Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh karena itu, pembentukan Negara Kesatuan dilakukan dengan jalan Konstitusional
dengan melaksanakan perubahan Konstitusi RIS melalui pasal 190 KRIS yang berisi :
a. Perubahan konstitusi itu terjadi dengan Undang-undang Federal yang disetujui oleh
DPR dan Senat.
b. Baik DPR maupun Senat harus ber-quorum istimewa, yaitu dihadiri 2/3 dari jumlah
anggota dan Undang-undang perubahan itu harus diterima oleh kelebihan istimewa pula,
yaitu 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
UUD yang akan dibentuk formal adalah KRIS yang dirubah sedemikian rupa,
sehingga bentuk federasi dari Republik Indonesia Serikat berubah menjadi bentuk
Negara Kesatuan. Kemudian diadakanlah permusyawaratan antara Pemerintah Negara
Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang juga
mewakili Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur. Di dalam
permusyawaratan RIS-RI ini menghasilkan keputusan bersama, yaitu Piagam Persetujuan
RIS-RI 19 Mei 1950. Pokok dalam persetujuan tersebut dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya akan bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan sebagai jelmaan Negara
Republik Indonesia berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945 (Joeniarto, 1990 : 70).
Pokok-pokok Piagam Persetujuan RIS-RI 19 Mei 1950 adalah (Solly Lubis, 1993 : 50) :
a. Konstitusi RIS akan dirubah sedemikian rupa sehingga intisari UUD 1945 khususnya
pasal 27, 29 dan 33 termuat dalam UUD yang baru ditambah dengan ketentuan dari
Konstitusi RIS yang baik dan tidak bertentangan dengan asas Negara Kesatuan;
b. Dalam UUD yang baru harus dimuat pokok pikiran hak milik adalah suatu fungsi
sosial.
c. Soekarno tetap dipertahankan sebagai Presiden. Mengenai ada atau tidaknya jabatan
Wakil Presiden akan diadakan keputusan dikemudian;
d. Hubungan pemerintah dengan DPR akan didasarkan atas sistem Parlementer Eropa
Barat dan bukan sistem Presidensial USA;
e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan
Badan Pekerja KNIP;
a. Rencana UUD baru disampaikan oleh Pemerintah RIS kepada DPR dan Senat oleh
Pemerintah RI kepada BP KNIP untuk disahkan. Pengesahan UUD yang baru dilakukan
oleh Pemerintah RIS dengan UU No. 7 Tahun 1950, sedangkan oleh Pemerintah RI
dengan UU No. 20 Tahun 1950.
Pasal I dan II UU Federal No 7 Tahun 1950 telah mengubah bentuk susunan Negara
Serikat menjadi bentuk Negara Kesatuan (Suwarno, 2003 : 159) yang disahkan dan
diumumkan di Jakarta pada 15 Agustus 1950. Pasal I menentukan tentang diubahnya
Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dan
setelah itu dimuatkan naskah Undang-Undang Dasar Sementara, yaitu Mukaddimahnya
beserta dengan 146 pasal-pasalnya. Sedangkan Pasal II-nya menentukan tentang mulai
berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara. Pergantian bentuk susunan negara
tersebut dilakuakn dengan mengubah Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Sehingga
pada 17 Agustus 1950 berlakulah bentuk susunan kesatuan dengan Undang-Undang
Dasar Sementara sebagai Undang-undang Dasarnya.
B. Muatan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Dalam UUDS Tahun 1950 tetap tercantum falsafah Pancasila dalam Mukaddimah
UUDS-RI alinea IV, dengan perumusan dan tata urutan yang sama dengan Mukaddimah
Konstitusi RIS, yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Perikemanusiaan
Kebangsaan
Kerakyatan
Keadilan Sosial
Alinea IV Mukaddimah UUDS Tahun 1950 yang berbunyi, Maka demi ini kami
menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk republik-
kesatuan... Selain itu, Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 juga menyatakan bahwa Negara
Republik Indonseia adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
Lebih tegas lagi Pasal 135 ayat (1) UUD Sementara menentukan : Pembagian daerah
Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri
(autonom) dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam
sistem pemerintahan negara. Dari beberapa ketentuan di atas, menunjukkan bahwa
negara Indonesia pada masa itu adalah berbentuk kesatuan dengan berasaskan
desentralisasi. Dimana daerah negara akan dibagi-bagi menjadi daerah-daerah yang
memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
(otonomi daerah). Sistem Pemerintahan Indonesia pada masa UUD Sementara ini adalah
sistem pemerintahan parlementer. Berdasarkan UUD ini, Presiden hanyalah sebagai
kepala negara (Pasal 45 UUDS), dan sama sekali tidak memegang jabatan sebagai kepala
pemerintahan. Pemerintahan berada di tangan Dewan Menteri yang diketuai oleh seorang
Perdana Menteri (Joeniarto, 1990 : 83). Pengaturan hak asasi manusia oleh UUD ini
lebih lengkap yang terdiri dari 28 Pasal, dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 34, sedangkan
dalam Konstitusi RIS hanya terdiri 26 Pasal. Pasal-pasal mengenai hak-hak dan
kebebasan dasar manusia (hak asasi manusia) sangat diakui dan dijunjung tinggi akan
hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Pada bagian tersebut, juga diakui
bahwa kedudukan manusia dihadapan hukum itu adalah sama.
Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17
Agustus 1950- 5 Juli 1959 menurut UUDS Pasal 44 lembaga negara yang ada yaitu:
1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Menteri-menteri
4. Mahkamah Agung
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang
jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Presiden yang berkedudukan sebagai
kepala negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/pelaksana
pemerintahan. Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950, Presiden menunjuk seorang atau
beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet
presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri
yang lain. Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-
sendiri.
Sebagai kepala negara berdasarkan Pasal 84 Presiden berhak untuk membubarkan
DPR. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan
Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya
ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai
seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950). Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4
tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar
tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan. Seorang anggota DPR yang
merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban
sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam
wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah
dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan
oleh pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka
mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden. Kekuasaan
yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan.
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950).
Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan
Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup. Mahkamah Agung dapat dipecat atau
diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat (3)
UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat (4)
disebutkan bahwa Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas
permintaan sendiri. Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan
yang lain, Mahkamah Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan
pemberian hak grasi oleh presiden.Dari berbagai uraian di atas, dapat diketahui bahwa
dalam UUDS terdapat hubungan antar lembaga negara maupun lembaga negara dengan
rakyat sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2010. Kostitusi dan Konstitualisme Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika
Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara
Lubis, Solly. 1993. Ketatanegaraan Republik Indonesia. Bandung : Mandar Maju
. 2010. Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Yogyakarta : Graha Pustaka
. 2010. Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Yogyakarta : Graha Pustaka