Вы находитесь на странице: 1из 33

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat

gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi
kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. (Afriyanto, 2010)

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang Pada Balita


Terdapat dua faktor utama yang berpengaruh yaitu:
a) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain :
1) Ketersediaan pangan ditingkat keluarga
Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan ditingkat keluarga, hal ini sangat
tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota keluarga
untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Jika tidak cukup bisa dipastikan konsumsi
setiap anggota keluarga tidak terpenuhi. Padahal makanan untuk anak harus
mengandung kualitas dan kuantitas cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik.
2) Pola asuh keluarga
Yaitu pola pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya. Setiap anak
membutuhkan cinta, perhatian, kasih sayang yang akan berdampak terhadap
perkembangan fisik, mental dan emosional. Pola asuh terhadap anak berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gizi. Perhatian cukup dan pola asuh yang tepat akan
memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizi. Anak yang mendapatkan
perhatian lebih, baik secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapat
senyuman, mendapat respon ketika berceloteh, mendapatkan ASI dan makanan yang
seimbang maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebayanya
yang kurang mendapatkan perhatian orang tuanya.
3) Kesehatan lingkungan
Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh ketidak seimbangan
asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Masalah kesehatan
lingkungan merupakan determinan penting dalam bidang kesehatan. Kesehatan
lingkungan yang baik seperti penyediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat
akan mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi. Sebaliknya,lingkungan yang buruk
seperti air minum tidak bersih, tidak ada saluran penampungan air limbah, tidak
menggunakan kloset yang baik dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Infeksi
dapat20 menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asupan
makanan menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan kurang gizi
4) Pelayanan kesehatan dasar
Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa konseling,
terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh pada pertumbuhan anak. Pemanfaatan
fasilitas kesehatan seperti penimbangan balita, pemberian suplemen kapsul vitamin A,
penanganan diare dengan oralit serta imunisasi.
5) Budaya keluarga
Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan
seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang
sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur
tertentu. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan masyarakat
yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Misalnya, terdapat
budaya yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu untuk mengonsumsi hidangan
keluarga yang telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga. Apabila keadaan
tersebut berlangsung lama dapat berakibat timbulnya masalah gizi kurang terutama
pada golongan rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui , bayi dan anak balita.
6) Sosial ekonomi
Banyaknya anak balita yang kurang gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di tanah
air disebabkan ketidaktahuan orang tua akan pentingnya gizi seimbang bagi anak balita
yang pada umumnya disebabkan pendidikan orang tua yang rendah serta faktor
kemiskinan. Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena
alasan sosial ekonomi yaitu kemiskinan. Faktor karakteristik keluarga yang menjadi
pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil adalah pendapatan keluarga dan tingkat
pendidikan ibu. (Rahardjo, 2012)
7) Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya
pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat
meningkatkan daya beli makanan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2009)
8) Geografi dan Iklim
Geografi dan iklim berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat hidup sehingga
berhubungan dengan produksi makanan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2009).

b) Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi antara lain :
1) Usia
Usia akan menpengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua
dalam pemberian nutrisi anak balita.
2) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia,
semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk.
Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada
periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
3) Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan
asupan makanan menjadi rendah yang akhirnya menyebabkan kurang gizi
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2009).
Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan, yaitu:
a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunya absorbsi, dan
kebiasaan mengurangi makan pada pada saat sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan /zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan
perdarahan yang terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host)
dan parasit yang terdapat dalam tubuh. (Supariasa, 2012)

6. Penyebab Gizi Kurang


Pada umumnya kekurangan gizi sering diidentikkan dengan konsumsi makanan
yang tidak mencukupi kebutuhan atau anak sulit untuk makan. Sebenarnya, ada
berbagai penyebab yang menjadikan seorang anak dapat mengalami kekurangan gizi.
Berikut ini penyebab kekurangan gizi yang biasa terjadi. (Widodo, 2009)
a. Konsumsi makanan yang tidak mencukupi
b. Peningkatan penngeluaran gizi dari dalam tubuh
c. Kebutuhan gizi yang meningkat pada kondisi tertentu
d. Penyerapan makanan dalam sistim pencernaan yang mengalami gangguan
e. Gangguan penggunaan gizi setelah diserap

7. Gangguan Akibat Gizi Kurang


Gangguan akibat kekurangan gizi bergantung pada zat gizi yang mengalami
kekurangan, tetapi secara umum gangguan tersebut meliputi hal berikut :
a) Badan lemah, kurang energi untuk melakukan aktivitas.
b) Penurunan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi, misalnya menjadi
mudah terserang flu, diare dan borok kulit. Pada penderita penyakit infeksi tertentu,
penyakit tersebut menjadi tidak sembuh atau bahkan bertambah parah.
c) Pertumbuhan badan terhambat, terutama pada anak-anak tampak pada pertambahan
berat badan, otot lembek, dan rambut mudah rontok.
d) Kemampuan berpikir dan perkembangan mental terhambat sehingga seseorang
tampak bodoh dan mental yang kurang wajar, seperti mudah panik, tidak peduli,
gampang tersinggung, mudah marah, dan cepat putus asa. (Widodo, 2009)

