Вы находитесь на странице: 1из 7

JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2012

Vol.2. No.3. hal. 175-181


ISSN: 2087-7706

SURVEI KEJADIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG


(Phytophthora capsici) TANAMAN LADA (Piper nigrum. L) DI
KABUPATEN KONAWE SELATAN

Survey on Rotten Disease Incidence on Staik Base (Phytophthora


capsici) of Pepper Plant (Piper nigrum. L) in South Konawe Regency
ASNIAH*, SYAIR, TUTI WAHYUNI A.S
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACK
The aim of this study was to know how big the rotten disease incidence on stalk base
of pepper that was caused by Phytophthora capsici in South Konawe Regency and also to
know what the farmers action to manage the rotten disease on stalk base of pepper. This
study used survey and direct interview to the farmers. The average of rotten disease
incidence on stalk base of pepper from six sampel Villages on the two Subdistrict in South
Konawe Regency was 55,66 %, therefore this result include as the criteria of serious attack.
The highest of disease event was found in Lamomea Village with the level of avarage attack
was 83 %. Thus, this result was as of very serious attack. The highest disease incidence was
found in Lamomea Village with the level of average attack was 83 %. Thus, this result was as
very serious attack. The lowest disease event was found in Cialam Jaya Village with the level
of average attack was 24 %, therefore this result classified as light attack.
Keywords: disease incidence, rotton disease stalk base of pepper, Phytophthora capsici,
survey

1PENDAHULUAN lada dimana tanaman pangan tidak dapat


tumbuh dengan baik.
Tanaman lada (Piper ningrum L.) Sulawesi Tenggara merupakan salah satu
merupakan sumber penghasil devisa, daerah berpotensi untuk pengembangan
penyedia lapangan kerja maupun sebagai tanaman Lada. Berdasarkan data Badan Pusat
bahan baku industri makanan, obat-obatan Statistik (2009), produksi lada di Sulawesi
maupun kosmtik (Rismansyah, 2010). Tenggara akhir tahun 2009 sebanyak 5.103
Tanaman lada (Piper ningrum L.) mempunyai ton, pada lahan seluas 11.773 Ha. Luas lahan
nilai ekonomi paling tinggi. Nilai devisa yang ini tersebar dalam 9 daerah yakni; Kabupaten
dihasilkan dari ekspor lada pada tahun 2004 Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan,
sebesar US $ 73.845 IPC-FAO (2005) dalam Kabupaten Buton, Kabupaten Muna,
Wahyuno (2009), yang berasal dari ekspor Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara,
lada hitam 32.000 ton dan lada putih 13.760 Kabupaten Konawe Utara, Kota Kendari, dan
ton. Di Indonesia, tanaman lada sebagian Kabupaten Buton Utara. Pada akhir tahun
besar diusahakan oleh petani dalam bentuk 2009 Kabupaten Konawe Selatan memiliki
perkebunan rakyat yang menyerap banyak luas lahan tanaman lada 3.069 Ha, dengan
tenaga kerja (Manohara et al., 2006). Secara produksi sebanyak 1.084 ton (Badan Pusat
tidak langsung, usaha tani lada telah Statistik 2010). Jika dibandingkan dengan
menghidupi ribuan petani di Indonesia, produski lada pada akhir tahun 2008 yang
khususnya di daerah pengembangan tanaman memiliki lahan lebih sempit yakni 2.959 Ha,
produksi ini menurun 57 ton (Badan Pusat
Statistik, 2009). Salah satu penyebab
menurunnya produksi lada di Sulawesi
*) AlamatKorespondensi: Tenggara dan Khususnya di Kabupaten
Email: asniah_ani@yahoo.com
176 ASNIAH ET AL. J. AGROTEKNOS

