Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin

(HB) dalam darah kurang dari normal yang berbeda untuk setiap

umur dan jenis kelamin. Gejala dan tanda anemia yaitu keluhan

lemah, pucat, mudah pingsan sementara tekanan darah masih

dalam batas normal, dalam hal ini perlu dicurigai adanya anemia

defisiensi besi. Secara klinis dapat dilihat tubuh yang malnutrisi

(Saifudin, 2002).

Kadar hemoglobin adalah indikator yang paling lama

digunakan dibandingkan car lain, yaitu indikator kuantitatif untuk

menentukan defisiensi zat besi dengan tingkat yang paling parah,

penetapan Hb merupakan cara yang paling mudah dan sederhana

dan akan sangat berguna dalam pengukuran populasi dengan

prevelensi tinggi, pada kondisi ini hemoglobin mulai turun yang

menandakan terjadinya anemia ringan sampai berat (Briawan, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) World health

organization (WHO) memberikan batasan bahwa prevalensi anemia

di suatu daerah dikatakan ringan jika berada dibawah angka 10%

dari populasi target, kategori sedang jika 10-39% dan gawat jika

lebih dari 39%. 2013, prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%.

1
2

Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di indonesia sebesar

26,2 % yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan

(Febrina, 2015).
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan diseluruh

dunia terutama negara berkembang yang diperkirakaan 30%

penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada

masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia pada

remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi. Anemia defisiensi

zat besi lebih cenderung berlangsung dinegara sedang berkembang,

ketimbang negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen ( atau

kira-kira 1400 juta orang ) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di

negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan

prevelensi di negara maju hanya sekitar 8% ( atau kira-kira 100 juta

orang ) dari perkiraan populasi 1200 juta. Di indonesia, anemia gizi

masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama di indonesia,

disamping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein,

defesiesni vitamin A, dan gondok endemik (Husna, 2013).


Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dalam berbagai

hal baik fisik, mental, soial maupun emosional. Pertumbuhan dan

perkembangan yang terjadi pada masa remaja menyebabkan

banyak perubahan termasuk ragam gaya hidup dan perilaku

komsumsi remaja. Remaja yang masih dalam proses mencari

identitas diri seringkali mudah tergiur oleh modernisasi dan teknologi

karena adanya pengaruh informasi dan komunikasi. Sehingga


3

pengetahuan yang baik yang diketahui seringkali diabaikan,

khususnya pengetahuan tentang gizi pada remaja. Hal ini

berdampak pada terjadinya anemia (Sarwono, 2008).


Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevelensi anemia di

indonesia yaitu 21,7% diantaranya pada daerah perkotaan sebesar

20,65% dan di pedesaan sebesar 22,8% dan menurut jenis kelamin

pada laki-laki sebesar 18,4% sedangkan perempuan sebesar 23,9%,

sedangkan proporsi anemia menurut karakteristik usia yaitu 12-59

bulan 28,1%, 5-14 tahun 26,4%, dan 15-24 tahun 18,4%

(http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-7497

JURNAL.PDF, 2016).
Remaja putri memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk

menderita anemia dibandingkan remaja putra. Hal ini dikarenakan

remaja putri mengalami mentruasi pada setiap bulannya dan sedang

dalam masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan lebih banyak

asupan gizi. Selain itu, ketidakseimbangan mengkomsumsi zat besi

juga merupakan penyebab anemia pada remaja. Remaja putri biasa

sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang

membatasi komsumsi makanan, serta banyak juga menjadi

pantangannya, sehingga dalam komsumsi makanan tidak stabil,

serta pemenuhan gizinya kurang, bila asupan makanan kurang maka

cadangan besi banyak yang dibongkar, keadaan yang seperti inilah

mempercepat terjadinya anemia (Kirana, 2011).


4

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi jika

seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang.Pentingnya pengetahuan kesehatan

bagi remaja, remaja perlu mendapatkan informasi yang cukup,

sehingga mengatahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang

seharusnya dihindari. Dengan mengetahui tentang kesehatan pada

remaja, kita dapat menghindarai hal-hal yang mungkin akan dialami

oleh remaja yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang

kesehatan, salah satunya seperti anemia pada remaja, dengan

pengetahuan yang baik diharapkan perilaku mencegah anemia dapat

meningkat salah satunya remaja dapat memilih komsumsi makanan

yang baik yaitu makanan yang mengandung zat besi dan vitamin,

sehingga angka kejadian anemia pada remaja dapat berkurang.

