iklim yang dapat membantu para
bawahan melakukan pekerjaan secara paling baik.
4. Pengawasan (Controlling)
Para manajer berupaya untuk menjamin bahwa organisasi bergerak ke arah
tujuan-tujuannya. Bila beberapa bagian organisasi ada pada jalur yang salah,
manajer harus membetulkannya.
Semua fungsi- fungsi ini dilakukan pada semua fungsi-fungsi operasi yang
ada dalam perusahaan, seperti fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan
tentunya personalia agar keseluruhan fungsi tersebut dapat berjalan dengan
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni.
2. Manajemen merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, kooperatif, dan
terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya (men, money, methods,
materials, machines and market, yang disingkat 6M).
3. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi, yaitu perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan pengendalian
(controlling).
4. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia


2.2.1 Pengertian dan Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen yang
menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah kepegawaian. Dalam suatu
organisasi, manajemen sumber daya manusia harus dapat mengarahkan aktivitas
tenaga kerja agar dapat membantu perusahaan dalam usaha mencapai tujuan.
Manusia merupakan faktor utama dalam kegiatan perusahaan karena
manusia yang mengelola, mengendalikan, dan mendayagunakan sumber-sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan, oleh karena itu Manajemen Sumber Daya
Manusia merupakan hal yang sangat penting bagi setiap perusahaan.
Ada sejumlah alasan mengapa dewasa ini perhatian terhadap sumber daya
manusia meningkat di tingkat manajemen perusahaan. Meningkatnya persaingan
di lingkungan kerja merupakan salah satu alasan terpenting meluasnya peranan
dan pentingnya fungsi manajemen sumber daya manusia dalam organisasi. Alasan
lainnya adalah meningkatnya peraturan dan hukum; perkembangan hukum
sehubungan dengan sumber daya manusia, perubahan karakteristik angka kerja,
dan ketidaksesuaian antara pengetahuan, keterampilan dan kemampuan angkatan
kerja dengan persyaratan kerja yang ditetapkan.
Untuk memahami mengenai manajemen sumber daya manusia, perlu
diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hal itu. Di waktu yang lalu
manajemen sumber daya manusia seringkali disebut dengan istilah manajemen
personalia, namum istilah manajemen personalia ini mempunyai konotasi bahwa
sifatnya hanyalah mengerjakan hal-hal yang bersifat administratif saja. Sedangkan
manajemen sumber daya manusia, ruang lingkupnya lebih luas daripada hanya
sekedar hal-hal yang bersifat administratife.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Sadili Samsudin.
Dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2006:22) bahwa:
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu pengelolaan yang
meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas
jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan
bisnis
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut cara-cara mendesain
system perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kerja,
kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan. Manajemen sumber daya
manusia terdiri dari serangkaian kebijakan yang terintegritas tentang hubungan
ketenagakerjaan yang mempengaruhi orang-orang dan organisasi. Manajemen
sumber daya manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar
sumber daya manusia dalam organisasi dapat didayagunakan secara efektif dan
efisien guna mencapai berbagai tujuan. Konsekuensinya, manajer-manajer di
semua lapisan organisasi harus menaruh perhatian yang besar terhadap
pentingnya pengelolaan sumber daya manusia.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Pandji
Anoraga (2009:154) sebagai berikut :
Manajemen Sumber daya Manusia merupakan bagian yang
berhubungan dengan keputusan organisasi yang berdampak pada
angkatan kerja atau angkatan kerja potensial perusahaan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sudah menjadi
pihak manajemen, khususnya manajemen sumber daya manusia untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai jalan agar manusia bisa
diintegrasikan secara efektif ke dalam berbagai keputusan organisasi yang
diperlukan oleh perusahaan.

Peranan manajemen sumber daya manusia menurut I. Iskandar (2008: 4) :


a. Peranan Administrasi Manajemen Sumber Daya Manusia
Peran administrasi Manajemen Sumber Daya Manusia banyak ditekankan
untuk memproses dan menyimpan arsip tenaga kerja dan data base terkait,
memproses klaim keuntungan, menjawab pertanyaan pembayaran biaya
pendidikan, kebijakan perusahaan tentang cuti, mengumpulkan dan
menyerahkan dokumen yang diperlukan. Semua aktivitas ini dilakukan efisien
dan tepat waktu.
b. Peran Operasional Sumber Daya Manusia
Aktivitas Sumber Daya Manusia pada sifatnya adalah taktis. Peran
Operasional ini oleh praktisi manajemen sumber daya manusia digunakan
untuk mengidentifikasi dan mengimplementasi kebijakan organisasi. Aktivitas
ini harus dilakukan oleh manajemen sumber daya manusia yang berkoordinasi
dengan manajer dan supervisor di semua bagian perusahaan.
c. Peran Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia
Peran strategis menekankan bahwa orang-orang dalam organisasi adalah
sumber daya yang sangat penting dan investasi perusahaan yang besar.
Manajemen sumber daya manusia harus dapat memainkan peran yang
strategis yang berfokus pada masalah-masalah dan implikasi sumber daya
manusia dalam jangka panjang. Pentingnya peran strategis ini menitik
beratkan pada manajemen sumber daya manusia untuk lebih memberikan
kontribusi yang besar pada perusahaan.
Sedangkan menurut Rivai (2006: 16) peranan Manajemen Sumber Daya
Manusia antara lain meliputi kegiatan sebagai berikut:
- Melakukan analisis jabatan (menetapkan karakteristik pekerjaan masing-
masing SDM)
- Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon pekerja
- Menyeleksi calon pekerja
- Memberikan pengenalan dan penempatan
- Menetapkan upah, gaji, dan cara memberikan kompensasi
- Memberikan insentif dan kesejahteraan
- Melakukan evaluasi kinerja
- Mengkomunikasikan, memberikan penyuluhan, menegakan disiplin kerja
- Memberikan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan
- Membangun komitmen kerja
- Memberikan keselamatan kerja
- Memberikan jaminan kesehatan
- Menyelesaikan perselisihan perburuhan
- Menyelesaikan keluhan dan relationship karyawan

Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia sangat menetukan bagi


terwujudnya tujuan organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang
cukup sulit. Tenaga kerja selain diharapkan mampu, cakap, dan terampil, juga
hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan
efisien.

