Вы находитесь на странице: 1из 50

MAKALAH

Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap


Terbentuknya Masyarakat Madani di dalam
Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah PPKn yang dibina oleh
Bapak Ade Engkus Kusnadi S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

Nadia Fairuz Aprilia (10615038)

Feri Vernando Salim (12215016)

Kevin Fajar Pratama (13115009)

Muhammad Khazmy (13115092)

Teddy Heyono (13315061)

Asep Suherman (14415026)

Diar Purnama Putra (15315077)

Fathia Anditia Resapati (18215031)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah ................................................................. 2

BAB II ISI MAKALAH.................................................................................................... 3

2.1 Gambaran Umum Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap

Terbentuknya Masyarakat Madani di dalam KM ITB ....................... 3

2.1.1 Hakikat, Tujuan, dan Prinsip-Prinsip Demokrasi ................................. 3

2.1.2 Dasar Hukum Negara Demokrasi ........................................................... 5

2.1.3 Perkembangan Budaya Demokrasi Sepanjang Sejarah Indonesia ...... 8

2.1.4 Partisipasi Masyarakat dalam Demokrasi............................................ 15

2.1.5 Pengertian Masyarakat Madani ............................................................ 18

2.1.6 Karakteristik Masyarakat Madani ....................................................... 20

2.1.7 Perkembangan Masyarakat Madani di Indonesia : Antara Teori dan

Praktik .................................................................................................... 21

i
2.1.8 Definisi dan Konsepsi KM ITB dalam Rangka Penyampaian Aspirasi

................................................................................................................. 23

2.1.9 Pemira sebagai Sarana Pesta Demokrasi KM ITB .............................. 26

2.2 Analisis Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap Terbentuknya

Masyarakat Madani di dalam KM ITB .............................................. 27

2.2.1 Gambaran Umum Pengetahuan Mahasiswa ITB tentang Demokrasi

dan Masyarakat Madani ...................................................................... 27

2.2.2 Gambaran Umum Budaya Demokrasi dalam Ruang Lingkup KM

ITB .......................................................................................................... 28

2.2.3 Analisis Tingkat Pengetahuan dan Partisipasi Mahasiswa dalam

Menyalurkan Aspirasi secara Demokratis.......................................... 29

2.2.4 Analisis Tingkat Pengetahuan dan Partisipasi Mahasiswa dalam

Pemira KM ITB..................................................................................... 32

2.2.5 Analisis Hubungan Budaya Demokrasi dengan Tingkat Partisipasi

Mahasiswa pada Pemira dan Terbentuknya Masyarakat Madani di

KM ITB .................................................................................................. 35

2.3 Solusi Permasalahan Budaya Demokrasi di KM ITB dalam Proses

Terbentuknya Masyarakat Madani ....................................................... 38

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 40

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 40

3.2 Saran....................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... vii

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap Terbentuknya Masyarakat Madani di

dalam Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Makalah ini disusun

dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn). Pengamatan ini dilakukan karena penulis merasa

bahwa animo mahasiswa dalam mengikuti rangkaian Pemira. Karena itulah kami

selaku penulis tertarik untuk mengangkat tema tersebut sebagai bahan

pengamatan.

Dalam penulisan makalah ini, tim penulis mengumpulkan bahan dengan mencoba

melakukan pengamatan secara langsung rangkaian Pemira dan menyebarkan

kuesioner kepada beberapa mahasiswa.

Ada kendala yang penulis rasakan saat membuat karya ilmiah ini. Salah satu

kendalanya adalah singkatnya waktu yang diberikan untuk melakukan penelitian

sehingga pengumpulan data mennjadi tidak maksimal dan tidak representative

terhadapa kenyataan yang sebenarnya.

Pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tim penulis yang tidak pernah berhenti memberikan

motivasi dan kasih sayang.

2. Semua keluarga tim penulis yang telah memberikan dukungan doa dan

materi demi kelancaran perkuliahan di ITB.

iii
3. Bapak Ade Engkus Kusnadi S.Pd., M.Pd. yang telah memberikan arahan,

saran, dan bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga kami

dapat memperbaiki kesalahan yang ada.

4. Teman-teman mahasiswa S1 ITB yang tela membantu terlaksananya

penelitian dalam pembuatan makalah ini.

Tidak ada gading yang tidak retak. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih

belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat kami nantikan guna untuk memperbaiki karya tulis ini menjadi lebih baik.

Bandung, Februari 2017

Tim Penulis

iv
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Pengetahuan Mahasiswa ITB tentang Demokrasi dan Masyarakat Madani ....... 27

Grafik 2 Keberjalan Demokrasi KM ITB menurut Mahasiswa ITB................................. 28

Grafik 3 Survei Pengetahuan Wadah Aspirasi .................................................................. 30

Grafik 4 Penyampaian Aspirasi ........................................................................................ 30

Grafik 5 Alasan Tidak Menyampaikan Aspirasi............................................................... 31

Grafik 6 Pengetahuan tentang Pemira ............................................................................... 33

Grafik 7 Partisipasi Hearing ............................................................................................. 33

Grafik 8 Partisipasi Pemilih .............................................................................................. 34

Grafik 9 Alasan KM ITB Belum Demokratis secara Keseluruhan ................................... 36

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan KM ITB................................................................................................. 25

Gambar 2 Partisipasi Massa ITB pada Pemira.................................................................. 35

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga Mahasiswa ITB atau yang biasa dikenal dengan KM ITB adalah sebuah

organisasi mahasiswa ITB yang dalam pelaksanaannya memakai konsep

demokrasi. Di dalam bagan KM ITB terdapat beberapa organisasi yang menjadi

pilar-pilarnya, yaitu kongres, kabinet KM ITB, MWA-WM, himpunan, unit, dan

seluruh anggota KM ITB. Dalam pemilihan garda terdepan setiap organisasi

biasanya dilakukan sebuah pemilu yang dilakukan secara demokratis.

Akhir-akhir ini telah terlaksana pemira (pemilihan raya) di jajaran mahasiswa S1

ITB untuk memilih Ketua Kabinet KM ITB (K3M ITB) untuk 1 tahun ke depan.

Namun, kami melihat hak yang diberikan kepada seluruh anggota biasa KM ITB

ini kurang dimanfaatkan dalam pemira sehingga suara yang masuk tidak mencapai

50% dari jumlah massa KM ITB, bahkan jauh di bawah itu. Serta dalam proses

pemilihan calon ketua, seperti dalam masa hearing visi misi calon K3M, jumlah

massa yang hadir jauh di bawah ekspektasi. Hal ini membuat kami ingin meninjau

sistem atau budaya demokrasi yang telah dilaksanakan di KM ITB dan pengaruh

dari sistem demokrasi tersebut dalam proses terbentukya keluarga mahasiswa

yang sudah benar-benar tahu dan melaksanakan sistem demokrasi secara sadar

dan tanpa paksaan.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan budaya demokrasi di KM ITB?