8. Faktor Tidak Langsung yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi Balita :


a. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan
tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan
anak balita.

b. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu


Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan
atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik
terhadap bahan makanan itu. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi bahkan daun ubi
kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein di beberapa daerah masih
dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.

c. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan


Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan anak kecil membuat anak
sulit mendapat cukup protein. Beberapa orang tua beranggap ikan, telur, ayam dan
jenis makanan protein lainya memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang
terkena diare malah di puasakan (tidak diberi makanan). Cara pengobatan ini seperti ini
akan memperburuk gizi anak.

d. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu


Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai
faddisme makanan akan mengakibatkan tubu tidak memperoleh semua zat gizi yang
diperlukan.

e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat


Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita
gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah lahir.
Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI,
dengan penghentian pemberian ASI akan lebih cepat mendorong anak ke jurang
malapetaka yang menderita gizi buruk. Karena alasan inilah dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan gizi juga perlu dilakukan usaha untuk mengatur jarak
kelahiran dan kehamilan.

f. Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan.
Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan
yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.

g. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini
juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk
pertumbuhan. Penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah : diare, ISPA,
tuberculosis, campak, dan cacingan. (Marimbi, 2010)

9. Penanggulangan Masalah Gizi Kurang


Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar
departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan
pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial
ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil
pertanian dan teknologi hasil pangan. Semua upaya ini bertujuan untuk memperoleh
perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka ragam dan seimbang
dalam mutu gizi. (Almatsier, 2009)
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang antara lain :
a) Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional
b) Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga
c) Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan
d) Peningkatan upaya keamanan panganan dan gizi
e) Peningkatan komuikasi, informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat
f) Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang
bermutu
g) Pemberian makanan tambahan (PMT)
h) Peningkatan kesehatan lingkungan
10. Akibat Gizi Tidak Seimbang
a. Kekurangan Energi dan Protein
Berikut ini sebab-sebab kurangya asupan energi dan protein adalah :
a) Makanan yang tersedia kurang mengandung energi
b) Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan
c) Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam usus
terganggu
d) Kebutuhan yang meningkat, misalnya penyakit infeksi yang tidak diimbangi dengan
asupan yang memadai. (Proverawati, 2009)
e) Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan
menjadi 3 bentuk :
1) Marasmus
Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang tua.
Bentuk ini di karenakan kekurangan energi yang dominan
a. Tanda-tanda :
1. Muka
Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah pucat seperti orang tua. Anak
terlihat sangat kurus karena hilangnya sebagian lemak dan otot-ototnya.
2. Kulit
Kulit keriput, kering, tipis, tidak lentur, dingin dan mengendor disebabkan kehilangan
banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya.
3. Kelainan pada rambut kepala
Walaupun tidak seperti pada penderita kwarshiorkor rambut berubah warna kemerahan,
marasmus adakalanya tampak rambut kering, tipis dan mudah dicabut tanpa
menyisakan rasa sakit.
4. Perubahan mental
Anak menangis, rewel dan lesu, setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa
lapar. Kesadaran yang menurun terdapat pada penderita marasmus yang berat.
5. Lemak dibawah kulit
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
6. Otot-otot
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas
7. Abdomen
Perut dapat kembung dan datar. Dinding perut menegang, sementara kelenjar limfe
mudah sekali diraba.
8. Tanda-tanda vital
Detak jantung, tekanan darah dan suhu tubuh rendah, namun takikardi sering terjadi.
9. Berat badan
Berat badan penderita marasmus biasanya hanya sekitar 60% dari berat badan yang
seharusnya.
10. Penyulit
Penyulit yang paling lazim terjadi adalah gastroentestinal akut, dehidrasi, infeksi saluran
nafas, diare dan kerusakan mata akibat kekurangan vitamin A. (Arisman, 2007)
b. Penyebab :
1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan, akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis
pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang
kurang kuat.
5. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
6. Gangguan metabolic
Misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
7. Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan
menimbulkan marasmus.
2) Kwashiorkor
Anak terlihat gemuk semu akibat oedema, yaitu penumpukan cairan di sela-sela sel
dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubunya mengalami
pengurusan (Wasting). Wasting yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi
badanya.
a. Tanda-tanda :
1. Muka
Penderita tampak bulat dan pucat, ekpresi wajah tampak seperti susah dan sedih,
pandangan mata sayu.
2. Kelainan pada kulit tubuh
Kulit kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang mendalam dan lebar, terjadi
persisikan dan hiperpigmentasi. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda
yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
3. Kelainan pada rambut kepala
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa
sakit dan mudah rontok.
4. Perubahan mental
Terjadi perubahan mental menjadi apatis dan rewel
5. Lemak bawah kulit
Lemak bawah kulit masih cukup baik namun jaringan otot tampak mengecil
6. Otot-otot
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
Tonus dan kekuatan otot sangat berkurang.
7. Abdomen
Perut tampak menonjol karena penegangan lambung dan usus terpuntir. Perut anak
membuncit karena pembesaran hati.
8. Tanda-tanda vital
Takikardi jarang terjadi, sementara hipotermi dan hipoglikemi dapat terjadi.
9. Berat badan
Kekurangan berat badan setelah dikurangi cairan edema biasanya tidak separah
marasmus.
10. Penyulit
Penyulit yang biasanya terjadi sama dengan marasmus kecuali diare, infeksi saluran
nafas dan kulit yang berlangsung lebih parah. (Arisman, 2007)
b. Penyebab :
1. Pola makan
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting
terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan
pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan
politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu
dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga atau penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara KEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya KEP, walaupun
dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
3) Marasmik-kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor yang disertai oleh
edema. Gambaran yang utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit,
pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika
edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai
marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiorkor muncul secara bersamaan dan
didominasi oleh kekurangan protein yang parah. Kejadian ini di karenakan kebutuhan
energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupanya. (Marimbi,
2010)
b. Obesitas
Timbulnya obesitas dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya faktor keturunan dan
lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan
penggunaan. Obesitas sering ditemui pada anak-anak sebagai berikut :
a) Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol
b) Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat
c) Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi
d) Anak yang terlalu sering mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai
keinginan orang tua
e) Anak yang malas untuk beraktivitas fisik (Marimbi, 2010)
Penyebab balita kurang nafsu makan adalah :
1) Faktor penyakit organis
2) Faktor gangguan psikologis
a) Anak akan kehilangan nafsu makan karena suatu hal seperti ASI yang diberikan terlalu
sedikit sehingga bayi menjadi frustasi dan menangis
b) Anak terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam jumlah/takaran tertentu
c) Makanan yang disajikan membosankan atau tidak sesuai dengan yang diinginkan
d) Susu formula yang diberikan tidak disukai anak atau ukuran yang diberikan tidak sesuai
sehingga tidak dihabiskan
e) Suasana makan tidak menyenangkan
3) Faktor pengaturan makanan yang kurang baik