2.2.2 Fungsi-Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia


Fokus kajian manajemen sumber daya manusia adalah tenaga kerja yang
diatur menurut urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan efisien dalam
mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Malayu S.P Hasibuan.
Dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia edisi revisi (2007:21)
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian.
1. Perencanaan
Perencanaan (Human resource planning) adalah merencanakan tenaga kerja
secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam
membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan
program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi: pengorganisasian,
pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan.
Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan untuk mengorganisasikan
semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,
delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.
Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi
yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar
mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu
tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan ini
dilakukan oleh pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan
semua tugasnya dengan baik.
4. Pengendalian
Pengendalian (controling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan
agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan
perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi
kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan karyawan, dan
menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5. Pengadaan
Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, perjanjian kerja,
penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu
terwujudnya tujuan perusahaan.
6. Pengembangan
Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan
teknis, teoretis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7. Kompensasi
Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct)
dan tidak langsung (indirect), uang dan barang kepada karyawan sebagai
imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah
adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, sedangkan
layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman
pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan
eksternal konsitensi.
8. Pengintegrasian
Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan
kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar terciptanya kerja
sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba,
karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM,
karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
9. Pemeliharaan
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka
tetap mau bekerja sama sampai pension. Pemeliharaan yang baik dilakukan
dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar
karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan.
10. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci
terwujudnya tujuan karena disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang
maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati
peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
11. Pemberhentian
Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari
suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,
keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pension, dan sebab-sebab
lainnya. (pemberhentian ini diatur oleh undang-undang No. 13 tahun 2003
tentang Hukum Ketenagakerjaan).
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Untuk dapat memotivasi seseorang diperlukan adanya pemahaman
mengenai bagaimana proses terbentuknya motiasi pada karyawan. Pada dasarnya
manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun
non fisik. Kebutuhan yang tidak terpuaskan dari seseorang akan mengakibatkan
suatu situasi yang tidak menyenangkan. Situasi tersebut mendorong manusia
untuk memenuhinya, yang kemudian akan menimbulkan suatu tujuan, dimana
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tindakan. Selanjutnya, proses
motivasi itu sendiri tidak dapat terlihat secara langsung, yang terlihat adalah
perilakunya terhadap sesuatu sehingga untuk melihat motivasi, dapat dilihat dari
tingkat usaha yang dilakukan seseorang. Semakin tinggi tingkat usaha yang
diberikan seseorang terhadap suatu kegiatan, dapat dikatakan semakin
termotivasi orang tersebut.
Sedangkan Anwar Prabu Mangkunegara. Dalam bukunya Manajemen
Sumber Daya Manusia (2007 : 93) berpendapat bahwa :
Motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan
lamanya berlangsung upaya individu kea rah pencapaian sasaran
Pengertian Motivasi lainnya dikemukakan oleh Bernardine (2007 : 82)
bahwa :
Motivasi ialah cara bagaimana dorongan, keinginan, rangsangan,
aspirasi, semangat atau kebutuhan mengendalikan atau menerangkan
perilaku manusia
Jika dilihat dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya kebutuhan dan keinginan pribadi seseorang dapat melandasi atau
berpengaruh kepada perilaku individu tersebut. Dimana perilaku individu
tersebut tercipta karena adanya interaksi dengan lingkungannya, yang
memberikan dampak kebutuhan tersebut semakin bervariasi. Dengan demikian
kita dapat mengetahui bahwa setiap perilaku individu dipengaruhi faktor-faktor
motivasi, yaitu keinginan, tujuan, kebutuhan, atau dorongan-dorongan tertentu
yang diwujudkan melalui tidakan-tindakan individu tersebut.

2.3.2 Jenis-jenis Motivasi


Di dalam buku Hasibuan (2007 : 150). Terdapat dua jenis motivasi, yaitu
motivasi positif dan motivasi negative.
1. Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi
standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat
karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)


Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar
mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negative ini smangat
kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka
takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang
baik.
Dalam praktek, kedua jenis motivasi diatas sering digunakan oleh suatu
peusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat
meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan
motivasi positif dan motivasi negative dapat efektif merangsang gairah kerja
karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi
negatif efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi manajer harus konsisten dan
adil dalam menerapkannya.

2.3.3 Metode - Metode Motivasi


Terdapat dua metode motivasi yang biasa digunakan oleh perusahaan atau
manajer. Hasibuan (2007 : 149) yaitu :
1. Metode Langsung (Direct Motivation), adalah motivasi baik materiil dan non
materiil yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti
memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.
2. Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation), adalah motivasi yang
diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta
menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga para karyawan
betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.

2.3.4 Alat-alat Motivasi


Menurut Hasibuan (2007 : 149). Alat motivasi (daya perangsang) yang
diberikan kepada karyawan ada 2 yaitu :
1. Material insentive
Motivasi yang bersifat materiil sebagai imbalan prestasi yang diberikan
oleh karyawan. Yang termasuk dalam material incentive adalah yang
berbentuk uang dan barang-barang.
2. Nonmaterial insentive
Motivasi yang tidak berbentuk materi. Yang temasuk dalam nonmaterial
insentive adalah penempatan yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam
penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar, dan sejenisnya.