2. Apakah masyarakat madani sudah terbentuk dalam ruang lingkup KM

ITB?

3. Bagaimana hubungan perkembangan budaya demokrasi terhadap

terbentuknya masyarakat madani di dalam KM ITB

4. Bagaimana solusi untuk menciptakan budaya demokrasi yang lebih baik

di KM ITB?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan budaya demokrasi di KM ITB.

2. Untuk mengetahui pencapaian terbentuknya masyarakat madani dalam

ruang lingkup KM ITB.

3. Untuk mengetahui hubungan perkembangan budaya demokrasi terhadap

terbentuknya masyarakat madani di dalam KM ITB.

4. Untuk memberikan solusi dalam menciptakan budaya demokrasi yang

lebih baik di KM ITB.

2
BAB II

ISI MAKALAH

2.1 Gambaran Umum Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap


Terbentuknya Masyarakat Madani di dalam KM ITB

2.1.1 Hakikat, Tujuan, dan Prinsip-Prinsip Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki

hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.

Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi,baik secara langsung atau

melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan

adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat, dan

kratos yang berarti pemerintahan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, dan

mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan negara.

Dalam sistem pemerintahan demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan

rakyat. Tetapi, rakyat tidak melaksanakan kedaulatannya secara langsung. Rakyat

akan mewakilkannya kepada wakil-wakil rakyat. Kedaulatan rakyat yang

dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau

anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas.

Pemilihan presiden dan anggota-anggota parlemen secara langsung belum

menjamin bahwa negara tersebut adalah negara demokrasi. Karena hal itu hanya

3
sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walaupun perannya dalam sistem

Demokrasi tidak besar, pemilihan umum sering disebut Pesta Demokrasi. Ini

adalah salah satu akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih

terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus,

sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara,

masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang

sudah teruji mampu membangun negara. Dengan pengertian seperti itu, demokrasi

yang dipraktikkan adalah Demokrasi Perwakilan.

Adapun hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial politik.

Hal ini sesuai dengan tiga pilar penegak demokrasi, yaitu pemerintahan dari

rakyat (government of the people), pemerintahan oleh rakyat (government by the

people) dan pemerintahan untuk rakyat (government for the people). Jadi, untuk

dikatakan sebagai negara yang demokratis maka ketiga hal ini harus terpenuhi

dalam suatu negara.

Pemerintahan dari rakyat (government of the people) berarti suatu pemerintahan

yang sah adalah yang mendapat pengakuan dan dukungan dari mayoritas

rakyatnya yang dalam prakteknya dilakukan dengan mekanisme demokrasi,

pemilihan umum, pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu pemerintahan

sangatlah penting. Karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat

menjalankan roda pemerintahan dan program-programnya sebagai wujud dari

amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya.

Pemerintahan oleh rakyat (government by the people) berarti suatu pemerintahan

menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elit

4
negara atau elit birokrasi. Serta pemerintahan yang dijalankan harus diawasi oleh

rakyat. Pengawasan itu bisa dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun oleh

para wakil rakyat di parlemen.

Pemerintahan untuk rakyat (government for the peple) berarti segenap kekuasaan

yang dipercayakan oleh rakyat kepada pemerintah harus digunakan dan dijalankan

sebaik-baiknya demi kepentngan rakyat sendiri. Kepentingan rakyat umum harus

dijadikan landasan utama kebijakan suatu pemerintahan yang demokratis.

Demokrasi memiliki tujuan, salah satu tujuan demokrasi adalah menciptakan

kedaulatan negara kepada rakyat yang bertujuan menciptakan pemerintahan yang

legal dan dikehendaki oleh rakyat. Demokrasi, selaku sistem juga memiliki

prinsip sebagaimana sistem-sistem lainnya agar dapat berjalan dengan benar.

Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian

dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi

adalah kedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang

diperintah,kekuasaan mayoritas, hak-hak minoritas,jaminan hak asasi manusia,

pemilihan yang bebas, adil dan jujur, persamaan di depan hukum, proses hukum

yang wajar, pembatasan pemerintah secara konstitusional, pluralism sosial,

ekonomi, dan politik, nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama, dan mufakat.

2.1.2 Dasar Hukum Negara Demokrasi

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila,

masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat

berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa

5
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam

Undang-Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut

secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam

penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan

kekuasaan belaka (Machstaat).

2. Sistem Konstitusionil

Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak

bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah

Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang

menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi

konstitusionil. Di samping itu, corak khas demokrasi Indonesia, yaitu

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar.

Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum,

dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah

laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,

sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah

dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup.

6
Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan

Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia (demokrasi Pancasila).

Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln,

mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi

adalah suatu bentuk kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut konsep

demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan

rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warganegara.

Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna

diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populous tertentu,

yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak

preogratif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan

publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili

aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)

Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai

berikut:

1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan

dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang

mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran,

7
kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan

berkesinambungan.

2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan

oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.

3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak,

tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.

Dalam demokrasi Pancasila, keberagaman cita-cita demokrasi dipadukan dengan

cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Nilai-

nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila sebagai berikut :

1. Kedaulatan rakyat;

2. Republik

3. Negara berdasar atas hukum

4. Pemerintahan yang konstitusional

5. Sistem perwakilan

6. Prinsip musyawarah

7. Prinsip ketuhanan

2.1.3 Perkembangan Budaya Demokrasi Sepanjang Sejarah Indonesia

Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem

pemerintahannya. Namun, penerapan demokrasi di Indonesia mengalami beberapa

perubahan sesuai kondisi politik dan pemimpin kala itu. Berikut penjelasan

sejarah demokrasi di Indonesia. Sejarah demokrasi di Indonesia dari zaman

kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini.

8
Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus 1945,

dalam UUD 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

menganut paham demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi

Perwakilan.

2.1.3.1 Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan

Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin

kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan

baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan

masih terdapat sentralisasi kekuasaan, hal itu terlihat pada Pasal 4 Aturan

Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk

menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dan dibantu oleh

KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang

absolute, pemerintah mengeluarkan :

1. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah

menjadi lembaga legislatif.

2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan

Partai Politik.

3. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan

sistem pemerintahan presidensial menjadi parlementer.