Macam Status Gizi


a. Klasifikasi Status Gizi
Tabel 2.1 Tabel Status Gizi yang disajikan dalam Z-Skor
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)
Berat badan menurut Gizi Lebih >+ 2 SD
umur (BB/U) Gizi Baik -2 SD sampai +2 SD
Gizi kurang < -2 SD sampai -3 SD
Gizi Buruk < 3 SD
Tinggi badan menurut Normal -2 SD
umur (TB/U) Pendek (stunted) < -2 SD

Berat badan menurut Gemuk >+ 2 SD


tinggi badan (BB/TB) Normal -2 SD sampai + 2 SD
Kurus (wasted) < -2 SD sampai -3 SD
Kurus sekali < 3 SD
Sumber : (Proverawati, 2011)

b. Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan atas:


1). Berat Badan / Umur
Status gizi diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalambulan yang
hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
2). Tinggi Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam bulan
yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
3). Berat Badan / Tinggi Badan
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan yang
hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
4). Lingkar Lengan Atas / Umur
Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu gizi
kurang dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 1,5 cm/tahun.
5). Parameter Berat Badan / Tinggi Badan banyak digunakan karena memiliki
kelebihan:
a) Tidak memerlukan data umur
b) Dapat membedakan proporsi badan ( gemuk, normal, kurus)
Penilaian Status Gizi
Status gizi pada masa balita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para
orang tua, karena kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang
irreversibel (tidak dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu
indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang lebih
fatal akan berdampak pada perkembangan otak. Fase perkembangan otak pesat pada
usia 30 minggu 18 bulan.
Status gizi balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam
bulan) dengan berat badan standar dengan menggunakan pedoman WHO-NCHS, bila
berat badanya kurang, maka status gizinya kurang. (Marimbi, 2010)

Metode Pengukuran Status Gizi


Adalah suatu pengukuran terhadap aspek yang dapat menjadi indikator status gizi,
kemudian dibandingkan dengan standar baku yang ada. Sistem penilaian status gizi
dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Pengukuran secara langsung
1) Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dan tingkat umur dan tingkat gizi. Secara umum antropometri digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. (Proverawati, 2011). Di bawah ini akan
diuraikan parameter tersebut.
a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi
badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat.

b) Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa
bayi normal atau BBLR. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk
melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis
seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Adanya tumor dapat menurunkan
jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang.

c) Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi
badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan.

d) Lingkar Lengan Atas


Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat
yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk
indeks status gizi.
1. Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang
memadai untuk digunakan di Indonesia.
2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan pengukur) relatif
lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan
gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari pada tinggi badan.
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah) tetapi kurang
sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa

e) Lingkar kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak
dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama,
akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.

f) Lingkar dada
Biasanya dilakukan pada anak umur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar
kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun,
rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat
kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot dan lemak pada
dinding dada

g) Jaringan lunak
Otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan organ yang cukup besar
dari berat badan, tetapi relative tidak berubah beratnya pada anak malnutrisi. Otot dan
lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP.
Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran
status gizi di masyarakat.

2) Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi.. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.
Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
(Proverawati, 2009)

3) Biokimia
Adalah pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi dan untuk
menentukan kekurangan gizi yang lebih spesifik.

4) Biofisik
Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.

b. Pengukuran secara tidak langsung


1) Survey Konsumsi
Adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survey ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
2) Statistik Vital
Adalah pengukuran dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan akibat penyebab tertentu dan data
lain yang berhubungan dengan gizi.
3) Faktor Ekologi
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi, dan sebagainya. Penggunaanya yaitu untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
(Proverawati,2009)

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Aziz Alimul, Hidayat,. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
2. A.Aziz Alimul, Hidayat,. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
3. Afriyanto, (2010) Keperawatan Keluarga dengan Kurang Gizi
4. Ali Zaidin,. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
5. Arisman, MB,. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta. EGC
6. Atikah Proverawati,. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
7. Atikah Proverawati,. 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
8. Ayu Bulan Febry,. 2013. Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan., Yogyakarta : Graha Ilmu.
9. B. Sutomo,. 2010. Menu Sehat Alami untuk Batita dan Balita. Jakarta : Demedia.
10. Bambang Swasto Sunuharjo,. 2009. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta :
Yayasan Ilmu Sosial.
11. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, (2009) Faktor faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Balita http://.rajawana.com/artikel/kesehatan/334-2-faktor-
faktor-yang-mempengaruhi-status-gizi-balita. (Online) Diakses tgl 22 - 03 2013.
12. Depkes R.I (2007) Faktor - faktor yang Mempengarui Status Gizi, Jakarta : Departemen
Kesehatan.
13. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2012), Upah Minimum Regional.
Jombang. Disnakertrans.
14. Hanum Marimbi,. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita., Yogyakarta : Nuha Medika. http://www.dokteranak.net/arsip/keperawatan-
keluarga-dengan-kurang-gizi. (Online) Diakses tgl 13-05-2013.
15. Indah Nugraheni,. 2007. Siklus Akuntasi. Yogyakarta : Kanisius, edisi 6.
16. Kukuh Rahardjo,. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
17. Mitayani,. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta : Tim.
18. Nursalam,. 2011. Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
19. Profil Data Kesehatan RI,.2011. Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan
per Umur (BB/U). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
20. Profil Dinas Kesehatan Jombang,. 2012. Status Gizi Balita Menurut Jenis Kelamin.
Dinas Kesehatan Jombang.
21. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,. 2011. Status Gizi Masyarakat. Dinas
Kesehatan Jawa Timur.
22. Rahayu Widodo,. 2010. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat Pada Anak. Jakarta :
EGC.
23. Soediyono Reksoprayitno,. 2009. Ekonomi Makro. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
(BPFE) : UGM.
24. Soekidjo Notoatmodjo,. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
25. Sunita Almatsier,. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia.
26. Supariasa,. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
27. Syafrudin,. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
28. T. Gilarso,. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta : Kanisius, edisi 5.
29. Waryana,. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.

Salah satu masalah pokok kesehatan di negara-negara berkembang termasuk


Indonesia adalah masalah gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan
oleh gizi kurang. Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup
dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi kurang yang pada umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas
lingkungan, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Sekitar 37,3 juta
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separuh dari total rumah tangga
mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi
kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang
gizi.
Menurut Depkes RI (2006) masalah kurang gizi masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan dapat menjadi penyebab kematian terutama pada kelompok
resiko tinggi (bayi dan balita). Menurut Alan Berg (1986), gizi yang kurang
mengakibatkan terpengaruhnya perkembangan mental, perkembangan jasmani, dan
produktifitas manusia karena semua itu mempengaruhi potensi ekonomi manusia.
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan yang penanggulangannya
tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Walaupun telah
banyak dilakukan penyuluhan tentang masalah kurang gizi namun masih banyak
masyarakat yang mengalami masalah-masalah gizi. Oleh karena itu, penyusun
berusaha mencari tahu berbagai hal tentang masalah gizi kurang di Indonesia
sebagaimana apa yang akan dibahas dalam makalah ini.
AB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gizi Kurang


Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan
semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi bersifat ringan
sampai dengan berat. Gizi kurang menggambarkan kurangnya makanan yang
dibutuhkan untuk memenuhi standar gizi.
Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu
zat gizi atau di dalam tubuh (Almatsier, 2005). Gizi kurang juga berarti, suatu kondisi
yang terjadi ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi penting tertentu, gagal
untuk memenuhi tuntutan tubuh yang menyebabkan efek pada pertumbuhan,
kesehatan fisik, suasana hati, perilaku dan fungsi-fungsi lain dari tubuh. Dengan
demikian menjadi kekurangan gizi tidak selalu berarti bahwa orang kekurangan berat
badan.
Masalah gizi kurang ini banyak dialami anak-anak sejak masih dalam kandungan
dan fatalnya, masalah tersebut kadang sangat sulit diatasi bahkan, tidak dapat
diperbaiki ketika anak menjelang dewasa. Golongan masyarakat yang rentan terhadap
gizi kurang adalah balita, ibu hamil dan menyusui.

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gizi Kurang

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang, antara lain :


1. Pola makan atau asupan gizi yang kurang dan pola hidup masyarakat.
2. Faktor sosial budaya
Yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga, banyak balita yang diberi makan
"sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi. Masalah lainnya juga berupa
pantangan untuk menggunakan makanan tertentu yang mungkin memiliki nilai gizi
tinggi namun, tidak dikonsumsi karena sudah merupakan tradisi yang turun-temurun
sehingga, dapat mempengaruhi terjadinya gizi kurang.
3. Faktor pendidikan
Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan masyarakat
yang pendidikannya relatif rendah seperti, pengetahuan orang tua tentang pentingnya
asupan makanan yang cukup nutrisi.
4. Faktor ekonomi dan kepadatan penduduk
Kemiskinan keluarga dan penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi. Rendahnya
pendapatan masyarakat dan laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan
bertambahnya
ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun bisa menjadi
penyebab terjadinya gizi kurang.
5. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi yang berpengaruh pada
tubuh. Faktor penyakit lain juga berpengaruh seperti, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.
6. Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik dan sehat dapat memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat
gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
7. Pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan
makan, merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya
berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh
lainnya.
8. Bencana alam, perang, kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan
rakyat. Banjir, tanah longsor, tsunami, letusan gunung berapi dan bencana alam lain
akan menghambat pemenuhan gizi di Indonesia. Bencana alam berpotensi menghalang
proses distribusi bahan makanan sehingga bahan pangan yang ada tidak terdistribusi
dengan baik.
9. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan
menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi di masyarakat
yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini
dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti
posyandu, pos kesehatan,dll.
C. Masalah Gizi Kurang yang Banyak Terjadi di Indonesia
Situasi global, untuk kejadian luar biasa, tingginya harga makanan akan
meningkatkan jumlah anak yang kekurangan gizi terutama di wilayah WHO yang
melaporkan penemuan kasus kekurangan gizi. Populasi di dunia 2008 yang
diperkirakan beresiko terhadap kurang gizi mencapai 44.967 juta orang yang tinggal di
wilayah perkotaan dan pedesaan, yang merupakan penyebab utama kematian (WHO,
2008).
Sedangkan di Indonesia, data susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi
kurang selalu menunjukkan peningkatan yaitu dari 12,66 % (2001), 14,28 % dan 14,33
% (2004) (Dinkes RI, 2004). Contoh masalah gizi kurang yang banyak terjadi di
Indonesia, antara lain :
1. KEP (Kekurangan Energi Protein) / PEM (Protein Energi Malnutrition)
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Menurut Supariasa (2000) Kurang Energi
Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu.
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang
pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya.
Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi. Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan
terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan
(Almatsier, 2003). Penyebab langsung dari KEP adalah kekurangan kalori protein.
(Sediaoetomo, 1999), masukan makanan yang kurang dan penyakit atau kelainan
yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorbsi dan lain-lain. Penyebab tak
langsung dari KEP sangat banyak, sehingga disebut juga sebagai penyakit dengan
kausa multifaktorial (Sediaoetomo, 1999). Dapat juga karena penyerapan protein
terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada
proteinuria (nefrosis), infeksi perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein
seperti pada keadaan penyakit hati kronik (Nelson, 1999).
Bentuk Kurang Energi Protein (KEP) pada dewasa dibagi dalam dua bentuk
yaitu Undernutrition (kurang zat gizi) dan Starvation (kelaparan) sedangkan, pada
anak-anak dalam bentuk PEM (Protein Energi Malnutrition) menurut Jelliffe mencakup
seluruh kelompok umur anak, dikelompokkan menjadi : PEM ringan, PEM sedang dan
PEM berat yang terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui. KEP
pada derajat ringan dan sedang hanya menunjukkan gejala-gejala gizi kurang seperti,
pertumbuhan dan berat badan kurang, kondisi badan yang tampak kurus, ukuran
lingkar lengan menurun, aktivitas dan perhatian kurang namun, tidak banyak ditemukan
kelainan seperti, kelainan kulit dan rambut. Sedangkan, KEP pada derajat berat (gizi
buruk) yang dibedakan menjadi tiga tipe yaitu kwashiorkor, marasmus dan marasmus-
kwashiorkor terdapat gangguan pertumbuhan, muncul gejala klinis dan kelainan
biokimiawi yang khas.
a. Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi (kalori) pada makanan yang menyebabkan
cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional.
Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan
penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering diare.
Gejala Klinis marasmus, antara lain :
Wajah seperti orang tua

