Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUUAN
A. Teori Umum
Penggunaan obat dimulai dari mncoba-coba bahan alam oleh individu
yang menderita sakit, baik nabati atau hewani. Dari cara coba-coba yang
berhasil, lalu menjadi penggetahuan empiris. Obat yang digunaan awalnya
dalam bentuk tumbuhan atau hewan utuh, lalu berkembang kesediaan rebusan
yang sampai sekarang masih digunakan (Prinyanto, 2006).
Obat adalah suatu bahan atau panduan bahan yang dgunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,
pemulihan,atau peningkatan kesehatan termaksud kontrasepsi disediaan
biologi (Amroni, 2007).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran
menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000 ) Hipertensi adalah
keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan
diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan
mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001)
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114
mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap
lebih serius dari peningkatan sistolik ( Tom, 1995 ).
Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis
perifer arterior. Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan
untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah,
baik secara langsung maupun tidak langsung. (Mansjoer, 2000)
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur = 18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih
kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencangkup 4 kategori, dengan
nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg dan tekanan
darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Prihipertensi tidak dianggap sebagai
kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan
darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan
datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada katagori ini
harus diberi terapi obat ( Pharmaceutical care, 2006).

Klasifikasi Tek darah Tekanan darah


tekanan darah sistolik diastolik
MmHg
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99
Hiepertensi stage 160 atau 100
2

Hipertensi 90% tidak diketahui secara pasti penyebabnya, namun dari


berbagai penelitian telah ditemukan beberpa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Salah satunya adalah konsumsi garam yang tinggi, makanan
berlebihan, minum alkohol dan merokok. Selain gaya hidup tingkat stres diduga
berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Seseorang mengalami steres
katekolamin yang yang ada didalam tubuh akan meningkat sehinga
mempengaruhi mekanisme aktivitas saraf simpatis. Dan terjadi peningkatan saraf
simpatis, ketika saraf simpatis meningkat maka akan terjadi peningkatan
kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan curah jantung meningkat,
keadaan inilah yang cenderug menjadi faktor terjadinya hipertensi (Khotimah,
2013).

Pada penangana hipertensi para ahli umumnya mengacu kepada guideline-


guideline yang ada. Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam
penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline Joint Nasional Committee
JNC (8) yang dipublikasikan pada tahun 2014. Guidelline JNC 8 mencantunkan 9
rekomenasi penanganan hipertensi. Obat anti hipertensi yang direkomendasikan
dalam JNC 8 adalah ACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker, -bloker, calcium
channel blocker, diuretik tiazid (Muhadi, 2016).

BAB II
PEMBAHASAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis dimana tekanan
darah pada dinding arteri (pembuluh darah bersih) meningkat. Kondisi ini dikenal
sebagai pembunuh diam-diam karena jarang memiliki gejala yang jelas. Satu-
satunya cara mengetahui apakah memiliki hipertensi adalah mengukur tekanan
darah.

Menurut survei Singapore National Health (1998), 27,3 % orang


singapura berusia antara 30 dan 69 tahun, menderita hipertensi. Ini merupakana
satu dari faktor resiko utama untuk penyakit jantung koroner dan stroke.
Hipertensi tidak diobati juga dapat menyebabkan gagal jantung dan gagal ginjal.
Sedangkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukan
bahwa penderita hipertensi yang berusia diatas 18 tahun mencapai 25,8 persen
dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.

Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Klasifikasi
Normotensi < 140 < 90

Hipertensi ringan 140 180 90 105

Hipertensi 140 160 90 - 95


perbatasan
Hipertensi sedang- 180 105
berat
Hipertensi sistolik 140 < 90
terisolasi
Hipertensi sistolik

perbatasan 140-160 < 90

Menurunkan tekanan darah yang meningkat dapat menurunkan frekuensi


stroke, kejadian koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal. Kemungkinan penyebab
hipertensi (misalnya penyakit ginjal, penyebab endokrin), faktor pendukung,
faktor risiko, dan adanya beberapa komplikasi, seperti hipertrofi ventrikel kiri
harus ditegakkan. Pasien sebaiknya disarankan untuk merubah gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah maupun risiko kardiovaskuler; termasuk
menghentikan merokok, menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi alkohol
yang berlebih, mengurangi konsumsi garam, menurunkan konsumsi lemak total
dan jenuh, meningkatkan latihan fisik (olahraga), dan meningkatkan konsumsi
sayur dan buah. Hipertensi pada anak dan remaja memberikan pengaruh yang
besar pada kesehatannya di masa dewasa.

