Вы находитесь на странице: 1из 42

KOMUNIKASI SERAT OPTIK

OLEH :
PUTU RUSDI ARIAWAN
NIM : 0804405050

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT - JIMBARAN
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia – Nya paper ini dapat terselesaikan.
Penyusunan paper ini merupakan pengganti ujian akhir semester mata kuliah
bahan listrik program sarjana (S1) Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro
Universitas Udayana. Adapun judul paper ini adalah: “KOMUNIKASI SERAT
OPTIK”.
Saya menyadari bahwa apa yang tersusun dalam paper ini jauh dari apa yang
diharapkan secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan,
pengetahuan, dan pengalaman yang saya miliki. Maka dari itu, kritik, saran,
bimbingan, dan petunjuk – petunjuk dari semua pihak sangat saya harapkan guna
kelengkapan dan penyempurnaan paper ini.
Penyusunan paper ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Bapak
Ir. I Ketut Wijaya, selaku dosen mata kuliah bahan listrik yang telah memberikan
bimbingan dan nasehat selama penyusunan paper ini, dan kepada semua teman-
teman saya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan paper ini.
Akhir kata, saya harapkan paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
khususnya mahasiswa jurusan teknik elektro dan bagi perkembangan ilmu
teknologi informasi.

Penyusun

PUTU RUSDI ARIAWAN


DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
2.1 Pengantar ................................................................. 1
2.2 Rumusan masalah ................................................... 3
2.3 Tujuan penyusunan paper ....................................... 3

BAB II. KONSEP DASAR KOMUNIKASI OPTIK


2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik .................... 4
2.2 Sifat Cahaya ............................................................ 6
2.3 Komponen Utama Komunikasi Serat Optik ........... 9
2.4 Dipersi, Distorsi Pulsa, dan Laju Informasi ............ 17

BAB III. DISPERSI MEMBATASI KAPASITAS INFORMASI


SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK ...................... 30

BAB IV. ANALISA PENGARUH DISPERSI PADA TRANSMISI


SERAT OPTIK .................................................................. 32

BAB V. KESIMPULAN .................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA

PUTU RUSDI ARIAWAN ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Komunikasi telah menjadi kebutuhan pokok dalam dunia modern.


Kebutuhan untuk saling berhubungan dan bertukar informasi satu dengan yang
lain tanpa mempedulikan jarak, apakah hanya berjarak beberapa meter saja
(interkom), ribuan kilometer (interlokal), ataupun jutaan kilometer (di angkasa
luar). Upaya manusia untuk menyelenggarakan telekomunikasi telah lama tercatat
dalam sejarah peradabannya. Namun perkembangan yang nyata baru terjadi dalam
abad terakhir ini, sebagai hasil perkembangan teknologi elektronika.

Komunikasi data yang berkembang dengan pesat dewasa ini sesuai dengan
kemajuan teknologi dalam bidang telekomunikasi dunia yang sedang maju dengan
pesat serta pengaruh era globasasi dan arus informasi yang sangat diperlukan oleh
masyarakat modern. Kemajuan perekonomian serta majunya teknologi
telekomunikasi merupakan titik tolak dan potensi besar untuk dapat meningkatkan
dan mewujudkan berbagai jenis pelayanan komunikasi yang lebih canggih untuk
komunikasi suara, vidio dan data

Akhir-akhir ini permintaan masyarakat modern akan kebutuhan komunikasi


data dengan pesat. Untuk mentransfer data dalam jumlah besar dan memerlukan
keakuratan dan juga yang mampu menjaga kerahasian data tersebut. Keunggulan
fiber optik sebagai media transmisi terutama mampu meningkatkan pelayanan
sistem komunikasi data, seperti peningkatan jumlah kanal yang tersedia,
kemampuan mentransfer data dengan kecepatan mega bit /second, terjaminnya
kerahasiaan data yang dikirimkan, sehingga pembicaraan tidak dapat disadap,
tidak terganggu oleh gelombang elektromagnetik, petir atau cuaca.

Di dalam sistem telekomunikasi, keterbatasan utama yang sudah menjadi hal


umum adalah spektrum dan bandwidth. Namun adanya keterbatasan tidak selalu
berdampak buruk khususnya pada perkembangan di bidang telekomunikasi, Hal
menarik dari penggunaan cahaya di dalam sistem komunikasi serat optik adalah
fakta bahwa semakin tinggi frekuensi dari suatu gelombang pembawa (carrier),

PUTU RUSDI ARIAWAN 1


maka bandwidth atau kapasitas transmisinya pun akan semakin besar pula. Hal ini
berdasarkan perhitungan dimana bandwidth suatu sistem secara teoritis sebesar
10% dari frekuensi gelombang pembawanya. Dengan demikian, suatu sistem
komunikasi serat optik dengan panjang-gelombang sebesar 1550 nm, yang
merupakan cahaya tak tampak, secara teoritis dapat memiliki bandwidth sebesar
13
1,93 x 10 Hz (19,3 Thz).

Pada prakteknya, belum ada suatu sistem memiliki bandwidth yang


mendekati nilai teroritisnya tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dari
serat optik itu sendiri, dimana semakin besar informasi yang dibawanya, maka
akan semakin rentan pula media tersebut menyebabkan dispersi sinyal, suatu
keadaan dimana pulsa-pulsa cahaya mengalami pelebaran yang dapat
mengakibatkan tumpah tindihnya pulsa-pulsa tersebut di sisi penerima sehingga
informasi yang dikirimkan sulit untuk dideteksi. Akan tetapi seiring dengan
kemajuan teknologi, sebuah gelombang pembawa mampu mengangkut informasi
sampai puluhan Gbps (Gigabit per second) sebagai benih sistem berkapasitas
terabit bahkan petabit secara keseluruhan.

Besarnya bandwidth yang mencapai nilai fantastis pada beberapa sistem


bukanlah hal yang mubazir mengingat permintaan akan sambungan
telekomunikasi dewasa ini menunjukkan gejala yang semakin tinggi saja. Hal
utama yang mempercepat hal tersebut adalah berkembangnya aplikasi internet,
dimana suatu studi menunjukkan sambungan telepon internasional meningkat
dalam tingkatan 8-10% setiap tahunnya, sementara trafik untuk internet
mengalami peningkatan lebih dari 85% untuk jangka waktu yang sama.

PUTU RUSDI ARIAWAN 2


1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam paper ini dititikberatkan mengenai dispersi atau


pelebaran pulsa pada sistem komunikasi serat optik yang dapat mengganggu
kelancaran komunikasi.

1.3 Tujuan Penyusunan Paper

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum penyusunan paper ini adalah membahas tentang
sistem komunikasi serat optik dan mengetahui kerugian-kerugian
yang terjadi akibat adanya pelebaran pulsa sedangkan

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penyusunan paper ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bahan Listrik yang sedang dijalani oleh penyusun.

PUTU RUSDI ARIAWAN 3


BAB II
KONSEP DASAR KOMUNIKASI OPTIK

2.1 Dasar Sistem Komunikasi Optik

Sistem komunikasi yang menggunakan transmisi serat optik harus mengubah


sinyal-sinyal listrik menjadi sinyal cahaya pada sisi pengirim dan mengubah
sinyal cahaya menjadi sinyal listrik pada sisi penerima.