Konawe Selatan adalah adanya serangan BAHAN DAN METODE


pathogen.
Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian
Berdasarkan survey awal penelitian
ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan
ditemukan adanya dugaan gejala penyakit
dan di Laboratorium Ilmu hama dan Penyakit
busuk pangkal batang lada di Kecamatan
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Konda yakni desa Lamomea, Amotowo dan
Haluoleo, Kendari. Dari bulan November 2010
Cialam Jaya. Serta Kecamatan Landono yakni
sampai Januari 2011.
didesa Amotowo, Wonuasangia dan
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
Tridanamulya. Untuk memastikan apakah
dalam penelitian ini adalah tanaman lada
gejala tersebut disebabkan oleh Phytophthora
(Piper ningrum L). Alat yang digunakan dalam
capsici maka sampel tanah dan bagian
penelitian ini adalah meteran, tali rafia, patok,
tanaman dibawa ke laboratorium untuk
kamera digital, parang, ayakan, pacul, kertas
diidentifikasi dan ternyata hasil identifikasi
label, pisau, kompas dan alat tulis menulis.
menunjukkan bahwa gejala tersebut benar di
Metode Penelitian. Peneltian ini
sebabkan oleh P. capsici. P. capsici ini
dilaksanakan dengan menggunakan metode
merupakan patogen tular tanah (soilborne),
survei dan wawancara langsung kepada
yang dapat ditularkan melalui tanah. Sejak
petani.
dilaporkan pertama kali di Sumatera Selatan
Penentuan Lokasi Sampel. Survei
pada tahun 1885, penyakit busuk pangkal
dilakukan dengan menentukan terlebih
batang (BPBL) sering menimbulkan kerugian
dahulu tempat yang akan dijadikan lokasi
yang sangat besar khususnya pada musim
penelitian. Dan Kabupaten Konawe Selatan
hujan. Patogen dapat menyerang semua
yang memiliki luas areal tanaman lada 3.069
bagian tanaman termasuk akar, batang, dan
ha dengan produksi 1.084 ton, adalah lokasi
daun. Kerusakan terparah biasanya terjadi jika
yang dipilih. Pada Kabupaten Konawe Selatan
infeksi terjadi pada pangkal batang
ini diambil 2 Kecamatan sebagai sampel, dan
(Semangun, 1988).
dari setiap Kecamatan diambil tiga desa.
Phytophthora capsici merupakan patogen
Penentuan Kecamatan dan desa yang akan
tular tanah yang sulit terdeteksi
dijadikan lokasi sampel tersebut, ditentukan
keberadaannya dan mudah tersebar melalui
secara proporsif dengan kriteria : (1)
tanah yang terkontaminasi, terbawa aliran air
Merupakan daerah pertanaman lada yang
atau bagian tanaman yang sakit. Gejala yang
luas, (2) Tanaman lada yang sudah produktif,
nampak dipermukaan tanah berupa tanaman
(3) Sebagian besar tanaman lada
layu, sebagai indikasi serangan yang telah
memperlihatkan gejala penyakit, (4) Sebagian
lanjut yang terjadi di dalam tanah (Manohara
besar tanaman lada mati, dan (5) Campuran
et al., 2005). Serangan Phytophthora capsici
tanaman sehat dan mati. Dengan kriteria
pada daun menyebabkan gejala bercak daun
tersebut maka di pilihlah Kecamatan dan Desa
pada bagian tengah atau tepi daun. Sepanjang
berikut ini sebagai lokasi sampel
tepi bercak tersebut terdapat bagian gejala
Kecamatan Konda, yang memiliki luas areal
berwarna hitam bergerigi seperti gerenda.
tanaman lada 2.53 ha dengan produkstivitas
Gejala tersebut yang akan nampak jelas bila
480,00 kg/ha (Dinas Perkebunan &
gejala masih segar namun, bagian tersebut
Hortikultura, 2009). Dan desa yang dipilih
tidak tampak apabila daun telah mengering
berdasarkan kriteria adalah; Desa Lamomea,
atau pada gejala lanjut (Suprapto dan Yani,
yang memiliki luas lahan tanaman lada 110
2008).
ha, Desa Amohalo, yang memiliki luas lahan
Penelitian ini bertujuan untuk
tanaman lada 8 ha, dan Desa Cilam Jaya, yang
mengevaluasi besarnya kejadian penyakit
memiliki luas lahan tanaman lada 10 ha
busuk pangkal batang lada di Kabupaten
(BP3KP Konda, 2010).
Konawe Selatan dan tindakan pengelolaan
Kecamatan Landono, yang memiliki luas
yang dilakukan petani terhadap penyakit
areal tanaman lada 2.84 ha dengan
busuk pangkal batang lada.
produktivitas 511,02 Kg/Ha (Dinas
Perkebunan dan Hortikultura, 2009). Dan desa
yang dipilih berdasarkan kriteria adalah; Desa
Amotowo, yang memiliki luas lahan tanaman
Vol. 2 No.3, 2012 Survei Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang 177

