Вы находитесь на странице: 1из 13

Konsep Iman

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Ilmu Tauhid

Dosen Pengampu

Mohammad Rozi Indrafuddin, M.Fil.I.

Disusun oleh

Muhammad Malik (2106161)

Yulianti Purnamasari (2106161)

Dhiksi Nurjannah (210616174)

JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2017
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mengenai aqidah ataupun Tauhid tak akan lepas dari
rukun Iman, secara bahasa aqidah diartikan dengan
simpulan, ikatan dan sangkutan, secara teknis diartikan
dengan iman, kepercayaan dan keyakinan. Adapun
pandangan ulama Islam menetapkan aqidah adalah
kepercayaan yang sesuai dengan kenyataan yang dapat
dikuatkan dengan dalil.

Iman atau kepercayaan kepada Allah merupakan fitrah


manusia sebagai makhluk yang diciptakan, karena ia tak
mampu hadir tanpa ada yang menghadirkan, petunjuk akal
telah menyatakan kewujudan Allah, karena seluruh makhluk
yang ada ini, termasuk yang sudah berlalu maupun yangyang
akan datang kemudian, sudah tentu ada pencipta yang
menciptakannya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan Pengertian Iman ?

2. Apa Karakteristik Iman ?

3. Sebutkan Tingkatan Iman ?

4. Apa Relasi Iman dan Amal ?


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Iman
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan),
sedangkan secara istilah syarI iman adalah keyakinan dalam
hati, perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan,
bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang
dengan melakukan kemaksiatan. Kemudian pengertian iman
secara terminologi adalah diyakini dengan hati, diucapkan
dengan lisan dan diwujudkan dengan amal perbuatan,
sedangkan berdasarkan aqidah iamn sering dikenal dengan
istilah ikatan atau ikatan hati, maksudnya seseorang yang
beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu
kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan
lainnya.1

Iman adalah membenarkan secara sungguh-sungguh


segala sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa
oleh Nabi Saw. Dari sisi Allah Swt. Juga dikatakan sebagai
membenarkan dengan hati, pengakuan dengan ucapan, dan
mengamalkan dengan anggota tubuh.2

Iman juga diartikan sebagai keyakinan dan perbuatan,


bahwa iman yang benar dan yang diterima adalah keyakinan

1 Pondok Modern Darussalam, Kulliyatul Mualimin Al- Islamiyah

2 Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun


Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan secara Terpadu(Bandung : Penerbit Al-
Bayan, 1998), 113
yang tidak dicampuri dengan keraguan dan amalan yang di
antaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah,
sebab keyakinan hati saja tidak cukup sebagai syarat
diterimanya iman. Jadi iman yang benar dan yang diterima
yaitu :

a. Keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan.


b. Perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan ia
merupakan buahnya.3

Seperti dalam firman Allah dalam surat al- Hujurat ayat 15


yang berbunyi



Sesungguhnya orang-orang yang mukmin yang sebenarnya
adalah meraka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian merka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwanya di jalan Allah, mereka itulah orang-
prang yang benar

2. Karakteristik Iman
a. Iman Bertambah dan berkurang

Iman dalam pemahaman generasi salaf menjadikan tiga


dimensi iman yang menjadi satu hati dan organ tubuh) menjadi
bagian tak terpisahkan dari pemaknaan iman itu sendiri. Oleh
karena itu, iman akan bertambah dan berkurang seiring dengan
bertambah dan berkurangnya amal, bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Seperti firman Allah
dalam surat An- Anfal ayat 2 yang berbunyi

3 Abdul Majid Az- Zindani, Al- Iman, (Solo : Pustaka Barokah, 2003),
21-22


Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang
apabila disebut nama Allah gemetar hatinyadan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat)
imannyadan hanya kepada Allah mereka bertawakkal

Adapula sebab-sebab, berupa berbagai macam perbuatan


maksiat, yang bisa melemahkan iman, jika menginginkan
kejayaan dan kebahagian dengan merealisasikan iman, maka
kita berkewajiban menegakkannya yaitu:

Dalam wujud keyakinan kokoh di hati, melalui ilmu.


