Вы находитесь на странице: 1из 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

1 1 Latar Belakang

Pada era globalisasi terjadi pergeseran dari penyakit menular ke penyakit


tidak menular, semakin banyak muncul penyakit degeneratif salah satunya
adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah suatu penyakit, dimana tubuh
penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa)
dalam darahnya.(1)
Pada tahun 2010 diperkirakan ada sekitar 59 juta orang yang menderita
DM dan pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat 2,5 kali lipat sehingga
mencapai 145 juta penderita di dunia. Di Indonesia sendiri, World Health
Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus di
Indonesia meningkat tiga kali lipat dari data tahun 2000 dimana jumlah
penderita mencapai 8,4 juta, maka dalam 10 tahun tepatnya tahun 2010
mencapai 21,3 juta orang. Menurut prediksi yang diajukan oleh semua ahli
epidemiologi menyebutkan angka prevalensi yang makin meningkat dimasa
yang akan datang, akan menempatkan diabetes mellitus sebagai The Global
Epidemy.(2)
Diabetes mellitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama
yakni urin yang berasa manis dalam jumlah yang besar. Kelainan yang
menjadi penyebab mendasar dari diabetes mellitus adalah defisiensi relatif
atau absolut dari hormon insulin. Insulin merupakan satu-satunya hormon
yang dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. (1)

Untuk mencegah dan mengatasi diabetes telah dikembangkan berbagai


macam obat-obatan tradisional yang berkasiat menurunkan gula darah. Salah
satunya adalah Tumbuhan Pare (momordica charantia), bagian tumbuhan ini
yang digunakan adalah daging buah yang diyakini dapat menurunkan kadar
gula darah. Kandungan dalam buah pare yang berguna dalam penurunan gula
2

darah adalah charantin, dan polipeptida-P insulin (polipeptida yang mirip


insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat
antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat dari charantin ini adalah
menstimulasi sel beta kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih
banyak, selain meningkatkan deposit cadangan glycogen di hati. Efek pare
dalam menurunkan gula darah pada tikus diperkirakan juga serupa dengan
mekanisme insulin, sedangkan polipeptid-P insulin menurunkan kadar
glukosa darah secara langsung.(11)
Menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnyaFahri Trisnaryan
Pratama (2011), Pengaruh jus buah pare terhadap tikus galur wistar dapat
menurunkan kadar glukosa tikus galur wistar.

2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis mencoba merumuskan
masalah penelitian ini yakni, adakah pengaruh pemberian jus pare terhadap
perubahankadarglukosadarahpadaTikus Galur Wistar yang diinduksi Aloksan.

3 Tujuan Penelitian
1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian jus pare terhadap kadar glukosa
darah padaTikus Galur Wistar yang diinduksi Aloksan.
2 Tujuan Khusus
Mengetahui perubahan kadar glukosa darah tikus setelah diberi jus
pare.
Mengetahui perbedaan kadar glukosa darah antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol pada Tikus Galur Wistar yang
diinduksi Aloksan.
3

4 Manfaat Penelitian
1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan
Sebagai masukan bagi ilmu pengetahuan di bidang kedokteran tentang
pengaruh jus buah pare terhadap perubahan kadar glukosa darah.
2 Manfaat untuk layanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga
kesehatan professional untuk mengetahui pengaruh jus buah pare
terhadap perubahan kadar glukosa darah.
3 Manfaat untuk masyarakat

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh jus


pare terhadap glukosa darah.
2. Memberikan informasi mengenai DM.
1.4.4 Manfaat untuk peneliti
1. Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Sebagai wawasan tambahan bagi peneliti khususnya dalam
menerapkan ilmu penelitian yang didapat di bangku kuliah.

5 Orisinalitas
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian

Peneliti Judul Desain, Tahun Hasil

Fahri Pengaruh pemberian Case control, 2011 KelompokI yang merupakan


Trisnaryan Decocta Buah Pare kontrol negatif dan
4

Pratama (Momordica charantia kelompok II menunjukkan


L) terhadap perbedaan bermakna dengan
penurunan kadar nilai p 0,001 pada menit ke
glukosa darah Tikus 90 dan nilai p 0,000 pada
galur Wistar yang menit ke 120
diberi beban glukosa.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu tidak


memakai decocta atau ekstrak buah pare melainkan memakai jus buah pare dan
juga memakaidosis jus buah pare yang berbeda, penelitian ini memberikan
perlakuan selama 5 hari dan memakai tikus galur wistar yang diinduksi aloksan.
Teknik pengambilan sampelnya dengan purposive sampling.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Diabetes mellitus
2.1.1 Definisi
5

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh
resistensi insulin.(5)
Diabetes Melitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik
secara absolute (total) maupun sebagian.(6)
Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim.
Frekuensi sesungguhnya sulit diperoleh karena perbedaan standar
diagnosis tetapi mungkin antara 1 dan 2 persen jika hiperglikemia puasa
merupakan kriteria diagnostik. Penyakit ini ditandai oleh kelainan
metabolik dan komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah. Populasi pasien tidak homogen dan sudah
didapat beberapa perbedaan sindroma diabetik yang jelas.(10)