Hipertensi berat jarang terjadi pada neonatus namun dapat muncul dengan
gejala gagal jantung kongesti dengan penyebab yang paling sering adalah
gangguan ginjal dan dapat juga diikuti dengan kerusakan emboli arteri.

Indikasi antihipertensi pada anak-anak meliputi hipertensi simtomatik,


hipertensi sekunder, kerusakan organ utama yang disebabkan oleh hipertensi,
diabetes melitus, hipertensi yang menetap meskipun sudah mengubah gaya hidup,
hipertensi paru. Efek pengobatan dengan antihipertensi pada pertumbuhan dan
perkembangan anak-anak belum diketahui; pengobatan dapat diberikan hanya
apabila manfaat pemberian diketahui dengan pasti.
Obat yang digunakan untuk terapi hipertensi. Pemilihan obat antihipertensi
bergantung pada indikasi maupun kontraindikasi yang sesuai untuk pasien;
beberapa indikasi dan kontraindikasi dari berbagai obat antihipertensi adalah
sebagai Tiazid terutama diindikasikan untuk hipertensi pada lansia kontraindikasi
pada gout. Beta bloker meskipun tidak lagi disukai untuk pengobatan awal
hipertensi tanpa komplikasi, indikasi yang lain meliputi infark miokard, angina;
kontraindikasi meliputi asma, blokade jantung. Penghambat ACE indikasi
meliputi gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri dan nefropati akibat diabetes;
kontraindikasi meliputi penyakit renovaskular dan kehamilan. Antagonis reseptor
angiotensin II merupakan alternatif untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
penghambat ACE karena efek samping batuk kering yang menetap, namun
antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai beberapa kontraindikasi yang sama
dengan penghambat ACE. Antagonis kalsium. Terdapat perbedaan yang penting
antara berbagai antagonis kalsium Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat
dalam hipertensi sistolik pada lansia apabila tiazid dosis rendah
dikontraindikasikan atau tidak dapat ditoleransi (lihat keterangan di bawah).
Antagonis kalsium penggunaan terbatas (misalnya diltiazem, verapamil)
mungkin bermanfaat pada angina; kontraindikasi meliputi gagal jantung dan
blokade jantung.
Alfa bloker indikasi yang mungkin adalah prostatism; kontraindikasi pada
inkontinensia urin. Kelas terapi obat yang dapat digunakan pada anak-anak
dengan hipertensi meliputi penghambat ACE, alfa bloker, beta bloker, antagonis
kalsium, dan diuretika. Informasi mengenai penggunaan antagonis reseptor
angiotensin II pada anak-anak masih terbatas. Diuretika dan beta bloker
mempunyai riwayat efikasi dan keamanan yang cukup pada anak-anak. Obat
antihipertensi generasi terbaru, meliputi penghambat ACE dan antagonis kalsium
telah diketahui aman dan efektif pada studi jangka pendek pada anak-anak. Pada
hipertensi yang sulit diatasi dapat diberikan tambahan obat seperti minoksidil atau
klonidin
Obat antihipertensi tunggal seringkali tidak cukup dan obat antihipertensi
yang lain biasanya ditambahkan secara bertahap sampai hipertensi dapat
dikendalikan. Kecuali apabila diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera,
diperlukan interval waktu pemberian sekurang-kurangnya 4 minggu untuk
menentukan respons.
Terapi antihipertensi pada anak-anak sebaiknya dimulai dengan terapi
tunggal dalam dosis terendah dari dosis yang dianjurkan; lalu ditingkatkan sampai
tekanan darah yang diinginkan sudah tercapai. Apabila dosis tertinggi dari dosis
anjuran sudah digunakan, atau segera setelah pasien mengalami efek samping
obat, antihipertensi yang lain dapat ditambahkan apabila tekanan darah belum
dapat dikendalikan. Apabila diperlukan lebih dari satu jenis obat antihipertensi,
sebaiknya yang diberikan adalah produk yang terpisah (tidak dalam satu sediaan)
karena pengalaman dokter spesialis anak dalam menggunakan produk kombinasi
tetap masih terbatas.

Respons pengobatan dengan obat antihipertensi dapat dipengaruhi oleh


usia pasien dan latar belakang suku (etnis). Penghambat ACE maupun antagonis
reseptor angiotensin II kemungkinan merupakan obat awal yang paling sesuai
pada pasien Kaukasian muda. Pasien Afro-Karibia dan pasien yang berusia lebih
dari 55 tahun mempunyai respon yang kurang baik terhadap obat-obat ini dan
tiazid maupun antagonis kalsium merupakan pilihan untuk pengobatan awal.