Dalam wujud amalan di hati, melalui perenungan dan
taffakur.
Dalam wujud perkataan lisan, dengan cara berdzikir,
menjelaskan kebenaran, berdakwah.
Dalam wujud amalan anggota badan, dengan cara
melaksanakan rukun-rukun islam.4

b. Kuantitas keimanan seseorang berbeda-beda

Puncak tertinngi keimanan adalah ketaqwaan yang


dilandasi oleh mahabbah (kecintaan) yang tinggi pada Allah, para
ulama mendefinisikan taqwa dengan hendaklah Allah tidak
melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak
kehilangan kamu dalam perintah-perintah-Nya

Taqwa terbentuk dari suatu proses pengabdian (ibadah)


yang intens, taqwa merupakan fase suatu fase kematangan yang
sempurna, sebagai hasil interaksi antara iman, islam, dan ikhsan.
Taqwa adalah ilmu dan amal, naluri, hati dan etika , dengan
4 Ibid., 22-24
taqwa hati menjadi terkondisi untuk selalu berdzikir pada Allah
dan anggota-anggota badan berinteraksi secara seimbang dan
harmonis, ketaqwaan hanya Allah anugrahkan kepada orang-
orang yang berserah diri, beramal, dan berbuat baik dalam
bentuk petunjuk.

3. Tingkatan Iman
a. Iman kepada Allah Swt

Iman kepada Allah itu artinya percaya dengan yakin bahwa


Allah itu Ada, Kuasa, Tidak Menyerupai sesuatu, Sedia (adanya
tidak didahului sesuatu), Kekal, Esa (satu), Berpengetahuan,
Berkemauan, dan seterusnya sifat-sifat kesempurnaan. Dia Maha
Mengatahui dan Maha kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat
apa yang Dia kehendaki, menentukan apa yang Dia inginkan,
tiada sesuatu punyang sama dengan-Nya, dan Dia Maha
5
Mendengar lagi Maha Melihat. Peristiwa.

Allah SWT, disucikan dari segala sesuatu yang menyamai dan


menyepadani-Nya dari sekutu dan pembantu. Dia tidak terbatasi
oleh waktu, tidak dibuat sibuk oleh sesuatu dengan sesuatu
yanglain, tidak terliputi oleh arah dan tidak direpotkan oleh
berbagai peristiwa. Secara mutlak Allah SWT tidak membutuhkan
segala sesuatu, tetapi segala sesuatu inilah yang membutuhkan-
Nya. Dialah yang menciptakan semua makhluk, berikut
perbuatan-perbuatan baik dan buruk mereka yang bermanfaat
dan mudharat. Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya, dan menyesatkan siapa yang
dikehendakinya pula. Dia mengampuni (dosa)orang yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa orang yang dikehendaki-Nya
pula. Allah tidak ditanya tentang apa yang diharapkan, tetapi

5 Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun


Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan secara Terpadu (Bandung : Penerbit
Al- Bayan, 1998), 113-114
manusialah yang akan ditanya tentang apa yang mereka lakukan
itu. Dia tidak punya kewajiban apapun dan kepada siapapun
sebab dia adalah pemilik segala sesuatu.

b. Iman kepada Malaikat

Yang dimaksud iman kepada malaikat adalah meyakini bahwa


para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan.
Mereka tidak pernah melakukan kemaksiatan (membangkang)
kepada Allah dalam segala perintah yang diberikan kepada
mereka, dan selalu melaksanakan segala perintahnya dan
bahwasannya mereka adalah perantara-perantara yang
menghubungkan anatara Allah dengan para Rasul yang di utus-
6
Nya kepada manusia.