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri

maupunorang lain. Status gizi yang baik adalah penting bagi

kesehatan setiap orang, termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan

anaknya. Setiap orang akan memiliki gizi yang cukup jika makanan

yang kita makan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan

tubuh. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting di

dalam penggunaan dan pemberian bahan makanan yang baik


5

sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang seimbang. Tingkat

pengetahuan seseorang berhubungan dengan latar pendidikannya.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh

Salah satu masalah serius yang menghantui dunia kini adalah

masalah komsumsi makanan olahan atau makanan cepat saji

semacam junk food yang makin digemati para remaja bukan hanya

sebagai makanan kecil bahkan sebagai makanan besar, seperti

yang ditayangkan dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral,

sering terlalu banyak gula serta lemak, disamping zat aditif.


Kebiasaan makan yag diperoleh semasa remaja akan

berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya,

setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan besi dapat

menimbulkan anemia dan keletihan, kondisi yang menyebabkan

mereka tidak mampu merebut kesempatan bekerja. Remaja

memerlukan lebih banyak besi dan wanita membutuhkan lebih

banyak lagi untuk mengganti besi yang hilang bersamaa dengan

darah haid (Husna, 2013).


Perilaku makan atau kebiasaan makan merupakan suatu

tingkah laku observasi yang dilakukan individu dalam rangka

memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar

yang bersifat fisiologis. Seorang remaja yang lebih sering

menghabiskan waktunya di luar rumah cenderung melewatkan waktu

makan dengan lebih sering mengkomsumsi makanan ringan atau


6

snack. Pada snack yang dikomsusmsi tersebut, pilihan remaja

biasanya jatuh pada makanan cepat, yang nyaman, tapi sering tinggi

kalori dan lemak. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi perillaku

makan remaja yaitu keteraturan makanan seperti memperlihatkan

waktu makan (pagi, siang, malam), kebiasaan makan dapat dilihat

dari cara makan, tempat makan dan beberapa aktifitas yang

dilakukan ketika makan, dari segi cara makan seperti duduk, berdiri

atau sambil berbaring ketika makan, kemudian alasan makan yaitu

makan dilkukan karena menurt kebutuhan fisiologis(rasa lapar),

kebutuhan psikologis (mood, suasana hati), dan kebutuhan sosial

(gengsi), kemudian jenis makanan serta perkiraan terhadap kalori-

kalori yang ada dalam makanan (Mardalena, 2017).


Menurut hasil penelitian yang di lakukan oleh Husna

ummiyyati tahun 2013 tentang hubungan tingkat pengetahuan

remaja putri tentang anemia dengan pola makan di kelas XII MAK Al-

Mukmin Sukoharjo didapatkan bahwa sebanyak 30 responden (51%)

pola makan remaja putri termasuk kategori kurang baik dan 26

responden (49%) pola makan remaja putri termasuk kategori cukup.

Hasill uji Chi Square yang dilakukan menunjukkan p=0,031<0,05

menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan

remaja putri tentang anemia dengan pola makan di kelas XII MAK Al-

Mukmin Sukoharjo.
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Novitasari

tahun 2014 tentang hubungan antara asupan besi, protein, vitamin


7

C dan seng dengan kadar Hemoglobin pada remaja putri di SMA

batik 1 Surakarta menyatakan bahwa asupan besi, asupan protein,

asupan seng dan asupan vitamin c sangat berpengaruh terhadap

pembentukan kadar hemoglobin. Apabila asupan tersebut di dalam

tubuh remaja kurang maka bisa menyebabkan anemia pada remaja.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa asupan besi, asupan

protein, asupan seng dan asupan vitamin c dari subjek penelitian

sebagai besar memiliki asupan yang kurang. Hasil uji korelasi yang

dilakukan menunjukkan besar p>0,05 yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan antara asupan besi, asupan protein, asupan seng dan

asupan vitamin c dengan kadar hb pada remaja putri di SMA Batik 1

Surakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Lewa farid tahun 2016 tentang