Untuk pengobatan rutin hipertensi tanpa komplikasi, beta bloker sebaiknya


dihindari pada pasien dengan diabetes, atau pada pasien dengan risiko tinggi
menderita diabetes, terutama apabila beta bloker dikombinasikan dengan diuretika
tiazid. Pada keadaan dimana dua obat antihipertensi diperlukan, penghambat ACE
atau antagonis reseptor angiotensin II dapat dikombinasikan dengan
tiazid atau antagonis kalsium. Apabila pemberian 2 jenis obat masih belum dapat
mengontrol tekanan darah, tiazid dan antagonis kalsium dapat ditambahkan.
Penambahan alfa bloker, spironolakton, diuretika yang lain maupun beta-bloker
sebaiknya dipertimbangkan pada hipertensi yang resisten. Pada pasien dengan
hiperaldosteronisme primer digunakan, spironolakton

Hipertensi pada lansia, Manfaat pengobatan dengan antihipertensi terbukti


hingga usia 80 tahun, namun pada saat memutuskan penggunaan suatu obat tidak
tepat apabila berdasarkan pembatasan usia. Pada lansia yang nampak sehat,
apabila mengalami hipertensi tekanan darahnya harus diturunkan. Ambang batas
pengobatan adalah tekanan darah diastolik rata-rata 90 mmHg atau tekanan
darah sistolik rata-rata 160 mmHg setelah pengamatan selama lebih dari 3-6
bulan (meskipun telah menjalani terapi tanpa obat). Pasien yang mencapai usia 80
tahun pada saat pengobatan dengan antihipertensi sebaiknya tetap melanjutkan
pengobatan. Tiazid dosis rendah merupakan obat pilihan pertama, bila perlu
dengan tambahan antihipertensi lainnya.
Hipertensi sistolik terisolasi (tekanan darah sistolik 160 mmHg, tekanan
darah diastolik < 90 mmHg) menyebabkan meningkatnya risiko penyakit
kardiovaskuler, terutama pada pasien usia di atas 60 tahun. Tekanan darah sistolik
rata-rata 160 mmHg atau lebih tinggi selama lebih dari 3-6 bulan (meskipun telah
menjalani terapi tanpa obat) harus diturunkan pada pasien berusia diatas 60 tahun,
sekalipun hipertensi diastolik tidak ada. Pengobatan dengan pemberian tiazid
dosis rendah, bila perlu dengan tambahan beta bloker, memberikan hasil yang
efektif. Antagonis kalsium dihidropiridin kerja panjang dianjurkan apabila tiazid
dikontra-indikasikan atau tidak dapat ditoleransi. Pasien dengan hipertensi
postural yang parah tidak boleh menerima obat-obat antihipertensi.
Hipertensi pada diabetes, Untuk pasien diabetes, tujuan terapi adalah untuk
menjaga tekanan darah sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <80
mmHg. Meskipun demikian, pada beberapa pasien, mungkin tidak dapat dicapai
tahap ini meskipun sudah mendapat pengobatan yang tepat. Kebanyakan pasien
memerlukan obat antihipertensi kombinasi. Hipertensi umumnya terjadi pada
pasien diabetes tipe 2 dan pengobatan dengan antihipertensi mencegah komplikasi
makro dan mikrovaskuler. Pada diabetes tipe 1, hipertensi biasanya menandakan
adanya nefropati akibat diabetes. Penghambat ACE (atau antagonis reseptor
angiotensin II) mempunyai peranan khusus pada tatalaksana nefropati akibat
diabetes; pada pasien diabetes tipe 2, penghambat ACE (atau antagonis reseptor
angiotensin II) dapat menunda perkembangan kondisi mikroalbuminuria menjadi
nefropati. Penghambat ACE dapat dipertimbangkan penggunaannya untuk anak-
anak dengan diabetes dan mikroalbuminemia atau penyakit ginjal proteinuria.
Hipertensi pada penyakit ginjal, Ambang batas untuk pengobatan dengan
