Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra
(suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. (Vaughan, 2009)
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat
erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris.(Vaughan, 2009)

Gambar 1: Anatomi Konjunctiva (Bergman, 2015)

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat


berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat longgar
pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan
konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm) (Vaughan, 2009)
Struktur histologis konjungtiva berbentuk kolumnar bertingkat atau kuboidal non-
keratinized. Bentuk kolumnar pada umumnya terdapat di tarsus, sedangkan kuboid pada

2
3

konjungtiva palpebra dan bulbi. Ketebalan epitel bervariasi dari 2-3 lapis pada
tarsus dan forniks serta 6-9 lapis pada konjungtiva bulbi. Epitel terdiri atas 10% sel goblet
yang memproduksi musin serta kaya karbohidrat. Sel goblet terbanyak pada daerah
inferonasal konjungtiva bulbi dan tarsus konjungtiva. Substansia propia yaitu jaringan
fibrovaskuler terikat longgar di bawah epitel dan membran dasar pada konjungtiva.
(Budiono, 2013)

Gambar 2: Histologi Konjungtiva (Kanski, 2011)

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan membentuk jaring-jaring vaskular
konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan
superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk
pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan oftalmik pertama
nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit. (Vaughan, 2009)

2.2 Fisiologi Konjungtiva


Sel goblet pada epitel konjungtiva memproduksi musin yang membentuk lapisan air
mata bersama akuos dan lipid yang penting untuk stabilitas lapisan air mata dan
transparansi kornea sebagai prasyarat untuk penglihatan yang baik dan lubrikasi
permukaan bola mata. Konjungtiva mempunyai potensi yang sangat besar untuk melawan
infeksi karena:
1. Lapisan yang kaya vaskuler

2. Memiliki berbagai tipe sel yang berperan dalam reaksi pertahanan terhadap keradangan

3. Memiliki banyak sel imunokompeten yang menghasilkan imunoglobulin


4

4. Memiliki aktivitas mikrovili dan enzimatis untuk menetralisasi organisme termasuk


virus

Pada keadaan defisiensi nutrisi atau pada keradangan ringan, konjungtiva


merespons dengan meningkatkan sekresi mukus, sedangkan pada keradangan kronis,
konjungtiva mengalami proses metaplasia skuamos yang ditandai dengan keratinisasi
yang menyebabkan jejas pada permukaan mata dan hilangnya sel goblet yang
memproduksi mukus sehingga lapisan air mata tidak stabil. Keduanya menyebabkan
kerusakan lebih lanjut pada konjungtiva dan sel goblet. Pada keradangan yang parah
konjungtiva menjadi ireversibel selanjutnya terjadi jaringan parut yang menyebabkan
pemendekan forniks, simblefaron, hambatan pergerakan bola mata, lagoftalmos.
(Budiono, 2013)

2.3 Pterigium
2.3.1 Definisi
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan konjungtiva dan fibrovaskuler berbentuk
segitiga yang menginvasi kornea (Budiono, 2013). Pterigium adalah proliferasi jaringan
fibrovaskular yang menyerang permukaan mata, dapat menyebabkan iritasi mata,
gangguan penglihatan dan sebagainya (Li M, 2012). Pterigium (jamak: pterigia) adalah
pertumbuhan degeneratif jaringan subepitel fibrovaskular berbentuk segitiga dari jaringan
konjungtiva bulbi di limbus hingga ke kornea (Kanski, 2011).
Histologi pterigium hampir sama dengan pinguekula dan menunjukkan perubahan
degeneratif pada vaskularisasi subepitel kolagen stroma. Perbedaannya, pterigia
melampaui kornea dan menginvasi lapisan Bowman. Pseudopterigium mempunyai klinis
yang sama.

Gambar 3: Pterigium (Aminlari, 2010)


5

Psudeopterigium terbentuk karena episode inflamasi akut seperti terpapar bahan


kimia, ulkus kornea (terutama di daerah marginal), trauma, dan sikatrik konjungtivitis
(Kanski, 2011).

2.3.2 Epidemiologi
Distribusi pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering yang merupakan karakteristik dari daerah periequator. Sabuk
pterigium merupakan daerah dengan prevalensi pterigium yang tinggi, terletak pada
daerah lintang 370 utara dan selatan equator (Saerang, 2013).
Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
timbulnya pterigium 44x lebih tinggi dibandingkan daerah non tropis. Secara geografis
memperlihatkan angka kejadian pterigium yang meningkat bila mendekati khatulistiwa
(370 LU dan 370 LS) (Shintya, Djajakusli et al, 2010)
Insidensi tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun. Rekurensi lebih sering pada
umur muda dari pada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih beresiko dari
perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat
exposure lingkungan (T H Tan Donald et al, 2005).

