Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
CEREBROVASCULAR ACCIDENT
Pembimbing:
Penyusun:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
SURABAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
CEREBROVASCULAR ACCIDENT
Telah disetujui dan disahkan sebagai Referat Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabiltasi Fakultas Kedokteran Hang Tuah Surabaya
Pembimbing
i
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi dengan judul
Cerebrovascular Accident.
Penulis
ii
Daftar Isi
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................... ii
Daftar Tabel........................................................................................... iv
Daftar Gambar....................................................................................... v
Bab 1. Pendahuluan.............................................................................. 1
2.2.1 Definisi................................................................................ 4
2.2.2 Epidemiologi.......................................................................5
2.2.5 Patogenesis.........................................................................9
2.2.6 Patofisiologi.......................................................................12
2.2.7 Diagnosa...........................................................................13
2.2.8 Penatalaksanaan...............................................................17
Bab 3. KESIMPULAN............................................................................ 33
Daftar Pustaka..................................................................................... 34
iii
Daftar Tabel
iv
Daftar Gambar
v
Bab 1. Pendahul
uan
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas
(pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain.
1
ekonomi,social dan psikologis sangat besar. Di Amerika, setiap pasien
dengan stroke iskemi habis 140.000 dolar dan menghabiskan sekitar 65.5
miliar dolar untuk penyandang stroke pada tahun 2008.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar
12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi
Utara (10,8), diikuti DI Yogyakarta (10,3), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan 92 terdiagnosis nakes
dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9), DI Yogyakarta
(16,9), Sulawesi Tengah (16,6), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.
(riskesdas)
2
Bab 2. TINJA
UAN PUSTAKA
3
Dua pensuplai utama dari otak disebut system karotis internal dan
vertebrobasiler dan arteri komunikans posterior menghubungkan kedua system
ini dan disebut sebagai Circle of Willis.
2.2.1 Definisi
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
4
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan
otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas)
2.2.2 Epidemiologi
Data stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan terus baik dalam hal
kejadia, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah
sebesar 15,9% (umur 45 55) dan 26,8% (umur 55 64 thn) dan 23,5% (umur
>65 thn). Kejadia stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3%
dan semakin memberat, penderita laki laki lebih banyak daripada penderita
perempuan.
5
2.2.3 Faktor Risiko Stroke
Tabel 2.1 Faktor Resiko Stroke
TIA Geografi
3) Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
2)Perdarahan subarakhnoid
6
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke iskemik
o Trombosis serebri
o Emboli serebri
Stroke hemoragik
o Perdarahan intraserebral
o Perdarahan subarakhnoid
Stroke in evolution
7
Completed Stroke Iskemik
Stroke Hemoragik
8
Gambar 2.2 Terjadinya emboli di Arteri Karotis Komunis
1. Trombosis serebri
Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
2. Emboli serebri
Emboli serebri adalah pembentukan material dari tempat lain dalam
sistem vaskuler dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga
memblok aliran darah.
9
2.2.5 Patogenesis
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri arteri yang membentuk lingkaran Willis : arteri karotis interna dna sistem
vertebrobasiler atau semua cabang cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu
dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi
otak.
Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu
sendiri, seperti arterosklerosis dan trombosis, robeknya pembuluh darah, atau
peradangnan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,
misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan
atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium;
atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid.
10
1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 -3/12
jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk
2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplkasi, usaha yang sangat fokus ada restorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.
3. Fase Subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari kurang dari 180
hari pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah
sakit serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif
sekunder serta usaha yang fokus pada neurorestorasi / rehabilitasi dan
usaha menghindari komplikasi.
11
bekuan yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
organ distal kemudian terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung
dan kemudian dibawa melalui system arteri ke otak sebagai suatu
embolus. Pangkal Arteri karotis interna merupakan tempat tersering
terbentuknya arterosklerosis. Sumbatan aliran di arteri karotis interna
sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang
sering mengalami pembentukan plak arterosklerosis I pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.
1. Perdarahan subaraknoid
2. Perdarahan intraserebral
12
2.2.6 Patofisiologi
Patofisiologi Stroke Iskemik(Perdossi )
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap.
Tahap 1 :
Pengurangan O2
Kegagalan energi
Tahap 2 :
Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis proses patofiosologi pada cedera SSP akut sangat kompleks
dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi,
hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstralseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Perdossi )
13
yang tiba tiba menyebabkan rupturnya arteri penetrasi yang kecil. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.
2.2.7 Diagnosa
1. Anamnesis
14
i. Apakah kesadaran pasien berkurang.
j. Apakah pasien dapat berbicara atau menulis.
k. Apakah ia lumpuh.
l. Apakah separuh dari badan kesemutan.
m. Apakah terdapat gangguan penglihatan.
n. Apakah penderita sering pusing sehingga ia jatuh.
o. Apakah terdapat penyakit sebelumnya seperti diabetes, hipertensi.
p. Apakah sebelum timbul gejala pasien minum obat-obatan
(antidiabetes, antihipertensi).