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM) menurut American Diabetes


Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu(8):
A. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/IDDM DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta
pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit
atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level
protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama
sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah
ketoasidosis.
B. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM Pada penderita DM tipe ini terjadi
hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk
ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
6

glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin


(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih
tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.
Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga
sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya
glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu
gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-
lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa
berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi
komplikasi.
C. Diabetes Melitus Tipe Lain DM tipe ini terjadi karena etiologi lain,
misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin
lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan
genetik lain.
D. Diabetes Melitus Gestasional, DM tipe ini terjadi selama masa
kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada
masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM
gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10
tahun setelah melahirkan

2.1.3 Etiologi

Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes :


7

A. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )


Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran
sel-sel beta pankreas disebabkan oleh (9):
a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi
mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang
mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen )
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normaltubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yangdianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yangmenimbulkan destruksi sel beta.
B. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM)). Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor
risiko tertentu yang berhubungan yaitu(10):
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami
hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan
beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
8

c. Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10
kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang
sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya.
Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan
gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes
tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-
masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga
dipengaruhi oleh lingkungan.
d. Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan
ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan
akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja
pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak
hingga berdampak pada penurunan insulin.

2.1.4 Patogenesis
Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya
resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP)
dan penurunan fungsi sel , yang akhirnya akan menuju kerusakan
total sel . Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi
kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompesasikan
resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel
beta semakin menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan
ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung secara progresif
sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin. (8)

2.1.5 Gejala
9

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula


darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180
mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih
dalam jumlah yang banyak (poliuri). (9)
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke
dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang
luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). (9)
Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes
melitus tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita
diabetes melitus akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan,
(polifagia), tetapi berat badan menurun, sering buang air kecil
(poliuria), haus dan banyak minum (polidipsia). Penyandang diabetes
melitus keluhannya sangat bervariasi, dari tanpa keluhan sama sekali,
sampai keluhan khas diabetes melitus seperti tersebut diatas.
Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan
akibat komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf,
gatal dan keputihan akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah
khusus, serta ada pula yang datang akibat luka yang lama sembuh
tidak sembuh.

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan
kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus
harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan
10

bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes


melitus, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai
dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena
maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan
hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.(1)
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
diabetes.Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini(2):
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvaepadawanita.Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa
darah sewaktu 200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes
melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus,
hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal,
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl,
kadar glukosa sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari
hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa
darah pasca pembebanan 200 mg/dl 3. Untuk kriteria diagnosis
diabetes melitus bisa di lihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kriteria diagnosis diabetes melitus 2.

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11.1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0
11

mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya


8 jam atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dularutkan ke dalam air.

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan


pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada
mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan
penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif.(1)
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan
Dibetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa
darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini
secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes
melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya
diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.(2)
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.(3)Untuk kadar
glukosa darah sewaktu dan puasa bisa di lihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar


penyaring dan diagnosis diabetes mellitus 2.

Bukan DM Belum pasti DM DM


Plasma Vena
Kadar glukosa < 100 100 199 200
Darah kapiler < 90 90 199 200
darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma vena
Kadar glukosa < 100 100-125 126
Darah kapiler < 90 90-99 100
darah puasa
(mg/dl)
12

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik


untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu
dan glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah
penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah
meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan
penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu 2:
1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes
melitus,mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas
penyulitmikroangiopati, makroangiopati, dan neyropati.
Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya
morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan tingkah laku.(2)
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu
dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa
perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani
dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau
obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran
pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan
penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan
pemilihan obat perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan
macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang
tertera pada gambar. (2)
13

Gambar 1. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar
glukosa.(1)

Untuk penatalaksanaan diabetes melitus di Indonesia, pendekatan


yang digunakan adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes
melitus yang sesuai dengan konsensus penatalaksanaan diabetes melitus.
Adapun pilar penatalaksanaan diabetes melitus sebagai berikut (2):
A. Edukasi.
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah 2:
1. Mengikuti pola makan sehat
2. Meningkatkan kegiatan jasmani
14

3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus


secara aman, teratur
4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
danmemanfaatkan data yang ada
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit
akutdengan tepat
7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan
maubergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta
mengajakkeluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
B. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran
terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis
ini antara lain (1):
1. Menurunkan berat badan
2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
3. Menurunkan kadar glukosa darah
4. Memperbaiki profil lipid
5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
6. Memperbaiki sistem koagulasi darah
Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan (1):
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl
Kadar A1c< 7%
15

2. Tekanan darah < 130/80 mmhg


3. Profil lipid yang berkisar normal
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin.
Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi
kerbohidrat, protein dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin
dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kebutuhan diabetis secara tepat.(1)
C. Latihan jasmani
Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik
merpakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot
skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru,
dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan
sehari-hari.(1)
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara
yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.(2) Untuk
aktivitas fisik bisa dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Aktifitas fisik sehari-hari.(2)

Kurangi aktivitas Misalnya, menonton televisi,


hindari aktivitas sedenter
menggunakan internet, main game
komputer
Persering aktivitas Misalnya jalan cepat, golf, olah otot,
mengikuti olah raga rekreasi dan beraktifitas
bersepeda, sepak bola
fisik tinggi pada waktu liburan

Aktivitas harian kebiasaan bergaya hidup sehatMisalnya berjalan kaki ke pasar tidak
menggunakan mobil, menggunakan
16

tangga (tidak menggunakan lift)

D. Farmakologi
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan 2:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid.
Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion.
Tiazolidinedione (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-),
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
17

gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion


perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
3. Penghambat gluconeogenesis: metformin.
Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki
ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin di kontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin> 1,5 mg/dL) dan
hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
4. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari 2:
1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal.
2. Sulfonilurea generasi I &II : 15 30 menit sebelum makan
3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
6. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makansuapan pertama
7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

2.2 Tanaman Pare (Momordica charantia L)


2.2.1 Taksonomi Pare (Momordica charantia L)
18

Pare (Momordica charantia L) Sinonim Momordica balsamina


Blanco, Momordica balsamina Descourt, Momordica cylindrica Blanco,
Momordica jagorana C.Koch, Momordica operculata Vell, Cucumis
africanus Lindl. Merupakan tanaman tropis, hidup di dataran rendah dan
dapat merupakan tanaman yang dibudidayakan atau tanaman liar di
tanah kosong. (5)
2.2.2 Morfologi Pare (Momordica charantia L)
Tanaman semusim berumur hanya setahun perambat dengan
sulurnya mirip spiral membelit kuat untuk merambat. Pare berdaun
tunggal, berjajar diatara batang berselang-seling, bentuknya bulat
panjang, dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7,
warnanya hijau tua. Bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon,
bertangkai panjang, berwarna kuning. Buah bulat memanjang, dengan 8-
10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30
cm, rasanya pahit. Warna buah hijau, bila masak menjadi oranye yang
pecah dengan tiga katup. Biji banyak, coklat kekuningan, bentuknya
pipih memanjang, keras.(5)

Gambar 2. Morfologi buah pare

2.2.3 Sifat dan Habitat Tanaman Pare (Momordica charantia L)


Tanaman Pare tergolong dalam bangsa Cucurbitaceae, jenis
Momordica charantia L. Penyebarannya meliputi Cina, India dan Asia
Tenggara. Merupakan tanaman tropis, hidup di dataran rendah dan dapat
merupakan tanaman yang dibudidayakan atau tanaman liar di tanah
kosong. Pare mudah tumbuh memerlukan banyak sinar matahari,
19

sehingga dapat tumbuh subur di tempat yang teduh dan terlindung dari
sinar matahari. Sebagai tumbuhan bangsa Cucurbitaceae, buah Pare juga
mengandung bahan yang tergolong dalam glikosida triterpen atau
kukurbitasin. (5)
2.2.4 Kandungan dan Manfaat Pare (Momordica charantia L)
Kandungan dalam buah pare yang berguna dalam penurunan gula
darah adalah charantin, dan polipeptid-P insulin (polipeptida yang mirip
insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat
antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat dari charantin ini
adalah menstimulasi sel-beta kelenjar pancreas tubuh memproduksi
insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula
glycogen di hati. Efek pare dalam menurunkan gula darah pada tikus
diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin, sedangkan
polypeptide-P insulin menurunkan kadar glukosa darah secara langsung.
(15)

Tanaman Pare tergolong dalam bangsa Cucurbitaceae, jenis


Momordica charantia L. Penyebarannya meliputi Cina, India dan Asia
Tenggara. Pemanfaatan buah Pare bagi masyarakat Jepang bagian
Selatan sebagai obat pencahar, laksatif dan obat cacing. Di India,
ekstrak buah Pare digunakan sebagai obat diabetik, obat rheumatik,
obat gout, obat penyakit liver dan obat penyakit 1imfa. Di Indonesia,
buah Pare selain dikenal sebagai sayuran, juga secara tradisional
digunakan sebagai peluruh dahak, obat penurun panas dan penambah
nafsu makan. Selain itu, daunnya dimanfaatkan sebagai peluruh haid,
obat luka bakar, obat penyakit kulit dan obat cacing. Sejak diketahui
bahwa tanaman Pare berkhasiat terhadap kesehatan maka beberapa
peneliti berusaha mengetahui dan mengisolasikan bahan yang
terkandung dalam tanaman Pare. (12)
20

2.3 Aloksan
2.3.1 Definisi Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah
derivatpirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan
padalarutan encer. Nama aloksan diperoleh dari penggabungan kata
allantoin danoksalurea (asam oksalurik). (18)
2.3.2 Pengaruh Aloksan terhadap Kerusakan Sel Beta Pankreas
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk
menginduksidiabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah
cara yangcepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental
(hiperglikemik)pada binatang percobaan. Aloksan dapat menyebabkan
Diabetes Melitus tergantung insulin pada binatang tersebut (aloksan
diabetes) dengan karakteristik mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada
manusia. Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel beta pancreas 14
yang memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara khusus
melalui transporter glukosa yaitu GLUT2.Aloksan bereaksi dengan
merusak substansi esensial didalam sel beta pankreas sehingga
menyebabkan berkurangnya granulagranula pembawa insulin di dalam
sel beta pankreas.(18)
21

Tabel 5. Tabel Konversi.(10)


22

2.3 Kerangka Teori

Obat
Olahraga Diet
(OHO)

Sulfonylurea Meglitinid

Jus buah pare

Sel
pankreas

Kadar glukosa
darah

Skema 1. Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep


Variabel bebas Variabel terikat

Jus buah pare Kadar glukosa


darah

Skema 2. Kerangka Konsep

2.5. Hipotesis
Pemberian jus buah pare berpengaruh terhadap kadar glukosa darah pada
Tikus Wistar yang diberi larutan gula.
23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian (Keilmuan)

Ruang lingkup penelitian ini mencakup ilmu kedokteran umum


dalam bidang ilmu penyakit dalam.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium farmakologi


Universitas Padjajaran (UNPAD) dan akan dilaksanakan pada bulan
februari 2016.

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan
rancangan pretest and posttest control Group design dengan
menggunakan hewan percobaan sebagai objek penelitian. Penelitian ini
menggunakan 4 kelompok, yaitu 2 kelompok kontrol dan 2 kelompok
perlakuan. Kelompok penelitian yaitu :

1. Kelompok 1 sebagai kontrol negatif dibuat DM, dengan pemberian


larutan gula 1,35 gr/200grBB Tikus.
2. Kelompok 2 sebagai kontrol positif yaitu diberikan glibenklamid
kemudian Tikus dibuat DM dengan pemberian larutan gula dengan
dosis 1,35 gr/200grBB Tikus.
3. Kelompok 3 Tikus diberikan jus buah pare dengan dosis 2,5ml
dicampur dengan aquadest 2,5 ml menjadi 5ml/200grBB Tikus
kemudian diberikan larutan gula dengan dosis 1,35 gr/200grBB Tikus.
4. Kelompok 4 Tikus diberikan jus buah pare dengan dosis 5ml/grBB
Tikus kemudian diberikan larutan gula 1,35 gr/200grBB Tikus.
24

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah hewan percobaan Tikus
Galur Wistar yang diinduksi Aloksan.
3.4.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah hewan percobaan
Tikus galur wistar yang diinduksi Aloksan yangmemenuhi kriteria
inklusi.
3.4.3 Sampel penelitian
Sampel adalah 28 ekor Tikus (Tikus galur Wistar) yang berumur 2
bulan dan berat badan antara 200-250 gram.
3.4.3.1 Kriteria inklusi
1. Berat badan tikus antara 200 gram 250 gram.
2. Umur 2 bulan.
3. Tikus Galur Wistar sehat.
3.4.3.1 Kriteria eksklusi
1. Kondisi Tikus abnormal yaitu tikus cacat, kusam, tikus
tidak aktif.
2. Tingkah laku abnormal
3.4.4 Besar Sampling
Penentuan besar sampel menurut rumus WHO, yang
menyebutkan bahwa jumlah sampel dalam penelitian
eksperimental menggunakan hewan coba adalah minimal 5 ekor
hewan per kelompok perlakuan. Teknik sampling yang digunakan
ialah dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini
menggunakan 28 ekor tikus yang dibagi menjadi 4 kelompok
dengan randomisasi sederhana yaitu 2 kelompok kontrol dan 2
kelompok perlakuan eksperimental sehingga dalam setiap
kelompok terdiri dari 7 ekor Tikus galur Wistar.
25

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Bebas
Pemberian jus buah pare.
3.5.2 Variabel Terikat
Perubahankadar glukosa Tikus galur wistar yang diabetes.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel bebas dan variabel terikat yang


digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Definisi operasional


Definisi
Variabel Cara Ukur Skala
Operasional
Variabel bebas : Perlakuan terhadap Mengukur kadar gula
Pemberian jus tikus yang darah tikus sehat, Tikus
buah pare pada hiperglikemia akibat diberi diet tinggi glukosa
tikus yang dibuat pemberian pakan dan Tikus yang diberi Numerik
diabetes tinggi glukosa, jus buah pare; Pada
dengan cara kelompok perlakuan 1,
pemberian jus pare 2, 3, 4
Variabel terikat: Kadar gula darah Mengukur kadar gula
kadar Gula darah tikus setelah darah setelah perlakuan;
Numerik
tikus perlakuan Pada kelompok
perlakuan 1, 2, 3, 4

3.7 Cara Pengumpulan Data


3.7.1 Bahan dan alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan:
Alat :
1. Kandang hewan coba
2. Tempat pakan dan minum tikus
3. Spuit
4. Alat ukur gula darah
26

5. Sonde oral
6. Pipet tetes
7. Gelas ukur
8. Juicer
9. Handscoon
10. Masker
11. Glucotest One touch
Bahan
1. Hewan coba berupa tikus galur wistar
2. Aloksan 1mg
3. Aquadest
4. Preparat glibenklamid
5. Jus buah pare diberikan pada Tikus secara oral, dengan
dosis yang sudah ditentukan.
3.7.2 Prosedur Penelitian
1. Penelitian menggunakan 28 ekor tikus yang menggalami
masa adaptasi selama 7 hari di laboratorium Farmakologi
UNPAD, diberi makan secara ad libitum menggunakan
pelet 551 sebanyak 50mg 1x/hari.
2. Puasakan tikus selama 16 jam.
3. Setelah tikus menjalani adaptasi dan dipuasakan, tikus yang
hidup dan sehat akan masuk ke dalam tahap selanjutnya.
4. Tikus akan dibagi menjadi empat kelompok, dimana satu
kelompok terdiri dari 7 ekor dan tikus dari masing-masing
kelompok akan diberi kandang perekor.
5. Setiap kelompok tikus masing-masing akan dilakukan
pengukuran kadar glukosa (pretest)
6. Buah pare didapatkan di pasar, untuk pembuatan jus buah
pare dilakukan langkah sebagai berikut :
a. Buah pare yang masih utuh disusi bersih.
b. Dikupas dan diambil dagingnya tanpa biji
27

c. Daging buah pare dimasukan ke dalam juicer hingga


halus dan terpisah dengan ampasnya.
7. Sebelum diberikan perlakuan tikus di periksa kadar glukosa
darah.
8. Kemudian di berikan aloksan dengan cara disuntikan IV
dan di tunggu selama 3hari(72jam).
9. Setelah diberikan aloksan diselama 3hari(72jam) kemudian
di periksa kembali kadar glukosa darahnya.
10. Pada hari ke 3/(72jam) setelah pemberian aloksan diberikan
perlakuan pada setiap kelompok :
a. Kelompok 1 : diberi aquades 5 ml.
b. Kelompok 2 : diberi glibenklamid 0,09mg/200grBB
tikus yang dicampur dengan aquades hingga 5 ml.
c. Kelompok 3 : diberi jus buah pare sebanyak 2,5 ml
dicampur dengan aquadest sampai 5ml/200grBB Tikus.
d. Kelompok 4 : hanya diberi jus buah pare sebanyak 5
ml/200grBB Tikus.
11. Setelah diberi perlakuan dan control, masing-masing
kelompok akan diukur kadar glukosanya.
12. Pada hari ke 5 diberikan perlakuan lagi dan diperiksa lagi
kadar glukosanya.
13. Kemudian dilakukan terminasi dengan cara eutanasia
menggunakan ketamin dengan dosis 0,6 mg dengan cara IV.

3.7.3 Alur Penelitian

28 ekor tikus galur wistar yang


diadaptasi
Kelompok 2 selama 7 hari
Kelompok 3 Kelompok 4
Diberikan
Kelompok 1 glibenklamid
Kelompok 2 Diberikan
Kelompok jus3buah Kelompok
Diberikan 4
jus buah
Kelompok 1 Pengelompokanpere tikus
0,09mg/200grBB 2,5ml dicampur pere tanpa campuran
7 ekor tikus diberi 7 ekor tikus diberi 7 ekor tikushingga
diberi 7 ekor tikus diberi
Diberikan aquadest dicampur aquadest aquadest aquadest
kandang pertikus Diperiksa
kandang kadar glukosa darah
pertikus kandang (posttest)
pertikus kandang pertikus
5 ml hingga 5 ml
Diperiksa
Perlakuan
Pemberian
Kadar
terhadap
pretest
glukosa
aloksan
kelompok
Darah
5ml/200grBB 5ml/200grBB
28

Pada Hari ke 5 diberikan


Perlakuan dan diperiksa Kembali

Terminasi dengan cara


euthanasia menggunakan
Ketamin 0,6 IV

Skema 3. alur penelitian

3.8 Analisa Data

Data yang telah terkumpul sebelum diolah menggunakan alat penguji,


bias diolah dengan cara manual. Tahap-tahap pengolahan data adalah
sebagai berikut:

a Tahap editing, yaitu dengan memasukkan data kedalam file


komputer.
b Tahap cleaning data, untuk meneliti kembali kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi.
c Tahap tabulasi data, yaitu dengan menyajikan data dalam tabel
yang telah disediakan.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Penentuan uji


yang digunakan, melalui langkah berikut:

a) Menentukan variabel yang dihubungkan : Variabel yang


dihubungkan adalah kadar glukosa darah pada Tikus Galur Wistar
sebelum dan sesudah pemberian jus buah pare pada 2 kelompok
perlakuan.
b Menentukan jenis hipotesis : Komparatif.
c Menentukan masalah skala variable : Nominal dan Ratio.
d Menentukan perbedaan antara hasil tiap kelompok perlakuan
Langkah pertama adalah data diuji normalitasnya dengan
menggunakan uji Saphiro-Wilk (untuk data <30) dengan tingkat
kepercayaan 95%. Distribusi data dianggap tidak normal jika p>0,05. Pada
penelitian ini distribusi tidak normal sehingga dilakukan uji hipotesa
dengan menggunakan uji wilcoxon. Tes ini dipilih karena dapat digunakan
29

untuk membandingkan data hasil antar kelompok. Kemudian dapat dilihat


hasilnya apakah terdapat perbedaan yang bermakna atau tidak. Data
signifikan jika p<0,05.

3.9 Etika Penelitian

Seluruh hewan coba dirawat sesuai standar pemeliharaan binatang.


seluruh tindakan yang bersifat invasik termasuk terminasi hewan coba
dilakukan di bawah anestesi. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan
animal ethics antara lain perawatan dalam kandang, pemberian makan, dan
minum, aliran udara dalam ruang kandang, perlakuan saat penelitian,
menghilangkan rasa sakit, pengambilan unit analisis penelitian dan
permusnahannya.

BAB IV
30

HASIL

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus


buah pare terhadap penurunan kadar glukosa darah pada Tikus Galur Wistar
yang diinduksi aloksan didapatkan hasil sebagai berikut:
4.1 Analisa Sampel

Sampel sebanyak 28 ekor tikus galur wistar yang memenuhi kriteria


inklusi, sehingga langsung mengalami randomisasi. Dua puluh delapan ekor
tikus galur wistar tersebut tidak mengalami sakit ataupun mati selama
percobaan. Sampel diteliti menggunakan alat glucotest untuk mengukur
kadarglukosa darah yang diambil dari ekor tikus.
Tabel 7. Hasil pengukuran kadar glukosa darah pre-test
Sampel Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
1 130 185 145 124
2 82 85 94 80
3 67 88 88 77
4 106 155 69 110
5 94 97 99 77
6 85 99 91 122
7 82 155 75 89
Rata-rata 92,28 123,42 94,42 97

Tabel 8. Hasil pengukuran setelah diberi aloksan


Sampel Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
1 271 193 358 324
2 257 280 297 267
3 272 289 700 294
4 350 700 297 267
5 237 272 234 325
6 257 222 325 341
7 277 285 228 235
Rata-rata 274,42 320,14 348,42 293,28

Tabel 9. Hasil pengukuran perlakuan setelah 2jam


31

Sampel Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4


1 320 200 541 466
2 700 272 251 235
3 700 489 700 285
4 700 495 226 198
5 700 295 595 700
6 545 349 404 435
7 482 106 221 700
Rata-rata 592,42 315,14 419,71 431,28

Tabel 10. Pemeriksaan gula terakhir pada hari ke 5


Sampel Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
1 85 122 303 230
2 524 94 75 129
3 95 97 70 229
4 594 525 122 207
5 331 104 226 334
6 356 159 215 152
7 412 90 148 70
Rata-rata 342,42 170,14 165,57 193
Dari tabel diatas didapatkan hasil bahwa semua tikus mengalami kenaikan
kadar glukosa darah pada hari ke-3 setelah diberikan aloksan dan mengalami
penurunan kadar glukosa darah pada hari ke 5 setelah diberikan perlakuan.

4.2 Perubahan kadar glukosa darah tikus

Sebelum dilakukan uji wilcoxon dilakukan uji normalitas terlebih dahulu

yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji normalitas


32

Variabel Kelompok perlakuan N P Keterangan


Pretest
Aquades 7 0.499 Normal
Glibenklamid 7 0.100 Normal
Jus Buah Pare 2,5 ml + 7 0.103 Normal
Aquades 2,5 ml
Jus Buah Pare 5 ml 7 0.082 Normal
Posttest
Setelah Aquades 7 0.39 Normal
diberikan Glibenklamid 7 0.001 Tidak Normal
aloksan Jus Buah Pare 2,5 ml + 7 0.006 Tidak Normal
Aquades 2,5 ml
Jus Buah Pare 5 ml 7 0.578 Normal
Setelah Aquades 7 0.027 Tidak Normal
diberikan Glibenklamid 7 0.680 Normal
perlakuan Jus Buah Pare 2,5 ml + 7 0.256 Normal
Aquades 2,5 ml
Jus Buah Pare 5 ml 7 0.242 Normal
Perlakuan Aquades 7 0.460 Normal
setelah 2hari Glibenklamid 7 0.000 Tidak Normal
diberikan Jus Buah Pare 2,5 ml + 7 0.596 Normal
perlakuan Aquades 2,5 ml
pertama 7 0.912
Jus Buah Pare 5 ml Normal

Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk yang terdapat pada Tabel 11.


terdapat nilai (p>0,05). Sehingga distribusi data dianggap tidak normal
maka selanjutnya peneliti menggunakan uji friedman sebagai alternatif.

Tabel 12. Hasil Uji Friedman


N Chi-square df P
7 70,442 15 0.000
Pada tabel 12. Dengan uji friedman diperoleh nilai p= 0,000.
Karena nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan kadar glukosa yang
33

bermakna pada semua pengukuran. Pengukuran dilakukan pada hari ke


3 setelah 2 jam perlakuan dan hari ke 5 setelah perlakuan. Karena nilai
p<0,05 maka dilanjutkan analisis post hoc wilcoxon untuk menemukan
perbedaan antara tiap pengukuran kadar glukosa darah.

Tabel 13. Hasil uji wilcoxon antara pre-test dengan setelah diberi
aloksan
Kelompok Rata-rata Rata-rata P
Pre-test Aloksan
K1 92.28 274.42 0.02
(aquadest)
K2 123.32 320.42 0.02
(Glibenklamid)
P1 94.42 348.42 0.02
(2,5 ml Jus Pare +
2,5 ml aquadest)
P2 97 293.28 0,02
(5 ml Jus Pare)
Tabel 13. Menunjukan bahwa terdapat perubahan yang
signifikan setelah diberikan aloksan baik antara kelompok 1,2,3,
dan kelompok 4, karena (p value) <0.05.

Tabel 14. Hasil uji wilcoxon antara setelah diberi aloksan dengan
perlakuan
Kelompok Rata-rata Rata-rata P
Aloksan Perlakuan
K1 274.42 592.42 0.02
(aquadest)
K2 320.142 315.14 1.00
(Glibenklamid)
P1 348.42 419.71 0.34
34

(2,5 ml Jus Pare +


2,5 ml aquadest)
P2 293.28 431.28 0,17
(5 ml Jus Pare)
Tabel 14. Menunjukan bahwa tidak terdapat perubahan
yang signifikan setelah diberikan perlakuan baik pada kelompok
2,3 dan kelompok 4 karena (p value) >0.05.

Tabel 15. Hasil uji wilcoxon antara setelah diberi perlakuan dengan
diberi perlakuan setelah 2hari perlakuan pertama
Kelompok Rata-rata Rata-rata P
Perlakuan Perlakuan hari
hari ke-3 ke-5
K1 592.42 342.42 0.02
(aquadest)
K2 315.14 170.14 0.02
(Glibenklamid)
P1 419.71 165.57 0.02
(2,5 ml Jus Pare +
2,5 ml aquadest)
P2 431.28 193 0.03
(5 ml Jus Pare)
Tabel 15. Menunjukan bahwa terdapat perubahan yang
signifikan setelah diberikan perlakuan baik pada kelompok 1,2,3
dan kelompok 4 karena (p value) <0.05.

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Perubahan kadar glukosa darah Tikus


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
penurunan pada kadar glukosa darah tikus pada semua kelompok perlakuan
hari ke 5. Pada hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pre-test setelah di
35

berikan aloksan terdapat peningkatan kadar glukosa darah pada semua


kelompok.
Peneliti menggunakan induksi aloksan, karena Aloksan merupakan
bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang
percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan
kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan.
Aloksan dapat menyebabkan Diabetes Melitus tergantung insulin pada
binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip dengan
Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia. Aloksan bereaksi dengan merusak
substansi esensial didalam sel beta pankreas sehingga menyebabkan
berkurangnya granula granula pembawa insulin di dalam sel beta pankreas.
(17)

Peneliti menggunakan jus buah pare untuk perlakuan. Kandungan


dalam buah pare yang berguna dalam penurunan gula darah adalah
charantin, dan polipeptid-P insulin (polipeptida yang mirip insulin) yang
memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling
tua dan banyak dipakai). Manfaat dari charantin ini adalah menstimulasi sel-
beta kelenjar pancreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain
meningkatkan deposit cadangan gula glycogen di hati. Efek pare dalam
menurunkan gula darah pada tikus diperkirakan juga serupa dengan
mekanisme insulin, sedangkan polypeptide-P insulin menurunkan kadar
glukosa darah secara langsung. (15)
Pada penelitian Fahri Trisnaryan Pratamadengan judul Pengaruh
decocta buah pare (Momordica charantia L.) terhadap penurunan
kadarglukosa darah tikus wistar yang diberi beban glukosa didapatkan hasil
bahwa peningkatan kadar rata-rata glukosa darah pada kontrol negative
terjadi 30 menitsetelah pembebanan glukosa. Hasil ini menunjukkan bahwa
pembebanan glukosa dengan dosis 1,35 gr/200grBB mampu menciptakan
kondisi hiperglikemik dantelah terjadi absorpsi glukosa di menit ke 30 pada
hewan coba. Terjadi sedikit penurunan kadar rata-rata glukosa di menit ke 60,
90, dan 120 pada kontrol negatif. Hal ini menunjukkan telah terjadi eliminasi
36