Malaikat adalah makhluk halus yang bersifat cahaya, yang dapat


menampakkan diri dengan berbagai bentuk yang berbeda-beda,
tetapi tidak bisa diebri sifat laki-laki ataupun perempan. Tidak
ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah SWT. Tidak
ada satu tempat pun dilangit dan di bumi ini yang tidak terisi
oleh Malaikat. Kita diwajibkan beriman kepada sepuluh diantara
malaikat-malaikat itu, yang secara terperinci, yaitu :

1. Jibril (penyampai wahyu yang terpercaya)


2. Mikail (pembagi rizki dan hujan)
3. Israfil ( peniup terompet)
4. Izrail (pencabut nyawa)
5. Ridwan (penjaga surga)
6. Malik (penjaga neraka)
7. Munkar dan Nakir (penanya dalam kubur)
8. Rakib dan Atid (penulis amal baik dan buruk setiap
mukalaf) keduanya tidakpernah meninggalkan orang yang
didampingi nya kecuali ketika buang hajat, dalam keadaan
janabah (seperti selsai menyelsaikan hubungan suami
istri), dan mandi jika orang tersebut mati, kedua malaikat

6 Ibid., 114-115
tersebut berdiri di kuburannya dan jika dibangkutkan kedua
makaikat itu pun menyertainya.

c. Iman kepada Kitab-Kitab

Yang dimaksud iman kepada kitab-kitab Allah ialah meyakini


bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah, yang
diturunkan kepada sebagian Rasul-Nya, dan bahwasannya kitab-
kitab itu merupakan firman Allah yang Qadim, dan segala yang
temuat di dalam merupakan kebenaran.

Kitab-kitab yang diturunkan Allah berjumlah 104 kitab, 50


diantaranya diturunkan kepada Nabi Syits, putra Nabi Adam, 30
kepada Nabi Idris, 10 kepada Nabi Ibrahim, 10 kepada Nabi Musa
sebelum diturunkan kitab Taurat keppada Beliau.

Yang wajib diimani secara terperinci ada empat, yaitu Taurat


yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, Zabur
kepada nabi Daud, Al-Furqan, yaitu AL-Quran, kepada nabi
Muhammad, semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada
mereka semuanya.
d. Iman kepada Rasul

Yang dimaksud iman kepada Rasul-Rasul Allah ialah meyakini


bahwa Allah SWT mengutus rasul-rasul kepada manusia untuk
memberi petunjuk kepada mereka dan menyempurnakan
kehidupan mereka didunia dan di akhirat. Para Rasul adalah
orang-orang yang jujur (tidak pernah berdusta) dalam semua
yang mereka beritakan dari Allah, terbebas dari cacat dan
kurang, terlindung (mashum) dari dosa-dosa besar maupun
kecil, baik sebelum diangkat sebagai Nabi maupun sesudah.
Kesalahan-kesalahan yang terbayangkan pada diri mereka,
7
semata-mata terjadi karen khilaf atau lupa.

7 Ibid., 116
Rasul yang pertama adalah Adam, sedangkan yang
terakhir adalah Muhammad SAW. Disebutkan bahwa jumlah Nabi
adalah 124 ribu, yang 313 orang diantara nya adalah Rasul.
Yang wajib di imani secara terperinci ada 25 orang yaitu rasul-
rasul yang namanya disebutkan didalam Al-Quran, yaitu : Adam,
Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Yakub,
Yusuf, Ayub, Syuaib, Musa, Harun, Daud, sSulaiman, yunus,
Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa, Zulkifli, dan junjungan kita
Muhammad. Semoga sholawat serta salam dilimpahkan kepada
mereka semua.

e. Iman kepada Hari Akhir

Hari akhir adalah hari kiamat, termasuk kebangkitan


(baats) yaitu keluarnya manusia dari kubur mereka dalam
keadaan hidup, sesudah jasad mereka dikembalikan dengan
seluruh bagiannya separti yang dahulu ada didunia. Kemudian,
perhimpunan besar (al-hasyr) yaitu digiringnya manusia ke
suatu tempat untuk di hisab(diperhitungkan amalnya), mereka
menghadap Allah semesta alam untuk berbicara dan bersaksi
( atas semua alam mereka), lalu di beri keputusan kepada Allah.