antihipertensi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau proteinuria yang
menetap adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik 90 mmHg. Tekanan darah optimal adalah tekanan darah sistolik <130
mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg, atau lebih rendah jika proteinuria
lebih dari 1 g dalam 24 jam. Tiazid kemungkinan tidak efektif dan diperlukan
dosis tinggi diuretika kuat. Peringatan khusus untuk penggunaan penghambat
ACE pada gangguan fungsi ginjal, lihat bab 2.3.5, namun penghambat ACE dapat
efektif. Antagonis kalsium dihidropiridin dapat juga ditambahkan.
Hipertensi pada kehamilan, Tekanan darah tinggi pada kehamilan dapat
disebabkan hipertensi esensial sebelum hamil atau pre-eklamsia. Metildopa aman
pada kehamilan. Beta bloker efektif dan aman pada trimester ketiga. Pemberian
intravena labetalol dapat digunakan untuk mengendalikan krisis hipertensi;
sebagai alternatif, hidralazin dapat digunakan secara intravena. Penggunaan
magnesium sulfat pada pre-eklamsia dan eklamsia lihat bab 9.4.1.3.
Hipertensi yang meningkat cepat atau hipertensi yang sangat berat,
Hipertensi yang meningkat cepat (atau maligna) atau hipertensi yang sangat berat
(misalnya tekanan darah diastolik >140 mmHg) memerlukan pengobatan segera
di rumah sakit, namun kondisi tersebut bukan merupakan indikasi terapi
antihipertensi parenteral. Pengobatan yang lazim sebaiknya secara oral dengan
beta bloker (misalnya atenolol atau labetalol) atau antagonis kalsium kerja
panjang (misalnya amlodipin). Dalam 24 jam pertama, tekanan darah diastolik
sebaiknya turun sampai dengan 100110 mmHg. Kemudian pada 2 sampai 3 hari
selanjutnya tekanan darah sebaiknya diturunkan sampai normal dengan
menggunakan beta bloker, antagonis kalsium, diuretika, vasodilator, atau
penghambat ACE. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat mengurangi
perfusi organ yang dapat menyebabkan infark serebral dan kebutaan, fungsi ginjal
memburuk, dan iskemia miokard. Jarang diperlukan antihipertensi parenteral;
infus natrium nitroprusid merupakan obat pilihan pada saat diperlukan pengobatan
secara parenteral (kondisi yang jarang terjadi).
Hipertensi emergensi, Pada anak-anak, hipertensi emergensi disertai
dengan tanda-tanda seperti ensefalopati hipertensi, termasuk kejang. Penting
untuk memantau penurunan tekanan darah selama 72-96 jam. Cairan infus
mungkin diperlukan terutama selama 12 jam pertama untuk menambah volume
plasma apabila tekanan darah turun terlalu cepat. Pengobatan secara oral
sebaiknya dimulai segera setelah tekanan darah sudah terkendali. Penurunan
tekanan darah yang terkendali dapat dicapai melalui pemberian infus intravena
labetalol atau natrium nitroprusid Esmolol bermanfaat untuk penggunaan jangka
pendek dan mempunyai masa kerja singkat. Pada kasus berat yang jarang terjadi,
dapat digunakan nifedipin dengan bentuk sediaan kapsul.
Pada kasus pertama pasien yang bernama Bapak Anda awal berumur 59
tahun menderita hepertensi, dengan riwayat penyakit gagal jantung tekontrol
(120/80 mmHg) sedang pemeriksaan terakahir 180/100 mmHg dan pasien
beberapa hari terakhir menderita flu berat. Kemudian Dokter meresepkan obat
yaitu Captropil 12,5 gram 1x1, HCT 25 gram 1x1, fludexin dan Alprozolam.
Karena pasien tidak mengalami depresi maka alprozalom dihilagkan.