lada 20 ha, Desa Wonuasangia, yang memiliki HASIL DAN PEMBAHASAN


luas lahan tanaman lada 11 ha, dan Desa
Gambaran Umum Lokasi Penelitian .
Tridanamulya, yang memiliki luas lahan
Kecamatan Konda. Konda merupakan salah
tanaman lada 42 ha (BP3KP, 2010).
satu kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan
Penentuan Sub Blok Sampel. Pada setiap
yang memiliki luas 102.23 km atau 2,92 %
desa yang telah ditentukan sebagai sampel,
dari luas Kabupaten Konawe Selatan.
diamati satu petak lokasi pertanaman lada
Kecamatan Konda terletak diantara
secara diagonal. Setiap lokasi tersebut dibuat
Kecamatan lainnya, yaitu : Sebelah Utara
1 (satu) blok pengamatan yang terdiri dari 5
berbatasan dengan Kota Kendari, Sebelah
(lima) sub blok, dengan luas masing-masing
Timur berbatasan dengan Kecamatan Moramo
sub blok 10 m x 10 m. Kemudian pengamatan
Utara, Sebelah Selatan berbatasan dengan
dimulai dengan mengamati kejadian penyakit
Kecamatan Wolasi, dan Sebelah Barat
pada keseluruhan tanaman pada setiap sub
berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto.
blok.
Kecamatan Konda yang memiliki 17 desa ini,
Pengamatan. Pengamatan ini dilakukaan
jika dilihat dari letak geografis dan
sebanyak dua kali. Pengamatan awal
topografinya sebagian besar desanya adalah
dilakukan untuk melihat kejadin penyakit.
bukan pantai dan bukan bukit (Badan Pusat
Selanjutnya pengamatan kedua dilakukan tiga
Statistik, 2010).
minggu setelah pengamatan pertama untuk
Kecamatan Landono. Kecamatan Landono
melihat perkembangan penyakit. Pengamatan
memiliki wilayah sebagian pesisir pantai dan
tersebut dilakukan dengan mengamati
selebihnya adalah dataran, dengan batas-batas
kejadian penyakit pada tiap-tiap tanaman
wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
sampel di blok pengamatan, mengamati
berbatasan dengan Kecamatan Pondidaha,
kejadian penyakit busuk pangkal batang lada,
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
serta tindakan pengelolaan yang di lakukan
Ranomeeto Barat, Sebelah Selatan berbatasan
petani terhadap penyakit busuk pangkal
dengan Kecamatan Baito, dan Sebelah Barat
batang lada yang dilakukan dengan metode
berbatasan dengan Kecamatan Mowila.
wawancara langsung. Untuk menghitung
Kecamatan Landono memiliki luas wilayah
kejadian penyakit busuk pangkal batang lada
326 km atau 3,26 % dari luas kabupaten
menggunakan metode (Abbolt, 1925 dalam
Konawe Selatan. (Badan Pusat Statistik, 2010).
Asniah dan Khaeruni, 2006) dengan
Keadaan iklim Landono mempunyai tipe iklim
menggunakan rumus sebagai berikut : KP =
sedang dengan jumlah bulan basah 5 sampai
n/N x 100% (KP=Tingkat Kejadian Penyakit,
dengan bulan pertahun dan bulan kering 3
n= Jumlah tanaman yang terserang pathogen,
sampai 5 bulan pertahun dan termasuk daerah
dan N= Jumlah tanaman yang diamati). Untuk
tropis dengan keadaan suhu udara rata-rata
mengetahui kriteria serangan, maka
27 oC 32 oC (BP3KP, 2010).
ditentukan berdasarkan Tabel 1.
Gejala Penyakit Busuk Pangkal Batang.
Tabel 1. Kriteria serangan berdasarkan Kejadian Berdasarkan penelitian di lapangan
Penyakit ditemukan adanya gejala serangan busuk
Tingkat kejadian Kriteria pangkal batang lada dari keenam desa sampel
penyakit (%) yang diamati. Tanaman lada yang terserang
0 Normal penyakit busuk pangkal batang
1 x 25 Ringan memperlihatkan gejala layu, menguning dan
25 < x 50 Sedang lemas. Pada daun terlihat bercak-bercak
50< x 75 Berat coklat, pada pada pangkal batang tanaman
x >75 Sangat Berat lada yang terinfeksi berwarna coklat
kehitaman dan berbau busuk serta mati Hal
Sumber : Natawigena (1982) ini sesuai dengan Semangun (2000) yang
Analisis Data. Data hasil pengamatan menyatakan bahwa tanaman lada yang
dianalisis secara deskriktif berdasarkan terserang penyakit busuk pangkal batang
memperlihatkan gejala layu, menguning dan
data yang diperoleh di lapangan dengan
lemas. Kemudian daun menjadi hitam yang
menggunakan sistem tabulasi sederhana. dimulai dari ujung daun, setelah itu daun
178 ASNIAH ET AL. J. AGROTEKNOS