Sistem komunikasi optik secara umum digambarkan dalam diagram blok


seperti Gambar 1.1.

pengirim penerima

pesan asli pesan


keluaran

modulator pemroses
sinyal

sumber detektor
pembawa

pengkopel kanal pengkopel


kanal informasi kanal

Gambar 1.1 Diagram blok sistem komunikasi secara umum

Dari gambar di atas dapat diuraikan bagian-bagian sistem komunikasi optik


sebagai berikut:
1. Pesan asli
Pesan asli atau informasi yang akan dikirim terdiri atas berbagai bentuk fisik.
Dalam pengiriman ini pesan asli diubah kedalam bentuk isyarat listrik oleh

PUTU RUSDI ARIAWAN 4


suatu tranduser sebelum ditransmisikan untuk komunikasi elektronik atau
komunikasi optik.
2. Modulator
Modulator berfungsi mengubah isyarat listrik kedalam format yang sesuai,
dan menyatakan isyarat tersebut kedalam gelombang yang dibangkitkan oleh
sumber pembawa.
3. Sumber pembawa
Gelombang pembawa dihasilkan oleh sebuah osilator optik. Dalam
komunikasi optik sebagai osilator dipakai Laser Diode (LD), atau Light
Emiting Diode (LED).
4. Pengkopel kanal (masukan)
Pengkopel berfungsi untuk memberikan daya dari pengirim ke kanal
informasi.
5. Kanal informasi
Kanal informasi atau kanal pemandu dari serat optik memiliki kapasitas
kanal yang tinggi, penyusutan daya yang rendah, dimensinya kecil dan
ringan.
6. Pengkopel kanal (keluaran)
Pengkopel kanal memberikan daya dari kanal informasi ke detektor.
7. Detektor
Detektor berfungsi mengubah isyarat termodulasi yaitu gelombang cahaya
menjadi isyarat listrik oleh suatu fotodetektor.
8. Pesan keluaran
Selain dipisahkan dari pembawanya, isyarat listrik tersebut diubah menjadi
isyarat aslinya oleh suatu tranduser.

Jadi, pada sistem komunikasi serat optik, bentuk pesan asli yang berasal dari
sisi pengirim harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk sinyal cahaya yang
kemudian akan dikirimkan oleh sumber pembawa atau pemandu gelombang
cahaya ke suatu detektor cahaya pada sisi penerima, kemudian akan diubah lagi
dari sinyal cahaya ke dalam bentuk sinyal suara.

PUTU RUSDI ARIAWAN 5


2.2 Sifat Cahaya

2.2.1 Cahaya bersifat sebagai gelombang

Sifat gelombang dari cahaya digunakan untuk menganalisis bagaimana


berkas optik merambat lewat serat optik. Hasil analisis ini menunjukkan
bagaimana syarat yang diperlukan agar cahaya dipandu oleh serat.

Banyak fenomena cahaya dapat diterangkan bila cahaya dinyatakan sebagai


gelombang elektromagnetik yang mempunyai frekuensi osilasi yang sangat tinggi
14
kira-kira 10 Hz. Frekuensi, panjang gelombang dan spektrum optik terlihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Spektrum optik. Garis merah menunjukkan panjang gelombang


yang digunakan dalam komunikasi serat optik

Semua gelombang elektromagnetik mempunyai medan magnetik dan


elektrik, dan merambat dengan sangat cepat. Di dalam ruang hampa, gelombang
8 m
elektromagnetik merambat dengan kecepatan c = 3 x 10 /s yang sesuai

dengan perambatan gelombang di atmosfer. Panjang gelombang berkas cahaya


diberikan oleh : V
λ = f

PUTU RUSDI ARIAWAN 6


Dengan v = kecepatan berkas cahaya di dalam media
f = frekuensi

Frekuensi ditentukan oleh sumber pemancar dan tidak berubah bila cahaya
berjalan dari satu bahan ke bahan lain.

Cahaya merupaka gelombang elektromagetik. Gelombang elektromagnetik


yang berjalan sepanjang arah z terlihat pada gambar 2.2.

Medan
Elektrik z

Gambar 2.2 Medan elektrik untuk gelombang yang berjalan dalam arah z,
pada tiga waktu yang berbeda.

Medan elektrik untuk gelombang pada Gambar 2.2 dapat ditulis sebagai
berikut:
E = E0 sin ( ω t – k z ) (2-1)

Dengan E = medan dielektrik


E0 = amplitude
ω = 2πf ( radian / detik )
f = frekuensi (Hz)
k = faktor propagasi ( ω / v )
z = arah
v = kecepatan fase gelombang

Faktor ( ω t – k z ) adalah pergeseran fase akibat perjalanan sepanjang z.

Gelombang bidang adalah gelombang yang fasenya sama pada permukaan


planar. Dalam contoh ini, fasenya sama pada setiap bidang yang mempunyai nilai
z tetap, sehingga persamaan (2-1) menyatakan gelombang bidang.

PUTU RUSDI ARIAWAN 7


Bila gelombang kehilangan tenaga pada saat berpropagasi, maka persamaan
(2-1) dan Gambar 2.2 harus dimodifikasi. Persamaan yang telah di modifikasi
adalah : -αz (2-2)
E = E0 e sin ( ω t – k z )

dengan α adalah koefisien penyusutan.

Di dalam media merugi, medan elektrik seperti pada Gambar 2.3.

Medan
Elektrik z

Gambar 2.3 Penyusutan pada gelombang berjalan. Garis putus-putus


menunjukkan kurva faktor exponen ( -αz )

Hal ini menunjukkan terdapatnya rugi daya dalam perjalanan gelombang dari
sumber ke penerima.

2.2.2 Cahaya bersifat sebagai partikel

Kadang-kadang cahaya bersifat sebagai partikel-partikel kecil yang disebut


photon. Teori partikel menerangkan pembangkitan cahaya oleh sumber optik,
seperti diode pancar cahaya. Laser dan diode laser. Teori ini juga menerangkan
deteksi cahaya dengan konversi radiasi optik menjadi arus listrik.

Energi sebuah photon adalah: W = h f Joule


-19
dengan h = tetapan Planck = 6,626 x 10 J.

Satuan energi yang lain adalah elektron-volt (eV). Satu elektron volt adalah
energi kinetik yang diperlukan oleh sebuah elektron bila dipercepat oleh beda
–19
potensial 1 volt. Relasi antara elektron volt dan Joule adalah 1eV = 1,6 x 10 J.

Sifat cahaya sebagai partikel tidak dijelaskan lebih lanjut dalam paper ini.

