Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRACK
The aim of this study was to know how big the rotten disease incidence on stalk base
of pepper that was caused by Phytophthora capsici in South Konawe Regency and also to
know what the farmers action to manage the rotten disease on stalk base of pepper. This
study used survey and direct interview to the farmers. The average of rotten disease
incidence on stalk base of pepper from six sampel Villages on the two Subdistrict in South
Konawe Regency was 55,66 %, therefore this result include as the criteria of serious attack.
The highest of disease event was found in Lamomea Village with the level of avarage attack
was 83 %. Thus, this result was as of very serious attack. The highest disease incidence was
found in Lamomea Village with the level of average attack was 83 %. Thus, this result was as
very serious attack. The lowest disease event was found in Cialam Jaya Village with the level
of average attack was 24 %, therefore this result classified as light attack.
Keywords: disease incidence, rotton disease stalk base of pepper, Phytophthora capsici,
survey
gugur mulai daun pada cabang yang paling Kejadian Penyakit. Berdasarkan hasil
bawah hingga cabang bagian atas. Semangun penelitian yang telah dilakukan pada lahan
(1989) juga menyatakan bahwa bagian pertanaman lada di enam desa sampel pada
pangkal batang terserang sampai 30 cm dari dua Kecamatan; yakni Desa Lamomea,
permukaan tanah. Pada kulit pangkal batang Amohalo, Caialam Jaya di Kecamatan Konda
yang terserang bila diiris secara membujur dan Desa Tridanamulya, Amotowo,
akan terlihat garis-garis cokelat kehitaman Wonuasangian di Kecamatan Landono,
sedangkan kalau diiris secara melintang akan ditemukan telah terserang oleh Phytophthora
keluar cairan berwarna hitam dan berbau capsici dengan rata-rata persentase serangan
busuk. 21 % - 83 %. Data hasil pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Rata-rata Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Phytophthora capsici) pada 2 kecamatan
di Kabupaten Konawe Selatan.
Desa Sampel Kejadian Penyakit pada Rata-rata Kriteria
pengamatan ke.... (%) Serangan
1 2
Kecamatan Konda
Lamomea 79 87 83 Sangat berat
Cialam jaya 21 27 24 Ringan
Amohalo 74 85 79,5 Sangat berat
Rata-rata 62,17 Berat
Kecamatan Landono
Tridanamulya 67 72 69,5 Berat
Amotowo 25 34 29,5 Sedang
Wonuasangia 43 54 48,5 Sedang
Rata-rata 49,17 Sedang
Rata-rata Kab. Konsel 55.67 Berat
Sumber : Data primer, Diolah 2010
Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata Wonuasangia dan Desa Amotowo termasuk
kejadian penyakit tertinggi terjadi di Desa dalam kriteria serangan sedang dengan rata-
Lamomea sebesar 83 % diikuti Desa Amohalo rata serangan 48,5 % dan 29,5 %. Serangan
yaitu sebesar 79,5 %, Desa Tridanamulya terendah terjadi di Desa Cialam Jaya dengan
sebesar 69,5 %, Desa Wonuasangia sebesar rata-rata persentase serangan 24 % dan
48,5 %, Desa Amotowo sebesar 29,5 % dan termasuk dalam kriteria serangan ringan.
terendah di desa Cialam Jaya dengan rata-rata Perbedaan serangan di setiap desa ini diduga
kejadian penyakit 24 %. Kejadian penyakit disebabkan oleh keadaan lingkungan
busuk pangkal batang di Kecamatan Konda pertanaman yang berbeda seperti keadaan
termasuk kategori berat yakni 62,17% drainase, jarak tanam, naungan dan cara
sedangkan Kecamatan Landono termasuk pemeliharaannya.