9
2.1.3.2 Perkembangan Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan

UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Masa ini adalah

kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat

ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga

perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggidalam

proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan

dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang

mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Padatahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang

parlementer, dimana presiden sebagai kepala negara bukan sebagai kepala

eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat

tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik

demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

1. Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap

pengelolaan konflik

2. Landasan sosial ekonomi yang masih lemah

3. Tidak mempunyai konstituante untuk mengganti UUDS 1950

4. Persamaan kepentingan antara Presiden Soekarno dengan kalangan

Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang

berjalan

10
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli1959:

1. Bubarkan badan konstituante

2. Kembali ke UUD 1945 dan UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku

3. Pembentukan MPRS dan DPAS

2.1.3.3 Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong

diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan

berporoskan nasakom dengan ciri:

1. Dominasi Presiden

2. Terbatasnya peran partai politik

3. Berkembangnya pengaruh PKI

Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, Presiden Soekarno sudah

menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu

terjadi karena partai politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri

dan kurang memerhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Di

samping itu, Presiden Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi

parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh

Pancasila. Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang

dipenjarakan

11
2. Peranan parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan

presiden membentuk DPRGR

3. Jaminan HAM lemah

4. Terjadi sentralisasi kekuasaan

5. Terbatasnya peranan pers

6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G-30 September 1965 oleh PKI, menjadi

tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.

2.1.3.4 Perkembangan Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru

Pemerintahan orde baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir.

Soekarno sebagai presiden kedua Indonesia. Pada masa orde baru ini diterapkan

Demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model demokrasi inilah

yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.

Awal orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan di segala bidang

melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan

Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Namun

demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:

1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada

2. Rekrutmen politik yang tertutup

3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis

4. Pengakuan HAM yang terbatas

12
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru :

1. Hancurnya ekonomi nasional (krisis ekonomi )

2. Terjadinya krisis politik

3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orde baru

4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto

untuk turun dari jabatannya.

2.1.3.5 Perkembangan Demokrasi pada Masa Reformasi (1998-sekarang)

Sejak runtuhnya pemerintahan orde baru yang bersamaan waktunya dengan

lengsernya Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan

kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan

terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku

sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan terjadinya amandemen

UUD 1945 (bagian Batang Tubuh) karena dianggap sebagai sumber utama

kegagalan tatanan kehidupan kenegaraan di era orde baru.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden

Soeharto kepada Wakil Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara

lain:

1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok

reformasi

13
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang

Referendum

3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang

bebas dari KKN

4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan

Presiden dan Wakil Presiden RI

5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

6. Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemilihan umum sudah

empat kali yaitu tahun 1999,2004,2009,2014.

Demokrasi yang diterapkan negara Indonesia pada era reformasi ini adalah

demokrasi Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan

demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Perbedaan demokrasi reformasi dengan

demokrasi sebelumnya adalah:

1. Pemilu yang dilaksanakan (1999-2014) jauh lebih demokratis dari yang

sebelumnya.

2. Rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada

tingkat desa.

3. Pola rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara

terbuka.

4. Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan

menyatakan pendapat

14
2.1.4 Partisipasi Masyarakat dalam Demokrasi

Berpartisipasi merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan

berkelompok, dinegara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak

partisipasi masyarakat, lebih baik. Karena partisipasi menunjukkan bahwa warga

mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam

kegiatan-kegiatan itu.

Bentuk-bentuk partisipasi tersebut bisa berupa pemberian suara dalam pemilihan

umum. Di sini masyarakat turut serta memberikan atau ikut serta dalam memberi

dukungan suara kepada calon atau partai politik. Meningkatnya keterlibatan

masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan

semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Demokrasi

menghendaki adanya keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang

dilakukan negara. Rakyat diposisikan sebagai aktor penting dalam tatanan

demokrasi, karena pada hakikatnya demokrasi mendasarkan pada logika

persamaan dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang

diperintah. Keterlibatan masyarakat menjadi unsur dasar dalam demokrasi. Untuk

itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu

saja tidak boleh dilepaskan dari adanya keterlibatan masyarakat.

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilu menjadi indikator yang paling

mudah dalam menentukan sebuah negara tersebut demokratis atau tidak, karena

pemilu memberikan sebuah momentum kepada masyarakat untuk menentukan

arah perkembangan sebuah negara. Pada pemilu, masyarakat dapat memilih para

wakilnya dan menentukan siapa yang akan memimpin sebuah negara pada

15
nantinya. Untuk itu, momentum pemilu juga membutuhkan sebuah pemkasimalan

keterlibatan masyarakat. Tanpa adanya pemaksimalan pelibatan masyarakat, maka

pemilu hanya akan menjadi instrumen formal dan indikator penilaian demorkasi

saja, tanpa adanya substansi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam

proses penyelenggaran pemilu harus terus ditingkatkan. Namun, kondisi yang

terjadi tidaklah demikian, hasil evaluasi pemilu sebelumnya menunjukkan bahwa

tingkat partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu selalu menurun. Hal

ini dapat diketahui dengan semakin meningkatnya angka pemilih yang tidak

menggunakan hak pilihnya/menjadi golongan putih (golput) dalam pemilu. Pada

tahun 1955, angka golput mencapai hampir 13 persen, pada pemilu tahun 1971,

jumlah pemilih yang tidak hadir mencapai 6,67 persen. Pada pemilu 1977 jumlah

golput naik menjadi 8,40 persen dan kemudian angka golput sedikit turun pada

pemilu 1987 yaitu 8,39 persen. Namun angka golput ini kembali mengalamai

kenaikan pada pemilu 1992 yaitu 9,05 persen dan semakin naik pada pemilu 1997

dengan angka 12,07 persen. Angka golput terus meningkat pada pemlu 1999 yang

mencapai 10,4 persen dan pada pemilu 2004 sebesar 23,34 persen, serta pemilu

anggota legislatif pada tahun 2009 mencapai angka 29,01 persen. Tingginya

angka golput ini sungguh mengkhawatirkan, karena penurunan tingkat golput

telah mencapai hampir 30%. Ke depan, potensi golput dikhawatirkan semakin

tinggi. Hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada

Tanggal 1-12 Februari 2012 terhadap 2.050 responden dengan metode acak

bertingkat memperkuat dugaan tersebut. Survei menyatakan bahwa lebih dari 50

persen responden berpotensi tidak akan memilih pada pemilu 2014. Hanya 49

16
persen responden yang sudah mantap menentukan pilihan. Sebanyak 25 persen

belum menentukan pilihan dan 26 persen masih ragu-ragu dan belum mantap

dengan pilihannya. Menurut saya, hal ini terjadi karena terdapat sebuah kejenuhan

masyarakat terhadap sistem dalam pemilu itu sendiri. Sebagaimana diketahui, kini

sistem telah menentukan banyaknya pelaksanaan pemilu, dari pemilu legislatif,

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan Kepala Daerah. Selain itu,

pola tingkah laku para wakil rakyat dan banyaknya kepala daerah yang tidak bisa

menunjukkan kinerja lebih baik, sehingga masyarakat kurang mendapatkan

manfaat langsung dari adanya pemilu. Sebagaimana diketahui bersama, pola

tingkah laku para wakil rakyat kebanyakan sangatlah memprihatinkan. Tercatat

sejak 2007 sampai sekarang setidaknya 53 politisi di parlemen terjerat kasus

korupsi. 6 orang merupakan anggota DPRD, dan 47 anggota DPR RI. Catatan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tahun 2007 ada 2 orang yang

terjerat korupsi, 7 orang pada 2008, 8 orang pada 2009, 27 orang pada 2010, 5

orang pada 2011 dan sampai April 2012 ada 4 orang. Selain itu, sedikitnya sudah

290 kepala daerah tersangkut masalah hukum. Dari 290 itu, sebanyak 86,2 persen

di antaranya menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana karena melakukan

korupsi. Realitas ini tentu saja bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh

sistem demokrasi yang telah dibentuk. Fakta demikian, disertai kondisi yang tak

kunjung berubah dan aspirasi yang terabaikan, kemudian dapat dijadikan alasan

pembenar bahwa rakyat berhak merasa jenuh dan tidak percaya lagi terhadap para

pemimpin dan wakil yang telah dipilihnya.