2.3.3 Etiologi
Etiologi dan patogenesis pterigium masih belum jelas. Berbagai faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya pterigium yaitu: (Peng Lu, 2009)
1. Paparan sinar matahari dan ultraviolet.
Adanya paparan ini menyebabkan kerusakan dan proses degeneratif dari jaringan ikat
subepitel. Penelitian menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di luar akan menyebakan
peningkatan risiko terjadinya pterigium. Sinar ultraviolet B merupakan faktor lingkungan
yang sangat signifikan dalam proses patogenesis pterigium.
2. Usia
Studi menunjukkan populasi dewasa memiliki prevalensi yang tinggi sejalan dengan
bertambahnya umur.
3. Jenis Kelamin
6

Kejadian pterigium pada laki-laki dan perempuan masih diperdebatkan. Terdapat laporan
statistik bahwa perempuan lebih banyak yang terkena dari pada laki-laki atau sebaliknya
dan ada pula yang melaporkan pterigium pada laki-laki dan perempuan sama,
4. Tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi
Tingkat pendidikan berhubungan dengan status ekonomi. Rendahnya tingkat pendidikan
menghasilkan status sosial ekonomi yang rendah dan memiliki efek timbulnya pterigium.
5. Mata kering
Faktor lingkungan berhubungan dengan mata kering seperti sinar ultraviolet dan polusi
debu lingkungan yang berimplikasi terbentuknya pterigium.
6. Lain-lain
P 53 dan Human Papilloma Virus juga dapat masuk dalam patogenesis pterigium. Radiasi
sinar ultraviolet menyebabkan mutasi gen P53 tumor gen supresor menghasilkan
bentukan abnormal pada epitel.

2.3.4 Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultra
violet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan
konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
Pterigium biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang
sama untuk kontak dengan sinar ultra violet, debu, dan kekeringan. Semua kotoran pada
konjungtiva akan ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke
meatus nasi inferior.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultra violet yag lebih banyak
dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena disamping kontak langsung,
bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat
pantulan dari hidung, karena itu bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan
pterigium dibandingkan dengan bagian temporal ( Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2006).

2.3.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang muncul yaitu : (Kanski, 2011)
1. Bila lesi sangat kecil maka tidak ada gejala klinis yang muncul (asimptomatis).
7

2. Pasien yang menggunakan kontak lensa menunjukkan gejala iritasi pada stadium awal
karena dapat mengangkat tepian lensa kontak.
3. Adanya pterigium dapat mengganggu penglihatan karena pterigium dapat menutupi
axis visual atau dapat menginduksi terjadinya astigmatisme.
4. Pterigium menyebabkan masalah kosmetik
5. Lesi yang luas dapat berkaitan dengan subkonjungtiva fibrosis yang meluas ke forniks
dapat menyebabkan restriksi okular.

Biasanya penderita mengeluh mata merah dan timbulnya bentukan seperti daging
yang menjalar ke kornea. Pterigium ada dua macam, yaitu yang tebal dan mengandung
banyak pembuluh darah atau yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah. Di
bagian depan dari apek pterigium terdapat infiltrat kecil-kecil yang disebut islet of
Fuch. Pterigium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah dan menebal yang kadang-
kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2006).
Tanda klinis yang muncul yaitu : (Kanski,2011; Pedoman Diagnosis dan Terapi,
2006; Aminlari, 2010)
1. Pterigium terdiri dari tiga bagian, yaitu : (1)cap zona datar bagian depan pada kornea
yang terdiri dari fibroblas yang menginvasi dan merusak membran Bowman. (2)
Kepala adalah area vaskular di belakang cap dan melekat erat di kornea. (3) Badan
adalah bagian yang dapat bergerak di daerah konjungtiva bulbi yang mudah untuk
diseksi dari jaringan di bawahnya.

2. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan konjungtiva mengalami degenerasi hyalin


dan elastis, sedangkan di kornea terjadi degenerasi hyalin dan elastis pada membran
Bowman

3. Stockers line yaitu deposisi besi di lapisan basal epitel kornea anterior, menunjukkan
pterigium kronis

2.3.6 Grade Pterigium


Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang
berbentuk triangular pada konjungtiva yang dapat melampaui hingga ke kornea.
Keparahan pterigium terlihat dari grade pterigium dibawah sinar lampu standar yang
8

tergantung dari lokasi apeks pterigium melampaui kornea sebagai berikut: ( Zhong, et al,
2012)
Grade 0 : tidak ada pterigium
Grade 1 : apeks pterigium di limbus
Grade 2 : apeks pterigium antara limbus dan pupil margin
Grade 3 : apeks pterigium di pupil margin
Grade 4 : apeks pterigium melewati pupil

Gambar 4: Grade Pterigium ( Coutts, 2012)


2.3.7 Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Melalui anamnesis akan didapatkan keluhan-keluhan pasien seperti adanya
ganjalan pada mata seperti daging tumbuh yang semula asimtomatik namun kadang
didapatkan gejala dry eye (mata merah, panas, gatal, dan epifora) akibat irregular wetting
dari permukaan mata. Seiring berkembangnya ukuran pasien mengeluh secara kosmetik
dirasakan mengganggu dan juga menimbulkan gangguan visual seperti astigmatisme atau
langsung menghalangi visual axis.
Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat
banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan paparan sinar ultraviolet yang tinggi,
serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya. Paparan sinar ultraviolet,
terutama radiasi UV-B menyebabkan mutasi p53 tumor suppressor gene yang
mengakibatkan proliferasi abnormal dari epitel limbus (pearls) (Aminlari, 2010). Paparan
dengan alergen, limbah kimia, dan iritan (debu, polusi) juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya pterigium (Jharmawala, 2011).
9

b. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan
konjungtiva dan kornea. Pterigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan
berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah temporal.
Pterigium dapat memberikan 2 gambaran, antara lain:
Pterigium dengan proliferasi minimal, berbentuk datar, dan pertumbuhannya
lambat. Gambaran ini mempunyai insiden berulang yang rendah.
Pterigium dengan pertumbuhan yang cepat dan mempunyai komponen
fibrovaskular yang meninggi (tebal). Gambaran ini mempunyai insiden berulang
yang tinggi. (Fisher, 2015)

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Slitlamp

Gambar 5: Slitlamp
Pemeriksaan fisik pada pasien pterigium akan didapatkan adanya suatu
lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal maupun
temporal yang menjalar ke kornea, umumnya berwarna putih, namun apabila
terkena suatu iritasi maka bagian pterigium ini akan berwarna merah.
Pterigium dibagi menjadi 3 bagian yaitu: tudung kepala (cap), kepala, dan
badan/ekor. Bagian tudung kepala (cap) adalah bagian datar pada kornea yang
10

mengandung fibroblas dan menembus membran Bowman. Bagian kepala adalah


bagian yang mempunyai pembuluh darah dan bersinggungan dengan kornea.
Sedangkan bagian badan/ekor adalah bagian yang mobile pada konjunctiva bulbar
yang dapat dengan mudah didiseksi dari jaringan dibawahnya (Aminlari, 2010).
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi
kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler
yang disebabkan oleh pterigium.
Pemeriksaan Histopatologi
Secara histologi, didapatkan konjuctiva mengalami degenerasi hyalin dan elastis,
sedangkan di kornea terjadi degenerasi hyalin dan elastis pada membran Bowman
(Pedoman Diagnosis Terapi, 2006).

2.3.8 Diagnosis Banding


a. Pinguekulum: penebalan terbatas pada konjunctiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan.

Gambar 6: Pinguecula Pterigium

b. Pseudopterigium: suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan
dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.
11

Tabel 1: Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium

2.3.9 Penatalaksanaan
Pterigium ringan tidak perlu diobati. Pterigium yang mengalami iritasi dapat diberikan
anti inflamasi tetes mata (golongan steroid, non steroid seperti indomethasin 0,1% dan sodium
diclofenac 0,1%) dan vasokonstriktor tetes mata.
a. Surgical Techniques
Indikasi operasi:
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus dapat mengakibatkan
astigmatisme.
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberi keluhan mata merah, berair, dan silau karena astigmatisme.
4. Kosmetik terutama untuk penderita wanita
(Pedoman Diagnosis Terapi, 2006).
12

Tantangan utama operasi pterigium adalah tingkat kekambuhannya. Kebanyakan


opthalmologists lebih memilih mengavulsi bagian kepala dari kornea. Jenis teknik operasi
pterigium, antara lain:
1. The Bare Sclera Technique
Teknik ini menggunakan benang absorbable untuk melekatkan konjungtiva ke
sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka
(Aminlari, 2010). Teknik ini paling cepat dilakukan, disertai dengan anastesi topikal atau
subconjunctival, dan dapat dilakukan tanpa operating microscope (Brightbill, 2009).
Tingkat kekambuhan tinggi, yaitu di antara 24-89% menurut data yang ada (Aminlari,
2010). Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kekambuhan yaitu dengan
menambahkan adjuvant terapi seperti mytomicin C atau beta irradiation (Brightbill, 2009)

Gambar 7: Bare Sclera

2. Simple closure
Tepi konjungtiva superior dan inferior yang bebas dijahit bersama (efektif jika
hanya defek konjungtiva sangat kecil). Jika defek conjunctiva berasal dari pterigium
berukuran besar, kemungkinan bagian badan dari pterigium harus disisakan. Hal ini
meningkatkan kemungkinan inflamasi post operasi, timbulnya skar, formasi granuloma,
dan angka kekambuhan pterigium yang dilaporkan berkisar antara 2-88% (Brightbill,
2009).