Captopril adalah obat tekanan darah tinggi atau hipertensi. Obat ini
merupakan obat pilihan pertama untuk penderita hipertensi tanpa komplikasi.
Terdapat bayak golongan obat antihipertensi. Captopril termasuk dalam golongan
obat inhibitor enzim angiotensin konverter (angiotensin-converting enzyme
inhibitor, ACEI). Captopril cepat bekerja dalam tubuh sehingga sering diberikan
untuk hipertensi gawat-darurat. Selain untuk hipertensi, captopril juga berkhasiat
untuk penyakit berikut: Gagal jantung kronik; Kelainan jantung kiri
pascaserangan jantung; Penyakit ginjal terkait penyakit gula (diabetes). Captopril
tidak boleh diberikan pada kondisi berikut: Alergi (hipersensitif) terhadap obat
golongan ACEI, Pasien tidak dapat berkemih (anuria), Penyempitan pembuluh
darah ginjal (stenosis bilateral arteri renal, Kehamilan trimester 2 dan 3 karena
berisiko menyebabkan kecacatan atau kematian janin. Secara umum, captopril
merupakan obat yang aman untuk hipertensi. Beberapa efek samping dan
persentase kemunculan efek samping yang pernah dilaporkan adalah,
Hiperkalemia (1-11%), Reaksi alergi (4-7%), Kemerahan pada kulit (4-7%),
Tekanan darah rendah (hipotensi) (1-2,5%), Gatal (2%), Batuk kering (0,5-2%),
Detak jantung cepat (takikardi) (1%), Nyeri dada (1%). Bila muncul efek
samping, captopril biasanya akan diganti dengan obat hipertensi dari golongan
lain. Captopril tersedia dalam kemasan tablet 12,5 mg, 25 mg, dan 50 mg.
Captopril tersedia sebagai obat generik maupun paten. Untuk pengobatan
hipertensi, captopril diberikan dalam dosis 25 mg sebanyak 2-3 kali per hari.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan respon pengobatan. Dosis untuk hipertensi
grade I biasanya 2-3 kali 25-50 mg, sendangkan untuk hipertensi grade II ialah 2-
3 kali 50-100 mg. Captopril juga biasa dikombinasikan dengna obat hipertensi
lainnya untuk mencapai goal terapi. Dosis maksimum yang masih diperbolehkan
ialah 450 mg per hari. Banyak pasien yang membeli bebas captopril, namun
sebaiknya diiringi dengan kontrol teratur ke tenaga medis untuk mengetahui
respon pengobatan dan kontrol tekanan darah.

Untuk mendapatkan khasiat pada pasien gagal jantung kronik, dosis awal
yang diberikan ialah 6,25-12,5 mg sebanyak tiga kali sehari. Dosis kemudian
ditingkatkan hingga 2-3 kali 50 mg. Untuk kelainan ginjal akibat sakit gula
(diabetes), captopril digunakan untuk mengurangi pengeluaran protein berlebihan
dari ginjal. Dosis yang diberikan ialah tiga kali 25 mg.

Hydrochlorothiazide adalah salah satu jenis diuretik, yaitu obat yang akan
meningkatkan pembentukan urine oleh ginjal. Fungsi tersebut akan membantu
mengurangi kadar cairan dalam tubuh. Hipertensi merupakan kondisi kesehatan
utama yang bisa ditangani dengan hydrochlorothiazide. Dengan mengendalikan
hipertensi, risiko stroke serta serangan jantung pun akan menurun. Obat ini juga
mungkin diresepkan untuk mengurangi penumpukan cairan dalam tubuh yang
disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, atau penyakit ginjal.

Meski bisa membantu mengendalikan hipertensi, hydrochlorothiazide


tidak akan menyembuhkan kondisi tersebut. Penerapan gaya hidup yang sehat dan
seimbang tetap dibutuhkan oleh pasien.

Jenis obat Diuretik


Golongan Obat resep
Manfaat Menangani hipertensi
Dikonsumsi oleh Dewasa
Bentuk Tablet

Peringatan : Wanita hamil, sedang merencanakan kehamilan, atau menyusui,


sebaiknya tidak mengonsumsi hydrochlorothiazide. Hindari mengemudi atau
mengoperasikan alat berat selama mengonsumsi hydrochlorothiazide. Obat ini
berpotensi menyebabkan pusing pada sebagian orang. Harap berhati-hati bagi
penderita anuria (tidak bisa buang air
kecil), hipotensi, diabetes, hipoglikemia, asma, penyakit hati, lupus, gangguan
ginjal, serta penyakit asam urat. Pastikan Anda menghindari konsumsi minuman
keras ketika menggunakan hydrochlorothiazide. Selama menggunakan
hydrochlorothiazide, beri tahu dokter sebelum menjalani penanganan medis apa
pun. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Dosis Hydrochlorothiazide : Sebelum memberikan hydrochlorothiazide,


