Вы находитесь на странице: 1из 5

Ketuban Pecah Dini

A. Komplikasi
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan

mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan

kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu

maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau

penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput

ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen yang

bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan mortalitas

neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.


Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal dengan

korioamnionitis. Dari studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50% wanita yang

lahir prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan tetapi sang

ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi septikemia,

pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya konjungtivitis.


Komplikasi pada Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.

Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang

berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil

dengan KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun

tidak ada yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang mengalami sepsis

mendapat terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka

mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah

mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta, 4% perlu

mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara signifikan. Tidak ada

kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama.
Komplikasi pada Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal.

Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai

persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada

saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm

menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah

kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan

preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila

KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti

malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis,

gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.


B. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan

komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis tergantung

pada :
1. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram

mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.


2. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek ,

khususnya kalau bayinya premature.


3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah ,

semakin tinggi insiden infeksi.

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan indikasi ketuban pecah dini menurut Hamilton

(2009:391), Hidayat, Asri (2009:17) dan Nugroho (2011:7) antara lain :


1. Pencegahan
1) Obati infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial.
2) Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha

untuk mengurangi atau berhenti.


3) Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
4) Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester terakhir

bila ada faktor presdisposisi.


2. Bila Ketuban telah Pecah
1) Anjurkan pasien untuk pergi ke rumah sakit atau klinik
2) Catat terjadinya ketuban pecah
Lakukan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu

terjadinya pecah ketuban.


Bila robekan ketuban tampak kasar :
a. Saat pasien berbaring telentang, tekan fundus untuk melihat

adanya semburan cairan dari vagina


b. Basahi kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan

pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop


c. Sebagian cairan diusap ke kertas Nitrazene. Bila positif,

pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak

melakukan hubungan seksual, tidak ada perdarahan, dan tidak

dilakukan pemeriksaan per vagina menggunakan jeli K-Y

Bila pecah ketuban dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak

jelas, lakukan pemeriksaan spekulum steril.

a. Kaji nilai Bishop serviks ( lihat nilai bishop )


b. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi
c. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril

yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di

bawah mikroskop.
3) Bila usia tingkat gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien
terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.
3. Penatalaksanaan Konservatif
1) Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24 72 jam setelah ketuban

pecah.
2) Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke

vagina, kecuali spekulum steril; jangan melakukan pemeriksaan

vagina.
3) Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
a. Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkat secara

signifikan, dan/atau mencapai 38 C, berikan 2 macam

antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.


b. Observasi rabas vagina : bau menyengat, purulen atau tampak

kekuningan menunjukkan adanya infeksi.


c. Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan

perubahan apapun.
4. Penatalaksanaan Agresif
1) Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui

penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter


2) Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi Pitocin bila serviks tidak

berespon
3) Beberapa Care Giver menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan.

Bila tidak ada tanda, mulai pemberian Pitocin


4) Berikan cairan per IV, pantau janin
5) Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif
6) Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk

diinduksi, kaji nilai Bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila

diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan

yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum,

sampai persalinan dimulai dan induksi dimulai


7) Periksaan hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi

pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering

bila ada tanda infeksi


8) Lakukan NST (nonstress test) setelah ketuban pecah ; waspada adanya

takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi


9) Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
a. Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
b. Terjadi takikardi janin
c. Lochea tampak keruh
d. Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e. Kultur vagina menunjukan streptokus beta hemolitikus
f. Hitung darah lengkap menunjukkan kenaikan sel darah putih
5. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
1) Persalinan spontan
a. Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila

ada demam
b. Anjurkan pemantauan janin internal
c. Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesial anak atau praktisi

perawat neonatus
d. Lakukan kultur sesuai panduan
2) Induksi persalinan
a. Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
b. Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
c. Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan,

banyak yang memberikan 1 2 g ampisilin per IV atau 1 2 g

mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis.


d. Adapun setelah dilakukan persalinan perlunya dilakukan

asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan tujuan umum:

Mempertahankan Pernapasan, Mencegah Infeksi,

Memperhatikan suhu tubuh, mengeanl tanda sakit.

Dapus :
Asri Hidayat, Mufdilah, & Sujiyanti. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Hamilton, G. M. 2009. Obstetri dan Ginekologi : Panduan Praktik Ed. 2. Jakarta:


EGC.

Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit


Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться