Вы находитесь на странице: 1из 5

Assalamualaikum wr.wb.

Saya, ibu rumah tangga (26 th), suami (27 th)dengan satu orang putri (11
bl). Usia pernikahan kami 2 th 3 bl. Akhir-akhir ini kami sering mengalami
ketegangan dalam rumah tangga kami. Saat ini kami masih menumpang di rumah ibu
saya. Ketegangan/pertengkaran itu rasanya hampir setiap hari terjadi. Sebenarnya
saya ingin menghindari pertengkaran itu. Sebelum menikah, ibu saya sebenarnya
kurang menyetujui hubungan kami. Tapi entah kenapa, akhirnya ibu saya juga
menyetujui pernikahan kami. Dan suami saya juga sebenarnya kurang cocok dengan
ibu saya. Jadi selama dia di rumah, rasanya dia selalu menghindar untuk dirumah.
Jadi sering bersama-sama tetangga lainnya ngobrol diluar rumah hingga malam (+/-
sampai pukul 23.00-24.00).
Pernah suatu hari, anak kami rewel terus-menerus, dan suami saya
sebenarnya dengar juga tangisan anak kami, tapi kok rasanya dia cuek saja.
Sementara kami tidak punya pembantu rumah tangga, sehingga hampir setiap hari
sepulang dari kerja +/- pukul 21.00 saya selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Perlu diketahui kegiatan saya di pagi hari kuliah, siang - malam saya bekerja (karena
kerja saya adalah shift). Setelah saya panggil barulah dia pulang. Itu pun setelah dia
berhasil menidurkan anak kami kembali, dia juga kembali keluar, bergabung dengan
bapak-bapak tetangga kami lainnya. Alasannya mengambil rokok yang tertinggal.
Tapi kok ya lama. Saya jadi jengkel, dan pintu pagar saya gembok. Rupanya dia malu
dengan tetangga kami karena harus melompati pagar. Setelah itu dia masuk dan
rupanya marah. Saya pun juga marah.
Hanya untuk tambahan informasi, bahwa penghasilan saya lebih besar dari
penghasilan suami. Jadi selama ini yang menutup biaya kehidupan kami sehari-hari
adalah saya termasuk biaya kuliah suami. Cerita diatas adalah salah satu contoh dari
pertengkaran kami. Sebenarnya masih banyak juga cerita-cerita yang lain. Tapi itu
adalah cerita yang paling "baru". Dalam batin saya juga ada rasa menyesal atas
tindakan saya terhadap suami saya, juga terkadanh batin ini sesak.

1
Analisis
Jika dilihat berdasarkan teori ada beberapa faktor prediktor dalam marriage
adjustment yaitu, background factors, engagement factors, dan other factors. Dalam
engagement factors, marriage adjustment dapat dilihat dari lamanya suatu hubungan
sebelum pernikahan, proses penyesuaian selama berpacaran, dan persetujuan dari
orangtua dan teman-teman. Berdasarkan kasus diatas diceritakan bahwa sebelum
menikah, orangtua (ibu) dari S kurang menyetujui hubungan S dengan suaminya.
Akan tetapi pada akhirnya orangtuanya tersebut menyetujui hubungan S dengan
suaminya tanpa memberitahukan alasan mengapa menyetujui hubungannya. Suami S
juga sebenarnya merasa kurang cocok dengan orangtua S. Oleh karena itu, ketika S
dan suaminya masih tinggal satu atap dengan orangtua (ibu) S, suami S seringkali
berkumpul dengan tetangga-tetangganya di luar rumah untuk menghidari
permasalahan yang terjadi di dalam rumah tangga mereka.
Apabila dilihat dari background factors pada attachment dengan orang tua, dalam
kasus ini tidak nampak adanya attachment tersebut, karena suami S tidak mempunyai
hubungan yang akrab dengan mertua (orang tua s), yamg juga tinggal bersama
dengannya. Hal tersebut dapat terjadi karena dampak dari engagement factors berupa
persetujuan dari orang tua.
Ditinjau dari others factors, usia S dan suaminya sebenarnya telah cukup
untuk berada di dalam kehidupan pernikahan dan melakukan marriage adjustment,
namun mungkin saja tingkat kedewasaan mereka masih kurang untuk
menghadapi/melakukan marriage adjustment ditambah saat ini meteka sudah
memiliki anak sehingga adjustment yang harus mereka lakukan pun semakin
bertambah, tetapi pribadi mereka sebenarnya belum mampu. Di samping itu,
pendidikan mereka pun dapat saja mempengaruhi marriage adjustment nya karena S
dan suaminya masih berkuliah. Dapat diketahui bahwa kuliah pun memiliki tuntutan
yang berdampak pada stres yang mereka hadapi. Sehingga S dan suaminya harus

2
melakukan marriage adjustment, yang dibarengi dengan family adjustment (karena
telah memiliki anak dan juga tinggal bersama orang tua S) serta College adjustment.
Ditinjau dari faktor yg berpengaruh dalam marital adjustment, pada aktor
peran, dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa terjadi maladjustment karena antara S
dan suami kurang ada kesesuaian dalam pembagian peran dan pelaksanaannya dalam
kehidupan pernikahan mereka. Hal ini dapat dilihat dari S yang selalu mengerjakan
pekerjaan rumah sepulang bekerja padahal pagi harinya S pun menjalani aktivitas
berkuliah, ditambah S harus mengurus anaknya. Sedangkan suami S setiap malam
lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk berkumpul bersama tetangga-
tetangganya. Saat anak mereka menangis pun suami S tidak langsung bergegas untuk
pulang, suami S baru pulang setelah dipanggil oleh S, setelah itupun suami S memilih
kembali pergi diluar rumah dibanding berkumpul bersama keluarganya dirumah. Hal
tersebutlah yang menunjukan tidak adanya kesesuaian antara role expectation dan
role perception. Selain dapat menjelaskan faktor peran, hal/kejadian tersebut dapat
pula menjelaskan bahwa antara S dan suami terjadi pula diskrepansi antara real dan
ideal self menurut pasangan. Karena dalam ideal self suami menurut S seharusnya
suaminya dapat lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya dan juga anaknya
dirumah, serta dapat berbagi tanggung jawab dalam mengurus anak mereka. Namun
real nya, suami S lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah bersama tetangga,
dan juga tidak segera kembali ke rumah saat mengetahui anaknya menangis.
Selain itu, ada juga kesenjangan pada faktor kebutuhan. S merasa bahwa
suami S tidak memenuhi kebutuhan yang seharusnya dipenuhi oleh suami, seperti
harus berada di rumah ketika sedang tidak bekerja untuk membantu istri mengurus
anak, namun yang dikakukan suami S malah pergi dari rumah untuk berkumpul
dengan tetangga. S juga memiliki penghasilan lebih tinggi, sehingga S yang selalu
menutup segala kekurangan dalam biaya-biaya yang diperlukan keluarga, termasuk
membiayai sekolah suami S. Padahal mungkin dalam kasus ini, S membutuhkan
suami yang berpenghasilan cukup juga agar dapat menafkahi keluarga, bukannya
suami yang sekolah saja dibiayai istri.

3
Apabila dilihat dari kriteria kepuasan, S tidak adjust dengan pernikahannya, karena S
merasa tidak puas dengan pernikahannya. Ketidakpuasan tersebut terlihat dari
keluhan-keluhan yang dikeluarkan S, seperti suami yang jarang berada di rumah,
sering bertengkar, dan suami yang tidak cocok dengan ibunya.

4
DAFTAR RUJUKAN

http://www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/tarbiyah3/qa-islam/QA207.txt ?

Вам также может понравиться