PUTU RUSDI ARIAWAN 8


2.3 Komponen Utama Komunikasi Serat Optik

2.3.1 Pemandu Gelombang Serat Optik

a. Konfigurasi Serat Optik


Serat optik adalah sebuah pemandu gelombang dari dielektrik yang bekerja
pada frekuensi optikal. Struktur serat optik berbentuk silinder terdiri dari inti
(core) dengan indeks bias (n1) dan dilindungi oleh selubung (cladding) yang

mempunyai indeks bias (n2) lebih rendah dari n1, ( n2 < n1 ) Struktur serat optik
diperlihatkan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Struktur Serat Optik

Serat optik yang digunakan umumnya ada dua macam yaitu:


1. Indeks bias inti rata, type ini sering disebut serat step-indesk. Ada dua
jenis serat step-indeks yaitu step-indeks monomode dan step-indeks
multimode. Mono-mode hanya merambatkan satu mode gelombang
terbimbing, sedang multimode merambatkan banyak mode.
2. Indeks bias inti tak rata (berangsur berkurang dari sumbu serat), type ini
disebut serat graded-indeks multimode. Serat ini merambatkan banyak
mode.

b. Sudut Penerimaan dan Tingkat Numeris.


Geometri transmisi sinar cahaya ke dalam serat optik terlihat pada Gambar
3.2 di bawah yang menunjukkan suatu sinar meridional dengan sudut kritis фc
pada antar muka teras-kulit di dalam serat.

PUTU RUSDI ARIAWAN 9


Sudut
separuh
фc
θa

kronis

teras

Penerim Kulit
aan

Gambar 3.2 Sudut penerimaan фa pada saat mentransmisikan


cahaya ke serat optik

Terlihat bahwa sinar masuk teras serat dengan sudut фa terhadap sumbu serat
dan dibiaskan pada antar muka udara teras-kulit pada sudut kritis. Sehingga setiap
sinar yang masuk teras dengan sudut lebih besar daripada фa akan ditransmisikan

ke antar muka-teras kulit pada sudut lebih kecil daripada фc dan tidak mengalami

pantulan internal lokal ( фa > фc ). Agar sinar ditransmisikan dengan pantulan


internal total di dalam teras, maka sinar harus datang pada teras di dalam konis
penerimaan yang ditentukan oleh sudut separoh konis фa.

Hubungan antara sudut penerimaan dan indeks bias ketiga media (teras, kulit,
udara) dinyatakan dengan tingkap numeris (numerical aperture, NA).

Dengan menggunakan hukum Snell dan relasi trigonometris dalam


perhitungan, diperoleh:
2 2 ½
NA = n0 Sin фa = ( n1 - n2 ) (3-1)

PUTU RUSDI ARIAWAN 10


2.3.2 Sumber Cahaya

Sumber cahaya untuk serat optik bekerja sebagai pemancar cahaya yang
membawa informasi. Sumber tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan yang
diperlukan. Pertama, cahaya yang dihasilkan harus bersifat mendekati
monokhromatis (berfrekuensi tunggal). Kedua, sumber tersebut harus mempunyai
keluaran cahaya yang berintensitas tinggi, sehingga mampu mengatasi rugi-rugi
yang dijumpai pada transmisi sepanjang serat. Ketiga, sumber cahaya harus
mudah dimodulasi oleh isyarat informasi. Yang terakhir, sumber cahaya harus
berukuran kecil, ringkas dan mudah diubungkan dengan serat, sehingga tidak
mengakibatkan rugi-rugi sambungan yang besar.

Sumber cahaya yang biasa digunakan pada sistem komunikasi serta optik
sampai saat ini ada dua macam:
1. Diode Pancar Cahaya ( Light Emitting Diode, LED )
2. Diode Laser Injeksi ( Injection Laser Diode, ILD )

Intensitas cahaya yang dihasilkan LED adalah rendah, sehingga biasanya


hanya digunakan untuk sistem serat optik jarak pendek, misalnya pada pesawat
terbang, gedung-gedung, dan sebagainya. Laser dapat menghasilkan cahaya
dengan intensitas tinggi dan koheren sehingga sesuai untuk digunakan pada sistem
komunikasi jarak jauh.

1. Light Emitting Diode (LED)


LED adalah suatu semikonduktor sambungan p-n yang memancarkan cahaya
apabila diberi prasikap maju, seperti terlihat pada Gambar 3.3.

UNTAI

+ V–

P N SAMBUNGAN P–N

Gambar 3.3 Untai LED

PUTU RUSDI ARIAWAN 11


 Cara kerja LED adalah sebagai berikut:
Semikonduktor tipe-n memiliki sejumlah elektron bebas, sedangkan
semikonduktor tipe-p memiliki sejumlah lubang bebas. Jika semikonduktor tipe-n
dan tipe-p disambungkan akan terbentuk suatu penghalang tenaga. Baik lubang
bebas maupun elektron bebas tidak memiliki cukup tenaga untuk melewati
penghalang tersebut untuk berekombinasi. Apabila diberikan suatu tegangan
maju, maka besarnya penghalang tenaga akan turun, sehingga elektron bebas dan
lubang bebas memiliki cukup tenaga untuk berpindah melewati sambungan. Jika
elektron bebas dan lubang bebas tadi bertemu, maka elektron akan turun ke
bidang valensi dan kemudian berekombinasi dengan lubang bebas tersebut.
Tenaga yang dilepaskan pada peristiwa itu akan diubah menjadi tenaga optik
dalam bentuk foton.
Besarnya foton yang dipancarkan adalah:
W = h.f (3-2)
-34
Dengan h : konstanta Planck = 6,626 x 10
f : frekuensi gelombang yang dipancarkan

Dengan demikian panjang-gelombang yang dipancarkan adalah


h.c
λ = (3-3)
Wg
Dengan λ : panjang–gelombang dalam
Wg : tenaga celah bidang dalam joule

Dengan bahan dan campuran yang berbeda-beda maka dapat diperoleh


tenaga celah bidang yang berbeda-beda pula sehingga diperoleh LED dengan
beragam panjang gelombang.

 Karakteristik Kerja LED adalah sebagai berikut:


Daya optik yang dihasilkan LED berbanding lurus dengan arus penggerak
maju yang diberikan padanya. Tidak semua daya optik yang dihasilkan LED
tersebut dapat masuk ke serat optik, oleh karena adanya keterbatasan tingkap
numeris serat optik akan mengurangi daya yang disalurkan melalui serat.

PUTU RUSDI ARIAWAN 12


Karakteristik LED yang lain adalah waktu bangkit (rise time, tr ) yang sangat
singkat. Waktu bangkit didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan keluarannya
untuk berubah dari 10% menjadi 90% nilai akhir jika masukannya adalah fungsi
undak (Gambar 3.4).

90%

10%

Ragam gelombang arus masukan Ragam gelombang arus masukan

Gambar 3.4 Waktu Bangkit

Waktu bangkit ini penting untuk komunikasi dngan isyarat digital. Hubungan

lebarbidang elektrik 3-dB dengan waktu bangkit, tr adalah:

f 3-dB = 0,35 / tr. (3-4)

Nilai tr LED ini biasanya berkisar dari beberapa nanodetik sampai 250
nanodetik.

Spektrum optik sumber cahaya yang akan secara langsung mempengaruhi


dispersi bahan dan dispersi pemandu gelombang. Kedua jenis dispersi ini akan
mengakibatkan pelebaran pulsa dan pelebaran pulsa ini bertambah secara linier
dengan lebar spektral sumber. Untuk λ = 0,8 μm – 0,9 μm, lebar spektral LED
adalah 20nm – 50nm.

