Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi
kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. (Afriyanto, 2010)
b) Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi antara lain :
1) Usia
Usia akan menpengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua
dalam pemberian nutrisi anak balita.
2) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia,
semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk.
Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada
periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
3) Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan
asupan makanan menjadi rendah yang akhirnya menyebabkan kurang gizi
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2009).
Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan, yaitu:
a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunya absorbsi, dan
kebiasaan mengurangi makan pada pada saat sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan /zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan
perdarahan yang terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host)
dan parasit yang terdapat dalam tubuh. (Supariasa, 2012)
f. Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan.
Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan
yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
g. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini
juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk
pertumbuhan. Penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah : diare, ISPA,
tuberculosis, campak, dan cacingan. (Marimbi, 2010)
b) Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa
bayi normal atau BBLR. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk
melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis
seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Adanya tumor dapat menurunkan
jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang.
c) Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi
badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan.
e) Lingkar kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak
dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama,
akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.
f) Lingkar dada
Biasanya dilakukan pada anak umur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar
kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun,
rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat
kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot dan lemak pada
dinding dada
g) Jaringan lunak
Otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan organ yang cukup besar
dari berat badan, tetapi relative tidak berubah beratnya pada anak malnutrisi. Otot dan
lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP.
Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran
status gizi di masyarakat.
2) Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi.. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.
Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
(Proverawati, 2009)
3) Biokimia
Adalah pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi dan untuk
menentukan kekurangan gizi yang lebih spesifik.
4) Biofisik
Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.
DAFTAR PUSTAKA
1. A.Aziz Alimul, Hidayat,. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
2. A.Aziz Alimul, Hidayat,. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
3. Afriyanto, (2010) Keperawatan Keluarga dengan Kurang Gizi
4. Ali Zaidin,. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
5. Arisman, MB,. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta. EGC
6. Atikah Proverawati,. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
7. Atikah Proverawati,. 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
8. Ayu Bulan Febry,. 2013. Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan., Yogyakarta : Graha Ilmu.
9. B. Sutomo,. 2010. Menu Sehat Alami untuk Batita dan Balita. Jakarta : Demedia.
10. Bambang Swasto Sunuharjo,. 2009. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta :
Yayasan Ilmu Sosial.
11. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, (2009) Faktor faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Balita http://.rajawana.com/artikel/kesehatan/334-2-faktor-
faktor-yang-mempengaruhi-status-gizi-balita. (Online) Diakses tgl 22 - 03 2013.
12. Depkes R.I (2007) Faktor - faktor yang Mempengarui Status Gizi, Jakarta : Departemen
Kesehatan.
13. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2012), Upah Minimum Regional.
Jombang. Disnakertrans.
14. Hanum Marimbi,. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita., Yogyakarta : Nuha Medika. http://www.dokteranak.net/arsip/keperawatan-
keluarga-dengan-kurang-gizi. (Online) Diakses tgl 13-05-2013.
15. Indah Nugraheni,. 2007. Siklus Akuntasi. Yogyakarta : Kanisius, edisi 6.
16. Kukuh Rahardjo,. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
17. Mitayani,. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta : Tim.
18. Nursalam,. 2011. Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
19. Profil Data Kesehatan RI,.2011. Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan
per Umur (BB/U). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
20. Profil Dinas Kesehatan Jombang,. 2012. Status Gizi Balita Menurut Jenis Kelamin.
Dinas Kesehatan Jombang.
21. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,. 2011. Status Gizi Masyarakat. Dinas
Kesehatan Jawa Timur.
22. Rahayu Widodo,. 2010. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat Pada Anak. Jakarta :
EGC.
23. Soediyono Reksoprayitno,. 2009. Ekonomi Makro. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
(BPFE) : UGM.
24. Soekidjo Notoatmodjo,. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
25. Sunita Almatsier,. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia.
26. Supariasa,. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
27. Syafrudin,. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
28. T. Gilarso,. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta : Kanisius, edisi 5.
29. Waryana,. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pants)
Perut cekung
b. Kwashiorkor
Rambut tipis, warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
Kelainan kulit (dermatosis) dan pembesaran hati
c. Marasmus-Kwashiorkor
Kwashiorkor secara klinis terlihat disertai edema yang tidak mencolok pada kedua
punggung kaki
Anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda klinis ini dapat di deteksi kekurangan
energi proteinnya melalui :
a. Penimbangan bulanan di Posyandu termasuk upaya-upaya kejar timbangnya
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah,
baik pada ibu maupun janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko
dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak
bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
Secara umum dampak gizi kurang antara lain, pertumbuhan anak menjadi
terganggu, produksi tenaga (energi) kurang sehingga mempengaruhi aktivitas,
pertahanan tubuh menurun dan terganggunya fungsi otak sehingga, dapat menciptakan
generasi dan SDM yang kurang berkualitas.
E. Cara Mencegah dan Menanggulangi Masalah Gizi Kurang
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi kurang antara lain, sebagai
berikut :
1. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan memperhatikan pola
makan yang teratur dengan gizi seimbang.
2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi
kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada
gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya.
3. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang
sesuai dengan tingkatan umur.
4. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu
untuk mengetahui apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar pada KMS.
Sehingga, jika tidak sesuai atau ditemukan adanya gejala gizi kurang maka hal tersebut
dapat segera diatasi.
5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang gizi melalui
penyuluhan kepada masyarakat luas terutama di daerah pedesaan dan di daerah
terpencil. Sebab, menurut Samuel, dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan
kesadaran akan pentingnya pemberian makanan bergizi yang seimbang sejak bayi dan
komposisi makanan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak mereka. Memberikan
makanan yang tepat dan seimbang kepada anak yang terdiri dari karbohidrat, protein,
lemak, mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan 10 % dari total kalori yang
dibutuhkan, sementara protein diberikan 12 % dari total kalori. Sisanya adalah
karbohidrat. Kuantitas makanan yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan
kebutuhan anak, karena masing-masing anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda
tergantung usia, gender dan aktivitas.
6. Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah.
Pemerintah harus meningkatkan kualitas posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya,
jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam
hal penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan tambahan, serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu.
7. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh kembang
seseorang, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi secara adekuat turut menentukan
kualitas tumbuh kembang sebagai sumber manusia di masa datang. Gizi kurang adalah
gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan. Adapun penyebab dari terjadinya gizi kurang adalah karena faktor
sosial, kemiskinan, laju pertambahan penduduk, infeksi, dan masih banyak lagi faktor-
faktor lainnya, baik yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah gizi merupakan hal
yang komplek di Indonesia. Sampai saat ini ada empat masalah gizi utama di
Indonesia, yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Kurang Vitamin A (KVA). Banyak faktor yang
mempengaruhi asupan gizi masyarakat tersebut. Dari hari ke hari angka dari masalah-
masalah di atas terus meningkat, yang secara otomatis juga meningkatkan angka
kematian penduduk. Dampak dari gizi kurang sangat berpengaruh pada kehidupan
seseorang secara keseluruhan seperti, gangguan fisik, mental dan kecerdasannya.
Adapun untuk mencegah gizi kurang adalah dengan PHBS dan peningkatan konsumsi
gizi yang cukup dan seimbang, penyuluhan, peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang gizi, dll. Jadi, secara keseluruhan upaya pencegahan dan penanggulangan
masalah gizi kurang yaitu berupa peran serta pemerintah, petugas kesehatan dan
seluruh masyarakat.
B. Saran
Sebaiknya, untuk mengurangi tingginya masalah-masalah gizi kurang di atas,
pemerintah mengadakan program yang lebih efektif dan berkesinambungan seperti,
meningkatkan upaya kesehatan ibu untuk mengurangi bayi dengan berat lahir rendah,
meningkatkan program gizi berbasis masyarakat, dan memperbaiki sektor lain yang
terkait erat dengan gizi (air, sanitasi, perlindungan, pemberdayaan masyarakat dan isu
gender), sehingga sedikit demi sedikit angka-angka akibat masalah gizi di atas dapat
dikurangi.
Perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai gizi kurang dan akibat
terparahnya yaitu gizi buruk serta, tindak lanjut terhadap faktor-faktor penyebabnya.
Sehingga, disini dibutuhkan peran penting dukungan sosial. Dukungan sosial
dibutuhkan karena masalah gizi kurang disebabkan oleh banyak factor, baik itu faktor
internal maupun eksternal. Agar upaya pembinaan suasana dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan gizi buruk berhasil dengan baik maka kemitraan dan advokasi
kesehatan juga perlu dilakukan, sehingga pemberdayaan masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi juga dapat berjalan dengan baik
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait
langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun
kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal
ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data
Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara
kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah
gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil
pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi
yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi
terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan
protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin
dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.
3. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian
banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,
padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola
pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya
sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya
ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya
lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang
juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa
untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan
anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam
pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya
dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu
( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan
kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga
anak menjadi sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan
yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine
yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi
sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi.
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan
keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi
buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah
mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding"
(pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan tubuh terhadap diet
yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet
seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar
sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi)
a. Antropometri
1) Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
2) Penggunaan
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa
Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau
cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan
meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu,
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia
harapan hidup yang lebih.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat
badannya yaitu : jika 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) jika 2500 3900 gram Normal dan jika 4000 gram dianggap gizi lebih.
b. Klinis
1) Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid
2) Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu
tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit
c. Biokimia
1) Penertian
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot
2) Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik
d. Biofisik
1) Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan
2) Penggunaan
Umumnya dapat digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi
gelap.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi.
1) Pengertian
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
2) Penggunaan
b. Statistik Vital
1) Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dan
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan.
2) Penggunaan
c. Faktor Ekologi
1) Pengertian
2) Penggunaan
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak
terhadap sosial ekonomi keluarga maupun Negara, di samping berbagai konsekuensi yang
diterima anak itu sendiri.
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini
juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat
diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh
terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai
disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena
jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan
kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh.
Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak
dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap
pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil
pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun
terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat
beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri.
Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun),
dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi
ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali). Dampak terhadap pertumbuhan otak ini
menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital bagi anak untuk dapat menjadi
manusia yang berkualitas di kemudian hari.