Timbangan amal (al-hisab) yaitu timbangan yang


dipergunakan untuk menimbang amal manusia, barang siapa
yang berat (timbangan) amal baiknya, dia termasuk penghuni
surge dan barang siapa yang ringan (timbangan) amal baiknya,
dia tergolong penghuni neraka, sedangkan orang-orang yang
timbangan amalnya sama dengan amal buruknya, dia penghuni
Al- Araf ( suatu tempat antara surge dan Neraka). Timbangan
pada hari itu adalah kebenran (keadilan), maka barang siapa
yang berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang
yang beruntung, dan barang siapa yang ringan timbangan
kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan
dirinya sendiri.
Jembatan Sirathyaitu jembatan yang membentang diatas
neraka, dan jembatan inilah jalan satu-satunya menuju surga.
Orang-orang yang memiliki amal shaleh akan dengan mudah
melewati jembatan sirath ini, namun bagi mereka orang-orang
kafir, mereka tidak akan bisa melewatinya dan mereka akan
jatuh kedalam Negara dan mereka kekal didalamnya, disinilah
penentu akhirnya yaitu surge atau neraka.

Telaga Nabi Saw, yaitu telaga yang darinya orang-orang


mukmin sebelum memasuki surga, airnya berasal dari surga,
warnanya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada
madu, barangsiapa yang minum airnya seteguk saja, maka dia
8
tidak akan merasakan haus lagi untuk selama-lamanya.

Kita diwajibkan beriman terhadap segala hal yang terjadi


sesudah kematian, antara lain pertanyaan dua malaikat kepada
mayat di dalam kubur, sesudah dikembalikan ruhnya ke dalam
jasadnya, yang berkenaan dengan tauhid, agam dan juga
kenabian. Juga terhadap nikmat kubur yang diperoleh orang yang
taat kepada Allah, dan siksa yang dialami oleh para pelaku
maksiat, dan bawasannya kenikmatan dan siksaan itu diberikan
terhadap ruh dan jasad.

f. Iman kepada Takdir ( Qodar)

Yang dimaksud dengan Iman kepadan takdir adalah


menyakini bahwa Allah Swt telah menentukan kebaikan dan
keburukan sejak azali, sebelum manusia di ciptakan, karena itu
tidak ada sesuatu yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan
yang mudorot, yang berada di luar ketentuan Allah dan
penetapan Allah.

Semua perbuatan hamba (manusia), baik yang dilakukan


dengan sendirinya maupun yang terjadi secara terpaksa, tanpa
8 Ibid., 117-118
kemauan manusia dalah ciptaan Allah Swt. Akan tetapi manusia
memiliki semacam pilihan dalam melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, inilah yang disebut dengan kasab,
berdasarkan kasab tersebut, ditetapkan kewajibkan-kewajiban,
serta pahala dan siksa yang menyertainya.

