Вы находитесь на странице: 1из 15

Konsep Dasar Metodologi Penelitian Tafsir

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran al-Karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepadanya kebatilan dari
awal sampai akhirnya, yang diturunkan oleh Allah swt. Kitab yang mendapat keistimewaan,
yaitu yang mampu mencetak ulama besar yang tahu dan mengerti tentang penafsiran nas-nas
al-Quran dan ulama yang mengamalkan hukum-hukum yang tersirat di dalamnya.
Al-Quran adalah tolok ukur wawasan pengetahuan keislaman, sejak dahulu pada
zaman Rasulullah saw sampai pada masa yang akan datang.
Al-Quran merupakan wahyu ilahi yang wajib dipahami kandungannya oleh umat
Islam agar supaya mampu mengaplikasikan ajaran yang terkandung di dalamnya dengan baik
dan benar sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah swt. Salah satu cara memahami
kandungan al-Quran adalah dengan mempelajari tafsirnya.
Salah satu upaya pengembangan keilmuan yang saat ini tampaknya sedangberjalan di
seluruh perguruan tinggi Islam adalah penekanan pada penguasaan metodologi untuk setiap
keilmuan yangdikembangkan. Sebab disadari bahwa hanya dengan penguasaan
metodologilah suatu ilmu dapat berdaya guna bagi pengembangan masyarakat dan
peradaban.
Karya ilmiah yang diajukan oleh mahasiswa, dalam Tafsir Al-Quran masih banyak menemui
kesulitan dari sudut metodologi. Hal itu disebabkan karena disamping metodologi itu sendiri
masih terus berkembang dan bahkan ada yang masih melewati diskursus yang
berkepanjangan di kalangan para ahli, juga karena masih minimnya buku metodologi yang
dengan mudah dapat dipahami dan diterapkan.
B. Rumusan Masalah
Olehnya itu, dengan didasari oleh latar belakang di atas, dalam makalah ini penulis
mencoba untuk memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian metodologi penelitian tafsir?
2. Apa dasar Metodologi Penelitian Tafsir?
3. Bagaimana Jenis-jenis dan Ilmu Bantu Metodologi penelitian Tafsir?
4. Bagaimana urgensi dan Kedudukan Metodologi Penelitian Tafsir?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Dasar Metodologi Penelitian Tafsir
1. Konsep: secara etimologis berasal dari bahasa inggris (consept) dan di indonesiakan menjadi
kata konsep yang berarti rancangan, ide atau pengertian yang di abstrakkan dari peristiwa
kongkrit, gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu.[1] Menurut Muin Salim, setelah meneliti
uraian konsep berkesimpulan bahwa ia bermakna leksikal ide pokok yang mendasari suatu
gagasan atau ide umum.[2]
Dalam filsafat ilmu konsep dikenal dapat berguna untuk keterangan ilmiah yang
berlaku umum, walaupun ciri itu dipandang sangat abstrak.[3]selanjutnya yang dimaksud
dalam kajian ini adalah suatu pengertian yang terlahir setelah diadakan
penelitian/pengamatan terhadap obyek tertentu.
2. Dasar: adalah pokok atau pangkal sesuatu.[4] Pernyataan ini mengandung arti proses dan
urgen. Untuk yang pertama terkait dengan operasional, sehingga ia harus dipahami sebagai
langkah awal dalam melakukan sesuatu, sedangkan yang kedua terkait dengan sifat sesuatu,
sehingga sesuatu itu dipandang sangat penting untuk diketahui. Dalam kajian ini kedua
kandungan makna Dasar ini dipergunakan.
3. Metodologi berasal dari kata Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan
Logos artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu
dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.[5]
Metodologi dalam pembuatan penelitian adalah menggambarkan tentang tata cara