Gait apraxia
Hemianopsia
Agnosia
Hemianopsia
Paralisis N. III
15
Agnosia visual
Kebutaan kortikal
Disfagia
Disartria
Spastisitas bilateral
2. Pemeriksaan obyektif
a. Palpasi dan auskultasi dari arteri atau cabang arteri karotis yang
terletak dekat permukaan.
b. Mendengar dan mencari bruit kranial atau servikal.
c. Mengukur tekanan darah pada kedua lengan dalam posisi berbaring
dan duduk.
d. Mengukur tekanan arteri optalmika, apakah menurun pada sisi infark.
e. Melihat dengan oftalmoskop ke retina terutama ke pembuluh
darahnya.
Tabel 2.4 Perbedaan stroke hemoragik dan non-hemoragik
16
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Ptosis ++ -
3. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan
b. EKG
c. Kadar gula darah
d. Elektrolit serum dan faal ginjal
e. Darah lengkap
f. Faal hemostasis
g. X-foto toraks
h. Pemeriksaan lain: tes faal hati, saturasi oksigen, analisa gas darah,
toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi lumbal (bila ada
dugaan perdarahan subaraknoid, tetapi gambaran CT scan normal),
EEG (terutama pada Todds paralysis)
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Stadium akut
a. Stroke iskemik
17
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinyu selama 2-
3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau <80 mg%
dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.
18
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg IV pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan
per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan per oral jangka panjang.
b. Stroke hemoragik
19
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
2. Stadium subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut:
20
- Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca
serangan stroke
- Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan
pasca stroke
- Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
21
energi/tenaga seefisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui
terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta
mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
1) Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi
yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan
pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun
sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan
keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak
akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa
bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada
kebutuhan akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak pernah
digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan
terlupakan.
2) Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional
daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya
gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian-bagian dari otak,
baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru
yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksi-
ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila
akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk
gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk
sirkuit yang baru.
3) Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak
fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal.
Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang
terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan tenaga secukupnya di mana
pasien masih menggunakan ototnya secara aktif. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih
(otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot
lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang
22
memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan tenaga
yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.
4) Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan
dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai
apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak
bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa
jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila
pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh
doyong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat
bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih
ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas
batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil
latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam
posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga
mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.
5) Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan.
Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila
pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian tidak ada yang
terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien
mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan
dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan
sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina
pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat
melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)
namun dengan pengulangan sesering mungkin.
6) Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang
utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisah-
pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui
kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu
proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan suatu
aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.
23
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:
24
karena kelumpuhannya sudah sulit bergerak menjadi semakin sulit untuk
bergerak. Diperlukan latihan untuk mencapai lingkup gerak penuh pada
semua persendian disertai latihan regangan otot sedikitnya 2 kali per hari.
Setelah stroke akan terbentuk spastisitas dan pola gerak khas yaitu
pola sinergis fleksor atau ekstensor. Pada umumnya, akan terbentuk pola
sinergis fleksor pada ekstremitas atas sedangkan pada ekstremitas bawah
pola sinergis ekstensor. Spastisitas dan pola gerak sinergis tidak dapat
dihilangkan akan tetapi perlu dikontrol agar tidak berlebihan dan
mengganggu gerak fungsional yang akan dilatih. Pemberian posisi yang
tepat sebagai antisipasi sudah harus dimulai sejak awal dan diterapkan
dalam seluruh aktivitas.
Posisi antisipasi adalah posisi sebaliknya dari pola gerak yang akan
timbul. Pada ekstremitas atas misalnya, cenderung timbul spastisitas fleksor,
maka lengan diupayakan selalu dalam posisi ekstensi apabila tidak sedang
latihan. Pasien diberikan motivasi secara sadar menggunakan posisi
antisipasi pada saat tidur, duduk serta berdiri dan bergerak. Pasien seringkali
lebih memilih posisi yang nyaman tetapi tidak selalu merupakan posisi yang
baik.
25
tertindih tubuh, atau saat duduk bahu tidak tersanggah dengan baik. Saat
membantu pasien pindah tempat (transfer) dan saat membantu dalam
aktivitas sehari-hari, misalnya berpakaian, ataupun cara melatih yang salah
pada bahu sisi yang lumpuh, menyebabkan terjadinya tendinitis, kapsulitis,
cedera otot-otot gelang bahu, nyeri miofasial, dan atau nyeri neuropatik.
- Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau pemendekan otot. Apabila
ada, maka kondisi tersebut perlu diatasi terlebih dahulu.
- Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan yang
diberikan. Kesulitan pemahaman terjadi pada pasien afasia sensorik dan
gangguan kognitif. Pemberian stimulasi untuk kemampuan pemahamanan
bahasa dan persepsi pasien diintegrasikan ke dalam terapi latihan.
a) Gangguan Komunikasi
26
dan berbicara. Gangguan fungsi bahasa disebut sebagai afasia
sedangkan gangguan fungsi bicara disebut disartria.
Afasia
Afasia didefinisikan sebagai gangguan untuk memformulasikan
dan menginterpretasikan simbol bahasa. Afasia terjadi sebagai akibat
adanya lesi pada mekanisme bahasa di sistem saraf pusat, umumnya di
hemisfer dominan.
Disartria
27
Disartria didefinisikan sebagai gangguan dalam mengekspresikan
bahasa verbal, akibat kelemahan, spastisitas dan atau gangguan
koordinasi pada organ bicara dan artikulasi.
c) Gangguan Menelan
28
Gangguan menelan disebut sebagai disfagia. Insiden gangguan
menelan akibat stroke cukup banyak berkisar antara 30-65%. Sekitar
30% akan pulih dalam 2 minggu, sisanya akan pulih dalam bulan-bulan
berikutnya. Disfagia merupakan gejala klinis penting karena
menempatkan pasien pada risiko aspirasi dan pneumonia, selain
dehidrasi dan malnutrisi.
- Berikan satu sendok teh (5 ml) air dingin, minta pasien untuk menelan
dengan kepala sedikit menunduk.
- Perhatikan apakah pasien mampu menutup bibir saat mencoba
menelan.
- Lihat atau lakukan palpasi dengan meletakan jari pada laring, rasakan
apakah terjadi elevasi laring yang menunjukkan terjadinya proses
menelan. Monitor apakah ada keterlambatan atau terjadi proses
menelan yang inkomplit.
- Minta pasien untuk menyuarakan huruf aaa.... Monitor suara yang
terdengar kering atau basah/serak.
- Minta pasien berusaha membatukkan lendir, ulangi menyuarakan huruf
aaa.... Monitor kembali bagaimana suara yang terdengar.
29
Gangguan miksi yang terjadi pada stroke umumnya adalah
uninhibited bladder yang menimbulkan inkontinensia urin. Walaupun
pasien kelihatannya mampu miksi, namun harus tetap dievaluasi apakah
urin tuntas keluar, artinya residu sisa dalam kandung kemih setelah miksi
kurang dari 50-80 ml. Sisa urin yang terlalu banyak akan menyebabkan
timbulnya infeksi kandung kemih.
e) Gangguan Berjalan
30
Paralel bar yaitu palang dari besi, kayu atau bambu yang
dipasang sejajar merupakan tempat latihan jalan yang paling baik.
Letakan kaca setinggi tubuh di depan paralel bar agar pasien dapat
melihat sendiri postur berdiri serta jalannya dan melakukan koreksi
secara aktif. Apabila jalan sudah cukup stabil di dalam paralel bar, maka
latihan jalan dapat dilanjutkan dengan memakai tripod, yaitu tongkat yang
ujung bawahnya bercabang tiga. Untuk memperbaiki stabilitas jalan, tidak
jarang diperlukan perespon splint kaki (dynamic foot orthosis) atau
sepatu khusus.
31
proporsional sesuai dengan kondisi pasien. Pasien dimotivasi untuk selalu
makan di kamar makan bersama keluarga dan dibiarkan untuk mengambil
makananan pilihannya sendiri. Pasien selalu dilibatkan dalam aktivitas
keluarga bahkan bagi pasien dengan afasia. Pasien diajak berlatih yang
bertargetkan hasil misalnya melempar bola masuk ke keranjang, bowling
kecil, main catur atau halma.
Suasana hati yang murung juga membuat pasien merasa cepat lelah
dan bosan. Berikan sedikit demi sedikit peran dan tanggung jawab serta
ungkapkan selalu bahwa peran serta pasien sangat dibutuhkan oleh
keluarga. Dengan demikian pasien akan merasa dirinya masih berharga dan
berguna bagi orang lain.
32
5) Aktivitas sehari-hari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.
33
Bab 3. KESIMP
ULAN
34
Daftar Pustaka
Greenberg, D.A., Aminoff, M.J. & Simon, R.P., 2012. Clinical Neurology
8th editio., New York: Lange.
Ropper, A.H., Samuels, M.A. & Klein, J.P., 2014. Adams and Victors
Principle of Neurology 10th editi., New York: McGraw Hill.
Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Jakarta: Dian
Rakyat.
Rambe AS. Stroke: Sekilas tentang Definisi, Penyebab, Efek, dan Faktor
Risiko. 2006;10(2):195-8.
35
Watson M. Evaluating Stroke Symptoms. The Canadian Journal of CME.
2005;17(1):88-90.
36