4. Konsep Iman
Dalam iman terdapat 3 unsur yang mesti berjalan searsi,
tak boleh timpang antara : pengakuan lisan dan pembenaran hati
dan pelaksanaan secara dalam amal perbuatan. Antara ikrar
lisan harus bersesuaian dengan perbuatan. Bukan sebaliknya,
lain diimulut, lain dihati, dan lain pula yang dilakukan. Bila
perbuatan tidak sesuai dengan apa yang diucapkan, hal iu
bukanlah perbuatan yang muncul dari iman, karena iman
seharusnya menampilkan hal-hal positif yang seirama dengan
detik hati dan ucapan lidah.
Bila kita kaitkan iman dengan Islam amatlah erat
hubungnannya. Iman ibarat pondasi suatu bangunan, sedang
amal-amalan islam : shalat, zakat, puasa, dan haji merupakan
tiangtiang penyangga bangunan itu, lalu pada tiang itulah
melekat berbagai kelengkapan bangunan yang terangkum dalam
apa yang disebut mala sholeh.
Ucapan dua kalimat syahadat : persaksian bahwa tiada
Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Nya
merupakan pernyataan seseorang bahwa dirinya telah memasuki
gerbang Islam, ynag sudah disebut Muslim. Itikad atau
kebenaran iman dalam kalbu seseorang adalah urusan pribadi;
antaranya dengan Tuhan. Rasulullah sendiri pun tidaklah
mengetahui secara pasti apa sebenarnya yang terdetik dalam
kalbu seseorang, ketika ia menyatakan keislamannya, apakah ia
benar-benar telah beriman atau belum. Kebenaran pernyataan
itu baru dapat diakui bila telah sesuai pernyataannya dengan
perbuatannya.
Keimanan itu bukanlah hanya ungkapan yang dilafalkan
diujung lidah saja, juga bukan hanya keyakinan yang terdapat
dalam hati, tanpa bukti pengamalan yang nyata yang tercermin
dalam sikap dan prilaku sehari-hari. Iman yang benar dan tepat
ialah keyakinan yang mantap dalam hati, yang telah mendarah
daging dalam diri seseorang dan bekasnya memancar dalam
segala tingkah laku, tindak tanduk, dan perbuatan. Karena iman
dalam hati, manusia tidak dapat mengukur nilai dan kadar
keimanan seseorang. K ita hanya mampu melihat bukti-bukti
yang tampak dalam perbuatan dan amal nyata. Bukti nyata
itulah yang menjadi takaran dan tolok ukur keimanan.
Bukti-bukti keimanan ialah :
1. Mencintai Allah dan Rasul Nya
2. Melaksanakan perintah-perintah Nya
3. Menghindari larangan-larangan Nya
4. Berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
5. Membina hubungan secara vertikal kepada Allah (hablun
MinallahI) dan hubungan secara horizontal kepada sesama
manusia (hablun minannas)
6. Mengerjakan dan meningkatkan amal sholeh.
7. Berjihad dan dakwah

KESIMPULAN

1. Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan),


sedangkan secara istilah syarI iman adalah keyakinan
dalam hati, perkataan di lisan, amalan dengan anggota
badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan
berkurang dengan melakukan kemaksiatan.
2. Karakteristik Iman yaitu :
a. Iman Bertambah dan berkurang
b. Kuantitas keimanan seseorang berbeda-beda
3. Tingkatan Iman
a. Iman kepada Allah Swt
b. Iman kepada Malaikat
c. Iman kepada Kitab- Kitab
d. Iman kepada Rasul
e. Iman kepada Hari Akhir
f. Iman kepada Takdir ( Qodar)
4. Dalam iman terdapat 3 unsur yang mesti berjalan
searsi, tak boleh timpang antara : pengakuan lisan dan
pembenaran hati dan pelaksanaan secara dalam amal
perbuatan. Antara ikrar lisan harus bersesuaian dengan
perbuatan. Bukan sebaliknya, lain diimulut, lain dihati,
dan lain pula yang dilakukan. Bila perbuatan tidak
sesuai dengan apa yang diucapkan, hal iu bukanlah
perbuatan yang muncul dari iman, karena iman
seharusnya menampilkan hal-hal positif yang seirama
dengan detik hati dan ucapan lidah.

DAFTAR PUSTAKA

Az- Zindani, Abdul Majid. Al- Iman. Solo : Pustaka Barokah, 2003.

Bin Sumaith, Habib Zain bin Ibrahim. Mengenal Mudah Rukun


Islam, Rukun
Iman, Rukun Ihsan secara Terpadu. Bandung : Penerbit Al-
Bayan, 1998.

Pondok Modern Darussalam, Kulliyatul Mualimin Al- Islamiyah.

Вам также может понравиться