LED sangat handal dan awet bila dioperasikan dalam batas-batas daya,
tegangan, arus dan suhu yang telah ditentukan oleh pabriknya. Umur LED adalah
lamanya pemakaian sampai dayanya berkurang hingga setengah nilai awalnya.
5
Umur LED yang baik bisa mencapai 10 jam bahkan lebih. LED bisa bekerja pada
o o
suhu antara –65 C dan 125 C.

PUTU RUSDI ARIAWAN 13


Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa LED cocok untuk komunikai
jarak pendek sampai menengah dengan pesat data yang tidak begitu tinggi.

2. Injection Laser Diode ( ILD )

Laser adalah sumber gelombang elektromagnetik koheren (berfrekuensi


tunggal, sefase, terarah dan terpolarisasi) yang memancarkan gelombang pada
frekuensi infra merah dan cahaya tampak. Dari bermacam jenis laser, jenis laser
semikonduktor adalah yang paling cocok digunakan dengan serat optik karena
ukurannya kecil, arus tegangannya rendah dan harganya yang lebih murah. Laser
semikonduktor yang banyak digunakan untuk serat optik adalah ILD.

Diode laser injeksi mempunyai berbagai kelebihan dibanding dengan LED,


antara lain:
 daya keluaran ILD lebih tinggi sehingga cocok untuk komunikasi jarak
jauh
 efisiensi kopling ILD lebih besar sehingga kebutuhan pengulang untuk
komunikasi jarak jauh lebih sedikit.
 lebarbidang cahaya keluaran sangat sempit sehingga cahayanya lebih
koheren.
 tanggapan waktunya lebih cepat sehingga pesat modulasinya lebih
tinggi.

2.3.3 Detektor Cahaya

Prinsip kerja detektor cahya adalah mendeteksi gelombang cahaya yang


datang dan mengubahnya menjadi isyarat listrik yang berisi isyarat informasi yang
dikirim. Arus listrik tersebut kemudian diperkuat untuk selanjutnya diolah
sehingga diperoleh kembali isyarat informasi yang dikirimkan.

Ada dua mekanisme pendeteksian cahaya, yaitu:


1. efek fotoelektrik luar ( External Photoelectric Effect )
2. efek fotoelektrik dalam ( Internal Photoelectric Effect )

PUTU RUSDI ARIAWAN 14


Pada efek fotoelektrik luar, elektron dibebaskan dari permukaan suatu logam
yang pada saat menyerap tenaga dari aliran foton yang datang. Piranti yang
bekerja dengan prinsip ini antara lain: fotodiode hampa dan tabung
photomultiplier.

Pada efek fotoelektrik dalam, pembawa muatan bebas, baik elektron maupun
lubang diperoleh pada saat penyerapan foton yang datang. Piranti yang
menggunakan prinsip ini adalah adalah piranti sambungan semikonduktor, seperti:
fotodiode P-N, fotodiode PIN (Positive Intrinsic Negative) dan fotodiode guguran
(Avalanche Photodiode, APD). Piranti fotodetektor yang umum digunakan dalam
komunkasi serat optik adalah fotodiode PIN dan APD.

Tiga karakteristik yang penting diketahui pada suatu fotodetektor, yaitu:


1. ketanggapan ( Responsitivity, ρ )
2. tanggapan spektral ( Spektral response )
3. waktu bangkit ( rise time, tr )

Ketanggapan adalah perbandingan arus keluaran dengan daya optik masukan,


atau dengan persamaan: ρ = i/p (3-5)

Dengan ρ = ketanggapan (ampere/watt)


i = arus keluaran detektor (ampere )
p = daya optik masukan (watt)

Tanggapan spektral adalah kurve ketanggapan detektor sebagai fungsi


panjang-gelombang. Ketanggapan ini dipengaruhi oleh panjang-gelombang
operasi sistem, oleh karena itu untuk 2 rentang panjang-gelombang yang berbeda,
yang mana susutan serat sangat rendah, maka harus digunakan detektor cahaya
yang berlainan.

Untuk waktu bangkit, tr , sama seperti LED dan LD, lebar bidang modulasi
3-dB pada detektor adalah:
f 3-dB = 0,35 / tr. (3-6)

PUTU RUSDI ARIAWAN 15


 Fotodiode PIN dan karakteristiknya
Jenis ini adalah yang paling banyak digunakan dalam sistem komunikasi
serat opti. Fotodiode ini mempunyai lapisan semikonduktor intrinsik di antara
bagian P dan N (gambar.5.1)
I

P I - N
+

V RL V
+

Gambar 3.5 Fotodiode PIN

Pada lapisan intrinsik ini tidak ada muatan bebas, sehingga resistansinya
besar. Akibatnya sebagian besar tegangan diode berada pada lapisan ini dan di
dalamnya terjadi gaya elektrik yang kuat. Lapisan instrinsik ini cukup lebar
sehingga kemungkinan besar foton yang datang akan diserap ke dalamnya.

Selain ketiga karakteristik yang disebutkan sebelumnya, karakteristik lain


yang juga penting pada detektor cahaya PIN adalah adanya arus gelap yaitu arus
balik yang kecil yan mengalir melalui periskap balik diode. Arus gelap ini terjadi
karena pembangkitan panas dari pembawa muatan bebas. Arus gelap ini terjadi
pada setiap diode, dikenal dengan arus bocor balik. Arus gelap ini tergantung pada
suhu. Arus gelap harus diperhitungkan pada perancangan sistem komunikasi
isyarat optik yang kecil, karena akan menyebabkan tak terdeteksinya isyarat optik
yang kecil oleh detektor. Oleh karena arus yang dibangkitkannya akan tertutup
oleh arus gelap tersebut. Diode PIN dengan bahan Silikon memiliki arus gelap
terkecil dan yang berbahan Germanium memiliki arus gelap terbesar.

PUTU RUSDI ARIAWAN 16


2.4 Dispersi, Distorsi Pulsa dan Laju Informasi

Dalam prakteknya sumber optik tidak hanya memancarkan cahaya pada satu
panjang-gelombang (frekuensi) saja, tetapi pada suatu rentang panjang-gelombang
yang disebut lebar spektral. Makin kecil lebar spektral, sumber semakin koheren.
Sumber yang memancarkan cahaya pada satu panjang-gelombang (lebar-spektral
nol) adalah monokhromatis sempurna. Lebar spektral khas untuk sumber-sumber
yang umum, terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Lebar spektral sumber-sumber yang khas.

Sumber Lebar Spektral ( ∆ λ )

diode pancar cahaya ( LED ) 20 - 100 nm

diode laser ( LD ) 1 – 5 nm

laser Nd : YAG 0,1 nm

laser HeNe 0,002 nm

Konversi antara lebar spektral (Δλ) dalam panjang-gelombang dan lebar-


bidang frekuensi Δf adalah: Δf . λ = Δλ . f (4-1)

dengan f : frekuensi tengah


λ : panjang-gelombang tengah

Menurut Tabel 4.1 diode laser lebih koheren daripada LED. Sedangkan laser
zat padat Neodymium Ytrium-Alumunium Garnet ( Nd:YAG) dan Laser Helium
– Neon (HeNe) lebih koheren daripada diode laser. Tetapi sumber LED dan LD
lebih praktis untuk sistem serat karena ukuran kecil dan kebutuhan daya kecil,
meskipun lebar spektralnya lebih besar.