17
Partisipasi lainya adalah dalam bentuk kontak/hubungan langsung dengan

penjabat pemerintah. Partisipasi dengan mencalonkan diri dalam pemilihan

jabatan publik dan partisipasi dengan melakukan protes terhadap lembaga

masyarakat atau pemerintahan.

2.1.5 Pengertian Masyarakat Madani

Secara umum pengertian masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab

dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Istilah masyarakat

madani diperkenalkan oleh mantan Wakil Perdana Meteri Malaysia yakni Anwar

Ibrahim. Menurut Anwar Ibrahim, arti masyarakat madani adalah sistem sosial

yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara

kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.

Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang melindungi warga negara

dari perwujudkan kekuasaan negara yang berlebihan. Masyarakat madani

merupakan tiang utama dalam kehidupan politik berdemokratis. Wajib bagi setiap

masyarakat madani yang tidak hanya melindungi warga negara dalam berhadapan

dengan negara, namun masyarakat madani juga dapat merumuskan dan

menyuarakan aspirasi masyarakat.

Selain pengertian masyarakat madani diatas, banyak ilmuwan yang

mendefinisikan pengertian masyarakat madani (civil society). Macam-macam

pengertian masyarakat madani menurut para ahli adalah sebagai berikut.

W.J.S Poerwadarminto: Menurut W.J.S Poerwadarminto, kata masyarakat

berarti suatu pegaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup

18
bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan tertentu.Sedangkan

kata madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, artinya kota. Jadi

secara etimologis, masyarakat madani berarti masyarakat kota. Meskipun

demikian, istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis,

tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk

penduduk kota. Dari sini masyarakat madani tidak asal masyarakat

perkotaan, tetapi memiliki sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu

berperadaban.

Rumusan PBB: Pengertian masyarakat madani menurut PBB, adalah

masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak

tanggung jawab manusia.

Thomas Paine: Menurut Thomas Paine bahwa arti masyarakat madani

adalah suatu ruang tempat warga dapat mengembangkan kepribadiannya

dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingan secara bebas dan tanpa

paksaan.

Nucholish Madjid: Pengertian masyarakat madani menurut Nurcholis

Madjid yang mendefinisikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang

merujuk pada masyarakat islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad

SAW di negeri Madinah.

Gellner: Menurutnya, pengertian masyarakat madani adalah sekelompok

institusi/lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk mencegah tirani

politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas.

19
Muhammad A.S. Hikam: Pengertian masyarakat madani menurut

Muhammad. A.S. Hikam adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang

terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan

dan keswadayaan, kemandirian tinggi terhadap negara, dan keterikatan

dengan norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti warganya.

Dawan Rahardjo: Menurutnya, pengertian masyarakat madani adalah

proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan

bersama.

M. Hasyim: Pengertian masyarakat madani menurut M. Hasyim adalah

masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun

berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia atau alam

lainnya.

2.1.6 Karakteristik Masyarakat Madani

2.1.6.1 Wilayah Publik yang Bebas

Wilayah publik yang bebas merupakan sarana warga negara untuk

mengemukakan pendapat.yang mana didalamnya semua warga negara memiliki

posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa

takut dan terancam.

2.1.6.2 Demokrasi

Demokrasi merupakan syarat mutlak terciptanya masyarakat madani. Demokrasi

adalah suatu tatanan politik sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan

untuk warga negara.

20
2.1.6.3 Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas dan/atau

pendapat yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Hal ini merupakan aspek

yang penting dalam masyarakat madani, sebab dengan adanya toleransi,

keharmonisan akan tetap terjaga walaupun dalam kondisi masyarakat yang

memiliki beragam latar belakang.

2.1.6.4 Kemajemukan

Kemajemukan atau pluralism yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan

mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus. Menurut Nurcholis Madjid,

konsep ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani dan bahkan

merupakan suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia.

2.1.6.5 Keadilan Sosial

Keadilan sosial yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta tanggung

jawab individu yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik, dan

pengetahuan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya monopoli

dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau

golongan tertentu.

2.1.7 Perkembangan Masyarakat Madani di Indonesia : Antara Teori dan


Praktik

Masyarakat madani di Indonesia sebenarnya sudah mulai dicita-citakan semenjak

terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika Hindia

Belanda menjajah Indonesia. Hal ini mendorong terjadinya pembentukan sosial

21
melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara

lain munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang mendorong

terbentuknya organisasi sosial modern. Pada masa demokrasi terpimpin, politik

Indonesia didominasi oleh penggunaan mobilisasi massa sebagai alat legitimasi

politik. Akibatnya setiap usaha yang dilakukan masyarakat untuk mencapai

kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra revolusi. Sehingga perkembangan

pemikiran menuju masyarakat madani kembali terhambat.

Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan secercah

harapan bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada masa orde

baru, dalam bidang sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan ekonomi, tergesernya

pola kehidupan masyarakat agraris, tumbuh dan berkembangnya kelas menengah

dan makin tingginya tingkat pendidikan. Sedangkan dalam bidang politik, orde

baru memperkuat posisi negara di segala bidang, intervensi negara yang kuat dan

jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan aparat keamanan. Hal tersebut

berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan partisipasi politik

masyarakat serta menyempitkan ruang-ruang bebas yang dahulu pernah ada,

sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan.

Setelah orde baru tumbang dan digantikan era reformasi, perkembangan

masyarakat madani mulai mendapat secercah harapan. Hal ini disebabkan oleh

pemenuhan hak asasi manusia setiap warga negara yang mengarahkan pada aspek

kemandirian dari setiap warga negara. Selain itu, ruang ruang bebas kembali

terbuka untuk masyarakat, dan kebebasan pers juga dijamin oleh pemerintah.

22
Namun demikian, tantangan untuk membentuk masyarakat madani di Indonesia

semakin besar. Dengan makin berkembangnya kebebasan berpendapat, hal ini

cenderung membuat masyarakat kebablasan dalam menyampaikan pendapatnya.

