Вы находитесь на странице: 1из 16

Case Report Session

IMPETIGO VESIKOBULOSA

OLEH
Vidya Hamzah 1110313019

Preseptor:
dr. C. Juliartini
dr. Renny

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS PADANG PASIR
2017

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan yang terus
menerus terpengaruh oleh lingkungan luar dan selalu beradaptasi dengan perubahan
lingkungan. Insidens penyakit infeksi kulit dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya
keadaan kulit, iklim dan kondisi geografis.
Pioderma didefinisikan sebagai infeksi bakteri pada kulit yang disebabkan
oleh Staphylococcus, Streptococcus atau oleh keduanya. Penyebab utamanya adalah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus
epidermidis merupakan flora normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi. Faktor
predisposisi yang menyebabkan infeksi antara lain, hygiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, ada penyakit kulit lain menyertai.1,2
Pioderma diklasifikasikan atas pioderma primer dan pioderma sekunder.
Pioderma primer adalah infeksi yang terjadi pada kulit normal dimana penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme. Pioderma sekunder adalah infeksi yang terjadi
pada kulit yang telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinis nyata khas dan
mengikuti peyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder
disebut impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah terdapat pus, pustule, bula
purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening
regional, leukositosis dan dapat pula disertai dengan demam.1,2
Salah satu jenis pioderma yang akan dibahas lebih lanjut adalah impetigo.
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang
superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya
lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula). Terdapat dua jenis impetigo yaitu
impetigo vesikobulosa yang disebabakan oleh Staphyilococcus aureus dan impetigo
krustosa yang disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus.2

1.2. EPIDEMIOLOGI

2
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai
usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup
kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. 5 Di
Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan
1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa
meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. 2,3 Di Belanda, insidensi
impetigo meningkat dari 16,5 (1987) menjadi 20,6 (2001) per 1000 penduduk.
Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-
negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong
lemah atau miskin.4

1.3. ETIOLOGI
Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh toksin epidermolitik yang dihasilkan
pada titik infeksi, dimana peling sering oleh Staphylococcus faga grup II
(Staphylococcus aureus). Toksin menyebabkan pembelahan intraepidermal dibawah
atau di daerah stratum granulosum.5
Impetigo vesikobulosa menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah
kulit yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang
lain setelah menggaruk lesi. Infeksi sering kali menyebar dengan cepat pada tempat
dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor
predisposisi antara lain kontak langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak
langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun
kondisi lingkungan yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar
kulit, pasien dengan dermatitis.1,2

1.4. PATOFISIOLOGI
Impetigo vesikobulosa (impetigo staphylococcal) disebabkan oleh
Staphylococcus aureus yang menghasilkan racun eksfoliatif serta mengandung
protease serin yang berkerja pada desmoglein 1, yaitu suatu ikatan peptide penting
yang terikat pada molekul yang menahan sel epidermal secara bersamaan. Proses ini
memungkinkan bakteri Staphylococcus aureus untuk menyebar dibawah stratum

3
korneum dan kemudian mengeluarkan toksin yang akan menyebabkan epidermis
terpisah dari stratum granulosum. Lesi yang besar kemudian terbentuk pada bagian
epidermis dengan serbukan neutrofil dan sering terjadi migrasi bakteri pada rongga
bulosa. Sekitar 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior.
Bakteri dapat menyebar dari hidung kekulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan
lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian. Mekanisme terbentuknya lesi dapat
menjelaskan bagaimana tubuh mampu menahan masuknya benda asing melalui
permukaan epidermis. Pada impetigo vesikobulosa pecahnya bula dapat terjadi secara
cepat menyababkan erosi dangkal dan krusta kuning.5,6

1.5. GAMBARAN KLINIS


Impetigo vesiobulosa paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak tetapi
terdapat kemungkinan untuk terjadi pada orang dewasa. Bakteri umumnya
menginfeksi bagian wajah tetapi juga memungkinkan menginfeksi permukaan tubuh
lainnya. Terdapat beberapa lesi yang terlokalisasi pada suatu area.Tempat predileksi
tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-
sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel
(gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang
utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan
yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan
meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnish like terbentuk
pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan
basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.2,5,7

1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari
penyakit, pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk memberikan gambaran
terapi terhadap obat-obatan yang sensitif dan menyingkirkan kemungkinan diagnosa
banding. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik, dapat digunakan dalam menentukan
terapi antibiotik yang sensitif untuk mengeradikasi bakteri penyebab infeksi.

4
2. Pengecatan gram, digunakan untuk melihat bakteri penyebab infeksi, apabila
ditemukan bakteri gram positif dengan bentuk coccus (bulat) dan berkelompok
dapat menunjukkan adanya Staphylococcus aureus.
3. Pengecatan KOH, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi jamur.
4. Pengecatan tzank atau biakan virus, digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi herpes simpleks.8

1.7. DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo vesikobulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan
dengan terapi standar, biopsi jarang dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat
dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut
masih dipertanyakan, pemeriksaan mikroskopis dapat membantu dalam penegakan
diagnosis.8

1.8. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari impetigo vesikobulosa, antara lain:

1. Pemfigus : Erosi yang menyebar juga menyerupai pemfigus, dimana


pada pemfigus juga disertasi lepuh.
2. Herpes simpleks
3. Herpes zoster
4. Impetigo krustosa
5. Dermatofitosis : Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat
koloret dan ektima,maka mirip dermatofitosis. Pada anamnesa
hendaknya ditanyakan apakah sebelumya terdapat lepuh. Jika ada,
diagnosisnya adalah impetigo bulosa
6. Luka bakar termal diikuti dengan riwayat paparan trauma panas.2,7

1.9. PENATALAKSANAAN
1.9.1. Terapi medikamentosa:2

Antibiotik Dosis dan Durasi Terapi


Topikal
Mupirocin 2% ointment, Oleskan pada lesi 3 kali sehari selama 3 -5 hari

5
Gentamicin 3% krim
Oxytetra krim
Oral
Amoxicilin/clavulanate Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis
Cefuroxime Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis
Cephalexin Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis
Dicloxacillin Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis
Erythromicin Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

1.9.2. Terapi non-medikamentosa:2,7


Mencegah untuk menggaruk daerah lesi. Dapat dengan menutup daerah yang
lecet dengan perban dan memotong kuku penderita.
Lanjutkan pengobatan sampai semua lesi sembuh
Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik
untuk mencegah penyebaran lokal.
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutanNaCl 0,9% pada lesi
yang basah.
Menjaga hyegenitas dengan mandi.

1.10. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

6
BAB II
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/ kelamin/ umur : An. RS/Perempuan/2 tahun
b. Pendidikan : belum sekolah
c. Alamat : Jl. Jati/23-A, Jatirawang
2. Latar Belakang sosial- ekonomi- demografi- lingkungan keluarga
a. Status imuunisasi dasar : Lengkap
b. Jumlah saudara : 2 orang
c. Status ekonomi keluarga
Keluarga pasien termasuk keluarga yang kurang mampu. Ayah pasien
bekerja di pertanian dengan onset yang tidak menentu dan rata - rata
penghasilan per bulan lebih kurang Rp. 2.500.000,-,. Pasien memiliki 1 orang
kakak laki laki berusia 13 tahun dan 1 orang kakak perempuan berusia 7
tahun
d. Kondisi rumah :
- Rumah permanen, rumah merupakan rumah kontrakan. Lantai rumah dari
semen. Luas bangunan 54 m2 . Listrik ada. Perkarangan cukup sempit.
Ventilasi udara kurang baik.

7
- Sumber air dari PDAM, sumber air minum dari galon.
- MCK dilakukan di WC yang ada di dalam rumah.
- Sampah dibakar disamping rumah
Kesan: hygiene dan sanitasi kurang baik
e. Kondisi lingkungan keluarga
- Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya dan 2 orang kakaknya.
- Tinggal di daerah yang padat penduduk
3. Aspek psikologis keluarga
- Hubungan pasien dengan saudaranya baik.
- Orang tua penuh perhatian dan sayang kepada pasien, bila pasien sakit
langsung di bawa ke pusksemas.
4. Riwayat Penyakit dahulu/ penyakit keluarga
- Pasien pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya, yaitu sekitar 1
minggu yang lalu, berobat ke puskesmas dan dirasa tidak ada perbaikan
5. Keluhan utama
- Keropeng kecoklatan yang terasa gatal dari leher belakang, bahu, hingga
ke kaki sejak 5 hari yang lalu.
6. Riwayat Penyakit Sekarang
Keropeng kecoklatan yang terasa gatal dari leher belakang, bahu, hingga
ke kaki sejak 5 hari yang lalu. Awalnya muncul gelembung-gelembung
berisi cairan di punggung pasien. Mula-mula sedikit, kemudian semakin
lama semakin banyak dan ada gelembung yang berisi nanah. Kulit di
sekitar gelembung berwarna kemerahan. Gelembung-gelembung
kemudian pecah dan membentuk keropeng berwarna coklat dan jika
dilepas, tampak tukak dangkal di bawahnya. Masih tersisa beberapa
gelembung yang berisi nanah.
Riwayat luka, gigitan serangga, dan peradangan di daerah pinggang
disangkal
Pasien sering mengaruk gelembung dan keropeng.
Pasien mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun dan shampoo, namun
menggunakan sabun yang sama dalam satu keluarga
Penggunaan handuk bersama-sama dalam satu keluarga ada
Kuku tangan dan kaki pasien dipotong sekali dua minggu oleh orang
tuanya.
Pasien tidur dalam satu kamar dengan ibu dan ayah pasien