pengumpulan data yang diperlukan guna menguji hipotesa atau menjawab permasalahan yang
ada. Dalam kegiatan ilmiah, metodologi merupakan hal yang penting untuk menentukan
secara teoritis teknik operasional yang dipakai sebagai pegangan dalam mengambil langkah-
langkah, sehingga dapat diketahui tentang:[6]
a. Tata cara pengambilan sampel
b. Lokasi yang dijadikan obyek penelitian
c. Jumlah responden
d. Waktu yang diperlukan
e. Instrumen pengumpul data
f. Pengolahan dan analisis data yang diperlukan
g. Biaya (kalau ada)
4. Penelitian pada dasarnya merupakan suatu apaya pencarian dan bukan sekedar mengamati
secara teliti terhadap sesuatu obyek. Penelitian berasal dari bahasa Inggris
yaitu research yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian
secara logawiyah berarti mencari kembali.[7]
Penelitian menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi dalam bukunyaMetodologi
Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis
sampai menyusun laporannya.[8]
Istilah penelitian (research) telah banyak didefenisikan oleh para ahli dalam bidang
metodologi research. Para ahli yang dimaksud antara lain sebagai berikut:[9]
Hill Way dalam bukunya Introduction to research mendefenisikan penelitian
sebagai a method of study by which, of all acertainable problem, we reach a solution to the
problem.[10] (Suatu metode studi yang bersifat hati-hati dan mendalam dari segi bentuk fakta
yang dapat dipercaya atas masalah tertentu guna membuat pemecahan masalah tersebut).
Sejalan dengan itu dikemukakan pula oleh Sutrisno Hadi bahwa research dapat
didefenisikan sebagai usaha menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan, usaha, yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
[11] Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris: research yang berarti usaha atau
pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengn suatu metode tertentu dan dengn cara
hati-hati, sistematis serta sempurna terhdap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk
menyelesaikan dan menjawab problemnya.[12]
Winarno Surachman mendefinisikan penelitian atau penyelidikan sebagai kegiatan
ilmiah mengumpulkan pengetahuan baru dari sumber-sumber primer, dengan tekanan tujuan
pada penemuan prinsip-prinsip umum, serta mengadakan ramalan generalisasi di luar sampel
yang diselidiki.[13]
David H. Penny mengemukakan bahwa bahwa penelitian adalah pemikiran yang
sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan
dan penafsiran fakta-fakta.[14]
J. Suprapto mengatakan penelitian adalah penyelidikan dari suatu bidaang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan
sabar, hati-hati serta sistematis.[15]
Mohammad Ali Mengemukakan penelitian adalah suatu cara untuk memahami
sesuatu dengan melalui penyelidikan atau melalui usaha untuk mencari bukti-bukti
sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh
pemecahannya.
Dari batasan-batasan di atas, diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
metodologi penelitian adalah : Suatu cabang ilmu pengetahuan yang
membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi
kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun
laporannya) untuk menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran suatu pengetahuan atau
masalah guna mencari pemecahan terhadap masalah tersebut berdasarkan fakta-fakta atau
gejala-gejala secara ilmiah.
Dengan demikian dalam penelitian terdapat lima unsur yang perlu diperhatikan, yaitu:
[16]
a. Unsur ilmiah, adalah penggunaan ilmu pengetahuan dan langkah-langkah penelitian sebagai
