Вы находитесь на странице: 1из 13

LABORATORIUM PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016

MODUL : Koagulasi dan Flokulasi Jartest

PEMBIMBING : Fitria Yulistiani, ST. MT

Praktikum : 20 April 2016

Penyerahan : 4 Mei 2016

(Laporan)

Oleh :

Kelompok : VII

Nama : Rahma Elyana Ajie 131424024

Rita Inayah 131424025

Wyne Raphaela 131424027

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan
seperti sungai, danau dan sebagainya. Salah satu langkah penting pengolahan untuk
mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut.
Kekeruhan disebabkan adanya partikel-partikel kecil dan koloid, seperti kuarsa,
tanah liat sisa tanaman, ganggang dan sebagainya yang berukuran 10 nm sampai 10
m.
Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-
sifat tertentu yang disebut koagulan, seperti tawas, garam Fe (III), atau suatu
polielektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai
flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid
tersebut (bertumbukan) dan akhirnya sama-sama mengendap.

1.2 Tujuan Percobaan


Menghilangkan kekeruhan dalam cuplikan air
Menentukan dosis optimum untuk koagulan dan flokulasi yang digunakan
Mengetahui pengaruh penambahan flokulan pada pengendapan
BAB II
DASAR TEORI

Kekeruhan dalam air buangan disebabkan adanya zat tersuspensi, seperti lempung,
lumpur zat organik dan zat-zat halus lainnya. Kekeruhan merupakan sifat optis dari
suatu larutan yaitu hamburan dan absorpsi cahaya yang melaluinya.

Pengolahan air buangan yang dilakukan dengan proses koagulasi dan flokulasi
bertujuan untuk memisahkan polutan koloid tersuspensi dari dalam air dengan
memperbesar ukuran partikel-partikel padat yang terkandung didalamnya. Pada proses
koagulasi ditambahkan sejenis bahan kimia kedalam air buangan dengan sifat-sifat
tertentu yang disebut koagulan. Umumnya koagulan tersebut adalah tawas, namun dapat
pula garam Fe (III), atau suatu polielektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan
diperlukan pengadukan sampai flok-flok ini terbentuk dari partikel-partikel kecil dan
koloid yang bertumbukan dan akhirnya mengendap bersama-sama.

Untuk menentukan dosis yang optimal koagulan dan nilai-nilai parameter seperti pH,
jenis koagulan yang digunakan dalam proses flokulasi dilakukan JARTEST. Jartest
merupakan model sederhana proses flokulasi.

PRINSIP JARTEST

Suatu larutan koloid yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid dapat dianggap
stabil bila :
1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek
(beberapa jam).
2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang
lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan elektrostatis antara
partikel satu dengan yang lainnya.

Dengan pembubuhan koagulan tersebut, maka stabilitas akan terganggu karena :


Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul-molekul ini dapat
menempel pada permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisnya karena
sebagian molekul Al bermuatan positif sedangkan koloid bisanya bermuatan negatif
(pada pH 5 sampai pH 8).
Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok Al(OH) 3 yang
dapat mengurung koloid dan membawanya kebawah.

Proses flokulasi terdiri dari tiga langkah :


1. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat ( 1 menit ; 100 rpm )
2. Pengadukan lambat untuk membentuk dan menggambung flok (10 menit ; 60 rpm)
3. Pemisahan flok-flok dengan koloid yang terkurung dari larutan melalui
pengendapan.

REAKSI

Al2 (SO4)3 + 6 H2O -------------> 2 Al (OH)3 + 6 H+ + SO4 2-


Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H+ , sehingga pH larutan berkurang. Akibat
efek pengasaman ini, maka proses flokulasi tidak dapat berlangsung dengan baik dalam
air yang mengandung kadar Al yang tinggi, karena pH larutan rendah, sedangkan untuk
membentuk Al (OH)3 dibutuhkan pH 6 sampai 8.

pH optimum untuk proses koagulasi dengan tawas adalah 6,5 sampai 8,5 , untuk itu jika
pH air yang akan dilakukan koagulasi tidak berada didaerah optimum perlu dilakukan
penyesuaian baik dengan cara penaikan atau penurunan sehingga berada pada daerah
optimum.