8
Demam ada sejak 14 hari yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul dan tidak
menggigil.
Batuk, pilek tidak ada.
Nafsu makan baik.
Pasien pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya, yaitu sekitar 1
minggu yang lalu, berobat ke puskesmas dan dirasa tidak ada perbaikan
Pasien mengonsumsi obat antibiotik amoxicillin dan antihistamin ctm
selama satu minggu.
Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim akibat makanan dan obat tidak
ada.
Riwayat mata merah berair disertai gatal pada pagi hari tidak ada
Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dan waktu, disertai
bersin-bersin lebih dari 5x tidak ada.
Riwayat sesak nafas disertai suara menciut tidak ada.
Riwayat biring susu pada waktu bayi tidak ada.
Buang air besar biasa
Buang air kecil biasa
7. Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, ibu tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil,
tidak ada kebiasaan merokok dan minum alkohol, kontrol ke Puskesmas tidak
teratur. Suntikan imunisasi TT 2X, hamil cukup bulan.
8. Riwayat Kelahiran
Lahir spontan ditolong oleh dokter, cukup bulan, saat lahir langsung menangis
kuat, berat badan lahir 2600 gram, panjang badan 43 cm, langsung menangis.
9. Riwayat Imunisasi
BCG : 1x, usia 2 bulan, scar ada
DPT : 3x, usia 2,3,4 bulan
Polio : 3x, usia 2,3,4 bulan
Hepatitis B : 3x, usia 1,2,6 bulan
Campak : 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap menurut umur di posyandu.

9
10. Riwayat Tumbuh Kembang
Perkembangan fisik
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 12 bulan
Perkembangan Mental
Isap jempol tidak ada, gigit kuku tidak ada, mengompol tidak ada
Kesan : Perkembangan fisik dan mental normal.
11. Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 94 kali/ menit
Nafas : 22 kali/ menit
Suhu : 37,50 C
BB : 9 kg
TB : 84 cm
BB/U : 78,2%
TB/U : 97,6%
BB/TB : 75%
Status gizi : Gizi kurang
Status Internus
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit : status dermatologi
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : caries dentis ada
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris ki=ka dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus ki=ka
Perkusi : sonor

10
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
kanan : LSD
atas : RIC II
pinggang jantung : ada
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
pembesaran.
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) N

Punggung : tidak ditemukan kelainan


Genitalia : tidak diperiksa
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+,
reflex patologis -/-,
Oedem tungkai -/

Status Dermatologikus
o Lokasi : leher belakang, punggung, axila kanan, lutut kanan
o Distribusi : Terlokalisir
o Bentuk/Susunan : Tidak khas
o Batas : Tegas
o Ukuran : milier-lentikuler
o Efloresensi : papul, vesikel, pustul, bula hipopion, krusta

11
kecoklatan, dan erosi di atas permukaan yang
eritem.