glukosa pada hewan cobaakibat pengaruh fisiologis. Dengan demikian hal


tersebut di atas dapat dijadikan sebagai dasar dalam uji pengaruh decocta
buah pare terhadap penurunan kadarrata-rata glukosa darah selanjutnya.(4)
Pada penelitian ini memberikan informasi bahwa pada semua
kelompok yang telah diberikan aloksan memberikan hasil yang signifikan.
Hal ini dikarenakan kandungan aloksan bereaksi dengan merusak substansi
esensial didalam sel beta pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya
granulagranula pembawa insulin di dalam sel beta pankreas. Pada semua
kelompok yang telah diberikan perlakuan pada hari ke-5 terjadi penurunan
kadar glukosa darah dan didapatkan hasil yang signifikan karena (p value)
<0.05, Hal ini dikarenakan dalam buah pare yang berguna dalam penurunan
gula darah yaitu charantin, dan polipeptid-P insulin (polipeptida yang mirip
insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat
antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat dari charantin ini
adalah menstimulasi sel-beta kelenjar pancreas tubuh memproduksi insulin
lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glycogen di hati.
Efek pare dalam menurunkan gula darah pada tikus diperkirakan juga
serupa dengan mekanisme insulin, sedangkan polypeptide-P insulin
menurunkan kadar glukosa darah secara langsung. (15)

5.2 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Peneliti
Keterbatasan waktu yang kurang tidak bisa di maksimalkan oleh peneliti.
2. Tempat penelitian
Kelengkapan alat lab yang kurang memadai, sehingga ada alat yang harus
peneliti beli dari luar seperti gluko-test.
37

3. Bahan
Pare diambil dari pasar tidak diambil dari kebun sehingga tidak punya
karakteristik sendiri.
38

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Jus buah pare berpengaruh terhadap glukosa darah pada tikus galur
wistar.
2. Kelompok kontrol positif yang diberikan glibenklamid, kelompok
perlakuan aquadest 2,5ml yang dicampur jus pare 2,5ml, dan 5ml jus
pare murni dapat menurunkan kadar glukosa darah.
3. Didapatkan dosis yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa
darah yaitu jus buah pare murni 2,5ml dengan aquadest 2,5ml.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil peneletian maka saran yang dapat diberikan adalah,
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan waktu yang relative lebih
lama.
2. Perlu diperhatikan dosis pemberian jus buah pare agar mendapatkan
efek yang lebih maksimal lagi dalam perubahan kadar glukosa darah.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kelompok control
menggunakan obat antihiperglikemik jenis lain.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan kenapa aquadest 2,5ml + 2,5ml
jus pare murni bisa menurunkan kadar glukosa darah tikus.

Daftar Pustaka
39

1. Sudoyo, AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fkui. 2009.
2. Parkeni. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:
CV Aksara Buana. 2006.
3. Budiman D. Hidup Sehat Dengan Diabetes. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.2007.
4. Tandra. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Tanya
Jawab Lengkap dengan Ahlinya. Jakarta: Gramedia pustaka utama. 2007.

5. Nugroho A.E., Andrie M., Warditiani N.K., Siswanto E., Pramono S.,
Lukitaningsih E. Antidiabetic and antihiperlipidemic effect of
Andrographispaniculata (Burm. f.) Nees and andrographolide in high-
fructose-fat-fed rats.Indian Journal of Pharmacology. 2012.

6. Sidartawan S. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI. 2009.
7. Hadisaputro S s. epidemiologi dan faktor-faktor resiko terjadinya diabetes
melitus tipe 2. dalam diabetes melitus di tinjau dari berbagai aspek
penyakit. 2007.
8. Berkowitz A. Lecture Notes Patofisiologi Klinik Disertai Contoh Kasus
Klinik. Tangerang selatan: Binarupa. 2013
9. (ADA) ADA. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. ADA.
2011.
10. Waspadji S. Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2006.
11. Sukarmin sr. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Jakarta: balai penerbit fkui. 2006.
12. Kumar V. CRS, dan Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007
13. Medicine Geo. Diabetes melitus. Encyclopedia. 2008.
15. Santoso M. Senam Diabetes Indonesia Seri 4 Persatuan Diabetes
Indonesia. Jakarta: Yayasan diabetes indonesia. 2008.
16. Maryam RS, Ekasari. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta: Salemba medika. 2008
40

17. Suharmiati. Pengujian bioaktifitas anti diabetes melitus tumbuhan obat.


Cermin Dunia Kedokteran. 2009.
18. Watkins D, Cooperstein SJ, Lazarow A. Effect of alloxan on permeability
ofpancreatic islet tissue in vitro. [Internet]. 2008 [cited 2015 February
18].Availablefrom:http://ajplegacy.physiology.org/cgi/content/abstract/207
/2/436

Вам также может понравиться