gugur mulai daun pada cabang yang paling Kejadian Penyakit. Berdasarkan hasil
bawah hingga cabang bagian atas. Semangun penelitian yang telah dilakukan pada lahan
(1989) juga menyatakan bahwa bagian pertanaman lada di enam desa sampel pada
pangkal batang terserang sampai 30 cm dari dua Kecamatan; yakni Desa Lamomea,
permukaan tanah. Pada kulit pangkal batang Amohalo, Caialam Jaya di Kecamatan Konda
yang terserang bila diiris secara membujur dan Desa Tridanamulya, Amotowo,
akan terlihat garis-garis cokelat kehitaman Wonuasangian di Kecamatan Landono,
sedangkan kalau diiris secara melintang akan ditemukan telah terserang oleh Phytophthora
keluar cairan berwarna hitam dan berbau capsici dengan rata-rata persentase serangan
busuk. 21 % - 83 %. Data hasil pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Rata-rata Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Phytophthora capsici) pada 2 kecamatan
di Kabupaten Konawe Selatan.
Desa Sampel Kejadian Penyakit pada Rata-rata Kriteria
pengamatan ke.... (%) Serangan
1 2
Kecamatan Konda
Lamomea 79 87 83 Sangat berat
Cialam jaya 21 27 24 Ringan
Amohalo 74 85 79,5 Sangat berat
Rata-rata 62,17 Berat
Kecamatan Landono
Tridanamulya 67 72 69,5 Berat
Amotowo 25 34 29,5 Sedang
Wonuasangia 43 54 48,5 Sedang
Rata-rata 49,17 Sedang
Rata-rata Kab. Konsel 55.67 Berat
Sumber : Data primer, Diolah 2010
Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata Wonuasangia dan Desa Amotowo termasuk
kejadian penyakit tertinggi terjadi di Desa dalam kriteria serangan sedang dengan rata-
Lamomea sebesar 83 % diikuti Desa Amohalo rata serangan 48,5 % dan 29,5 %. Serangan
yaitu sebesar 79,5 %, Desa Tridanamulya terendah terjadi di Desa Cialam Jaya dengan
sebesar 69,5 %, Desa Wonuasangia sebesar rata-rata persentase serangan 24 % dan
48,5 %, Desa Amotowo sebesar 29,5 % dan termasuk dalam kriteria serangan ringan.
terendah di desa Cialam Jaya dengan rata-rata Perbedaan serangan di setiap desa ini diduga
kejadian penyakit 24 %. Kejadian penyakit disebabkan oleh keadaan lingkungan
busuk pangkal batang di Kecamatan Konda pertanaman yang berbeda seperti keadaan
termasuk kategori berat yakni 62,17% drainase, jarak tanam, naungan dan cara
sedangkan Kecamatan Landono termasuk pemeliharaannya.
kategori sedang yakni 49,17%. Berdasarkan pengamatan dan wawancara
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa langsung dengan petani, serangan busuk
tingkat serangan pada tiap blok pengamatan pangkal batang lada yang terjadi di desa
berbeda-beda. Hasil tersebut dapat dilihat lamomea dengan kriteria serangan sangat
pada tabel 2, dimana Desa Lamomea tingkat berat diduga disebabkan oleh drainase yang
serangannya sudah mencapai 83 % dan kurang baik, yang menyebabkan air tergenang
menurut Natawigena (1982) dikategorikan dan secara tidak langsung meningkatkan
kedalam serangan sangat berat. Begitu pula kelembapan tanah sehingga memungkinkan
pada Desa Amohalo dimasukkan kedalam perkembangan penyakit lebih cepat. Hal ini
kriteria serangan sangat berat dengan tingkat sejalan dengan pernyataan Erwin et al (2009)
serangan rata-rata 79,5 %. Sementara Desa bahwa kondisi lahan yang memiliki sistem
Tridanamulya dengan tingkat serangan 69,5 % drainase yang tidak baik akan membuat air
dimasukkan ke dalam kriteria berat. Desa tergenang. Air yang tergenang tersebut dapat
Vol. 2 No.3, 2012 Survei Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang 179