metode berpikir. Langkah-langkah penelitian yang dimaksud adalah mulai dari pernyataan
masalah, penyusunan hipotesis, pengumpulan data sampai dengan penarikan kesimpulan dan
melaporkan hasilnya.
b. Unsur penemuan, berarti berusaha mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekosongan atau
kekurangan.
c. Unsur pengembangan, berarti memperluas dan menganalisis lebih dalam apa yang sudah
ada. Dalam hal ini seseorang sudah pernah meneliti sesuatu objek tertentu, tetapi hasilnya
belum memuaskan sehingga hasil penelitian tersebut masih perlu dikembangkan.
d. Unsur Pengujian kebenaran, diartikan sebagai mengetes hal-hal yang masih diragukan
kebenarannya.
e. Unsur pemecahan masalah, dimaksudkan untuk membuat pemecahan apabila dalam
penelitian dijumpai beberapa masalah.
Penelitian dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian
suatu masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi yang berguna dan dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuannya ialah untuk menemukan jawaban terhadap persoalan
yang berrti melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah. Suatu penyelidikan harus
melibatkan pendektan ilmiah agar dapat digolongkan sebagai penelitian. Secara universal
penelitian merupakan suatu usaha sistematis dan obyektif untuk mencari pengetahuan yang
dapat dipercaya.[17]
5. Tafsir- ulama Ushul dan ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna tafsir, hal itu
disebabkan karena perbedaan pendekatan yang mereka gunakan. Defenisi yang digunakan
oleh ulama Ushul juga beragam. Al-Zarka>syi memandang tafsir sebagai ilmu alat,
sedangkan al-Zarqa>niy melihat tafsir sebagai pengetahuan-pengetahuan tentang petunjuk-
petunjuk al-Quran.
Tafsir secara harfiyah berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk masdar dari
kata yang berarti menjelaskan[18], membuka dan menampakkan makna yang maqul.
Oleh karena itu pengertian tafsir dibedakan atas dua macam:[19]
a. Tafsir sebagai mashdar berarti menguraikan dan menjelaskn apa-apa yang dikandung al-
Quran berupa makna-makna, rahasia-rahasia dan hukum-hukum.
b. Tafsir sebagai maful berarti ilmu yang membahas koleksi sistematis dari natijah penelitian
terhadap al-Quran dari segi dilalahnya yang dikehendaki Allah sesuai dengan kadar
kemampun manusia.
Pengertian tafsir yang dimaksud dalam uraian ini adalah pengertian pertama, tegasnya
tafsir dalam arti metode, bukan tafsir al-Quran.
Jadi Metodologi Penelitian Tafsir adalah ilmu mengenai jalan (cara) yang dilewati
melalui kegiatan ilmiah untuk memahami, membahas, menjelaskan serta merefleksikan \
kandungan al-Quran secara apresiatif dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang
diperlukan berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu karya
tafsir yang refresentatif.
Metodologi tafsir merupakan alat dalam upaya menggali pesan-pesan yang
terkandung dalam kitab al-Quran. Hasil dari upaya keras dengan menggunakan alat
dimaksud terwujud sebagai tafsir. Konsekwensinya, kwalitas setiap karya tafsir sangat
tergantung kepada metodologi yang digunakan dalam melahirkan karya tafsir.[20]
B. Dasar Metodologi Penelitian Tafsir
Ada tiga segi dasar metodologi penelitian tafsir menurut Prof. Dr. Abd. Muin Salim:
1. Dasar dari Segi Filosofis
Yang dimaksud dari segi filosofis apabila dasar tafsir dari fungsi tafsir sebagai
penjelasan maksud kandungan al-Quran. Fungsi demikian disebut sendiri oleh al-Quran
(QS. Al-Baqarah (2) : 185