Hal ini dapat dilihat dari maraknya media pemberitaan yang cenderung tidak

netral, dan beredarnya berita hoax seiring dengan berkembangnya teknologi

informasi. Bahkan tak sedikit masyarakat yang membuat fitnah serta menjelek-

jelekkan sisi pribadi pemerintah secara tidak bertanggung jawab. Tantangan lain

juga datang dari keberagamaan yang terjadi di Indonesia. Seperti yang kita

ketahui, saat ini di Indonesia sedang maraknya kasus berbau SARA (Suku,

Agama, Ras, dan Antar golongan) serta penghinaan terhadap Pancasila. Hal ini

tentu dapat menghambat proses terbentuknya masyarakat Indonesia yang madani.

2.1.8 Definisi dan Konsepsi KM ITB dalam Rangka Penyampaian Aspirasi

Kongres KM-ITB merupakan badan perwakilan himpunan yang menjalankan

fungsi legislasi dan fungsi pengawasan di dalam sistem KM-ITB. Fungsi legislasi

adalah fungsi untuk membentuk peraturan dan perundangan-undangan yang

diwujudkan dalam bentuk pembahasan dan perubahan Konsepsi KM-ITB dan

AD/ART KM-ITB, pembuatan Ketetapan Kongres KM-ITB, dan pembuatan

Garis Besar Haluan Program KM-ITB dan Arahan Kerja MWA Wakil

Mahasiswa. Fungsi legislasi dijalankan dengan mekanisme sidang yang meliputi

sidang istimewa, sidang paripurna, sidang komisi, dan sidang darurat. Fungsi

pengawasan adalah fungsi untuk mengawasi keberjalanan KM-ITB. Fungsi

pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu fungsi pengawasan KM-ITB secara

23
keseluruhan dan fungsi pengawasan KM-ITB secara harian. Fungsi pengawasan

KM-ITB secara keseluruhan adalah pengawasan terhadap pergerakan KM-ITB

sebagai satu kesatuan utuh, baik ke dalam atau keluar sistem KM-ITB, dan fungsi

pengawasan harian melingkupi kondisi pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa di

masing-masing kampus dan kejadian-kejadian yang bersifat lokal pada suatu

kampus. Fungsi pengawasan KM-ITB secara keseluruhan dilakukan oleh anggota

KM-ITB melalui mekanisme Kongres KM-ITB secara keseluruhan, sementara

fungsi pengawasan KM-ITB secara harian dilakukan secara mandiri di masing-

masing kampus. Pengawasan secara mandiri berarti pengawasan akan dilakukan

secara mandiri yang dilakukan oleh perwakilan kampus disertai koordinasi

melalui mekanisme Kongres KM-ITB di masing-masing kampusnya. Fungsi

pengawasan harian di masing-masing kampus dilakukan dikarenakan keberjalanan

harian KM-ITB di suatu kampus lebih dipahami oleh mahasiswa kampus itu

sendiri.

Kongres KM-ITB menyusun kriteria program: Garis Besar Haluan Program KM-

ITB dan Arahan Kerja MWA Wakil Mahasiswa. Dalam penyusunannya, Kongres

KM-ITB wajib mempertimbangkan aspirasi dan program kerja yang berkembang

di himpunan dan unit serta aspirasi program pemenuhan kebutuhan seluruh

anggota KM-ITB. GBHP dan arahan kerja tersebut, kemudian diberikan kepada

Kabinet KM-ITB dan MWA Wakil Mahasiswa untuk diterjemahkan menjadi

rencana program pemenuhan kebutuhan kebutuhan seluruh anggota KM-ITB (P3)

dan program terpusat dengan memperhatikan kondisi massa himpunan, unit, dan

anggota KM-ITB secara keseluruhan.

24
Kongres KM-ITB menyusun Arahan Kerja Tim Beasiswa KM-ITB yang

bersendikan pada pemenuhan kebutuhan berupa kesejahteraan ekonomi bagi

mahasiswa KM-ITB. Pemenuhan ini membawa aspek kemandirian dan

pemberdayaan dari seluruh anggota sesuai dengan tujuan KM-ITB yang kemudian

akan disepakati bersama Tim Beasiswa KM-ITB. Hal ini merupakan bentuk

kontrol kepada Tim Beasiswa KM-ITB dengan memperhatikan idealisme Tim

Beasiswa yang bersifat sosial dan tidak politis. Kesepakatan antara Kongres KM-

ITB dan Tim Beasiswa KM-ITB merupakan bentuk usaha mengurangi

kepentingan politis dari Kongres KM-ITB kepada Tim Beasiswa KM-ITB.

Kongres KM-ITB kemudian mengawasi dan mengevaluasi program kerja yang

telah diturunkan dari Arahan Kerja Tim Beasiswa sebagai pemenuhan kebutuhan

seluruh anggota KM-ITB (P3).

Gambar 1 Bagan KM ITB

25
2.1.9 Pemira sebagai Sarana Pesta Demokrasi KM ITB

Pemira atau biasa disebut dengan pemilu raya, merupakan suatu acara yang

diadakan dengan maksud untuk memilih K3M atau Presiden KM untuk periode

selanjutnya. Pemira diadakan setiap 1 tahun sekali atau sesuai dengan masa

jabatan K3M dan diadakan menjelang berakhirnya masa jabatan K3M periode

tersebut.

Pemira ini dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk mengaplikasikan

paham demokrasi pada kehidupan mahasiswa di dalam kampus. Sebagai ajang

untuk memilih K3M sesuai keingannya danperwujudan dari pesta demokrasi

atau pemilihan pemimpin oleh rakyat dalam suatu sistem.

Dalam pelaksanan pemira, para mahasiswa sebagai bagian dari KM ITB dapat

memilih calon K3M sesuai dengan keinginannya, menyuarakan pendapat, dan

mempunyai hak suara sebagai rakyat dari KM ITB. Hearing calon ketua K3M

merupakan salah satu acara dalam pemira yang dapat digunakan sebagai sarana

untuk menyuarakan pendapatnya masing-masing sesuai dengan hakikat, tujuan,

dan prinsip-prinsip demokrasi. Hearing memberikan kesempatan kepada warga

kampus untuk bertanya dan menggali informasi tentang calon-calon K3M, visi-

misinya, karakteristik, bagaimana cara dia menghadapi permasalahan, dan

sebagainya. Setelah hearing berkali-kali barulah di akhir diadakan pemungutan

suara oleh panita pelaksana. Pemungutan suara ini merupakan aplikasi yang

paling penting dari sistem demokrasi karena pada tahapan ini kita menyuarakan

pendapat dan memilih calon yang menurut kita paling benar dan paling layak dan

suara kita menentukan bagaimana nasib KM ITB untuk 1 tahun mendatang. Bila

26
kita tidak menggunakan hak pilih kita, maka kita tidak ikut menentukan nasib dari

KM ITB. Oleh karena itu, pemira ini merupakan sarana pesta demokrasi yang

cukup baik karena di dalamnya kita dapat belajar berdemokrasi dengan benar dan

menjalankan prinsip-prinsip demokrasi sesuai dengan sistem negara kita yaitu

demokrasi Pancasila.