Cengeng dan Rewel

Mata tidak bercahaya

Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC)

Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit)

Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pants)

Perut cekung

Iga gambang (tulang rusuk menonjol).

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan


sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski
penyebab utama kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan
yang dikonsumsi kurang menggandung nutrien lain serta konsumsi daerah setempat
yang berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Gejala Klinis kwashiorkor, antara lain :
Edema (pada kedua punggung kaki, bisa seluruh tubuh), dan bila ditekan lama
kembali

Rambut tipis, warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
Kelainan kulit (dermatosis) dan pembesaran hati

Wajah membulat dan sembab

Pandangan mata sayu, apatis dan rewel

Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA dll

Otot mengecil (hipotrofi).

c. Marasmus-Kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor pada dasarnya adalah campuran dari gejala marasmus


dan kwashiorkor, ciri khas yang dapat terlihat secara klinis yakni :
Beberapa gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk dalam hal berat badan (BB/U)
dan bila dikonfirmasi dengan BB/TB dikategorikan sangat kurus.

Kwashiorkor secara klinis terlihat disertai edema yang tidak mencolok pada kedua
punggung kaki

Anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda klinis ini dapat di deteksi kekurangan
energi proteinnya melalui :
a. Penimbangan bulanan di Posyandu termasuk upaya-upaya kejar timbangnya

b. Surveilens gizi/KLB gizi

c. Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Poliklinik KIA/tumbuh kembang.

2. GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)


Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala atau
kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus
menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan manusia (DepKes RI, 1996). Makin banyak tingkat kekurangan iodium
yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbulkannya, meliputi
pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul bisu-tuli dan gangguan
mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988), pertumbuhan yang tidak normal,
keterlambatan perkembangan jiwa, dan tingkat kecerdasan yang rendah.
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak
terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung
dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi
tanah dengan kadar iodium rendah.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah
yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan
hidup dan kulitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap
masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS), ibu hamil, anak
balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya
dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering
dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di
Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera
dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai
penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah
yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama
namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik
iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997). Wanita hamil didaerah endemik
GAKI akan mengalami berbagai gangguan kehamilan antara lain, abortus, bayi lahir
mati, dan hipothyroid pada neonatal.
3. AGB (Anemia Gizi Besi)
Sekitar 47% dari 25 juta anak balita dan 26,5% dari sekitar 80 juta anak usia
sekolah dan remaja di Indonesia mengalami anemia gizi besi (kurang darah), kata
Direktur Gizi Masyarakat Depkes, dr Rachmi Untoro MPH. "Secara klinis anemia gizi
besi ditandai gejala '5L' yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai," katanya pada Seminar
Dampak Anemia Gizi Besi terhadap Kecerdasan Anak, di Jakarta, Kamis (04/08).
Anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak pada peningkatan kesakitan
dan kematian, perkembangan otak, fisik, motorik, mental dan kecerdasan juga
terhambat, daya tangkap belajar menurun dan interaksi sosial berkurang.
AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB. Diantaranya pada
masa kehamilan, balita, remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu hamil,
prevalensi anemia defisiensi berkisar 45-55%, artinya satu dari dua ibu hamil menderita
AGB. Ibu hamil rentan terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang tersimpan
tidak sebanding dengan peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil, ditambah
dengan penambahan volume darah yang berasal dari janin. Wanita secara kodrat harus
kehilangan darah setiap bulan akibat menstruasi, karenanya wanita lebih tinggi
risikonya terkena AGB dibandingkan pria. Anak anak dan remaja juga usia rawan AGB
karena kebutuhan zat besi cukup tinggi diperluka semasa pertumbuhan. Jika asupan
zat besinya kurang maka risiko AGB menjadi sangat besar. Penyakit kronis seperti
radang saluran cerna, kanker, ginjal dan jantung dapat menggangu penyerapan dan
distribusi zat besi di dalam tubuh yang dapat menyebabkan AGB.
Menurut Soedjatmiko, anak yang sejak balita mengalami anemia ini tak bisa
diobati lagi. Sedangkan bagi anak yang terkena pada usia sekolah, masih bisa diobati
dengan memberikan suplemen zat besi. Prinsipnya, harus ada perubahan pola makan
yang sehat.
4. Kekurangan Vitamin A (KVA)
Kekurangan Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh
dunia terutama negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada
masa pertumbuhan (balita). Kekurangan vitamin A dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Anak yang menderita kurang vitamin A,
bila terserang campak, diare atau penyakit infeksi lain, penyakit tersebut akan
bertambah parah dan dapat mengakibatkan kematian. Infeksi akan menghambat
kemampuan tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan
mengikis habis simpanan vitamin A dalam tubuh.
Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menderita KVA, karena ASI merupakan sumber vitamin A yang baik. Rendahnya
konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan
kadar vitamin A yang rendah pada ASI.