Gambar 8: Simple Closure.

3. Sliding flaps
13

Suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser untuk
menutupi defek.

Gambar 9: Sliding Flaps.

4. Rotational flaps
Insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang
dirotasi pada tempatnya.

Gambar 10: Rotational Flaps.

5. A Conjunctival Sclera Technique


Teknik ini menggunakan autograft, biasanya berasal dari superotemporal bulbar
conjunctiva dan menjahit graft di bagian sklera yang terbuka setelah eksisi pterigium.
Teknik ini mempunyai tingkat kekambuhan di antara 2-40%. Hal yang harus
diperhatikan dalam teknik ini adalah saat diseksi jaringan Tenon dari conjunctival graft
dan tempat jahitan, jaringan harus sedikit mungkin terkait, dan pemasangan graft harus
akurat.
14

Gambar 11: Conjunctival Scleral Technique (Astudillo, 2015)

6. Amniotic Membrane Grafting


Amniotic membrane adalah bagian yang tipis, paling dalam dari plasenta yang
mempunyai lapisan avascular stroma dan basement membrant. Amniotic membrane
mempunyai efek antiinflamasi dan antifibroblastik. Amniotic membrane juga
mengandung faktor pertumbuhan dan mempunyai efek antimikroba (Brightbill, 2009).
Oleh sebab itu dapat digunakan untuk mencegah kekambuhan pterigium,
mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru
mengungkapkan menekan TGF- pada konjungtiva dan fibroblast pterigium. Amniotic
membrane di tempatkan pada permukaan okular dengan stroma menghadap bawah dan
15

basement membrant menghadap atas (Brightbill, 2009). Pemberian mytomicin C dan


beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.
7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru
dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid

Komplikasi pasca operasi


1. Nyeri/discomfort
Nyeri biasanya timbul pada 24-48 jam setelah operasi. Hal ini dikarenakan permukaan
kornea dibiarkan terbuka setelah operasi dan membutuhkan waktu 24-48 jam untuk
sembuh. Jahitan pada luka membuat pasien merasakan ketidaknyamanan seperti mata
berpasir yang bertahan beberapa minggu. Penyembuhan luka operasi melewati tahap
inflamasi yang menyebabkan mata menjadi merah, kering, dan berpasir yang
membutuhkan waktu beberapa minggu, bahkan bulan untuk kembali normal seperti
semula.
2. Cosmetic appearance
Operasi pterigium biasanya menimbulkan sedikit skar pada kornea yang kemungkinan
terlihat.
3. Ulserasi kornea
Jarang, tetapi dapat terjadi. Antibiotik yang adekuat harus segera diberikan.
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata, perdarahan vitreous, atau
retinal detachment (Brightbill, 2009 dan Fisher, 2015).

2.3.10 Komplikasi

Komplikasi dari pterigium antara lain:

1. Penyimpangan dan/atau pengurangan pusat penglihatan


2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterigium yang belum dilakukan pembedahan. Pada
pasien dengan pterigia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan fokal kornea mata akan tetapi
sangat jarang terjadi.

2.3.11 Prognosis
16

Pterigium merupakan suatu neoplasma konjungtiva benigna, umumnya prognosisnya


baik secara kosmetik maupun penglihatan, namun hal itu juga tergantung dari ada tidaknya
infeksi pada daerah pembedahan. Prosedur operasi biasanya well tolerated pada pasien dan
kebanyakan pasien dapat beraktivitas seperti biasa pada 48 jam setelah operasi. Untuk mencegah
kekambuhan pterigium (sekitar 50-80%) sebaiknya dilakukan penyinaran dengan Strontium yang
mengeluarkan sinar beta, dan apabila residif maka dapat dilakukan pembedahan ulang. Pada
beberapa kasus pterigium dapat berkembang menjadi degenerasi ke arah keganasan jaringan
epitel (Fisher, 2015).

