Вы находитесь на странице: 1из 2

Keutamaan Puasa

Dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, menceritakan firman Tuhannya Yang Maha Tinggi:

"Setiap perbuatan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, selain puasa. Sesungguhnya puasa
itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang memberi balasannya".

Rasulullah Saw. dalam meriwayatkan Hadis Qudsi menyatakan, bahwa Allah Swt. berfirman:

"Semua amal perbuatan Bani Adam menyangkut dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya
puasa itu untuk-Ku, dan karena itu Akulah yang langsung membalasnya. Puasa itu ibarat
perisai. Pada hari melaksanakan puasa, janganlah orang yang berpuasa mengucapkan kata-
kata kotor, tidak sopan, dan tidak enak didengar, dan jangan pula ribut hingar bingar
bertengkar. Jika di antara kalian memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya mengatakan
kepadanya:"Saya sedang berpuasa".

Selanjutnya Nabi Saw. bersabda:

"Demi Allah yang diri Muhammad di dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang
berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari bau minyak kesturi". Dan bagi orang yang berpuasa
tersedia dua kegembiraan, gembira ketika berbuka puasa karena bukanya, dan gembira ketika
kelak menemui Rabb-Nya karena menerima pahala puasanya (HR Syaikhani, Nasa'i, dan Ibnu
Hibban yang bersumber dari Abu Hurairah).

Para ulama berbeda pendapat mengenai firman Allah Ta'ala,"Puasa itu untuk-Ku, dan aku memberi balasan
atasnya" - padahal semua amal adalah untuk-Nya juga dan Dialah yang membalasnya - dalam beberapa
pendapat:

Pertama, bahwa dalam berpuasa tidak terjadi riya' atau pamer, seperti halnya yang terjadi pada selain
puasa. Karena pamer itu terjadi terhadap sesama manusia, sedang puasa itu tak lain adalah sesuatu
yang ada di dalam hati. Yakni, bahwasanya semua perbuatan hanya bisa terjadi dengan gerakan-
gerakan, kecuali puasa. Adapun puasa cukup hanya dengan niat yang tidak diketahui oleh orang lain.
Kedua, bahwa maksud firman-Nya" dan Aku memberi balasan atasnya" ialah, bahwa hanya Dia sendilah
yang mengetahui ukuran pahala puasa dan penggandaan upahnya. Adapun ibadat-ibadat lainnya dapat
diketahui oleh sebagian orang.
Ketiga, arti firman-Nya:"Puasa itu untuk-Ku, dan Aku memberi balasan atasnya" ialah bahwa puasa itu
ibadat yang paling disukai oleh-Nya.
Keempat, penisbatan kepada diri-Nya adalah penisbatan yang berarti pemuliaan dan penggandaan,
seperti kata-kata Baitullah (Rumah allah).
Kelima, bahwa sikap tidak memerlukan makanan dan syahwat-syahwat lainnya, adalah termasuk sifat-
sifat Tuhan. Dan oleh karena orang yang berpuasa itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu
sikap yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, maka puasa itu Dia nisbatkan kepada diri-Nya.
Keenam, bahwa artinya memang seperti itu, tetapi dengan kaitannya dengan para malaikat. Karena
semua itu adalah sifat-sifat mereka.
Ketujuh, bahwa semua ibadat bisa digunakan untuk menebus penganiayaan terhadap sesama manusia ,
kecuali puasa.

Namun demikian, para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan puasa pada firman-Nya:"Puasa itu untuk-Ku,
dan Aku memberi balasan atas-Nya", ialah puasa orang yang puasanya itu bersih dari kedurhakaan-kedurhakaan,
baik berupa perkataan maupun perbuatan (Miftahush-Shalat).

Diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

"Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka diampunilah dosanya yang
telah lalu"(Zahratur Riyadh). Selain itu Nabi Saw. pun bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala
menyuruh para Malaikat Pencatat yang mulia pada bulan Ramadhan supaya mencatat
kebaikan-kebaikan dari umat Muhammad Saw., dan jangan mencatat kesalahan-kesalahan
mereka serta menghapuskan dosa-dosa mereka yang lalu".