Terjemahan: Bulan Ramadhan, bulan diturunkannya al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda antara yang hak dan yang batil.

Dan juga dalam al-Quran (QS. Al-Qiyamah (75) : 19





Terjemahan:Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.

Penggunaan kata jamak dalam ayat tersebut di atas, menurut para mufasir ada
dua kemungkinan, yaitu: (1) berfungsi sebagai uslub tafadhdhul atau gaya bahasa yang
memuliakan lawan bicara, dan (2) keterlibatan Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu
untuk menjelaskan maksud ayat.
Apabila kata tafsir disinonimkan dengan kata baya>n dalam istilah ilmu Ushul
fiqh yang berfungsi menjelaskan ayat sebagaimana termaktub dalam ayat di atas.[21]
2. Dari segi Historis
Selain ayat al-Quran berfungsi sebagai penjelas bagi ayat yang lainnya, maka dalam
kenyataan sejarah, Rasulullah juga diberi tugas oleh Allah untuk menjelaskan dan merinci
ketentuan-ketentuan yang masih global dalam nas al-Quran. Adapun dalilnya (QS. Al-Nahl
(15) : 44





Terjemahan: Dan kami turunkan kepadamu al-Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka.

Dengan demikian, penjelasan Rasulullah lewat hadisnya mengenai ayat-ayat yang


memerlukan penjelasan, juga berfungsi sebagai tafsir.
3. Dari segi Yuridis
Banyak nas al-Quran yang menganjurkan perlunya pemikiran lebih lanjut guna
menyelami maksud ayat-ayat Allah. Diantaranya: (QS. Sha>d (38) : 29 yang menyuruh
memperhatikan (tadabbur) dan memikirkan ayat-ayat Allah, (QS. Al-Zumar (39) : 27 yang
menerangkan bahwa tujuan Allah menampilkan perumpamaan adalah agar dapat dijadikan
bahan pelajaran (bahan renungan). Upaya mempelajari dan memikirkan ayat-ayat al-Quran
ini merupakan petunjuk secara yuridis diperlukannya tafsir.[22]
C. Jenis-jenis dan Ilmu Bantu dalam Penelitian Tafsir
1. Jenis-jenis Penelitian Tafsir.
Adapun jenis-jenis penelitian tafsir adalah:
a. Subyek (mufassir) (maksudnya adalah mufassir objek penelitian)
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mufassir:
1) Memiliki keyakinan yang benar
2) Terhindar dari dorongan hawa nafsu
3) Mengawali tafsir dengan menafsirkan al-Quran dengan al-Quran
4) Menafsirkan al-Quran dengan sunnah
5) Apabila tidak menemukan tafsirannya dengan sunnah maka menafsirkannya dengan
pendapat sahabat (aqwal shahabah)
6) Apabila tidak menemukannya dalam pendapat-pendapat sahabat maka meruju ke pendapat
Tabiin
7) Mengetahui bahasa Arab dan cabang-cabangnya
8) Mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Quran. (ilmu tauhid, ilmu qiraat, ilmu
Ushul)
9) Pemahaman yang mendalam; memiliki daya analisa yang kuat dalam setiap permasalahan.
[23]
Dalam makalah ini, penulis akan mengangkat contoh mufassir dengan metodologi
yang ia gunakan secara ringkas;
An-Naisa>bu>ri dalam tafsirnya Ghara>ib al-Quran dan Ragha>ib al-Furqa>n.[24]
An-Naisa>bu>ri adalah seorang imam besar dan ulama terkemuka. Nama lengkapnya
Nizha>muddin al-H>>><<<{asan bin Muh{ammad bin al-H{usin al-Khura>sa>ni al-
Naisa>bu>ri.
Al-Naisa>bu>ri menguasai disiplin ilmu aqli dan naqli; memahami bahasa Arab dan
memiliki kemampuan pengungkapan yang artikulatif; mengerti tentang takwil, tafsir dan
qiraat; di samping wawasan keilmuan yang luas, kewaraan dan ketakwaan. Naisa>buri juga
dikenal sebagai ulama yang banyak tahu tentang tasawwuf dan ilmu-ilmu isyarat.
Tentang metodologi tafsirnya, Naisa>bu>ri menuturkan, Awalnya aku menyebutkan
kata dalam al-quran berikut terjemahnya dengan gaya bahasa yang retorik; menegaskan
pentakdiran dan mengungkap kata ganti yang samar; mentakwilkan makna yang kabur (al-
Mutasyabiha>t); melugaskan bahasa al-kina>yah, majas dan metafora (al-istia>rah).
Naisa>bu>r kemudian memulai proyek tafsirnya diawali dengan mengelompokkan
ayat-ayat tertentu. Selanjutnya menyoal tentang qiraat dan wakaf. Setelah itu Naiisa>bu>ri
mulai melakukan penafsiran yang kerap dikomentari dengan takwil, seperti ketika
menafsirkan firman Allah, (QS. Al-Baqarah (2): 48)







( 47)