2.2 Analisis Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap Terbentuknya


Masyarakat Madani di dalam KM ITB

2.2.1 Gambaran Umum Pengetahuan Mahasiswa ITB tentang Demokrasi


dan Masyarakat Madani

Berdasarkan hasil kuesioner yang dilakukan terhadap 104 responden, terdapat

42,3% mahasiswa yang sekedar tahu mengenai demokrasi dan masyarakat madani

serta 38,4% mahasiswa yang lumayan tahu mengenai demokrasi dan masyarakat

madani.

Pengetahuan Mahasiswa ITB tentang Demokrasi dan


Masyarakat Madani
Sangat tahu Lumayan tahu Sekedar tahu Kurang tahu Tidak tahu
1% 0%

17%
42%

40%

Grafik 1 Pengetahuan Mahasiswa ITB tentang Demokrasi dan Masyarakat Madani

27
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa banyak mahasiswa ITB yang tidak

memahami arti demokrasi dan masyarakat madani secara mendalam dan

jumlahnya juga tidak mencapai setengah dari jumlah keseluruhan mahasiswa ITB.

Namun, persentase mahasiswa yang sama sekali tidak tahu mengenai demokrasi

dan masyarakat madani sangat sedikit yaitu demokrasi 0% dan masyarakat

madani 0,01%.

2.2.2 Gambaran Umum Budaya Demokrasi dalam Ruang Lingkup KM


ITB

Keberjalanan Demokrasi KM ITB menurut Mahasiswa ITB


Sangat demokratis Lumayan demokratis Setengah-setengah
Kurang demokratis Sangat tidak demokratis

0% 3%

19%
26%

52%

Grafik 2 Keberjalan Demokrasi KM ITB menurut Mahasiswa ITB

Berdasarkan hasil kuesioner, terdapat 52% mahasiswa ITB yang menganggap

demokrasi di KM ITB masih setengah-setengah. Beberapa alasannya antara lain

ada yang karena banyak mahasiswa yang merasa tidak terlibat langsung dalam

demokrasi ITB, hanya orang-orang tertentu yang sering terlibat sehingga menjadi

merasa kurang representatif. Namun, hal tersebut juga terjadi karena mahasiswa

28
biasa yang jarang terlibat politik kampus tidak terlalu peduli pada demokrasi yang

ada di kampus. Ada juga yang merasa aspirasi mereka tidak tersampaikan

meskipun telah ada wadahnya seperti kongres atau merasa sistemnya saja yang

sudah demokratis namun pada kenyataannya masih belum demokratis. Namun,

inti dari semua permasalahan tersebut yaitu kurangnya partisipasi dari mahasiswa

ITB itu sendiri mengenai demokrasi yang berlangsung dan banyaknya hal-hal

yang tidak transparan dalam sistem demokrasi di KM ITB.

2.2.3 Analisis Tingkat Pengetahuan dan Partisipasi Mahasiswa dalam


Menyalurkan Aspirasi secara Demokratis

Dalam menjalankan kegiatan kemahasiswaan yang demokratis tentu dibutuhkan

suatu sistem yang juga berasaskan demokrasi. Di KM ITB, ada suatu sistem yang

menjadikan mahasiswa sebagai rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi. Hal

ini telah tertuang pada konsepsi KM ITB yang telah dibahas pada subbab 2.1.9.

Namun setiap mahasiswa juga harus tahu sistem ini sehingga semuanya berjalan

dengan baik. Karena jika dasar dari berjalannya KM ITB ini tidak diketahui

masyarakat, maka akan menjadi sia-sia saja sistem yang sudah ditetapkan sejak

lama ini.

29
Survei Pengetahuan Wadah Aspirasi
Tidak Tahu
22%

Tahu
78%

Grafik 3 Survei Pengetahuan Wadah Aspirasi

Hasil penyebaran angket terhadap 104 mahasiswa ITB menghasilkan 81 orang

mengatakan mengetahui wadah untuk menyampaikan aspirasi sebagai jalan KM

ITB ke depannya. Tetapi dari 104 orang tersebut hanya 25 orang yang mengaku

pernah menyampaikan aspirasinya di KM ITB.

Penyampaian Aspirasi
100

80

60

40 Penyampaian Aspirasi

20

0
Pernah Tidak Pernah

Grafik 4 Penyampaian Aspirasi

Hal ini tentu menjadi sebuah tanda tanya besar ketika yang menyampaikan

aspirasi hanya sekian persen. Padahal 81 dari 104 orang mengetahui wadah dalam

menyampaikan aspirasi. Beragam alasan yang diutarakan ketika mereka belum

menyampaikan aspirasi. Sekitar 24 orang dari 81 responden yang belum

30
menyampaikan aspirasi tetapi sudah mengetahui wadahnya mengatakan belum

memiliki aspirasi. Yang ingin kami bahas di sini, aspirasi bukanlah selalu tentang

berbicara intim ataupun kajian mendalam bersama seorang senator. Ketika

seorang senator menyebarkan angket untuk mengambil pertimbangan penyusunan

GBHP untuk 1 tahun ke depan dari massa kampus, hal tersebut merupakan salah

satu wadah untuk menyampaikan aspirasi jika memang belum ada aspirasi khusus

dalam suatu kasus atau program tertentu. Faktanya juga ketika orang telah

mengetahui wadahnya, mereka belum tentu mengetahui bagaimana

menyampaikan aspirasi mereka ke kongres. Sedangkan bagian lain-lain berisi

jawaban yang beragam seperti kurang berani memberikan aspirasi ataupun tidak

memberikan alasan yang jelas.

Alasan Tidak Menyampaikan Aspirasi

30%
39%

10%
15%
6%

Belum ada aspirasi Ragu akan didengar Tidak tahu caranya


Kurang peduli Lain-lain

Grafik 5 Alasan Tidak Menyampaikan Aspirasi

Sehingga bisa dikatakan sebagian besar responden sudah mengetahui wadah yang

bisa dimanfaatkan dalam menyampaikan aspirasi. Tetapi faktanya hanya segelintir

yang mau memberikan aspirasi. Padahal ketikan menanyakan pentingnya

menyampaikan aspirasi dari angka 1-5, dari jawaban 104 responden

31
memunculkan rataan 3.8 yang berarti responden secara keseluruhan menganggap

menyampaikan aspirasi cukup penting. Tetapi hasilnya cukup bertolak belakang

dengan jumlah yang menyampaikan aspirasi. Walaupun jumlah responden ini

belum mencukupi, tetapi angka yang ada memunculkan pertanyaan apakah

memang kongres dan seluruh jajaran kabinet sudah bisa memenuhi kebutuhan

mahasiswa sebagai rakyat, ataukah memang rakyat yang menjadi kurang peduli

dan memunculkan mosi tidak percaya pada sistem yang ada di KM ITB? Hal ini

tentu menjadi tidak bagus jika menginginkan KM ITB yang demokratis.