Kekurangan vitamin A untuk jangka waktu lama juga akan mengkibatkan


terjadinya gangguan pada mata, dan bila anak tidak segera mendapat vitamin A akan
mengakibatkan kebutaan. Kekurangan vitamin A juga menyebabkan lapisan sel yang
menutupi paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki
mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini terjadi
pada permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan diare.
Vitamin A dapat diperoleh dari ASI atau makanan yang berasal dari hewan,
sayuran hijau serta buah. Dalam keadaan darurat, dimana makanan sumber alami
menjadi sangat terbatas, suplementasi kapsul vitamin A menjadi sangat penting untuk
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Masalah kurang vitamin A subklinis (kadar vitamin A dalam serum <20 ug/dl)
dibeberapa propinsi masih cukup memprihatinkan, karena 50% balita masih
mempunyai status vitamin A rendah. Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan
daya tahan tubuh terhadap penyakit yang berpengaruh pada kelangsungan hidup anak.
9,8 persen balita Indonesia masih kekurangan vitamin A. Program penanggulangan
Vitamin A di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1995 dengan suplementasi
kapsul Vitamin A dosis tinggi, untuk mencegah masalah kebutaan karena kurang
Vitamin A, dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian kapsul Vitamin A
menunjang penurunan angka kesakitan dan angka kematian anak (30-50%). maka
selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan
kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak.
D. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Gizi Kurang

Gizi kurang menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkann


banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras.
Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan
terganggu (Supariasa dkk,2002).

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah,
baik pada ibu maupun janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko
dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak
bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan


persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
Kekurangan gizi pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin
dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu hamil yang juga menderita Kurang Energi Protein
akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga
meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi
dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari
dapat mengurangi IQ anak. Secara umum gizi kurang pada bayi, balita dan ibu hamil
dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah.

Secara umum dampak gizi kurang antara lain, pertumbuhan anak menjadi
terganggu, produksi tenaga (energi) kurang sehingga mempengaruhi aktivitas,
pertahanan tubuh menurun dan terganggunya fungsi otak sehingga, dapat menciptakan
generasi dan SDM yang kurang berkualitas.
E. Cara Mencegah dan Menanggulangi Masalah Gizi Kurang