(48)
Qiraat Dengan menggunakan (ta), merupakan qiraat Ibnu Katsir, Abu Amr,
Sahl dan Yaqu>b.
Wakaf
adalah akhir ayat
adalah akhir ayat.
Tafsir
Pernyataan ini kembali dikemukakan Allah sebagai penegasan alasan dan wanti-
wanti terhadap mereka yang tidak mengikuti Muhammad. Seakan Allah berfirman,
Sekiranya kalian tidak memaatuhiku sebab nikmat yang telah aku anugerahkan, maka
patuhilah Aku karena takut azab-Ku di kemudian hari.
Maksud dalam ayat ini adalah sekelompok besar manusia. Seperti firman Allah,
Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia (QS. Al-Anbiya> (21): 71).
Sangat mungkin dimaksud bahwa Aku telah melebihkan kamu atas segala umat
di zamanmu. Sebab manusia yang hidup paska mereka tidak masuk dalam kata [25].
b. Obyek (al-Quran) (al-Quran sebagai objek)
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam yang mempati posisi sentral dan menjadi
inspirator, serta pemandu gerakan-gerakan umat Islam selama lebih dari empat belas abad.
[26]
Dari segi teori, wahyu yang termaktub dalam al-Quran dapat dipahami dalam empat
peringkat:
Pertama, Konsep tauhid, yang menjadi sumber dan nilai-nilai universal. Nilai-nilai
yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai seperti kebenaran, keadilan, kasih sayang, kesabaran,
kebaikan, keindahan, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut bersifat kekal, abadi dan tidak
berubah. Seorang muslim mesti membuktikan kesetiaannya kepada nilai-nilai ini, karena
kesetiaan padanya bermakna kesetiaan kepada Allah, dan sebaliknya. Nilai-nilai universal
ini seringkali tidak akan tertangkap oleh seseorang yang hanya dapat memahami teks,
apalagi pemahamannya secar simplistik (dangkal). Tetapi nilai-nilai ini seringkali baru bisa
tertangkap dengan perenungan yang dalam mengenai sebuah teks ayat dan kaitannya dengan
beberapa ayat lain dan berbagai kenyataan dalam alam, sehingga dimengerti apa pesan yang
terkandung dalam pesan tersebut.[27]
Kedua, Prinsip-prinsip Azas (Fundamental Principles). Prinsip-prinsip azas ini juga
tidak dapat berubah, malainkan kekal dan abadi. Prinsip-prinsip azas ini mesti digunakan
sebagai garis panduan dalam usaha membentuk jiwa seseorang dan jiwa masyarakat muslim.
Contoh yang dapat digunakan dalam prinsip ini adalah beberapa perintah dan
larangan; kita diperintahkan shalat, puasa, haji, mengeluarkan zakat, menegakkan yang
makruf, mencegah yang munkar, menghormati ibu-bapak, sebagaimana kita juga dilarang
fitnah, bohong, sombong, angkuh, dan sebagainya[28]
Ketiga, Untuk membantu masyarakat mengamalkan prinsip-prinsip dalam bidang
ibadah, beberapa peraturan dan kaidah juga diwahyukan. Misalnya, kita diminta shalat lima
waktu. Shalat adalah prinsip azas, sedangkan lima waktu adalah peraturan. Peraturan-
perturan ini juga tidak berubah, karena kewajiban bukan sesuatu yang dipengaruhi oleh
zaman dan keadaan. Ia bebas dari pertimbangan-pertimbangan.[29]
Keempat, Ada beberapa peraturan dalam Islam, yang digali dari al-Quran berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat yang tidak bebas dari pengaruh keadaan dan zaman.
Peraturan-peraturan ini boleh diubah berdasarkan prinsip azas, nilai etika dan falsafah.[30]
c. Metode dan pemikiran-pemikiran tafsir
(Konsep-konsep pemikiran dalam al-Quran)
d. Hasil karya tafsir
kitab tafsir, latar belakang tafsir, metodologi, sistematika bahasan, pengaruh
2. Ilmu-ilmu Bantu
Adapun ilmu-ilmu bantu dalam metodologi penelitian tafsir yaitu:
a. Ilmu bahasa Arab dengan segala aspeknya:
1) Ilmu Nahwu
2) Ilmu Sharf
3) Ilmu Balaghah (ilmu al-Badi>, ilmu al-maa>niy, Ilmu al-Baya>n)
Ilmu al-badi> adalah ilmu yang berkaitan dengan keindahan lafaz} dan keindahan makna
dalam satu kalimat; (al-Jinas dan al- Saja)
Contoh dalam (QS. Al-Dhuh}a> (93) : 9-10
( 9)

(10)





Terjemahan: Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap
orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
Ilmu al-Maa>niy adalah ilmu yang berkaitan dengan keserasian suatu kalimat dengan
keadaan orang yang diajak bicara; (al-Khabar, al-Insya, al-Qashr, al-Fashl, al-Wasl, al-Ijaz,
al-itnab, al-musawah)
Contoh dalam (QS. Ali-Imran (3) : 36










Terjemahan: Maka tatkala isteri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku melahirkannya seorang anak perempuan.

Ilmu al-Baya>n adalah adalah ilmu yang menjelaskan suatu makna dengan
perantaraan beberapa kalimat atau perumpamaan-perumpamaan yang berbeda,
meliputi tasybi>h, maja>s, istiarah dan kina>yah.
Contoh tasybi>h dalam (QS. Ibrahim (14) : 18












(18)