2.3.5 Teori-teori motivasi


Untuk menjelaskan tentang beberapa teori motivasi, berikut ini akan
dikemukakan teori motivasi yang dikutip oleh Hasibuan (2007:152), yaitu:
2.3.5.1 Teori Kepuasan
Teori ini menitikberatkan pada faktor-faktor dalam diri orang, yang
menggerakan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku.
Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah:
1) Teori Motivasi Klasik
Frederik Winslow Taylor mengemukakan teori motivasi klasik atau
teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia
mau bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/biologisnya,
berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya.
Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja giat, bilamana ia
mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya.
Manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan
system insentif untuk memotivasikan pekerja. Semakin banyak mereka
berproduksi, semakin besar penghasilan mereka.
Manajer mengetahui bahwa kemampuan pekerja tidak semua
dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Pekerja hanya dapat
dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas jasanya
ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya meningkat.
2) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow, penyusun teori ini, menghipotesiskan bahwa
dalam diri setiap manusia terdapat lima tingkatan kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis, termasuk lapar, haus, tempat bertenduh, seks,
dan kebutuhan badaniah lainnya.
2. Kebutuhan akan keselamatan, termasuk keamanan dan perlindungan
terhadap gangguan fisik serta emosional.
3. Kebutuhan sosial, termasuk kasih saying, penerimaan oleh
masyarakat, keanggotaan kelompok, dan kesetiakawanan.
4. Kebutuhan penghargaan diri, termasuk harga diri, kemandirian,
keberhasilan, status, pengakuan, dan perhatian.
5. kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri.
Self Actualization

Esteem Needs

Affiliation or Acceptance

Safety and Security Needs


Physiological Needs
Gambar 2.1 Konsep hierarki kebutuhan menurut A.H. Maslow

3) Teori Dua faktor Herzberg


Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam factor
kebutuhan, yaitu:
Pertama: kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan
pemeliharaan atau maintenance factors. Maintenance factors (faktor
pemeliharaan) berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah.
Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang berlangsung terus
menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah
dipenuhi. Misalnya: orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi, lalu
makan, dan seterusnya.
Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas jasa, kondisi kerja fisik,
kepastian pekerjaan, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah
dinas, dan macam-macam tunjangan lain.
Kedua: faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan
pekerjaan (Job Content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi
pekerjaan yang baik
4) Teori Kebutuhan Mc Clelland
Menurut teori ini kebutuhan manusia ada tiga, yaitu kebutuhan akan
kekuasaan, kebutuhan akan berafiliasi, dan kebutuhan akan berprestasi.
Apabila orang kebutuhannya akan kekuasaan mendesak maka orang
tersebut akan termotivasi untuk memenuhinya. Jika kebutuhan kekuasaan
makin tinggi maka orang akan berusaha untuk bersikap: senang member
perhatian untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain, mencari
posisi pimpinan, dan berusana tampil berbicara di muka umum.
Jika kebutuhan akan afiliasi mendesak, orang akan bersikap dan
bertindak untuk membentuk orang lain yang membutuhkan, berusaha
membina hubungan yang menyenangkan dan saling perhatian. Jika
kebutuhan untuk berprestasi makin tinggi maka orang akan berusaha
menetapkan suatu tujuan yang penuh tantangan namun masih mungkin
dicapai, melakukan pendekatan yang realistis terhadap resiko, dan
bertanggung jawab atas penyelesaiannya.