Jenis koagulan lain yang biasa digunakan adalah : PAC, TOPAC, FeCl3 dan FeSO4

GAMBAR ALAT JARTEST

on/off pengaduk

on/off pengaduk pengukur kecepatan putaran

6 pengaduk

bak dengan lampu


on/off lampu
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
- Turbidimeter 1 set
- pH-meter 1 set
- Peralatan Jar-Test 1 set
- Gelas Kimia 1000 mL 6 buah
- Gelas Kimia 100 mL 2 buah
- Gelas Ukur 1000 mL 1 buah
- Pipet Ukur 10 mL 1 buah
- Kerucut Inhoff 6 buah
- Bola Isap 1 Buah
3.1.2. Bahan
- Air Sungai
- Tawas [Al2(SO4)3] 0,1%
- Aqua Clear 0,1 %
- Aquadest

3.2. Langkah Kerja


1. Mengukur pH dan kekeruhan awal sampel air selokan
2. Menyiapkan enam buah gelas kimia 1000 mL pada peralatan Jar Test

1
3. Mengisi 2
masing-masing 3
gelas 4
kimia tersebut 5 600 mL 6sampel air
dengan
selokan, tempatkan di unit jartest.
4. Tambahkan larutan Tawas dengan konsentrasi 0,2% dengan dosis yang
bervariasi yaitu 6 mL, 8 mL, 10 mL, 12 mL, 14 mL, 16 mL, dan lakukan
pengadukan cepat pada 100 rpm selama 1 menit.
5. Tambahkan Aquaclear 0,1 % dengan dosis 10 mL dan lakukan dengan
pengadukan lambat pada 60 rpm selama 10 menit.
6. Menuangkan sampel yang telah diaduk ke dalam kerucut inhoff yang telah
disediakan secara bersamaan dan biarkan selama 1 jam.
7. Mengukur tinggi endapan dari masing-masing kerucut serta mengukur
kekeruhan sampel pada setiap kerucut.
8. Membuat grafik hubungan dosis koagulan terhadap pH dan kekeruhan.
9. Menentukan dosis optimum koagulan.

3.3 Keselamatan Kerja


1. Menggunakan jas laboratorium.
2. Menggunakan sarung tangan, kacamata pengaman, dan pelindung lainnya jika
diperlukan.
IV. DATA PERCOBAAN
pH sample = 8,1
Kekeruhan awal sample = 11,90 NTU
TDS awal = 353 mg/l
DHL awal = 518 S/cm
Variasi Koagulan = 0,2%
Volume flokulan masing-masing = 10 ml aqua clear

Variasi Koagulan (ml)


6 8 10 12 14 16
Kekeruha
11,28 11,98 10,13 11,65 12,44 6,53
n (NTU)
DHL
516 515 512 506 511 513
(S/cm)
TDS
343 346 343 341 343 342
(mg/L)
pH 9,5 9,3 9,2 9,3 8,6 8,9
Tinggi
endapan 0,05 0,1 0,1 0,1 0,2 0,75
(cm)

III. PENGOLAHAN DATA


III.1 Kurva kekeruhan akhir terhadap volume tawas
III.2 Linierisasi kurva kekeruhan akhir terhadap volume tawas