Terjemahan: Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang
ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang
demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
b. Ilmu-ilmu Ushuluddin
= Ushu>l, bentuk jamak dari kata = Ashl), dipahami sebagai pokok-pokok
ilmu[31], pokok-pokok agama, yaitu identifikasi masalah-masalah agama yang prinsipil,
yang tidak boleh diperselisihkan oleh siapapun di kalangan kaum muslimin. Masalah-
masalah pokok ini meliputi kepercayaan, keyakinan atau keimanan. Jadi ada kesejajaran
antara makna Ushu>l al-di>n dan aqi>dah atauaqa>id, yaitu ilmu tentang sistem
kepercayaan, keyakinan dan keimanan Islam. Yang termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu
Ushuluddin itu meliputi:[32]
1) Ulu>m al-Qura>n/Tafsir
2) Ulu>m al-Hadi>s/Hadis
3) Pemikiran dalam Islam (Teologi/ Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf)
4) Perkembangan modern dalam Islam
5) Ilmu Perbandingan Agama atau hubungan Agama-agama.
Ilmu-ilmu Ushuluddin menempati posisi yang sangat penting dalam konstalasi
keilmuan Islam. Ilmu-ilmu yang termasuk dalam lima kelompok di atas merupakan objek
penelitian dalam ilmu Ushuluddin. Adapun ciri khas pendekatan dalam penelitian ilmu-ilmu
Ushuluddin[33] adalah
Pertama, Pendekatan Kewahyuan, yaitu pengkajian tentang al-Quran dan Hadis,
terutama bagaimana ia memberikan jawabannya sendiri mengenai berbagai problema yang
dihadapi manusia.
Kedua, Pendekatan rasional atau Pendekatan Akliah/Ijtiha>diyah.Apabila yang
diteliti adalah islam (dalam bidang Ushuluddin) sebagai yang dipahami/dipikirkan/ditafsirkan
dan diinterpretasikan oleh para ulama/pakar/filosof dan diungkapkan berbagai karya mereka,
maka yang dihadapi adalah area ijtihad.
Ketiga, Pendekatan Empiris. Apabila yang diteliti adalah Islam (dalam bidang
Ushuluddin) sebagai yang dihayati dan diamalkan oleh umatnya, maka yang dihadapi adalah
area penghayatan dan pengamalan, yang diistilahkan dengan area pengamalan/empiris.
D. Urgensi dan Kedudukan Metodologi Penelitian Tafsir
Al-Quran adalah merupakan sumber ajaran Islam. Kitab suci ini menempati posisi
sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
merupakan inspirator, pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang ilma belas abad
sejarah pergerakan umat ini. Berdasarkan kedudukan dan peran al-Quran, pemahaman
terhadap al-Quran melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan sangat besar bagi
maju mundurnya umat, sekaligus dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran
mereka.

BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang bisa ditarik dalam makalah ini adalah:
1. Metodologi Penelitian Tafsir adalah ilmu mengenai jalan (cara) yang dilewati melalui
kegiatan ilmiah untuk memahami, membahas, menjelaskan serta merefleksikan \ kandungan
al-Quran secara apresiatif dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan
berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu karya tafsir yang
refresentatif.
2. Adapun dasar-dasar metodologi tafsir adalah ditinjau dari segi historis, filosofis dan yuridis.
3. Jenis-jenis Metodologi Penelitian Tafsir adalah (a) Sebagai Subjek (Mufassir), (b) sebagai
objek (al-Quran), (c) metodologi
4. Ilmu bantu metodologi penelitian tafsir adalah meliputi: Bahasa Arab, ilmu Ushuluddin, ilmu
syariat
5. Urgensi dan Kedudukan Metodologi Penelitian Tafsir
6. Al-Quran adalah merupakan sumber ajaran Islam. Kitab suci ini menempati posisi sentral,
bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
merupakan inspirator, pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang ilma belas abad
sejarah pergerakan umat ini. Berdasarkan kedudukan dan peran al-Quran, pemahaman
terhadap al-Quran melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan sangat besar bagi
maju mundurnya umat, sekaligus dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran
mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Cet. III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grapindo Persada: 2006

Cholid Narbuko dan Abu achmadi, Metodologi Penelitian, Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika, 2001

Harahap, Syahrin, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin, Cet. I; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000

Hillway, Tyrus, Introduction to research, Boston; Houghton Mifflin Company; 1956

Ibrahim Anis, Mujam al-Wasi>t, (Cet.II; Jilid 1 & 2, t.pn, t.th)


M. Al-Fatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet.I; Yogyakarta: teras, 2005
Manna al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Quran, Cet. X; Kairo: maktabah Wahbah, 1997

Moh. Pabundu Tika, Metode Penelitian Geografi, Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam teori dan Praktek), Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Sutrisno Hadi, Metodologi research, Jilid I; Yayasan penerbit Fakultas Psycologi; Universitas Gajah
Mada; yogyakarta, 1969

Syahdianor dan Faisal Shaleh, Metodologi Tafsir, Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo persada, 2006