2.3.5.2 Teori Proses


Teori ini menitik beratkan pada bagaimana perilaku itu digerakkan,
diarahkan, didukung, dan dihentikan. Yang termasuk dalam kelompok teori
ini adalah:
1. Teori Ekspektasi (Teori Pengharapan)
Teori ini merupakan pengungkapan dari hasil pengamatan Martin
Luther bahwa segala sesuatu yang dilakukkan di dunia dilandasi oleh
harapan.
Menurut Victor Vroom, perilaku kerja individu ditentukan dengan
memperkirakan hasil alternative yang akan diperoleh melalui perilaku
tersebut. Menurutnya orang dapat dimotivasi untuk berperilaku kerja
tertentu bila:
1. Ada harapan bahwa bila usaha ditingkatkan akan mendapatkan balas
jasa.
2. Adanya prestasi dari orang yang bersangkutan bahwa ada
kemungkinan tujuan akan tercapai dan ia akan menerima jasa.
Motivasi merupakan fungsi dari valensi dan ekspektasi. Valensi
merupakan penilaian atas balas jasa yang diterima sebagai hasil usahanya.
Ekspektasi merupakan harapan individu bahwa peningkatan usahanya akan
mengarah pada meningkatan balas jasa.
Menurut Porter dan Lawer, teori ekpektasi menekankan pada
orientasi masa datang serta antisipasi individu terhadap hasil yang akan
diterima. Proses berlakunya teori ini adalah saat pertama kalinya individu
mempunyai harapan atas nilai balas jasa yang akan diterima, serta adanya
kemungkinan besarnya energy yang harus dicurahkan untuk melaksanakan
pekerjaan yang akan menimbulkan suatu usaha. Usaha ini dipadukan
dengan kemampuan yang dimiliki serta prestasi atas tugas yang dijalankan
sehingga menghasilkan prestasi yang merupakan syarat untuk menerima
ganjaran, baik instrinsik maupun ekstrinsik, dan persepsi atas layak
tidaknya ibalan yang diterima. Pada akhirnya indivi du akan memperoleh
kepuasan yang pada gilirannya akan mengarah pada tugas-tugas dan
kepuasan dimasa yang akan datang.
2. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku
dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi
yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat
produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan
hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.
3. Teori Keadilan (Equity Theory)
Menurut teori ini perilaku individu dipengaruhi oleh rasa keadilan
dan ketidakadilan. Dalam menilai keadilan tersebut, individu akan
memperhatikan faktor:
1. Input, yaitu sesuatu yang diserahkan individu dalam
menyelenggarakan tugas pekerjaannya, misalnya pengetahuan,
kecerdasan, keterampilan, dan pengalaman.
2. Outcome, yaitu sesuatu yang diterima dari perusahaan sebagai imbalan
atas tugas, misalnya yang diterima sebagai perumahan, kesehatan,
dan kondisi kerja.
3. Comarison Person, yaitu individu lain kepada siapa karyawan
membandingkan antara input dan outcome. Individu tersebut dapat
karyawan ditempat kerjanya atau di luar kerja.

2.3.6 Indikator-indikator Motivasi Kerja


Menurut Maslow yang dikutip oleh Hasibuan (2007 : 153). Bahwa
motivasi kerja karyawan dipengaruhi oleh kebutuhan fisik, kebutuhan akan
keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri,
dan kebutuhan perwujudan diri. Kemudian dari faktor-faktor tersebut diturunkan
menjadi indikator-indikator untuk mengetahui tingkat motivasi kerja pada
karyawan, yaitu :
1. Kebutuhan fisik, ditunjukan dengan : pemberian gaji, pemberian uang
bonus, uang makan, uang transport, fasilitas perumahan, dan sebagainya.
2. Kebutuhan rasa aman dan kebutuhan keselamatan, ditunjukan dengan :
fasilitas keamanan dan keselamatan kerja yang diantaranya seperti
adanya jaminan sosial tenaga kerja, keamanan harta di tempat kerja,
tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, dan perlengkapan
keselamatan kerja.
3. Kebutuhan sosial, ditunjukan dengan : melakukan interaksi dengan
orang lain yang diantaranya untuk diterima dalam kelompok dan
kebutuhan perasaan akan ikut serta.
4. Kebutuhan akan penghargaan, ditunjukan dengan : pengakuan dan
penghargaan bedasarkan kemampuannya, yaitu kebutuhan untuk
dihormati dan dihargai oleh karyawan lain dan pimpinan terhadap
prestasi kerja.
5. Kebutuhan perwujudan diri, ditunjukan dengan : sifat pekerjaan yang
menarik dan menantang, dimana karyawan tesebut akan mengerahkan
kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensinya. Dalam
pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh perusahaan dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

2.4 Kinerja
2.4.1 Pengertian Kinerja
Kinerja atau performance sering diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi
kerja. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai
hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah
tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara
mengerjakannya.
Tinggi rendahnya suatu prestasi kerja ini sangat ditentukan oleh individu-
individu atau orang-orang yang melaksanakannya, berikut beberapa definisi
kinerja menurut beberapa ahli :

Menurut Amstrong dan Baron (1998 : 15) :


Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan
memberikan kontribusi ekonomi.
Menurut Rivai (2005 : 548) :
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan.
Menurut Helfert yang dikutip oleh Rivai (2005 : 604) :
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan


hasil kerja atau prestasi kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan dan
dipengaruhi oleh kegiatan operasional peusahaan serta memberikan kontribusi
ekonomi bagi perusahaan.