2.3.12 Edukasi
Bila tidak menimbulkan keluhan atau gangguan penglihatan tidak harus dilakukan
operasi, karena bersifat rekuren (Pedoman Diagnosis Terapi, 2006). Namun jika sudah dilakukan
operasi, pasien sebaiknya menghindari paparan sinar ultraviolet untuk mencegah rekurensi.
Penggunaan topi atau penutup kepala lainnya, dan kacamata anti radiasi ultraviolet juga
dianjurkan terutama pada pasien yang hidup di daerah tropis atau subtropis yang banyak
melakukan aktivitas di luar ruangan dengan risiko paparan sinar ultraviolet yang tinggi (Fisher,
2015).

Вам также может понравиться

  • Laporan Kasus Peb
    Laporan Kasus Peb
    Документ33 страницы
    Laporan Kasus Peb
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Teori Hipertensi
    Teori Hipertensi
    Документ43 страницы
    Teori Hipertensi
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Surabaya - WPS Office
    Surabaya - WPS Office
    Документ1 страница
    Surabaya - WPS Office
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Teori Hipertensi
    Teori Hipertensi
    Документ44 страницы
    Teori Hipertensi
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Hkek Forensik
    Hkek Forensik
    Документ36 страниц
    Hkek Forensik
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Oligohidramnion
    Oligohidramnion
    Документ8 страниц
    Oligohidramnion
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Abortus
    Abortus
    Документ22 страницы
    Abortus
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • M 78
    M 78
    Документ1 страница
    M 78
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • 3.bab I
    3.bab I
    Документ4 страницы
    3.bab I
    elomaos elomaos
    Оценок пока нет
  • Bba 11
    Bba 11
    Документ1 страница
    Bba 11
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Saya Kamu Dia S
    Saya Kamu Dia S
    Документ1 страница
    Saya Kamu Dia S
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Jakarta Yes
    Jakarta Yes
    Документ1 страница
    Jakarta Yes
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Modul Carpal Tunnel Syndrome
    Modul Carpal Tunnel Syndrome
    Документ12 страниц
    Modul Carpal Tunnel Syndrome
    Rizki Novrildawati
    Оценок пока нет
  • Aa 11
    Aa 11
    Документ1 страница
    Aa 11
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Bandung Adalah
    Bandung Adalah
    Документ1 страница
    Bandung Adalah
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Aa 12
    Aa 12
    Документ1 страница
    Aa 12
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Aa 7
    Aa 7
    Документ1 страница
    Aa 7
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Aa 5
    Aa 5
    Документ1 страница
    Aa 5
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Klungkung
    Klungkung
    Документ1 страница
    Klungkung
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Aa 9
    Aa 9
    Документ1 страница
    Aa 9
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Denpasar Adalah Ibukota Bali
    Denpasar Adalah Ibukota Bali
    Документ1 страница
    Denpasar Adalah Ibukota Bali
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Bandung Adalah
    Bandung Adalah
    Документ1 страница
    Bandung Adalah
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Bandung Adalah
    Bandung Adalah
    Документ1 страница
    Bandung Adalah
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Denpasar Adalah Ibukota Bali
    Denpasar Adalah Ibukota Bali
    Документ1 страница
    Denpasar Adalah Ibukota Bali
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Laptop
    Laptop
    Документ1 страница
    Laptop
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Virus Adalah Parasit Mikroskopik Yang Menginfeksi Sel Organisme Biologis
    Virus Adalah Parasit Mikroskopik Yang Menginfeksi Sel Organisme Biologis
    Документ1 страница
    Virus Adalah Parasit Mikroskopik Yang Menginfeksi Sel Organisme Biologis
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Gianyar
    Gianyar
    Документ1 страница
    Gianyar
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Karangasem
    Karangasem
    Документ1 страница
    Karangasem
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Komputer Adalah Alat Yang Dipakai Untuk Mengolah Data Menurut Prosedur Yang Telah Dirumuskan
    Komputer Adalah Alat Yang Dipakai Untuk Mengolah Data Menurut Prosedur Yang Telah Dirumuskan
    Документ1 страница
    Komputer Adalah Alat Yang Dipakai Untuk Mengolah Data Menurut Prosedur Yang Telah Dirumuskan
    sanjaya
    Оценок пока нет
  • Infeksi Adalah Kolonalisasi Yang Dilakukan Oleh Spesies Asing Terhadap Organisme Inang
    Infeksi Adalah Kolonalisasi Yang Dilakukan Oleh Spesies Asing Terhadap Organisme Inang
    Документ1 страница
    Infeksi Adalah Kolonalisasi Yang Dilakukan Oleh Spesies Asing Terhadap Organisme Inang
    sanjaya
    Оценок пока нет