Syarif, M. M., Philosophical Teachings of the Quran dalam M. M. Syarif (ed.), A History of
muslim Philosophy, Vol. I, Ottoharassowitz, Wieswbaden, 1963
1. Pengertian
Makalah ini didukung oleh empat istilah, yaitu; konsep , dasar, kajian dan tafsir.
1) Konsep: secara etimologis berasal dari bahasa inggris (consept) dan di indonesiakan menjadi
kata konsep yang berarti rancangan, ide atau pengertian yang di abstrakkan dari peristiwa
kongkrit, gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu. [34] Menurut Muin Salim, setelah meneliti
uraian konsep berkesimpulan bahwa ia bermakna leksikal ide pokok yang mendasari suatu
gagasan atau ide umum.[35]
Dalam filsafat ilmu konsep dikenal dapat berguna untuk keterangan ilmiah yang
berlaku umum, walaupun ciri itu dipandang sangat abstrak. [36]selanjutnya yang dimaksud
dalam kajian ini adalah suatu pengertian yang terlahir setelah diadakan penelitian/pengamatan
terhadap obyek tertentu.
2) Dasar: adalah pokok atau pangkal sesuatu. [37] Pernyataan ini mengandung arti proses dan
urgen. Untuk yang pertama terkait dengan operasional, sehingga ia harus dipahami sebagai
langkah awal dalam melakukan sesuatu, sedangkan yang kedua terkait dengan sifat sesuatu,
sehingga sesuatu itu dipandang sangat penting untuk diketahui. Dalam kajian ini kedua
kandungan makna Dasar ini dipergunakan.

[1]Anton, M. et. al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta; Balai Pustaka, 1990) h. 456

[2]Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir al-Quran, (Ujung Pandang, LSKI,1990) h. 17

[3]The Liang Gie, Pengantar Filsafat ilmu, (Yogyakarta; Liberty, 1991) h. 126

[4]Anton, M. et. al., op. cit., h. 186

[5]Cholid Narbuko dan Abu achmadi, Metodologi Penelitian, (Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika,
2001), h. 1

[6]P. Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam teori dan Praktek), (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta,
1997), h. 16

[7]Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grapindo Persada: 2006, h.
27
[8]Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Op.Cit

[9]Moh. Pabundu Tika, Metode Penelitian Geografi, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 1

[10]Hillway, Tyrus, Introduction to research, (Boston; Houghton Mifflin Company; 1956) p. 5

[11]Sutrisno Hadi, Metodologi research, (Jilid I; Yayasan penerbit Fakultas Psycologi; Universitas
Gajah Mada; yogyakarta, 1969), h. 4

[12]Ibid, h. 2

[13]Moh. Pabundu Tika, Op.Cit., h. 1

[14]Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Op. Cit, h. 1

[15]Ibid, h. 1-2

[16]Moh. Pabundu, Op. Cit, h. 1-2

[17]Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Cet. III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), h. 32

[18]Ibrahim Anis, Mujam al-Wasit, (Cet.II; Jilid 1 & 2, t.pn, t.th), h. 721

[19]M. Al-Fatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Cet.I; Yogyakarta: teras, 2005), h. 12

[20]M. Alfatih suryadilaga, dkk, Op. Cit., h. 38

[21]Ibid, h. 31

[22]Ibid, h. 33

[23]Manna al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Quran, ( Cet. X; Kairo: maktabah Wahbah, 1997), h.
321-323

[24]Syahdianor dan Faisal Shaleh, Metodologi Tafsir, (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo persada,
2006), h. 92-98

[25]Ibid, h. 97

[26]M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Op. Cit., h. 38

[27]M. M. Syarif , Philosophical Teachings of the Quran dalam M. M. Syarif (ed.), A History of
muslim Philosophy, Vol. I (Ottoharassowitz, Wieswbaden, 1963), dan Syahrin Harahap, Metodologi Studi
dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin, (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 13

[28]Syahrin Harahap, Ibid

[29]Ibid, h. 14
[31]Ibrahim Anis, Op. Cit., h. 40

[32]Ibid, h. 4

[33]Ibid, h. 6

[34]Anton, M. et. al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta; Balai Pustaka, 1990) h. 456

[35]Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir al-Quran, (Ujung Pandang, LSKI,1990) h. 17

[36]The Liang Gie, Pengantar Filsafat ilmu, (Yogyakarta; Liberty, 1991) h. 126

[37]Anton, M. et. al., op. cit., h. 186

Вам также может понравиться