menciptakan kondisi yang baik untuk serangan P. capsici. Lebih lanjut dijelaskan
kehidupan jamur. Dan menurut Yunafsi oleh Hartati (2007) bahwa Sporangia,
(2002) jika ada air, sporangium Phytophthora zoospora dan miselium P. capsici akan mati
akan membentuk spora kembara dalam pada suhu tinggi dan kelembapan rendah
waktu 0,5 - 2 jam, dan spora kembara ini akan karena hanya dapat bertahan dalam tanah
membentuk tabung kecambah dalam waktu 2 yang lembap. Faktor lain yang menyebabkan
2,5 jam. Ditambahkan lagi oleh Santoso ringannya serangan busuk pangakal batang
(2010) yang menyatakan bahwa P. capsici lada di desa Cialam Jaya adalah pengaturan
yang membentuk struktur reproduksi jarak tanam yang baik yakni 2 m x 2 m dan
zoospora sebagai spora kembara dapat tanaman ajir yang digunakan adalah tanaman
berenang pada lapisan air. Makin lama gamal yang tajuknya tidak begitu besar
zoospora tersebut bergerak, maka makin sehingga tidak saling menanungi. Selain itu
besar peluangnya untuk menemukan inang drainase yang baik menyebabkan tidak
yang sesuai. terciptanya lingkungan yang sesuai untuk
Serangan busuk pangkal batang yang perkembangan P. capsici.
sangat berat juga terjadi di Desa A, hal Pada Desa Tridanamulya serangan busuk
tersebut diduga dipengaruhi oleh jarak tanam pangkal batang lada termasuk dalam kriteria
yang rapat yakni 1,50 m x 1,50 m serangan berat, berdasarkan pengamatan dan
dibandingkan dengan desa Cialam Jaya dengan wawancara langsung dengan petani (lampiran
kejadian penyakit ringan memiliki jarak tanam 3d). Hal tersebut disebabkan oleh perawatan
2 m x 2 m. Dimana jarak tanam yang rapat yang kurang baik, dimana petani tidak pernah
menyebabkan tanaman penaung (ajir) saling melakukan pemupukan sehingga tanaman
menaungi sehingga dapat meningkatkan kekurangan nutrisi dan lemah sehingga
kelembapan tanah yang membantu patogen menyebabkan tanaman mudah terserang
berkembang dengan baik. Hal ini sesuai penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dengan pendapat Kramer and Kozlowski Anonim (2010) yang menyatakan bahwa
(1960) yang menyetakan bahwa semakin nutrisi tanaman berperan dalam
rapat naungan (semakin kecil intensitas perkembangan penyakit tanaman. Pengaruh
cahaya yang diterima tanaman) maka suhu nutrisi lebih berpengaruh pada ketahanan
semakin rendah, dan kelembapan semakin tanaman terhadap patogen. Hal ini karena
tinggi. Menurut Agrios (1997), kerusakan pada kondisi tanaman kekurangan nutrisi,
yang ditimbulkan oleh P. capsici pada akar dan akan menguntungkan patogen yang
batang, terjadi pada kondisi tanah yang merupakan parasit lemah. Selain itu petani
lembap dimana pada kondisi tersebut dapat juga melakukan pemangkasn di musim hujan
memicu pembentukan spora kembara dengan maksud mengurangi kelembapan,
(zoospora). namun hal tersebut justru membuat patogen
Hasil penelitian dan wawancara langsung berpindah melalui alat (parang) yang
pada petani di Desa Cialam Jaya menunjukkan digunakan dan masuk melalui luka akibat
bahwa serangan busuk pangkal batang yang pemangkasan.
terjadi masih dalam kriteria serangan ringan. Desa Amotowo dan Wonuasangia tergolong
Hal tersebut diduga karena petani melakukan dalam serangan sedang hal tersebut diduga
perawatan yang baik pada lokasi sampel disebabkan oleh drainase dan perawatan
pertanaman lada. Petani sering melakukan yang baik yang dilakukan oleh petani. Tinggi
sanitasi, terutama disekitar pangkal batang rendahnya kejadian penyakit juga disebabkan
yang menyebabkan pangkal batang tanaman oleh perbedaan topografi disetiap desa
lada terkena sinar matahari langsung dan sampel. Dimana blok pengamatan di desa
tercipta kelembapan tanah yang tidak sesuai Wonuasangia dan Amotowo berada pada
bagi perkembangan patogen. Dimana pada dataran tinggi. Menurut Anonim (2010)
kondisi tersebut dapat menyebabkan terdapat perbedaan temperatur antara
sporangia dan zoospora dari P. capsici mati. dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran
Hal ini sesuai dengan anjuran Manohara rendah bersuhu lebih tinggi dan dataran tinggi
(1996) bahwa bagian pangkal batang tanaman bersuhu lebih rendah diduga merupakan
lada diusahakan terbuka (terkena sinar faktor penghambat bagi perkembangan
matahari langsung), supaya terhindar dari patogen.
180 ASNIAH ET AL. J. AGROTEKNOS