kategori sedang yakni 49,17%. Berdasarkan pengamatan dan wawancara
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa langsung dengan petani, serangan busuk
tingkat serangan pada tiap blok pengamatan pangkal batang lada yang terjadi di desa
berbeda-beda. Hasil tersebut dapat dilihat lamomea dengan kriteria serangan sangat
pada tabel 2, dimana Desa Lamomea tingkat berat diduga disebabkan oleh drainase yang
serangannya sudah mencapai 83 % dan kurang baik, yang menyebabkan air tergenang
menurut Natawigena (1982) dikategorikan dan secara tidak langsung meningkatkan
kedalam serangan sangat berat. Begitu pula kelembapan tanah sehingga memungkinkan
pada Desa Amohalo dimasukkan kedalam perkembangan penyakit lebih cepat. Hal ini
kriteria serangan sangat berat dengan tingkat sejalan dengan pernyataan Erwin et al (2009)
serangan rata-rata 79,5 %. Sementara Desa bahwa kondisi lahan yang memiliki sistem
Tridanamulya dengan tingkat serangan 69,5 % drainase yang tidak baik akan membuat air
dimasukkan ke dalam kriteria berat. Desa tergenang. Air yang tergenang tersebut dapat
Vol. 2 No.3, 2012 Survei Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang 179
menciptakan kondisi yang baik untuk serangan P. capsici. Lebih lanjut dijelaskan
kehidupan jamur. Dan menurut Yunafsi oleh Hartati (2007) bahwa Sporangia,
(2002) jika ada air, sporangium Phytophthora zoospora dan miselium P. capsici akan mati
akan membentuk spora kembara dalam pada suhu tinggi dan kelembapan rendah
waktu 0,5 - 2 jam, dan spora kembara ini akan karena hanya dapat bertahan dalam tanah
membentuk tabung kecambah dalam waktu 2 yang lembap. Faktor lain yang menyebabkan
2,5 jam. Ditambahkan lagi oleh Santoso ringannya serangan busuk pangakal batang
(2010) yang menyatakan bahwa P. capsici lada di desa Cialam Jaya adalah pengaturan
yang membentuk struktur reproduksi jarak tanam yang baik yakni 2 m x 2 m dan
zoospora sebagai spora kembara dapat tanaman ajir yang digunakan adalah tanaman
berenang pada lapisan air. Makin lama gamal yang tajuknya tidak begitu besar
zoospora tersebut bergerak, maka makin sehingga tidak saling menanungi. Selain itu
besar peluangnya untuk menemukan inang drainase yang baik menyebabkan tidak
yang sesuai. terciptanya lingkungan yang sesuai untuk
Serangan busuk pangkal batang yang perkembangan P. capsici.
sangat berat juga terjadi di Desa A, hal Pada Desa Tridanamulya serangan busuk
tersebut diduga dipengaruhi oleh jarak tanam pangkal batang lada termasuk dalam kriteria
yang rapat yakni 1,50 m x 1,50 m serangan berat, berdasarkan pengamatan dan
dibandingkan dengan desa Cialam Jaya dengan wawancara langsung dengan petani (lampiran
kejadian penyakit ringan memiliki jarak tanam 3d). Hal tersebut disebabkan oleh perawatan
2 m x 2 m. Dimana jarak tanam yang rapat yang kurang baik, dimana petani tidak pernah
menyebabkan tanaman penaung (ajir) saling melakukan pemupukan sehingga tanaman
menaungi sehingga dapat meningkatkan kekurangan nutrisi dan lemah sehingga
kelembapan tanah yang membantu patogen menyebabkan tanaman mudah terserang
berkembang dengan baik. Hal ini sesuai penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dengan pendapat Kramer and Kozlowski Anonim (2010) yang menyatakan bahwa
(1960) yang menyetakan bahwa semakin nutrisi tanaman berperan dalam
rapat naungan (semakin kecil intensitas perkembangan penyakit tanaman. Pengaruh
cahaya yang diterima tanaman) maka suhu nutrisi lebih berpengaruh pada ketahanan
semakin rendah, dan kelembapan semakin tanaman terhadap patogen. Hal ini karena
tinggi. Menurut Agrios (1997), kerusakan pada kondisi tanaman kekurangan nutrisi,
yang ditimbulkan oleh P. capsici pada akar dan akan menguntungkan patogen yang
batang, terjadi pada kondisi tanah yang merupakan parasit lemah. Selain itu petani
lembap dimana pada kondisi tersebut dapat juga melakukan pemangkasn di musim hujan
memicu pembentukan spora kembara dengan maksud mengurangi kelembapan,
(zoospora). namun hal tersebut justru membuat patogen
Hasil penelitian dan wawancara langsung berpindah melalui alat (parang) yang
pada petani di Desa Cialam Jaya menunjukkan digunakan dan masuk melalui luka akibat
bahwa serangan busuk pangkal batang yang pemangkasan.