Gambar 4.1 adalah plot distribusi panjang-gelombang daya yang dipancarkan


oleh suatu LED.

PUTU RUSDI ARIAWAN 17


1,0

0,5

0
780 800 820 840 860

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 4.1 Spektrum suatu LED

Terlihat bahwa panjang-gelombang tengah 820 nm ( 0,82 μm ). Lebar


spektral ( lebar titik separoh daya ) Δ λ = 30 nm ( 805 – 835 nm ). Lebarbidang
fraksional : 30 / 820 = 0,037 ( 3,7% ).

2.4.1 Dispersi Bahan dan Cacat Pulsa

Indeks bias bahan serat optik berubah terhadap perubahan panjang-


gelombang. Berdasarkan hubungan antara kecepatan-gelombang (ν) dan indeks
bias (n) yang dapat ditulis dengan ν = с/n , maka kecepatan-
gelombang juga berubah terhadap perubahan panjang-gelombang. Sifat perubahan
kecepatan yang disebabkan oleh sifat bahan disebut dengan dispersi bahan. Untuk
beberapa serat dan pemandu gelombang, dispersi juga dapat disebabkan oleh
strukturnya. Dispersi ini disebut dengan dispersi pemandu gelombang.

Misalkan suatu sumber riil (lebar bidang non zero) memancarkan pulsa
cahaya kedalam serat kaca dispersif. Pulsa tadi berisi sejumlah pulsa-pulsa
identik, dengan panjang-gelombang berbeda (gambar 4.2). Beberapa pulsa yang
berjalan dengan kecepatan yang berbeda akan mencapai ujung serat pada waktu

PUTU RUSDI ARIAWAN 18


yang berbeda. Bila pulsa-pulsa tadi dijumlahkan, maka akan dihasilkan pulsa yang
melebar.
Pulsa Masukan Pulsa Keluaran

1
0,5 Δλ
0,5

τ +Δτ

λ1 λ1

λ2 λ2

λ3 λ3

Waktu Waktu

Gambar 4.2 Pelebaran pulsa yang disebabkan oleh


propagasi melewati bahan dispersif.

Pulsa lengkap berisi panjang-gelombang λ1, λ2, dan λ3 masing-masing


berjalan dengan kecepatan yang berbeda.

Distorsi sinyal yang terjadi selama propagasi di sepanjang serat optik


biasanya disebabkan oleh dispersi. Dispersi menyebabkan pulsa cahaya semakin
melebar, sehingga dapat menutupi pulsa yang bersebelahan. Akibatnya penerima
tidak dapat membeda-bedakan pulsa tersebut. Kejadian ini disebut intersymbol
interference (ISI). Pengaruh ISI tersebut dapat memperkecil lebar pita
(bandwidth) sistem transmisi serat optik. Jadi dispersi merupakan pembatas
kapasitas informasi serat optik.

Dispersi juga mengakibatkan cacat atau kerugian amplitude pada sinyal


analog. Gambar 4.3 menunjukkan bentuk gelombang analog yang berpropagasi

PUTU RUSDI ARIAWAN 19


pada tiga panjang-gelombang yang berbeda. Setelah berjalan melewati media
dispersif, ketiga panjang-gelombang ini saling dijumlahkan. Variasi sinyal yang
diterima amplitudonya lebih rendah daripada variasi sinyal masukan. Dispersif
tifak mengubah daya rerata atau frekuensi modulasi, tetapi mengurangi variasi
sinyal.

Sinyal Masukan Sinyal Keluaran

λ1 λ1

λ2 λ2

λ3 λ3

Waktu Waktu

Gambar 4.3 Dispersi mengakibatkan kerugian amplitude pada sinyal analog.

Pada hal informasi yang dipancarkan terkandung di dalam perubahan ini,


sehingga penyusutannya sangat mengganggu. Hal ini dapat dianggap sebagai
pelebaran puncak-sinyal (perendahan amplitude) dan pengisian lembah
(penaikkan levelnya). Perluasan yang berlebihan akan menyebabkan hilangnya
variasi sinyal.

PUTU RUSDI ARIAWAN 20


Cacat yang disebabkan oleh dispersi bahan (pemandu gelombang) dapat
dikurangi dengan menggunakan sumber-sumber dengan lebarbidang yang sempit
(pemancar yang lebih koheren).

Indeks bias kaca silikon dioksida murni (SiO2) yang digunakan untuk serat
optik mempunyai ketergantungan terhadap panjang-gelombang (gambar 4.4).
Indeks bias berkurang dengan bertambahnya panjang-gelombang, sehingga lereng
kurva negatif (gambar 4.4a). Besaran lereng berubah dengan panjang-gelombang.
Pada panjang-gelombang tertentu (λ0) ada titik balik (infleksi) pada kurva indeks

bias. Megnitude lereng minimum pada λ0 ini (gambar 4.4b). Maka lereng lurva (b)

adalah 0 pada λ0 (gambar 4.4c) yang merupakan derivatif kedua indeks bias
terhadap panjang-gelombang. Untuk silika murni, indeks bias mendekati 1,45 dan
titik balik mendekati 1,3 μm. Doping SiO2 dengan sedikit bahan lain misalnya

dengan GeO2 akan menggeser sedikit kurva indeks.

1,45

Indeks bias, n (λo) dn (λo)


n =
(a) dλ (b)

d2 n
n =
0
d2 λ (λo)
λ
(c)

Gambar 4.4 (a) Ketergantungan indeks bias terhadap panjang-


gelombang untuk kaca silikon SiO2; (b) Derivatif (lereng) kurva (a);
(c) Derivatif (lereng) kurva (b).

PUTU RUSDI ARIAWAN 21


2.4.2 Pelebaran Pulsa

Misalkan τ = waktu yang diperlukan pulsa untuk berjalan pada lintasan


sepanjang L. Gambar 4.5 menunjukkan plot waktu-lintas persatuan panjang (τ / L)
sebagai fungsi panjang-gelombang. Untuk media nondispersif waktu-lintas tidak
tergantung pada panjang-gelombang (Gambar 4.5a). Sedang untuk media bahan
dispersif, waktu-lintas tergantung pada panjang-gelombang (Gambar 4.5b).

τ τ
/L /L

(τ/L)1

(τ/L)2 τ
Δ ( /L) Δ λ1
Δλ

λ1 λ2

Panjang gelombang Panjang gelombang


(a) (b)

Gambar 4.5 Waktu-lintas persatuan panjang untuk media nondispersif ( a )


dan media dispersif ( b )

Misalkan suatu pulsa mempunyai panjang-gelombang terpendek λ1 dan

terpanjang λ2. Lebar spektral sumber:

Δ λ = λ 2 - λ1

Semua panjang-gelombang antara λ1 dan λ2 akan mengikuti yang tercepat


dan mendahului yang paling lambat.