Patogen busuk pangkal batang lada juga Penyuluh Pertanian BPP Landono.
dapat ditularkan lewat penggunaan bibit Kecamatan Landono
secara stek yang sudah tertular P. capsici. Ini Dinas Perkebunan dan Hortikultura
didukung dari hasil wawancara dengan petani Drenth, A and D. Guest. 2004b. Phytophthora
lada dienam desa sampel di Kecamatan Konda in the tropics. (Eds.) Andre, dan Guest.
dan Landono, dimana hampir semua petani Diversity and management of Phytophthora
menggunakan bibit yang diperoleh dari in South East Asia. ACIAR, Australia. 30-41
masyarakat setempat yang bibit tersebut pp.
diduga sudah terserang patogen P. capsici. Erwin, D.C and O.K.Ribeiro. 1996.
Tingkat pengetahuan petani yang masih Phytophthora disease worldwide.APS.St
kurang dalam hal tekhnik budidaya tanaman Paul Minesta. 562 p.
dan cara pengendalian penyakit khususnya Erwin, Robert Sitepu dan S.H. Hastuty, 2009.
penyakit busuk pangkal batang berdampak Memerangi Penyakit Lanas pada
pada penurunan produksi lada, sehingga Tembakau. Balai Penelitian Tembakau Deli-
penghasilan petani menurun. Rendanya PTP Nusantara II (Persero)- Medan.
pendapatan petani menyebabkan petani tidak Ginting C, D.R.J. Sembodo2, H. Susanto. 2002.
mampu melakukan pemeliharaan secara Efikasi Serbuk Tumbuhan Dalam
efektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan Mengendalikan Penyakit Busuk Pangkal
petani, pengendalian yang dilakukan selama Batang Lada di Lapangan, J. Hama dan
ini baru dititik beratkan pada penggunaan Penyakit Tumbuhan Tropika Vol. 2, No. 1:
bahan-bahan kimia dan sanitasi lahan 15-19
perkebunan namun hasilnyapun tidak Hartati Sri, 2007. Pengaruh Beberapa Faktor
memuaskan. Masalah yang dihadapi oleh LIngkungan Terhadap Kehidupan
petani dalam melakukan pengendalian Phytophthora Di Dalam Tanah.
penyakit busuk pangkal batang adalah sulit (http://www.scribd.com/doc/35285730/
dalam menentukan gejala awal serangan. Pengaruh-Beberapa-Faktor-
Petani baru melakukan pengendalian pada Lingkungan. Diakses pada tanggal 1 Maret
saat tanaman sudah terserang sehingga 2011).
tanaman sudah tidak dapat tertolong lagi. IPC dan FAO. 2005. Pepper production guide
for Asia and the Pacific. (Eds) C.K. Geroge, A.
SIMPULAN Abdullah, and K. Chapman. Industrial Crop
Berdasarkan hasil pengamatan dan Officer-FAO. Reg Officer for Asia and the
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan Pacific. Bangkok-Thailand. IPC-FAO.
bahwa Kejadian penyakit busuk pangkal Manohara, D., H. Nuriani and K, Mulya. 1994.
batang lada yang disebabkan oleh cendawan The influence of exudates and extract of
Phytophthora capsici di Kecamatan Konda dan Liliaceae roots on the zoospora germination
Landono Kabupaten Konawe Selatan termasuk of Phytophthora capsici. J. Spice and
dalam kriteria serangan berat yakni 55,66 %. Medicinal Crops. 2:6-10
Manohara, D. dan R. Kasim. 1996. Teknik
DAFTAR PUSTAKA pengendalian penyakit busuk pangkal
batang tanaman lada. Pros. Seminar
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fourth Pengendalian Penyakit Utama Tanaman
Edition. Academic Press, New York Industri secara terpadu. Bogor 13-14
Asniah dan Khaeruni A. 2006. Pengaruh Waktu Maret.
Aplikasi VA mikoriza dalam mengendalikan Manohara D. 1996. Penyakit busuk Pangkal
penyakit layu fusarium (Fusarium Batang Lada. Balai Penelitian Tanaman
oxysporum) pada tanaman tomat. Agriplus. Rempah dan Obat, Bogor.
Vol. 16. 1:12-17 Manohara, D., D. Wahyuno, dan R. Noveriza.
Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten 2005. Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada
Konawe Selatan Dalam Angka. BPS dan Strategi Pengendaliannya. Edsus
Kabupaten Konawe Selatan Balittro. 17:41-51.
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Dan Manohara, D., P. Wahid, D. Wahyuno, Y.
Ketahanan Pangan, 2010. Program Nuryani, I. Mustika, I.W. Laba, Yuhono, A.M.
Rivai dan Saefudin. 2006. Status Teknologi
Vol. 2 No.3, 2012 Survei Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang 181