Puasa yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata-mata akan bernilai sepuluh kebajikan. Orang yang
puasa di bulan Ramadhan dan diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal (ctt:setelah bulan Ramadhan)
dinilai sama dengan puasa sepanjang tahun, yaitu tiga puluh hari kali sepuluh sama dengan tiga ratus, ditambah
dengan enam kali sepuluh, sama dengan enam puluh. Bearti jumlah semuanya adalah 360 hari menurut kalender
syamsiah (matahari). Hal demikian disebutkan dalam hadis Nabi Saw.:

"Satu kebajikan (dibalas) menjadi sepuluh kali lipat sedangkan kejahatan dibalas seimbang
dengan dosanya atau Kuampuni sama sekali meskipun di amenghadap Aku dengan kesalahan-
kesalahan hampir sebesar Bumi. Barangsiapa merencanakan hendak melaksanakan suatu
kebaikan, tetapi belum dikerjakan, akan dicatat (oleh Malaikat) baginya suatu kebajikan.Dan
barangsiapa merencanakan hendak melakukan satu kejahatan tapi belum dikerjakannya,
tidaklah dicatatkan baginya sedikit pun (yang dianggap sebagai doa). Dan barangsiapa
mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Dan
barangsiapa yang mendekatkan dirinya kepada-Ku sehasta, akau akan mendekat kepadanya
sedepa (HR Thabrani yang bersumber dari Abu Dzar).

Diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

"Umatku dikarunia lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun yang sebelum
mereka.

Pertama, apabila malam pertama dari bulan Ramadhan tiba, maka Allah memandang
mereka dengan belas kasih, dan barangsiapa yang dipandang Allah dengan belas
kasih, maka Dia tidak akan mengazabnya sesudah itu buat selama-lamanya.
Kedua, Allah Ta'ala menyuruh para Malaikat memohonkan ampun untuk mereka.

Ketiga, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kesturi.
Keempat, Allah Ta'ala berkata kepada surga,'Berbahagialah hamba-hamba-Ku yang
beriman, mereka adalah kekasih-kekasih-Ku.
Dan kelima, Allah Ta'ala mengampuni mereka semua".

Sebagian ulama berpendapat bahwa puasa itu pada dasarnya ada tiga tingkatan: puasa orang biasa, puasa orang-
orang istimewa, dan puasa orang-orang teristimewa.

Adapun puasa orang biasa ialah puasanya orang-orang yang mencegah perut dan farjinya dari memenuhi
syahwat.

Adapun puasa orang-orang istimewa ialah puasanya orang-orang saleh, yaitu mencegah panca indranya dari
melakukan dosa-dosa, hal mana tidak akan terlaksana kecuali dengan senantiasa melakukan lima perkara:

Pertama, menundukkan mata dari tiap-tiap yang pertama tercela menurut syara'.
Kedua, memelihara lidah dari menggunjing, berdusta, mengadu domba, dan bersumpah palsu. Karena,
Anas telah meriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, " Ada lima perkara yang
menghancurkan puasa yakni emmbatalkan pahalanya: berdusta, menggunjing, mengadu-domba,
bersumpah palsu, dan memandang (lain jenis) dengan syahwat".
Ketiga, mencegah telingan dari mendengarkan apa saja yang makruh.
Keempat, mencegah seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang makruh, dan mencegah perut dari
makanan-makanan yang syubhat di waktu berbuka. Karena tidak ada artinya kalau berpuasa dari
makanan halal , lalu berbuka dengan makanan haram. Perumpamaannya, seperti orang memabangun
sebuah gedung dengan menghancurkan sebuah kota. Nabi Saw. bersabda,"Berapa banyak orang
berpuasa, tidak memperoleh dari puasanya selain lapar dan haus".
Kelima, jangan memakan makanan halal terlalu banyak di waktu berbuka sampai memenuhi perutnya.
Oleh sebab itu, sabda Nabi Saw.,"Tidak ada sebuah wadah yang lebih dibenci Allah daripada perut yang
dipenuhi makanan halal".

Adapun puasa orang-orang teristimewa adalah puasanya hati dari keinginan-keinginan rendah dan pikiran-pikiran
duniawi, dan mencegahnya sama sekali dari selain Allah. Apabila orang yang berpuasa seperti ini memikirkan
sesuatu selain Allah, maka berarti dia berbuka dari puasanya. Dan puasa seperti ini adalah tingkatan para Nabi
dan Shiddiqin. Karena, pelaksanaan dari tingkatan seperti ini adalah dengan menghadapkan diri sama sekali
kepada Allah Ta'ala dan berpaling dari selain-Nya

Вам также может понравиться