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi kurang antara lain, sebagai
berikut :
1. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan memperhatikan pola
makan yang teratur dengan gizi seimbang.
2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi
kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada
gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya.
3. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang
sesuai dengan tingkatan umur.
4. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu
untuk mengetahui apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar pada KMS.
Sehingga, jika tidak sesuai atau ditemukan adanya gejala gizi kurang maka hal tersebut
dapat segera diatasi.
5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang gizi melalui
penyuluhan kepada masyarakat luas terutama di daerah pedesaan dan di daerah
terpencil. Sebab, menurut Samuel, dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan
kesadaran akan pentingnya pemberian makanan bergizi yang seimbang sejak bayi dan
komposisi makanan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak mereka. Memberikan
makanan yang tepat dan seimbang kepada anak yang terdiri dari karbohidrat, protein,
lemak, mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan 10 % dari total kalori yang
dibutuhkan, sementara protein diberikan 12 % dari total kalori. Sisanya adalah
karbohidrat. Kuantitas makanan yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan
kebutuhan anak, karena masing-masing anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda
tergantung usia, gender dan aktivitas.
6. Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah.
Pemerintah harus meningkatkan kualitas posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya,
jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam
hal penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan tambahan, serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu.
7. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh kembang
seseorang, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi secara adekuat turut menentukan
kualitas tumbuh kembang sebagai sumber manusia di masa datang. Gizi kurang adalah
gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan. Adapun penyebab dari terjadinya gizi kurang adalah karena faktor
sosial, kemiskinan, laju pertambahan penduduk, infeksi, dan masih banyak lagi faktor-
faktor lainnya, baik yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah gizi merupakan hal
yang komplek di Indonesia. Sampai saat ini ada empat masalah gizi utama di
Indonesia, yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Kurang Vitamin A (KVA). Banyak faktor yang
mempengaruhi asupan gizi masyarakat tersebut. Dari hari ke hari angka dari masalah-
masalah di atas terus meningkat, yang secara otomatis juga meningkatkan angka
kematian penduduk. Dampak dari gizi kurang sangat berpengaruh pada kehidupan
seseorang secara keseluruhan seperti, gangguan fisik, mental dan kecerdasannya.
Adapun untuk mencegah gizi kurang adalah dengan PHBS dan peningkatan konsumsi
gizi yang cukup dan seimbang, penyuluhan, peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang gizi, dll. Jadi, secara keseluruhan upaya pencegahan dan penanggulangan
masalah gizi kurang yaitu berupa peran serta pemerintah, petugas kesehatan dan
seluruh masyarakat.
B. Saran
Sebaiknya, untuk mengurangi tingginya masalah-masalah gizi kurang di atas,
pemerintah mengadakan program yang lebih efektif dan berkesinambungan seperti,
meningkatkan upaya kesehatan ibu untuk mengurangi bayi dengan berat lahir rendah,
meningkatkan program gizi berbasis masyarakat, dan memperbaiki sektor lain yang
terkait erat dengan gizi (air, sanitasi, perlindungan, pemberdayaan masyarakat dan isu
gender), sehingga sedikit demi sedikit angka-angka akibat masalah gizi di atas dapat
dikurangi.
Perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai gizi kurang dan akibat
terparahnya yaitu gizi buruk serta, tindak lanjut terhadap faktor-faktor penyebabnya.
Sehingga, disini dibutuhkan peran penting dukungan sosial. Dukungan sosial
dibutuhkan karena masalah gizi kurang disebabkan oleh banyak factor, baik itu faktor
internal maupun eksternal. Agar upaya pembinaan suasana dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan gizi buruk berhasil dengan baik maka kemitraan dan advokasi
kesehatan juga perlu dilakukan, sehingga pemberdayaan masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi juga dapat berjalan dengan baik

Faktor Penyebab Gizi Kurang atau Gizi Buruk

Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:

1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait
langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun
kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal
ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data
Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara
kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah
gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil
pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.

2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi
yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi
terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan
protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin
dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.

3. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian
banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,
padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola
pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya
sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya
ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya
lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang
juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa
untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan
anak menderita gizi buruk.

Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam
pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya
dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu
( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan
kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga
anak menjadi sering sakit (frequent infection)

Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan
yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine
yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi
sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi.

II.3 Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan
keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.

Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi
buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.

Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah
mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding"

(pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan tubuh terhadap diet
yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet
seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar
sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.

Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan berdasarkan Z-


SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang diklasifikasikan sebagai
berikut

Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi)

Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD

Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD

II.3.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

a. Antropometri

1) Pengertian

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.

2) Penggunaan

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan


protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

3) Indeks Masa Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI)

Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa
Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau
cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan
meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu,
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia
harapan hidup yang lebih.

Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan


untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan
sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat
badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa
berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil,
dan olahragawan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut

Kategori Keterangan IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <>

Kurus sekali Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 18,4

Normal Normal 18,5 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 27,0

Obes Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat
badannya yaitu : jika 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) jika 2500 3900 gram Normal dan jika 4000 gram dianggap gizi lebih.

b. Klinis

1) Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid

2) Penggunaan

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu
tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit

c. Biokimia

1) Penertian

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot

2) Penggunaan

Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik

d. Biofisik

1) Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan

2) Penggunaan

Umumnya dapat digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi
gelap.

II.3.2 Penilaian Gizi secara tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi.

a. Survei Konsumsi Makanan

1) Pengertian

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi

2) Penggunaan

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang


konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

b. Statistik Vital

1) Pengertian

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dan
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan.
2) Penggunaan

Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung


pengukuran status gizi masyarakat.

c. Faktor Ekologi

1) Pengertian

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai


hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dll

2) Penggunaan

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab


malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.

II.4 Kompplikasi Gizi Kurang pada Balita

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak
terhadap sosial ekonomi keluarga maupun Negara, di samping berbagai konsekuensi yang
diterima anak itu sendiri.

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini
juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat
diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh
terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai
disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena
jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan
kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh.

Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak
dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap
pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil
pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun
terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat
beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri.

Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun),
dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi
ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali). Dampak terhadap pertumbuhan otak ini
menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital bagi anak untuk dapat menjadi
manusia yang berkualitas di kemudian hari.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap


perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,
gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah.
Kurang gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya
manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada
fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya
sebuah generasi penerus bangsa

Вам также может понравиться