2.2.4 Analisis Tingkat Pengetahuan dan Partisipasi Mahasiswa dalam


Pemira KM ITB

Dalam budaya demokrasi, kami melihat pemilu dalam sebuah negara atau lebih

khususnya pemira adalah salah satu budaya yang sering terlihat pada suatu negara

demokrasi. Sehingga tingkat partisipasi responden juga menjadi fenomena perlu

diamati dalam meneliti budaya demokrasi yang ada di KM ITB. Sebelum menilai

partisipasi massa kampus pada pemira, pemetaan nilai pengetahuan responden

terhadap pemira perlu dilakukan.

32
Pengetahuan tentang Pemira

5
4
3 Pengetahuan tentang
Pemira
2
1

0 10 20 30 40 50

Grafik 6 Pengetahuan tentang Pemira

Bisa dilihat persebaran data pada Grafik 6. Kebanyakan orang hanya sekedar tahu

mengenai pemira (samar-samar) dengan memilih jawaban 3. Rataan hasil survey

di samping adalah 3.8. Tidak heran jika total suara masuk dari seluruh daftar

pemilih tetap hanya 4015 suara. Bandingkan dengan jumlah mahasiswa ITB dari

angkatan 2013-2016 yang setiap angkatan berjumlah 3000-an orang.

Partisipasi Hearing
Pernah ikut Tidak Pernah

31%

69%

Grafik 7 Partisipasi Hearing

Grafik 7 mengenai partisipasi hearing di atas menunjukkan persentase dari 104

orang yang pernah ikut hearing ca-K3M. Terlihat hanya 31% yang pernah ikut

33
hearing. Dengan angka partisipasi hearing yang seperti ini maka tidak bisa

diharapkan pula angka partisipasi pemilih yang tinggi. Tetapi jika melihat

partisipasi memilih, 53% dari 104 responden mengaku pemilih.

Partisipasi Pemilih
Memilih Tidak Memilih

47%
53%

Grafik 8 Partisipasi Pemilih

Terdapat perbedaan angka yang harusnya beda tipis antara angka partisipasi

hearing dengan memilih. Namun, dari grafik terlihat perbedaan yang signifikan.

Bisa disimpulkan ada pemilih yang tidak pernah ikut hearing. Walaupun belum

meninjau alasan masing-masing responden, ini bisa memunculkan pertanyaan

apakah K3M yang telah terpilih beberapa hari yang lalu adalah hasil objektivitas

pemilih, atau hanya menjadi ajang penggelembungan suara secara sah? Tetapi

tetap saja kami masih beranggapan dengan jumlah responden yang kami dapat,

data ini belumlah bisa digunakan menjadi tolak ukur untuk kenyataan yang

terjadi.

34
Gambar 2 Partisipasi Massa ITB pada Pemira

2.2.5 Analisis Hubungan Budaya Demokrasi dengan Tingkat Partisipasi


Mahasiswa pada Pemira dan Terbentuknya Masyarakat Madani di
KM ITB

Hubungan budaya demokrasi yang ada di ITB dengan tingkat partisipasi

mahasiswa dalam pemira bisa dilihat dari data yang ada. Budaya demokrasi

memiliki kata budaya di depannya, yang artinya budaya adalah suatu hal yang

tercipta dari kebiasaan suatu populasi tertentu dalam waktu yang lama. Dengan

melihat struktur bagan KM ITB di subbab 2.1.8, kami bisa mengatakan para

mahasiswa ITB terdahulu sudah sangat baik dalam melakukan sistem demokrasi.

Mengingat sejarah panjang KM ITB dari mulai tahun 1960 hingga saat ini.

Walaupun sempat berganti-ganti nama dan format, dengan pola susunan dan

penyampaian aspirasi di atas sudah menunjukkan betapa budaya demokrasi sudah

tercipta dahulu dengan menciptakan KM ITB yang dari rakyat, oleh rakyat dan

untuk rakyat.

35
Tetapi saat ini kami melihat penyimpangan yang terjadi di dalam benak

mahasiswa ITB. Kami juga belum mengetahui di mana letak kesalahannya,

apakah di mahasiswa yang sudah berbeda generasi, atau karena sistem KM ITB

yang sudah tidak cocok lagi, atau malah sistem KM ITB yang sudah bagus tetapi

tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Alasan KM ITB Belum Demokratis Secara Keseluruhan


Pengambilan
keputusan
belum
meibatkan
seluruh massa
kampus
Lain lain 49%
35%

Perbedaan
antara massa
kampus dengan
elitis kampus
6%
Massa kampus
kurang peduli
10%

Grafik 9 Alasan KM ITB Belum Demokratis secara Keseluruhan

Jika meninjau jawaban responden, maka terlihat respon terbanyak adalah

pengambilan keputusan belum representatif dari seluruh mahasiswa S1 ITB yakni

sebanyak 49%. Dan skor rata-rata penilaian apakah KM ITB sudah demokratis

atau belum hanyalah 3.00 dari 1-5. Artinya keberjalanan sistem KM ITB saat ini

tidak terlalu demokratis berdasarkan penilaian 104 responden kami.

Berdasarkan data-data yang kami dapatkan, kami bisa menyimpulkan

(berdasarkan responden) jika KM ITB belum demokratis secara keseluruhan.

Walaupun budayanya sudah ada sejak dulu, tetapi dalam keberjalanannya masih

36
terhambat oleh banyak faktor yang masih belum diketahui. Dengan meninjau

terbentuknya masyarakat madani dari sisi demokrasi, bisa dikatakan kalau

masyarakat madani belum terbentuk di KM ITB. Angka pemilih yang seperti itu,

partisipasi hearing, kemudian penilaian responden terhadap sistem yang berjalan

di KM ITB, maka bisa dikatakan keberjalanan budaya demokrasi yang sudah

dibentuk oleh pendahulu sedang tidak berjalan dengan baik saat ini, sehingga

memunculkan suatu era yang memperlihatkan demokrasi ini hanya sebagai kata-

kata belaka. Sistem demokrasi kampus hanya berjalan sampai elitis himpunan

tanpa menyentuh anggota-angggotanya. Sehingga dalam pengambilan keputusan

di KM ITB, mahasiswa merasa tidak dilibatkan, sehingga kebanyakan memilih

apatis karena kebijakan yang ada tidak menyentuh mereka. Jika merujuk definisi

masyrakat madani oleh Muhammad A.S. Hikam yang menyatakan adalah

wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain

kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi terhadap

negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti

warganya., serta karakteristik masyarakat madani yang mencakup demokrasi dan

keadilan sosial, artinya masyarakat KM ITB belum memiliki kesukarelaan,

keswasembadaan dan keswadayaan, serta kemandirian tinggi terhadap sistem

pemerintahannya dan belum merasakan KM ITB yang demokratis serta keadilan

sosial yang belum tercapai, maka dapat dikatakan masyarakat madani belum

terbentuk di KM ITB ini.