Besaran yang penting adalah perbedaan waktu-lintas persatuan panjang


untuk dua panjang-gelombang ekstrim.
λ
Besaran ini dinotasikan dengan Δ ( /L) :
λ λ λ
Δ ( /L) = ( /L)2 – ( /L)1 (4-1)

PUTU RUSDI ARIAWAN 22


λ λ
dengan ( /L)1 dan ( /L)2 adalah pelebaran pulsa per panjang satuan untuk

panjang-gelombang λ1 dan λ2 .

pelebaran pulsa yang sebenarnya adalah :

Δλ = λ2 – λ1
λ
= L Δ( /L)

Durasi pulsa didefinisikan sebagai interval waktu dimana daya optik naik
dari separoh nilai puncak hingga waktu turun ke separoh nilai puncak (full
duration half maximum, FDHM). Hal ini diperlihatkan pada Gambar 4.2.
λ
Lereng kurva /L dinotasikan dengan: Δ λ
λ
λ Δ ( /L ) (4-2)
( /L)΄ =
Δλ

Analisis menunjukkan bahwa


2
λ –λ d n – λ n``
( /L)΄ = = (4-3)
2
c d λ c

Dengan menggabungkan persamaan (4-2) dan (4-3) diperoleh:


λ
Δ ( /L) = – λ n΄΄ Δλ / c

yang menunjukkan bagaimana pelebaran pulsa bergantung pada indeks bias.

Dispersi bahan didefinisikan sebagai:

M = λ n΄΄ / c

Maka pelebaran pulsa per panjang satuan dapat ditulis


λ
Δ ( /L) = – λ / c n΄΄ Δλ

= – M Δλ (4-4)

Dispersi bahan sebagai fungsi panjang-gelombang ruang bebas terlihat pada


Gambar 4.6. Kurva M serupa dengan kurva n΄΄ (gambar 4.6c) karena M
sebanding dengan n΄΄.

PUTU RUSDI ARIAWAN 23


ps
M
nm x km

240
200
160
120
80
40
0

0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

Panjang-gelombang ( nm )

Gambar 4.6 Dispersi bahan untuk Silika murni

Tanda negatif pada persamaan (4-4) menyatakan bahwa pelebaran pulsa


adalah negatif bila M positif, karena Δλ selalu positif. Ini berarti bahwa
λ λ
( /L)1kk>kk( /L)2 , yakni waktu-lintas untuk panjang-gelombang yang lebih

pendek (λ1) lebih lama daripada waktu-lintas untuk panjang-gelombang yang


lebih panjang. Menurut Gambar 4.6 hal ini terjadi untuk silika murni pada
panjang-gelombang dibawah 1,3 μm yang mana M positif. Bila M negatif maka
pelebaran pulsa adalah positif dan panjang-gelombang yang lebih pendek akan
melintas lebih cepat daripada panjang-gelombang yang lebih panjang. Hal ini
terjadi silika murni pada panjang-gelombang di atas 1,3 μm.

Pada panjang-gelombang 1,3 μm, dispersi bahan bernilai nol untuk silika
murni. Maka tidak terjadi pelebaran pulsa akibat dispersi bahan pada panjang-
gelombang ini. Dengan doping penambahan sedikit penyusun lain pada silika)
dapat mengubah panjang-gelombang dispersi nol kira-kira 0,1 μm.

PUTU RUSDI ARIAWAN 24


2.4.2 Laju Informasi

Pelebaran pulsa membatasi kapasitas informasi bagi setiap sistem transmisi.


Untuk perhitungan numeris akan ditinjau pelebaran pulsa yang dibangkitkan oleh
dispersi bahan.

Pertama ditinjau berkas cahaya yang termodulasi secara sinusiode


(Gambar4.3 ). Frekuensi modulasinya adalah f dan periodenya adalah T = 1/ f.
Misalkan bahwa sumber meradiasikan gelombang optik antara λ1 dan λ2.

Yang menjadi pertanyaan adalah berapakah tundaan antara panjang-


gelombang yang paling cepat dan paling lambat yang masih dapat diterima.

Gambar 4.7 menunjukkan daya yang diterima pada λ1 dan λ2 bila tundaan
sama dengan separoh periode modulasi, yakni:

Δ τ = T / 2 (2-15)

T
Δτ

Daya Total

Gambar 4.7 Penghapusan modulasi bila dua panjang-gelombang pembawa


mempunyai tundaan separoh periode modulasi Δτ = T/2

Dengan tundaan sebesar ini, maka modulasi akan terhapus bila kedua
gelombang ditambahkan. Daya termodulasi yang dibawa pada panjang-
gelombang antara λ1 dan λ2 mempunyai tundaan yang lebih kecil daripada T/2,
dan akan dihapus sebagian, sehingga mengakibatkan perubahan isyarat yagn kecil
pada penerima. Maka frekuensi modulasi dibatasi oleh:

PUTU RUSDI ARIAWAN 25


1 1 (4-5)
f = ≤
T 2 Δτ

Frekuensi atas dari persamaan ini merupakan pendekatan lebar bidang 3-dB
(frekuensi modulasi yang mana daya isyarat berkurang menjadi separoh).
Pendekatan yang lebih analitis memberikan hadil bahwa:

1 0,44
f = = (4-6)
2,27 Δ τ Δτ

Hasil ini menganggap bahwa tanggapan impuls Gaussian pada serat. Maka
–1
lebarbidang optik f3-dB = ( 2 Δ τ ) dan batas frekuensi x panjang adalah:

1
f3-dB x L = τ
2 Δ ( /L ) (4-7)

Penyusutan media transmisi sebagai fungsi frekuensi modulasi terlihat pada


Gambar 4.8.

La+5

La+4

La+3

La+2

La+1

0 0,4 0,8 1,2

Gambar 4.7 Ketergantungan rugi terhadap frekuensi

modulasi La adalah rugi tetap

PUTU RUSDI ARIAWAN 26


Rugi total (dB) = La + Lf

dengan :
La : rugi tetap akibat serapan (absorpsi) dan hamburan (scattering)
Lf : rugi yang bergantung pada frekuensi modulasi (akibat pelebaran pulsa)

Untuk tanggapan Gaussian, Lf dapat dimodelkan sebagai berikut:

Lf = – 10 log { exp [ – 0,693 ( f 2


) ] } (4-8)
f3dB
untuk f << f3dB , Lf dapat diabaikan.

Dari persamaan di atas, ruginya adalah 1,5 dB pada frekuensi 0,71 f -3dB ,

maka f 1,5 dB = 0,71 f 3-dB

Lebar bidang optik 1,5 dB ini penting karena akan dibuktikan bahwa
frekuensi ini sesuai dengan frekuensi yang mana daya listrik berkurang menjadi
separoh pada penerima,
Maka: f 1,5 dB (optik) = f 3-dB (elektris)

= 0,71 f 3-dB (optik ) (4-9)


1
Karena f 3-dB (optik) = (2Δτ)

Maka f 3-dB (elektrik) = 0,35 (4-10)


τ
2 Δ ( /L )

Ditinjau sinyal digital RZ (return to zero) pada Gambar 4.8

T
T 2

1 1 1 0 1

Waktu 0 1/T 2/T

Frekuensi

Gambar 4.8 Sinyal RZ dan spektrum dayanya

PUTU RUSDI ARIAWAN 27


Kurva putus-putus adalah sinusoide pendekatan.
Daerah yang diarsir menunjukkan lebar bidang transmisi yang diperlukan.
Waktu untuk 1 bit adalah T detik. Laju datanya adalah:
1
R = bps. Durasi pulsa = T/2
T

Berdasarkan sinusiode pendekatan maka isyarat RZ ini bisa ditransmisikan


oleh sistem yang mempunyai lebarbidang 1/T Hz, karena hampir semua daya
sinyal mempunyai frekuensi dibawah frekuensi ini.