Tanaman Lada. Prosiding Status Teknologi Santoso U. 2010. Waspadai Penyakit Busuk
Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Pangkal Batang pada Tanaman Lada.
Industri, Parungkuda-Sukabumi, 26 (http://www.tanindo.com/abdi11/hal3
September 2006. 1-57 pp. 201.htm. Diakses pada tanggal 14 Juli
Manohara, N. Hidayatun, S. Salma, Nurichan, S. 2010).
Soedjono, R. Saraswati dan K. Herlina. Sarpian T. 2003. Pedoman Berkebun Lada dan
2006. Konservasi dan Karakterisasi Mikroba Analisis Usaha Tani. Knisius, Yogyakarta.
Pertanian. BB. Penelitian dan Semangun, H. 1988. Penyakit-penyakit
Pengembangan Bioteknologi dan Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah
Sumberdaya Genetika Pertenian. Bogor. Mada University Press, Yogyakarta.
Manohara, D., E. Hadipoentiyanti, N, Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit
Bermawie, M. Hadad E.A., dan M. Herman. Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah
2007. Status teknologi tanaman rempah. Mada University Press, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Rempah. Cetakan ke 4, edisi Refisi.
Bogor, 21 Agustus 2007. Pusat Penelitian Setiyono R.T. 2003. Status Pemuliaan
dan Pengembangan Perkebunan. 40-49 pp. Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman
Manohara D., D. Wahyuno., D.N. Susilowati. Rempah dan Obat, Bogor.
2007. Variasi Morfologi dan Virulensi Sutarno dan Andoko, A. 2005. Budidaya Lada
Phytophthora capsici Asal Lada. Buletin Si Raja Rempah. Agromedia Pustaka. Depok
Plasma Nutfah Vol. 13 N0. 2 tahun 2007 Suprapto dan Yani, A. 2008. Teknologi
Putra Andhika. 2008. Budidaya Tanaman Lada. Budidaya Lada. Agro Inovasi Balai Besar
(http://teknisbudidaya.blogspot.com/2 Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
008/07/leaflet-budidaya-tanaman- Pertanian Badan Penelitian dan
lada.html. Diakses pada tanggal 15 Juli Pengembangan Pertanian.
2010). Untung K., Hindayana D., Judawi D.,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Priharyanto D., Luther C G., Mangan J.,
Perkebunan. 2009. Warta Penelitian dan Sianturi M., Mundy P., Riyatno. 2002.
Pengembangan Tanaman Industri, Volume Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman
15 Nomor 2. Pusat Penelitian dan Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Pengembangan Perkebunan, Bogor Perkebunan, Jakarta
Rosyadi,M. A. 2010. Klasifikasi dan Morfologi Wahyuno Dono, 2009. Pengendalian
Tanaman Lada. Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada. Balai
(http://matematikacerdas.wordpress.c Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika,
om/2010/01/25/klasifikasi-dan- Bogor.
morfoligi-tanaman-lada. Diakses pada Yunasfi, 2002. Faktor-faktor Yang
tanggal 15 Juli 2010). Mempengaruhi Perkembangan penyakit
dan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur.
Universitas Sumatera Utara Digital Library.

Вам также может понравиться