terjadi masih dalam kriteria serangan ringan. Desa Amotowo dan Wonuasangia tergolong
Hal tersebut diduga karena petani melakukan dalam serangan sedang hal tersebut diduga
perawatan yang baik pada lokasi sampel disebabkan oleh drainase dan perawatan
pertanaman lada. Petani sering melakukan yang baik yang dilakukan oleh petani. Tinggi
sanitasi, terutama disekitar pangkal batang rendahnya kejadian penyakit juga disebabkan
yang menyebabkan pangkal batang tanaman oleh perbedaan topografi disetiap desa
lada terkena sinar matahari langsung dan sampel. Dimana blok pengamatan di desa
tercipta kelembapan tanah yang tidak sesuai Wonuasangia dan Amotowo berada pada
bagi perkembangan patogen. Dimana pada dataran tinggi. Menurut Anonim (2010)
kondisi tersebut dapat menyebabkan terdapat perbedaan temperatur antara
sporangia dan zoospora dari P. capsici mati. dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran
Hal ini sesuai dengan anjuran Manohara rendah bersuhu lebih tinggi dan dataran tinggi
(1996) bahwa bagian pangkal batang tanaman bersuhu lebih rendah diduga merupakan
lada diusahakan terbuka (terkena sinar faktor penghambat bagi perkembangan
matahari langsung), supaya terhindar dari patogen.
180 ASNIAH ET AL. J. AGROTEKNOS
Patogen busuk pangkal batang lada juga Penyuluh Pertanian BPP Landono.
dapat ditularkan lewat penggunaan bibit Kecamatan Landono
secara stek yang sudah tertular P. capsici. Ini Dinas Perkebunan dan Hortikultura
didukung dari hasil wawancara dengan petani Drenth, A and D. Guest. 2004b. Phytophthora
lada dienam desa sampel di Kecamatan Konda in the tropics. (Eds.) Andre, dan Guest.
dan Landono, dimana hampir semua petani Diversity and management of Phytophthora
menggunakan bibit yang diperoleh dari in South East Asia. ACIAR, Australia. 30-41
masyarakat setempat yang bibit tersebut pp.
diduga sudah terserang patogen P. capsici. Erwin, D.C and O.K.Ribeiro. 1996.
Tingkat pengetahuan petani yang masih Phytophthora disease worldwide.APS.St
kurang dalam hal tekhnik budidaya tanaman Paul Minesta. 562 p.
dan cara pengendalian penyakit khususnya Erwin, Robert Sitepu dan S.H. Hastuty, 2009.
penyakit busuk pangkal batang berdampak Memerangi Penyakit Lanas pada
pada penurunan produksi lada, sehingga Tembakau. Balai Penelitian Tembakau Deli-
penghasilan petani menurun. Rendanya PTP Nusantara II (Persero)- Medan.
pendapatan petani menyebabkan petani tidak Ginting C, D.R.J. Sembodo2, H. Susanto. 2002.
mampu melakukan pemeliharaan secara Efikasi Serbuk Tumbuhan Dalam
efektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan Mengendalikan Penyakit Busuk Pangkal
petani, pengendalian yang dilakukan selama Batang Lada di Lapangan, J. Hama dan
ini baru dititik beratkan pada penggunaan Penyakit Tumbuhan Tropika Vol. 2, No. 1:
bahan-bahan kimia dan sanitasi lahan 15-19
perkebunan namun hasilnyapun tidak Hartati Sri, 2007. Pengaruh Beberapa Faktor
memuaskan. Masalah yang dihadapi oleh LIngkungan Terhadap Kehidupan
petani dalam melakukan pengendalian Phytophthora Di Dalam Tanah.
penyakit busuk pangkal batang adalah sulit (http://www.scribd.com/doc/35285730/
dalam menentukan gejala awal serangan. Pengaruh-Beberapa-Faktor-
Petani baru melakukan pengendalian pada Lingkungan. Diakses pada tanggal 1 Maret
saat tanaman sudah terserang sehingga 2011).
tanaman sudah tidak dapat tertolong lagi. IPC dan FAO. 2005. Pepper production guide
for Asia and the Pacific. (Eds) C.K. Geroge, A.
SIMPULAN Abdullah, and K. Chapman. Industrial Crop
Berdasarkan hasil pengamatan dan Officer-FAO. Reg Officer for Asia and the
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan Pacific. Bangkok-Thailand. IPC-FAO.
bahwa Kejadian penyakit busuk pangkal Manohara, D., H. Nuriani and K, Mulya. 1994.
batang lada yang disebabkan oleh cendawan The influence of exudates and extract of
Phytophthora capsici di Kecamatan Konda dan Liliaceae roots on the zoospora germination
Landono Kabupaten Konawe Selatan termasuk of Phytophthora capsici. J. Spice and
dalam kriteria serangan berat yakni 55,66 %. Medicinal Crops. 2:6-10
Manohara, D. dan R. Kasim. 1996. Teknik
DAFTAR PUSTAKA pengendalian penyakit busuk pangkal
batang tanaman lada. Pros. Seminar
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fourth Pengendalian Penyakit Utama Tanaman
Edition. Academic Press, New York Industri secara terpadu. Bogor 13-14
Asniah dan Khaeruni A. 2006. Pengaruh Waktu Maret.