2.4.2 Indikator-indikator Kinerja


Kinerja pada umumnya dikaitkan dengan pencapaian hasil standar kerja
yang telah ditetapkan. Di dalam penelitian ini pengukuran kinerja diarahkan
pada enam aspek yang merupakan bidang prestasi kunci bagi organisasi yang
bersangkutan.
Adapun enam unsur tesebut menurut Sutrisno (2010 : 152) adalah :
1. Hasil kerja, tingkat kualitas dan kuantitas kerja yang telah dihasilkan dan
sejauh mana pengawasan dilakukan.
2. Pengetahuan pekerjaan, tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas
pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas
kerja.
3. Inisiatif, tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya
dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul.
4. Kecekatan mental, tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima
intruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang
ada.
5. Sikap, tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas
pekerjaan.
6. Disiplin waktu dan absensi, tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.
Unsur kinerja atau prestasi kerja yang dimiliki di setiap perusahaan atau
organisasi belum tentu sama, namun pada dasarnya mencakup unsur-unsur
diatas.

2.4.3 Metode-metode Penilaian Kinerja


Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat digunakan dengan
pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Berikut adalah dua
metode penilaian kinerja menurut Rivai (2005 : 563) :
1) Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu

a. Skala Peringkat (Rating Scale)


Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan
dalam penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan
suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam
skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang
paling tinggi. Penilaian didasarkan pada pendapat para penilai, dan
seringkali kriteria-kriterianya tidak berkaitan langsung dengan hasil
kerja.
b. Daftar Pertanyaan (Checklist)
Penilaian berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan
yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu
pekerjaan tertentu. Penilai tinggal memilih kata atau pernyataan yang
menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
c. Metode Dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Method)
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan
mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Metode ini mengharuskan
penilai untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dengan
pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai. Seringkali
pasangan pernyataan tersebut bernada positif atau negatif.
d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan
kritis pada penilai atas perilaku karyawan, seperti sangat baik atau
sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan-
pernyataan tersebut disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat
oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang amat
berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang
bersangkutan.
e. Skala Peringkat Dikaitkan Dengan Tingkah Laku (Behaviorally
Anchored Rating Scale=BARS)
Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan
untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan
skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu.
f. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Disini penyelia turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari
SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung
perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan
informasi tersebut.
g. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang
dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen
sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya
dalam hal kenaikan gaji, promosi, dan pemberian berbagai bentuk
imbalan kepada karyawan.
h. Pendekatan Evluasi Komparatif Distribusi kendali
Suatu metode penilaian dimana penilaian menggolongkan karyawan
yang dinilai ke dalam klasifikasi yang berbeda-beda berdasarkan
berbagai faktor kritikal yang berlainan seperti prestasi kerja, ketataan,
disiplin, pengendalian biaya, dan lain sebagainya. Penggolongan
dimaksud kemudian dinyatakan dalam persentase.
2) Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan
sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal
kekuatan-kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu
mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki
pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasaran Sasaran (Management By Objective=MBO)
Management By Objective (MBO) yang berarti manajemen
berdasarkan sasaran, artinya adalah salah satu bentuk penilaian
dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-
tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan
datang. Penilaian kinerja berdasarkan metode ini merupakan suatu
alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari bentuk
penilaian kinerja lainnya.
c. Penilaian Secara Psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan
oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan
intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologis. Penilaian
ini biasanya dilakukan melalui serangkaian tes psikologi seperti tes
kecerdasan intelektual, tes kecerdasan emosional, diskusi-diskusi, tes
kecerdasan spiritual, dan tes kepribadian.
d. Pusat Penilaian (Assessment Center)
Assessment Center atau pusat penilaian adalah penilaian yang
dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh
sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam
melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Dasar teknik ini berupa
serangkaian latihan situasional di mana para calon untuk promosi.