Status Venerologikus : Tidak diperiksa


Kelainan Selaput : Tidak diperiksa
Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran

12. Pemeriksaan anjuran


a. Pewarnaan Gram
b. Kultur cairan bula dan sensitifity test
13. Diagnosis kerja
Impetigo vesikobulosa
14. Diagnosis Banding
a. Pemfigus vulgaris
b. Impetigenisasi

15. Manajemen
a. Preventif

12
o Menjaga kebersihan badan dan mencegah penularan penyakit dengan
tidak mengunakan alat mandi seperti handuk atau sabun secara
bersama.
o Cuci tangan dan kaki setiap setelah berkontak dengan tanah.
o Hindari gigitan serangga.
o Jika tubuh terluka, rawat luka secara bersih dan terbuka.
o Jangan garuk kelainan kulit yang gatal tersebut karena dapat
menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder serta bisa menularkan ke
anggota keluarga lainnya.
o Orangtua diharapkan menggunting kuku anak secara rutin karena kuku
yang panjang memudahkan terjadinya lecet pada kulit akibat garukan.
o Makan makanan beraneka ragam yang sesuai dengan gizi seimbang
dan sehat serta dianjurkan kepada ibu pasien agar membawa anaknya
untuk konsultasi gizi di puskesmas.
o Menerapkan pola hidap bersih dan sehat.
o Meningkatkan daya tahan tubuh anak dengan makan makanan bergizi,
buah-buahan dan sayuran secara teratur dan istirahat yang cukup.
o Jaga kesehatan dan kendalikan penyakit menahun. Tubuh yang sehat
akan lebih mudah melawan bakteri sebelum mereka berkembang biak
dan menyebabkan infeksi, sedangkan tubuh yang lemah memiliki
pertahanan infeksi yang jelek.
b. Promotif
- Berikan edukasi kepada ibu pasien mengenai impetigo yang
merupakan infeksi pada kulit akibat bakteri, dan bisa terjadi akibat
kontak kulit dengan lingkungan yang tidak bersih seperti tanah dan air
kotor, bisa menyebar kepada orang yang kontak dengan pasien jika
tidak menjaga kebersihan, dan gejala awalnya berupa gelembung yang
berisi cairan, dan gelembung mudah pecah dan meninggalkan kulit
yang merah sehingga mudah untuk terjadi infeksi sekunder dan
menjadi keruping- keruping jika kering.
- Berikan edukasi kepada ibu pasien mengenai makanan yang beraneka
ragam yang sesuai dengan gizi seimbang dan sehat, serta mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak yang sesuai dengan usianya.

13
- Berikan edukasi kepada pasien mengenai kondisi-kondisi yang
mendukung terbentuknya ektima yaitu luka/infeksi kulit sebelumnya,
kondisi lingkungan yang tidak bersih, kebersihan diri yang kurang.
- Berikan edukasi kepada pasien mengenai pencegahannnya yaitu
dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, meningkatkan daya
tahan tubuh, menghindari penyakit menular.

c. Kuratif
Sefadroxil syr 125 mg/5 ml 2x 1 cth
CTM pulv 1 mg 3x1
Oxytetrasiclin salf 2% 3x1
d. Rehabilitatif
- Kontrol ke Puskesmas 5 hari lagi untuk melihat efek terapi
- Jangan memecahkan pustul ataupun bula dengan tangan sendiri

Dinas Kesehatan Kota Padang


Puskesmas Padang Pasir

Dokter : Vidya Hamzah


Tanggal : 24 Maret 2017

R/ Sefadroxil syr 125 mg/5 ml fls I


S 1dd cth II

R/ CTM tab 1 mg
Vit. C
Mf pulv dtd No. XX
S 2dd pulv I

R/ Oxytetrasiklin 2% salf 5 gr tube No. I


Suc (3 x Sehari)

Pro : An RS
Umur : 2 Tahun
Alamat 14
: Jl. Jati/23-A, Jatirawang
BAB III
DISKUSI

BAB III

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta :FKUI. 2011
2. Cole, C. dan John G. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American
Academy of Family Physician 2007. 75:859-64,868
3. George, A. dan Rubin, G. A Systematic Review and Meta-Analysis of
Treatment of Impetigo. British Journal of General Practice 2003. 53;480-487
4. Koning, R.S.A. Mohammedamin, J.C. van der Wouden, L.W.A. van
Suijlekom-Smit, F.G. Schellevis, S. Thomas Impetigo: incidence and
treatment in Dutch general practice in 1987 and 2001: results from two
national surveys. British Journal of Dermatology: jrg. 154, 2006, p. 239-243
5. Habif, T.P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
Mosby 2004:p. 267-269
6. http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/476/basics/pathophysiolo
gy.html (diakses pada tanggal 7 Oktober 2015)

15
7. Ferri, F.F. Ferris Fast Facts in Dermatology. Saunders Elsevier 2011. p. 195-
197.
8. http://emedicine.medscape.com/article/965254-clinical (diakses pada tanggal
7 Oktober 2015)

16

Вам также может понравиться