Aplikasi VA mikoriza dalam mengendalikan Manohara D. 1996. Penyakit busuk Pangkal
penyakit layu fusarium (Fusarium Batang Lada. Balai Penelitian Tanaman
oxysporum) pada tanaman tomat. Agriplus. Rempah dan Obat, Bogor.
Vol. 16. 1:12-17 Manohara, D., D. Wahyuno, dan R. Noveriza.
Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten 2005. Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada
Konawe Selatan Dalam Angka. BPS dan Strategi Pengendaliannya. Edsus
Kabupaten Konawe Selatan Balittro. 17:41-51.
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Dan Manohara, D., P. Wahid, D. Wahyuno, Y.
Ketahanan Pangan, 2010. Program Nuryani, I. Mustika, I.W. Laba, Yuhono, A.M.
Rivai dan Saefudin. 2006. Status Teknologi
Vol. 2 No.3, 2012 Survei Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang 181
Tanaman Lada. Prosiding Status Teknologi Santoso U. 2010. Waspadai Penyakit Busuk
Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Pangkal Batang pada Tanaman Lada.
Industri, Parungkuda-Sukabumi, 26 (http://www.tanindo.com/abdi11/hal3
September 2006. 1-57 pp. 201.htm. Diakses pada tanggal 14 Juli
Manohara, N. Hidayatun, S. Salma, Nurichan, S. 2010).
Soedjono, R. Saraswati dan K. Herlina. Sarpian T. 2003. Pedoman Berkebun Lada dan
2006. Konservasi dan Karakterisasi Mikroba Analisis Usaha Tani. Knisius, Yogyakarta.
Pertanian. BB. Penelitian dan Semangun, H. 1988. Penyakit-penyakit
Pengembangan Bioteknologi dan Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah
Sumberdaya Genetika Pertenian. Bogor. Mada University Press, Yogyakarta.
Manohara, D., E. Hadipoentiyanti, N, Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit
Bermawie, M. Hadad E.A., dan M. Herman. Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah
2007. Status teknologi tanaman rempah. Mada University Press, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Rempah. Cetakan ke 4, edisi Refisi.
Bogor, 21 Agustus 2007. Pusat Penelitian Setiyono R.T. 2003. Status Pemuliaan
dan Pengembangan Perkebunan. 40-49 pp. Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman
Manohara D., D. Wahyuno., D.N. Susilowati. Rempah dan Obat, Bogor.
2007. Variasi Morfologi dan Virulensi Sutarno dan Andoko, A. 2005. Budidaya Lada
Phytophthora capsici Asal Lada. Buletin Si Raja Rempah. Agromedia Pustaka. Depok
Plasma Nutfah Vol. 13 N0. 2 tahun 2007 Suprapto dan Yani, A. 2008. Teknologi
Putra Andhika. 2008. Budidaya Tanaman Lada. Budidaya Lada. Agro Inovasi Balai Besar
(http://teknisbudidaya.blogspot.com/2 Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
008/07/leaflet-budidaya-tanaman- Pertanian Badan Penelitian dan
lada.html. Diakses pada tanggal 15 Juli Pengembangan Pertanian.
2010). Untung K., Hindayana D., Judawi D.,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Priharyanto D., Luther C G., Mangan J.,
Perkebunan. 2009. Warta Penelitian dan Sianturi M., Mundy P., Riyatno. 2002.
Pengembangan Tanaman Industri, Volume Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman
15 Nomor 2. Pusat Penelitian dan Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Pengembangan Perkebunan, Bogor Perkebunan, Jakarta
Rosyadi,M. A. 2010. Klasifikasi dan Morfologi Wahyuno Dono, 2009. Pengendalian
Tanaman Lada. Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada. Balai
(http://matematikacerdas.wordpress.c Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika,
om/2010/01/25/klasifikasi-dan- Bogor.
morfoligi-tanaman-lada. Diakses pada Yunasfi, 2002. Faktor-faktor Yang
tanggal 15 Juli 2010). Mempengaruhi Perkembangan penyakit
dan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur.
Universitas Sumatera Utara Digital Library.