Dengan menggunakan frekuensi 3-dB elektrik (persamaan 4-10) sebagai


lebarbidang sistem, maka:
RRZ = 1/T = f 3-dB (elektrik)

Atau RRZ x L = 0,35 (4-11)


τ
Δ ( /L )

Hasil ini juga dapat diperoleh dengan menganggap bahwa pelebaran pulsa
yang diperkenankan = 70% dari durasi pulsa. Karena durasi pulsa RZ = T/2,
maka
0,35
Δ τ = 0,7 T/2 , maka R = 1/T = /Δτ
Sehingga pulsa-pulsa yang berdekatan akan dapat dipisahkan dengan baik,
bila pelebaran pulsa lebih kecil dari 35% dari slot waktu. Bila hal ini tidak
dipenuhi maka akan mengakibatkan inteferensi antar simbol.

Untuk sinyal digital NRZ ( non return to zero ) pada Gambar 2.9.

0 1 / 2T 1/T
Frekuensi

Gambar 2.9 Sinyal NRZ dan spektrum dayanya

PUTU RUSDI ARIAWAN 28


Waktu yang diperlukan untuk 1 bit adalah T detik. Berdasarkan sinusiode
pendekatan maka lebarbidang transmisi yang diperlukan adalah 1/2T ( separoh
dari sitem RZ )

Hal ini disebabkan karena pulsa-pulsa NRZ panjangnya 2x pulsa RZ dan


lebarbidang berbanding terbalik dengan durasi pulsa. Dapat disimpulkan bahwa
laju data yang diperkenankan adalah R = 1/T = 2f dengan f : lebarbidang
sistem.

Dengan menggunakan lebarbidang 3-dB elektrik maka:


0,7
RNRZ = 2 f 3-dB (elektrik) = /Δτ
Atau RNRZ x L = 0,7 (4-12)
τ
Δ ( /L )
Jadi pelebaran pulsa yang diperkenankan adalah 70% dari durasi pulsa.

Distorsi sinyal yang terjadi selama propagasi di sepanjang serat optik


biasanya disebabkan oleh dispersi. Dispersi menyebabkan pulsa cahaya semakin
melebar, sehingga dapat menutupi pulsa yang bersebelahan. Akibatnya penerima
tidak dapat membeda-bedakan pulsa tersebut. Kejadian ini disebut intersymbol
interference (ISI). Pengaruh ISI tersebut dapat memperkecil lebar pita
(bandwidth) sistem transmisi serat optik. Jadi dispersi merupakan pembatas
kapasitas informasi serat optik.

PUTU RUSDI ARIAWAN 29


BAB IV

DISPERSI MEMBATASI KAPASITAS INFORMASI SISTEM


TRANSMISI SERAT OPTIK

Kalau diperhatikan yang menjadi kinerja sistem komunikasi serat optik


adalah masalah rugi-rugi transmisi dan keterbatasan lebar pita transmisi
(bandwidth). Rugi-rugi transmisi serat optik disebabkan banyak faktor antara lain:
rugi-rugi hamburan, sambungan, absorsi material, lengkungan dan rugi-rugi
kopling.

Sedangkan keterbatasan lebar pita disebabkan oleh pelebaran pulsa (dispersi)


di serat optik. Dispersi didefinisikan sebagai pelebaran pulsa yang merupakan
fungsi panjang-gelombang dan diukur dalam piko second, per nano meter, per kilo
meter ( ps/nm.Km ). Dispersi dapat menyebabkan sinyal yang dikirimkan
mengalami distorsi di sepanjang transmisi serat optik. Akibatnya penerima tidak
dapat membeda-bedakan pulsa yang bersebelahan. Kejadian ini yang disebut
intersymbol interference (ISI). Sehingga dapat dikatakan bahwa dispersi
merupakan pembatas maksimum lebar pita transmisi serat optik atau pembatas
kapasitas informasi sistem transmisi serat optik.

Ada dua jenis dispersi yaitu: dispersi intermodal dan intramodal. Dispersi
intermode akibat dari mode-mode yang berbeda merambat di serat optik
multimode. Sedangkan dispersi intramodal disebabkan beberapa panjang-
gelombang yang dipancarkan oleh sumber cahayadengan kecepatan berbeda yang
merambat di serat optik. Karena dispersi intramode terkadi di serat single mode,
maka disebut juga dispersi kromatik.

Secara umum konstanta propagasi β adalah fungsi frekuensi dan dapat


diekspansi melalui deret Taylor pada frekuensi tengah ωo yaitu:
ω
β(ω) = n(ω)
c (5-1)

= βo + β1(ω – ωo ) + ½ β2(ω – ωo ) + .....

PUTU RUSDI ARIAWAN 30


Besaran pada suku kedua (β1) menunjukkan bahwa pulsa merambat dengan
kecepatan lebih rrendah dari c / n(ω). Sedangkan Besaran pada suku ketiga yakni
β2 = d2β / dω2 disebut parameter dispersi kecepatan grup (group velocity
dispersion = GVD ).

Parameter β1 dan β2 mempunyai hubungan dengan indeks bias yakni:

(5-2)

(5-3)
dengan:
-1
Parameter D menyatakan dispersi yang mempunyai fungsi satuan ps.nm
-1
.Km dan merupakan fungsi dari panjang-gelombang λ. Kalau diperhatikan pada

persamaan (3) bahwa β2 merupakan fungsi dispersi. Sehingga dapat dikatakan


dispersi menyebabkan pelebaran pulsa selama propagasi di sepanjang serat optik.
Oleh karena itu dispersi kecepatan grup (β2) merupakan pembatas penting
kapasitas informasi serat optik.

Analisa dispersi pada serat optik akan dibahas pada bab berikutnya, yaitu
mengenai penggunaan formula perhitungan variabel-variabel yang ada sehingga
dapat diketahui variabel atau faktor yang mempengaruhinya.