dokter akan selalu memeriksa kondisi dan riwayat kesehatan pasien serta tingkat
keparahan hipertensi yang dialami. Oleh sebab itu, dosis yang diberikan pun bisa
beragam, Takaran umum yang dianjurkan adalah 12,5 mg dalam sehari. Dokter
kemudian akan memantau kondisi pasien dengan pemeriksaan rutin agar dosis
bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien, Mengonsumsi Hydrochlorothiazide
dengan Benar, Gunakanlah hydrochlorothiazide sesuai anjuran dokter dan jangan
lupa untuk membaca keterangan pada kemasan. Obat ini bisa diminum sebelum
atau sesudah makan dan hindari konsumsi minuman keras guna mencegah efek
samping., Jalanilah pemeriksaan kesehatan secara rutin ke dokter agar keefektifan
obat bisa dipantau. Penambahan atau pengurangan takaran hydrochlorothiazide
akan disesuaikan dengan perkembangan kondisi kesehatan pasien., Kulit pasien
berpotensi menjadi lebih sensitif terhadap sinar matahari selama mengonsumsi
hydrochlorothiazide. Gunakanlah tabir surya saat bepergian., Pengidap diabetes
yang mengonsumsi hydrochlorothiazide dianjurkan untuk lebih sering memeriksa
kadar gula darah. Obat ini berpotensi memengaruhi kadar gula dalam darah,
Perubahan gaya hidup juga sebaiknya dilakukan agar bisa memaksimalisasi
keefektifan hydrochlorothiazide. Contohnya dengan menerapkan pola makan yang
sehat dan seimbang, berolahraga secara teratur, serta berhenti merokok, Usahakan
untuk mengonsumsi hydrochlorothiazide pada jam yang sama tiap hari untuk
memaksimalisasi efeknya. Bagi pasien yang lupa mengonsumsi
hydrochlorothiazide, disarankan segera meminumnya begitu teringat jika jadwal
dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis
hydrochlorothiazide pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat,
Efek samping yang dipicu oleh obat umumnya berbeda-beda pada tiap orang.

Beberapa efek samping yang bisa terjadi saat mengonsumsi hydrochlorothiazide


adalah: Pusing, Insomnia, Batuk-batuk, Kelelahan., Sakit dada, Serangan jantung.,
Rhinitis, Bronkitis, Diare, Muntah, Sakit perut, Sakit punggung. Jika efek
samping yang terjadi terus berkepanjangan, mengganggu aktivitas, atau Anda
mengalami reaksi alergi, segera temui dokter atau datangi rumah sakit terdekat

Fludexin Tidak boleh diberikan paada penderita yang peka terhadap obat
simpatomimetik lain. Penderita tekanan darah tinggi berat, dan yang mendapat
terapi obat antidepresan tipe penghambat Monoamin Oksidase (MAO). Tidak
boleh melebihi dosis yang dianjurkan. Komposisi Tiap tablet mengandung :
Paracetamol 500 mg Klorfeniramin maleat 2 mg, Fenilefrin 7,5 mg,
Dekstrometorfan Hbr 15 m
Cara kerja Bekerja sebagai analgesik-antipiretik,antitutuf, antihistamin dan
dekongestan hidung.. Indikasi Untuk meringankan gejala-gejala flu seperti
demam, sakit kepala, hidung tersumbat dan disertai batuk. Kontra Indikasi
Penderita dengan gangguan fungfi hati yang berat Penderita dengan gangguan
jantungdan diabetes militus, Penderita dengan hipersensitif terhadap komponen
obat. Dosis Dewasa ; 3 kali 1 tablet sehari (maksimum 3 tablet sehari), Anak-anak
6 -12 tahun ; 3 kali tablet sehari. Tidak boleh melebihi dosis yang.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini bahwa obat yang diresepkan oleh dokter
memiliki beberapa masalah yaitu obat Alprozolam, Biasanya obat ini digunakan
untuk mengatasi kecemasan dan serangan panik. Obat ini membuat penderita
merasa lebih tenang dan tidak terlalu tegang. Dosis obat ini sebaiknya diambil
yang paling rendah dengan frekuensi paling pendek sesuai dengan gejala yang
ada. Tetapi pada kenyataannya pasien tidak memiliki kecemasan atau serangan
panik, sehingga pasien tidak perlu diberikan obat tersebut.

Terapi non farmakologi yang diberaikan adalah


1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal,
tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.

3. Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau
hipnosis dapat mengontrol sistem saraf
4. yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
5. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
6. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
DAFTAR PUSTAKA

Amroni, 2007. Kapita Selekta Dispending I. Fakultas Farmasi UGM.

Direktort Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pharmaceutcal Care untuk
Penyakit hipertensi. Jakarta. Departemen Ksehatan.

Doengoes, M.E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta:
EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol


2. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta:


Aesculapius..

Priyanto, 2006. Identifikasi Jenis Obat Berdasarkan Gambar Logo Pada Kemesan
Menggunaa Metode Naive Bayes. Jurnal Sisfo. Vol.1 Ni 1..

Staf pengajar Fakultas Kedokteran UI. 1995. Kumpulan Kuliah Medikal Bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara.

Вам также может понравиться