2.4.4 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja


Menurut Rivai (2005 : 551) terdapat beberapa tujuan penilaian kinerja :
1. Tujuan Penilaian Kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan
pokok, yaitu: (1) Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap
kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat
keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang; dan (2) manajer
memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya
memperbaiki kinerja, merecanakan pekerjaan, mengembangkan
kemampuan dan keterampilan untuk pengembangan karir dan memperkuat
kualitas hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penilaian kinerja atau prestasi kerja
karyawan pada dasarnya meliputi:
a. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
b. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan
gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
c. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
d. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain.
e. Meningkatkan motivasi kerja.
f. Meningkatkan etos kerja.
g. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui
diskusi tentang kemajuan kerja mereka.
h. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan.
i. Riset seleksi sebagai criteria keberhasilan/efektifitas.
j. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karir
dan keputusan perencanaan suksesi.
2. Kegunaan Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005 : 554) terdapat beberapa kegunaan penilaian kinerja:
a. Perbaikan kinerja.
b. Penyesuaian kompensasi.
c. Keputusan penempatan.
d. Pelatihan dan pengembangan.
e. Perencanaan dan pengembangan karir.
f. Evaluasi proses staffing.
g. Ketidakakuratan informasi.
h. Kesalahan dalam merancang pekerjaan.
i. Kesempatan kerja yang adil.
j. Umpan balik ke SDM.

2.5 Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja


Motivasi dapat dipastikan memengaruhi kinerja, walaupun bukan satu-satunya
factor yang membentuk kinerja. Hal tersebut dapat dijelaskan dari model hubungan
antara motivasi dengan kinerja (lihat gambar 2.2).
Individual
Inputs

Motivated
Motivasional Performance
Behavior
Processes

Job
Context
Gambar 2.2
A Job Peformance Model of Motivation
Sumber: Robet Kreitner dan Angelo Kinicki: Organizational Behavior, 2001 : 205

Setiap peusahaan atau organisasi pasti selalu berusaha untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara maksimal, untuk mencapai tujuan utama tersebut
dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu bekerja dengan baik, namun untuk
mendorong agar para karyawan atau pegawai dapat bekerja dengan baik, karyawan
perlu diberikan motivasi.
Pemberian motivasi merupakan suatu proses dalam mengerahkan, mempengaruhi,
mengarahkan daya dan potensi karyawan, agar dapat produktif dan mampu
membantu dalam pencapaian tujuan utama yang telah ditetapkan dari organisasi atau
perusahaan. Dengan diberikannya motivasi maka akan berguna juga bagi perusahaan
atau organisasi yang berpengaruh positif pada karyawannya untuk melaksanakan
pekerjaannya dengan lebih baik, tentunya hal tersebut dapat meningkatkan kinerja.
Factor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual
karyawan. Factor tersebut keberadaannya akan mempengaruhi motivasi kerja
karyawan. Karena kedudukan dan hubungannya itu, maka sangatlah strategis jika
pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan motivasi kerja.
Menurut hasibuan yang dikutip oleh Edy Sutrisno (2010 : 110).
Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan keterampilan untuk mewujudkan tujuan perusahaan
Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan
perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi,
maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja
dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda
perusahaan berjalan dengan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, dengan
kata lain karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam
bekerja dan memiliki moriil yang rendah.
Sudah menjadi tugas manajer agar karyawan memiliki semangat kerja dan moriil
yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman, biasanya karyawan
yang memiliki motivasi kerja yang tinggi ia akan memberikan lebih dari apa yang
diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan
yang motivasi kerjanya cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan
dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu
merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali factor-faktor apa saja yang
dapat meningkatkan motivasi. Dengan terdorongnya motivasi kerja karyawan, maka
kinerja karyawan pun akan meningkat.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja sangat
berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Вам также может понравиться