hubungan asupan protein, zat besi dan vitamin C dengan kejadian

anemia pada remaja putri di MAN 2 MODEL PALU menyatakan

sebagian besar asupan protein, zat besi dan vitamin C responden

pada kategori kurang. Sebagian besar responden tidak mengalami

anemia. Hasil uji fisher exact yang dilakukan menunjukkan p>0,05

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein, zat

besi, dan vitamin C dengan kejadian anemia pada remaja putri MAN

2 Model Palu.
Hasil studi pendahuluan yang di lakukan dengan teknik

wawancara pada tanggal 9 maret 2017 didapatkan 15 siswi di kelas

XI, XII, XIII SMA ADI SUCIPTO KABUPATEN KUBU RAYA, 12 orang
8

tidak mengetahui tentang anemia dan memiliki kebiasaan makan

kurang baik yaitu lebih memilih makanan kecil dibanding nasi, lauk

dan sayuran yang telah disediakan, sedangkan 3 orang lainnya

mengetahui apa itu anemia dan memiliki kebiasaan makan yang

baik. Dari hasil studi pendahuluan yang didapatkan ternyata masih

banyak siswi yang pengetahuannya kurang mengenai anemia dan

dikarenakan kebiasaan makan siswi di SMA ADI SUCIPTO juga masi

kurang baik maka dari itu saya tertarik ingin melakukan penelitian ini.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Hubungan antara pengetahuan dan

kebiasaan makan dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di

SMA ADI SUCIPTO KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2017.

2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang

ingin penulis ketahui adalah Apakah ada Hubungan antara

pengetahuan dan perilaku kebiasaan makan dengan kejadian

anemia pada remaja putri di SMA ADI SUCIPTO KABUPATEN KUBU

RAYA TAHUN 2017 ?.

3 Tujuan Penelitian
1Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Hubungan antara pengetahuan dan perilaku kebiasaan

makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA

ADI SUCIPTO KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2017.


9

2Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan

tentang anemia pada remaja putri di sma adi sucipto

kabupaten kubu raya tahun 2017


2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kebiasaan makan

pada remaja putri di sma adi sucipto kabupaten kubu

raya tahun 2017


3 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan

kadar hemoglobin pada remaja putri di sma adi sucipto

kabupaten kubu raya tahun 2017


4 Untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dengan

kadar hemoglobin pada remaja putri di sma adi sucipto

kabupaten kubu raya tahun 2017

4 Manfaat Penelitian
1 Bagi Remaja Putri SMA ADI SUCIPTO

Sebagai bahan masukan dalam memberikan

penuluhan dan sumber informasi untuk dilakukan

pemeriksaan kesehatan bagi remaja putri, khususnya tentang

anemia pada remaja putri. Hasil penelitian diharapkan

bermanfaat dalam pengembangan ilmu khususnya mengenai

anemia pada remaja putri.

2 Bagi Akademi Kebidanan Panca Bhakti


Bagi institusi pendidikan untuk menambah bahan

mengenai materi Hubungan antara pengetahuan dan

perilaku kebiasaan makan dengan kejadian anemia pada


10

remaja putri di SMA ADI SUCIPTO KABUPATEN KUBU

RAYA TAHUN 2017.


3 Bagi Peneliti
Bagi peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapat serta

mengembangkan ide atau kreativitas sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

5 Relevansi Penelitian
Anemia merupakan suatu kondisi medis dimana jumlah sel

darah merah atau jumlah hemoglobin yang ditemukan dalam sel-sel

darah merah menurun dibawah normal, Kebiasaan makan yag

diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam

fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Saat

ini kita ketahui di indonesia angka kejadian anemia pada remaja putri

masih lumayan cukup tinggi, maka dari itu peneliti ingin mengetahui

ada atau tidak hubungan antara pengetahuan dan perilaku

kebiasaan makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA

ADI SUCIPTO KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2017, menurut

peneliti penelitian ini masih relevan untuk diteliti dikarenakan

besarnya jumlah remaja yang mengalami anemia dikarenakan

tingkat pengatahuan serta perilaku yang buruk dalam kebiasan

mengkomsumsi makanan. Adapun yang pernah melakukan

penelitian tentang anemia pada remaja sebagai berikut :

Вам также может понравиться