PUTU RUSDI ARIAWAN 31


BAB IV

ANALISA PENGARUH DISPERSI PADA TRANSMISI SERAT OPTIK

Persamaan propagasi soliton di serat optik single mode tanpa rugi-rugi (α=0)
digambarkan oleh persamaan non linier Schrödinger (NLS) yaitu:

(6-1)

Pada persamaan (6-1), suku kedua menggambarkan pengaruh dispersi dan


suku ketiga pengaruh non linier. Pada pembahasan ini hanya ditinjau pengaruh
dispersi pada serat optik. Bila faktor non linier diabaikan γ = 0 pada persamaan
(6-1), maka propagasi pulsa hanya dipengaruhi oleh dispersi (GVD) dan
persamaannya menjadi:

(6-2)
Persamaan ini mirip persamaan gelombang linier (persamaan differensial
parsial linier). Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan
metode Fourier. Jika û ( z,ω ) adalah transformasi Fourier dari U ( z,T ) yaitu:

(6-3)
maka bila kedua ruas persamaan (5-2) ditransformasi, diperoleh:

(6-4)

PUTU RUSDI ARIAWAN 32


Dengan pengerjaan berikut:

diperoleh solusi:

(6-5)
dengan û ( 0,ω ) adalah transformasi Fourier dari sinyal yang datang pada z=0 :

(6-6)

Persamaan (6-5) menunjukkan bahwa perubahan karena GVD tergantung


pada frekuensi dan jarak propagasi. Dengan substitusi persamaan (6-5) ke dalam
persamaa (6-3), maka persamaan umum dari persamaan (6-2) adalah:
2
U ( z,T ) = ½π û (0,ω) exp ( i/2 β2 ω z + i ω T ) d ω (6-7)

Sebagai contoh, pulsa Gaussian yang datang dinyatakan oleh:

(6-8)

dengan To adalah setengah lebar pulsa (pada titik intensitas 1/ e). Dalam praktek
biasanya digunakan lebar penuh pada setengah maximum (FWHM) sebagai
pengganti To. Untuk pulsa Gaussian, keduanya mempunyai hubungan sebagai
berikut:

(6-9)

Bila persamaan (6-8) disubstitusi ke dalam persamaan (6-6), maka diperoleh:

(6-10)
selanjutnya persamaan (6-10) dikerjakan sebagai berikkut:

PUTU RUSDI ARIAWAN 33


sekarang diperkenalkan:

sehingga

(6-11)

Dengan menggunakan cara yang sama, jika persamaan (6-11) disubstitusi ke


dalam persamaan (5-9) diperoleh:

dengan cara yang sama seperti di atas, akan diperoleh solusi sebagai berikut:

(6-12)

Ternyata persamaan (6-12) tetap menyatakan bentuk pulsa Gaussian selama


propagasi, tetapi lebarnya bertambah yakni:

(6-13)
2
dengan panjang dispersi LD = To / | β2 |. Persamaan (6-13) menunjukkan
bahwa dispersi (GVD) menyebabkan pelebaran pulsa. Besarnya pelebaran pulsa
dipengaruhi oleh panjang dispersi LD . Pada z = LD , pulsa Gaussian melebar
dengan faktor √2. Pengaruh perubahan jarak terhadap amplitudo (magnitude)
pulsa Gaussian dapat dilihat pada Tabel 5-1.

Gambar 6.1 menunjukkan pengaruh pelebaran pulsa untuk pulsa Gaussian


pada jarak propagasi z = 0 s/d 5 LD. Sedang pada gambar menunjukkan
pengaruh dispersi dalam bentuk 3 dimensi.

PUTU RUSDI ARIAWAN 34


Tabel 6-1 Besarnya magnitudo pelebaran pulsa terhadap jarak propagasi

No Jarak Propagasi Magnitude Pelebaran Pulsa

1 Z = LD 1,4142

2 Z = 2LD 2,2361

3 Z = 3LD 3,1622

4 Z = 4LD 4,1231

5 Z = 5LD 5,0990

Gambar 6.1 Pengaruh pelebaran pulsa (dispersi) di serat optik


pada jarak z = 0 s/d 5 LD

PUTU RUSDI ARIAWAN 35


Gambar 6.2 Pengaruh pelebaran pulsa (dispersi) untuk Gaussian
terhadap jarak propagasi dalam bentuk 3 dimensi.

Dari yang telah dipaparkan diatas , dapat diketahui bahwa jarak propagasi
dan frekuensi gelombang berpengaruh terhadap pelebaran pulsa.

PUTU RUSDI ARIAWAN 36


BAB V

KESIMPULAN

Dari pembahasan – pembahasan yang telah diuraikan dan berdasarkan


sumber teori yang ada, maka dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut :

1. Untuk komunikasi jarak jauh dan kecepatan tinggi 565 Mbps, media
transmisi fiber optik memberikan solusi harga yang ekonomis, sangat ringan,
ukuran kecil, instalasi relatif mudah dan murah jika dibandingkan terhadap
misi sistem komunikasi yang dirancang.

2. Teknik penumpangan informasi pada frekuensi cahaya tidak jauh berbeda


dengan teknik modulasi yang kita kenal pada teknik radio. Cara yang paling
sederhana dengan menyala-matikan sumber cahaya sesuai dengan bit
informasi yang masuk. Tentunya diperlukan waktu nyala-mati yang sangat
cepat, dalam orde piko detik, untuk memperoleh kecepatan pengiriman data
dalam orde ratusan Mbps. Cara lainnya yaitu dengan membedakan frekuensi
cahaya yang dipancarkan untuk merepresentasikan bit 0 dan 1.

3. Informasi yang akan ditransmisikan berupa data dalam bentuk digital


sedangkan bentuk sinyal pembawa carrier yang akan melewati media
transmisi fiber optik berupa sinyal analog untuk itu diperlukan proses
modulasi dan demodulasi yaitu proses yang mengubah data digital ke analog
dan juga proses sebaliknya dengan menggunakan sebuah Modem dengan
pirantinya.

4. Semakin tinggi frekuensi dari suatu gelombang pembawa (carrier), maka


bandwidth atau kapasitas transmisinya pun akan semakin besar pula. Hal ini
berdasarkan perhitungan dimana bandwidth suatu sistem secara teoritis
sebesar 10% dari frekuensi pembawanya.

5. Semakin besar informasi yang dibawanya, maka akan semakin rentan pula
media tersebut menyebabkan dispersi sinyal, suatu keadaan dimana pulsa-
pulsa cahaya mengalami pelebaran yang dapat mengakibatkan tumpang
tindihnya pulsa-pulsa tersebut di sisi penerima sehingga informasi yang
dikirimkan sulit untuk dideteksi.

PUTU RUSDI ARIAWAN 37


DAFTAR PUSTAKA

Senior, John M., Optical Fiber Communications , Prentice Hall , 1992.

Muhaimin, Drs, Bahan-Bahan Listrik Untuk Politeknik, cet. I, PT. PRADNYA


PARAMITA, Jakarta, 1993.

Antono Budi , Optoelektronika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992.

Waluyo, Ir, MT., Karya Ilmiah: Analisa Pengaruh Dispersi Pada Serat Optik,
majalah BISTEK, Edisi 04/TH.VI/APRIL 1998 – ISSN 1854–4395

Internet Explorer, Elektro Indonesia : Komunikasi Data Visual Basic

PUTU RUSDI ARIAWAN


BIODATA PENULIS

Nama : Putu Rusdi Ariawan

TTL : Denpasar. 19 April 1990

Agama : Hindu

Mahasiswa Teknik Elektro Unv. Udayana

Email : turusdi.info@gmail.com

www.facebook.com/turusdi

PUTU RUSDI ARIAWAN

Вам также может понравиться