37
2.3 Solusi Permasalahan Budaya Demokrasi di KM ITB dalam Proses
Terbentuknya Masyarakat Madani

Bahasan dari subbab 2.2 telah menunjukkan masalah yang terjadi di KM ITB.

Masalah yang terjadi saat ini adalah minimnya partisipasi massa kampus sebagai

anggota KM ITB dalam menjalankan budaya demokrasi yang sudah terbentuk

sejak dahulu. Baik itu karena massa kampus yang kurang peduli atau KM ITB

yang semakin ekslusif untuk pejabat-pejabat kemahasiswaan. Hal ini menjadikan

masyarakat madani akan sulit terbentuk di KM ITB.

Untuk menjawab pertanyaan dari masalah ini, tentu partisipasi massa kampus

harus kembali ditingkatkan. Walaupun memunculkan kesadaran demokrasi orang

lain itu cukup sulit, tapi cara ini menjadi satu-satunya solusi. Metodenya juga

harus sekreatif mungkin. Harus ada komunikasi dan kerjasama antara elemen

yang ada, yakni kabinet, kongres, HMJ, dan unit. Semuanya harus bisa merangkul

anggota-anggotanya agar tidak merasa ditinggalkan KM ITB. Kami menawarkan

adanya suatu mekanisme penarikan aspirasi yang lebih transparan dan personal.

Seperti ketika KM ITB ingin menyatakan sikap terhadap suatu permasalahan,

maka libatkanlah massa kampus secara keseluruhan. Tidak cukup hanya dengan

posting di grup LINE, atau hanya sekedar mengharapkan massa kampus peduli

terhadap isu yang ada. Kami juga menawarkan adanya suatu kebiasaan yang

dinamakan KM ITB Moment. KM ITB Moment ini adalah suatu proses

pencerdasan massa kampus terhadap isu terkini yang terjadi di kampus ITB

berupa suatu pemberitahuan suatu isu dalam 4-5 menit sebelum organisasi

memulai suatu forum, misalnya sebelum rapat, kajian, atau forum lainnya.

Melihat hasil kuesioner yang menyatakan 39% dari 81 orang belum tahu mau

38
menyampaikan aspirasi apa, kami menyimpulkan kalau orang-orang masih minim

informasi mengenai isu yang ada sehingga sulit untuk memberikan suatu aspirasi.

Metode ini akan membutuhkan seluruh elemen KM ITB untuk sepakat untuk

mengangkat isu apa untuk disampaikan ke massa kampus, agar isu terkait tidak

terkesan hanya sekedar gosip. Dengan mahasiswa yang sudah tercerdaskan

terhadap suatu isu, diharapkan mahasiswa menjadi lebih peduli terhadap keadaan

aktual KM ITB dan harapannya bisa mendorong mahasiswa dalam menjalankan

sistem demokrasi.

Tetapi solusi yang kami tawarkan ini memiliki kelemahan ketika seorang

mahasiswa tidak tergabung dalam organisasi apapun di kampus ini. Begitu pula

solusi ini tidak akan berjalan ketika kesadaran dari setiap mahasiswa untuk peduli

terhadap keadaan sekitar tidak ada.

39
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan tentang Pengaruh Budaya Demokrasi terhadap

Terbentuknya Masyarakat Madani di dalam KM ITB, maka diambil kesimpulan :

1. Budaya demokrasi sudah ada sejak awal terbentuknya KM ITB. Tetapi,

budaya yang sudah diciptakan oleh mahasiswa pendahulu telah mengalami

penurunan pada praktiknya sehingga memunculkan KM ITB yang sedang

mengalami degradasi pada sisi demokrasi.

2. Masyarakat madani belum terbentuk dalam ruang lingkup KM ITB.

3. Budaya demokrasi memiliki hubungan yang erat terhadap terbentuknya

masyarakat madani. Budaya demokrasi adalah salah satu karakteristik dari

terbentuknya masyarakat madani. Dengan budaya demokrasi di KM ITB

yang sedang mengalami perubahan dalam pelaksanaannya kini,

menyebabkan masyarakat madani belum terbentuk di KM ITB.

4. Solusi yang kami tawarkan dalam meningkatkan budaya demokrasi adalah

mekanisme pengambilan aspirasi yang lebih terbuka dan suatu program

KM ITB Moment untuk meningkatkan partisipasi massa kampus dalam

membentuk KM ITB yang lebih demokratis.

40
3.2 Saran

Penelitian yang dilakukan masih belum sempurna. Salah satu masalah terbesarnya

adalah responden yang sedikit dan belum bisa merepresentasikan keadaan yang

terjadi di KM ITB. Sehingga makalah ini belum bisa dijadikan tolak ukur keadaan

yang sebenarnya. Kesimpulan yang kami ambil hanyalah berdasarkan responden

yang kami dapat dan belum memenuhi untuk dikatakan mewakili kenyataan yang

terjadi dalam keseharian KM ITB. Untuk penyempurnaan penelitiaan ini

dibutuhkan waktu yang lebih lama, persiapan yang lebih matang, dan jumlah

responden yang representatif agar penelitian ini bisa menjadi acuan keadaan KM

ITB.

41
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya.

Konsepsi Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung Amandemen 2013

Safitri, Dewi.2013. Masyarakat Madani. Batu Sangkar.

Suroto. 2015. Konsep Masyarakat Madani di Indonesia Dalam Masa Postmodern.

Banjarmasin : Universitas Lambung Mangkurat.

Pustaka Internet

http://daffainfo.blogspot.co.id/2015/12/dasar-hukum-pelaksanaan-demokrasi-

di.html

http://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-

perkembangan-demokrasi-di.html

http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-masyarakat-madani-ciri.html

http://www.kompasiana.com/senatordenty/menengakkan-demokrasi-

meningkatkan-partisipasi-masyarakat-dalam-

pemilu_552e35bc6ea8341b228b456b

http://yandraprayoga.blogspot.co.id/2013/03/partisipasi-masyarakat-dalam.html

vii
https://febrisartika257.wordpress.com/tugas-media/internet-dan-web-

desain/artikel-makalah/partisipasi-masyarakat-dalam-politik-sebagai-

implementasi-nilai-nilai-demokrasi-di-indoneisa/

viii

Вам также может понравиться