III.3 Kurva Tinggi Endapan terhadap Volume Tawas


III.4 Linierisasi Tinggi Endapan terhadap Volume Tawas
IV. PEMBAHASAN
Rahma Elyana Ajie (131424024)
Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan untuk memisahkan polutan koloid
tersuspensi dari dalam air sample. Air sample yang digunakan merupakan air
baku yang berasal dari selokan di sekitar sarijadi sebanyak 5 liter air dengan
kekeruhan awal sebesar 11,90 NTU. Praktikum ini dilakukan dengan
memvariasikan jumlah koagulan pada masing-masing wadah sample yaitu
sebanyak 6 ml (120 ppm), 8 ml (160 ppm), 10 ml (200 ppm), 12 ml (240 ppm),
14 ml (280 ppm), 16 ml (320 ppm). Koagulan yang digunakan adalah tawas
yang memiliki pH optimum 6.5-8.5. pH awal pada praktikum kali ini yaitu 8,1.
pH optimum perlu dicapai agar terbentuk flok-flok yang sempurna. Sedangkan
flokulan yang diberikan adalah aqua clear masing-masing diberikan sebanyak 10
ml.
Pada saat koagulasi kecepatan pengadukan dilakukan pada 100 rpm selama 1
menit, saat flokulasi kecepatan pengadukan diturunkan menjadi 60 rpm selama
10 menit. Penurunan kecepatan pengadukan saat flokulasi bertujuan agar flok-
flok yang telah terbentuk tidak terurai kembali (tidak hancur) sehingga
mengperlambat proses pengendapan nantinya.
Sampel yang digunakan memiliki DHL sebesar 513 S, konsentrasi
sebesar 320 ppm, TDS sebesar 342 mg/l dan kekeruhan sebesar 6,53 NTU. Dari
percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat dari kurva dosis koagulan terhadap
pH bahwa semakin besar dosis koagulan maka semakin besar nilai pHnya. Dapat
dilihat juga bahwa dosis koagulan dengan hasil optimum yaitu dosis koagulan
sebesar 16 ml. Dimana pada dosis tersebut kekeruhan, tinggi endapan, dan
efisiensi kekeruhan mengalami kenaikan, menunjukkan bahwa kekeruhan
mengalami penurunan sehingga efisiensi kekeruhannya pun menjadi besar yaitu
sebesar 45,12% yang merupakan efisiensi terbesar dibandingkan dengan dosis
koagulan yang lainnya.
Dari hasil pengamatan dan dari grafik dapat diperoleh dosis atau kadar
koagulan optimum pada volume koagulan 3 ml, kondisi ini menunjukkan bahwa
volume endapan yang terbentuk paling besar dengan nilai kekeruhan (NTU)
yang kecil. Kondisi tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari penambahan
koagulan (tawas) terhadap pH air sampel, yaitu semakin banyak koagulan yang
ditambahkan maka pH air sampel akan semakin turun. Hal ini ditunjukkan
dalam grafik, dimana kondisi setelah penambahan dosis optimum turun kembali.
Seperti yang kita tahu bahwa tawas/Aluminium sulfat (Al 2(SO4)3) bila dilarutkan
dalam air maka akan mengalami hidrolisasi hingga menghasilkan pemisahan
koloid dari aluminium hidrokside (Al(OH)3). Komponen alkali dalam larutan
akan dikonsumsi sehingga pH air turun.
Pada kurva terlihat bahwa penambahan koagulan pada 1ml sampai 2,5ml
belum menunjukkan kondisi optimum, karena konsentrasi koagulan masih
belum mencukupi untuk menghasilkan volume endapan yang optimum.
Percobaan yang kami lakukan ini bertujuan untuk :
menghilangkan kekeruhan dalam sampel air buangan
Dari hasil analisa kekeruhan menggunakan turbidimeter, untuk penambahan
PAC didapat prosentase turunnya nilai kekeruhan 1,44% pada penambahan 90 ml
PAC dan 62% pada penambahan 45 ml PAC dari nilai kekeruhan awalnya.
Sedangkan untuk penambahan tawas didapat prosentase turunnya nilai kekeruhan
2,6% pada penambahan 12 ml tawas dan 3,9% pada penambahan 2 ml tawas dari
nilai kekeruhan awalnya.
Adanya penurunan kekeruhan ini menandakan bahwa kedua koagulan tersebut dapat
digunakan dalam pengolahan air limbah sehingga air yang akan dibuang ke
lingkungan memenuhi standar lingkungan yang ada.
Menentukan dosis optimum untuk koagulan yang dipakai
Padatan terlarut atau tersuspensi yang ada di limbah cair berada dalam keadaan
koloid. Adanya muatan pada permukaan koloid mengakibatkan koloid menjadi
saling tolak menolak, sehingga koloid berada dalam kondisi yang stabil. Kondisi ini
tidak menguntungkan untuk mengendapkan parameter pencemar melalui proses
sedimentasi.
Pengurangan kadar kekeruhan dari suatu air buangan dapat dilakukan dengan
penambahan larutan koagulan dan flokulan yang berfungsi untuk mengikat partikel-
partikel terlarut (koloid) dalam air buangan agar massa jenisnya bertambah besar
sehingga kemudian dapat terendapkan. Akan tetapi, penambahan larutan tersebut
haruslah tepat dan sesuai dengan dosis optimum yang disesuaikan dengan kadar
kekeruhan air buangan. Untuk mengetahui berapa dosis optimum larutan koagulan
dan flokulan, dapat dilakukan percobahan dalam skala laboratorium menggunakan
salah satu metode penentuan dosis larutan pengendap, yang telah dilakukan dalam
percobaan kali ini dan sangat sederhana, yaitu metode Jartest.
Dalam percobaan ini menggunakan larutan pengendap PAC dan tawas dengan
dua kali percobaan. Kedua larutan tersebut berfungsi sebagai koagulan dan
sekaligus juga sebagai larutan flokulan. Pada percobaan pertama larutan pengendap
yang digunakan adalah PAC dengan 6 volume yang dibedakan (15 ml; 30 ml; 45 ml;
60 ml; 75 ml; 90 ml)
LAMPIRAN
A. Perhitungan

Rumus Efisiensi Kekeruhan = x 100%

sampel 1 = (11,9-11,28) / 11,9 x 100% = 5,21 %


sampel 2 = (11,9-11,98)/11.98 x 100% = -0,67 %
sampel 3 = (11,9-10,13)/11,9 x 100% = 14,87 %
sampel 4 = (11,9- 11,65) /11,9 x 100% = 2.1 %
sampel 5 = (11,9-12,44)/11,9 x 100% = - 4,53 %
sampel 6 = (11,9- 6,53)/11,9 x 100% = 45,12 %

Вам также может понравиться