Вы находитесь на странице: 1из 7

JURNAL GIZI KLINIK INDONESIA

Volume 1, No. 2, November 2004 : 47 - 53

Editorial

GIZI LEBIH SEBAGAI TANTANGAN BARU DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN NASIONAL1,2

Hamam Hadi

PENDAHULUAN merokok dan penyalah-gunaan obat sangat erat


hubungannya dengan proses modernisasi/akulturasi dan
Sebagai negara yang sedang berkembang dan
meningkatnya kemakmuran bagi sekelompok
sedang membangun, bangsa Indonesia masih memiliki
masyarakat. Adalah Sindroma Dunia Baru yang
beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan
bertanggungjawab terhadap tingginya morbiditas dan
negara lain yang sudah lebih maju. Di bidang kesehatan,
mortalitas yang tidak proporsional di negara-negara yang
bangsa Indonesia masih harus berjuang memerangi
baru saja mencapai kategori negara maju termasuk
berbagai macam penyakit infeksi dan kurang gizi yang
negara-negara Eropa Timur dan di antara kelompok etnis
saling berinteraksi satu sama lain menjadikan tingkat
minoritas dan kelompok yang kurang beruntung di negara-
kesehatan masyarakat Indonesia tidak kunjung
negara maju.
meningkat secara signifikan. Ironisnya, di beberapa
Modernisasi dan kecenderungan pasar global yang
daerah lain atau pada sekelompok masyarakat Indone-
mulai dirasakan di sebagian besar negara-negara
sia yang lain terutama di kota-kota besar, masalah
berkembang telah memberikan kepada masyarakat
kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan
beberapa kemajuan dalam standar kehidupan dan
adanya kelebihan gizi; meledaknya kejadian obesitas di
pelayanan yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi juga
beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan
telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang
masalah baru yang mempunyai konsekuensi-
secara langsung dan tidak langsung telah mengarahkan
konsekuensi serius bagi pembangunan bangsa Indone-
terjadinya penyimpangan-penyimpangan pola makan dan
sia khususnya di bidang kesehatan. Pendek kata, masih
aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap
tingginya prevalensi kurang gizi di beberapa daerah dan
munculnya obesitas.
meningkatnya prevalensi obesitas yang dramatis di
beberapa daerah yang lain akan menambah beban yang
lebih kompleks dan harus dibayar mahal oleh bangsa Indo- BESARNYA MASALAH GIZI LEBIH
nesia dalam upaya pembangunan bidang kesehatan, Obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi ab-
sumberdaya manusia dan ekonomi. normal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan
adiposa sedemikian sehingga mengganggu kesehatan
GIZI LEBIH DAN OBESITAS SEBAGAI SINDROMA (2). Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan
DUNIA BARU (NEW WORLD SYNDROME) berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat
tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang
Jika gizi kurang banyak dihubungkan dengan
membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara
penyakit-penyakit infeksi (meskipun tidak seluruhnya
maju seperti di negara-negara Eropa, USA, dan Austra-
benar), maka gizi lebih dan obesitas dianggap sebagai
lia telah mencapai tingkatan epidemi. Akan tetapi hal
sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-
ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa
penyakit noninfeksi (Non Communicable Diseases) yang
negara berkembang obesitas justru telah menjadi
sekarang ini banyak terjadi di negara-negara maju
masalah kesehatan yang lebih serius. Sebagai contoh,
maupun negara-negara sedang berkembang. Fenomena
70% dari penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk
ini sering diberi nama New World Syndrome atau
kategori obes (3).
Sindroma Dunia Baru (1) dan ini telah menimbulkan beban
sosial-ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat
besar di negara-negara sedang berkembang termasuk
Indonesia. Tingginya angka obesitas, diabetes (NIDDM),
1
Magister Gizi dan Kesehatan UGM, Yogyakarta
hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit-penyakit 2
Dipresentasikan pada pidato pengukuhan jabatan guru besar
kardiovakuler disertai dengan tingginya prevalensi pada Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
48 Hamam Hadi

Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat baik pada anak-anak maupun orang dewasa sudah me-
tajam di kawasan Asia-Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% rupakan warning bagi pemerintah dan masyarakat luas
dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah
1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indo-
mengalami overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah nesia khususnya di kota-kota besar.
perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,3% pada
laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah KONSEKUENSI GIZI LEBIH
pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan
perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8% (4). Obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua
Obesitas tidak hanya ditemukan pada penduduk penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan
dewasa tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Penelitian 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi
yang dilakukan di Malaysia akhir-akhir ini menunjukkan mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan
bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk orang dengan berat badan rata-rata (8). Kenaikan mortalitas
kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada di antara penderita obes merupakan akibat dari beberapa
kelompok umur 10 tahun (5). Di Cina, kurang lebih 10% penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe
anak sekolah mengalami obes, sedangkan di Jepang 2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gas-
prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar trointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan
antara 5% s/d 11% (6). hormon. Orang obes juga mempunyai risiko yang lebih
Bersamaan dengan meningkatnya obesitas, besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan
prevalensi diabetes type 2 juga meningkat sangat tajam seperti back pain, arthritis, infertilitas, dan fungsi psycho-
dan peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Saat sosial yang menurun (9).
ini jumlah penduduk di wilayah Asia-Pasifik yang menderita Pada anak-anak, obesitas dapat menyebabkan
diabetes type 2 diperkirakan mencapai 30 juta orang dan beberapa penyakit kronis meliputi gangguan metabolisme
diperkirakan 120 juta dari penduduk dunia saat ini glukosa, resistensi insulin, diabetes tipe 2 pada remaja,
mengalami diabetes type 2. Pada tahun 2010 diperkirakan hipertensi, dyslipidemia, steatosis hepatic, gangguan gas-
210 juta penduduk dunia mengalami diabetes type 2, 130 trointestinal, dan obstruksi pernafasan pada waktu tidur.
juta diantaranya dikawasan Asia Pasifik (7). Lebih khusus lagi, obesitas pada remaja di kawasan Asia-
Data tentang obesitas di Indonesia belum bisa Pasifik berhubungan dengan diabetes tipe 2 pada umur
menggambarkan prevalensi obesitas seluruh penduduk, yang lebih muda (10).
akan tetapi data obesitas pada orang dewasa yang Banyak studi yang menunjukkan adanya kecen-
tinggal di ibukota propinsi seluruh Indonesia cukup untuk derungan anak obes untuk tetap obes pada masa dewasa
menjadi perhatian kita. Survei nasional yang dilakukan (11), yang dapat berakibat pada kenaikan risiko penyakit
pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh propinsi Indo- dan gangguan yang berhubungan dengan obesitas pada
nesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki masa kehidupan berikutnya. Gangguan psychososial juga
dewasa (>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25- sering menjadi masalah bagi anak-anak obes dengan
27) dan 6.8% mengalami obesitas, 10,5% penduduk diketahuinya obesitas oleh mereka sendiri dan orang lain
wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5% meng- sebagai handicap yang serius.
alami obesitas. Pada kelompok umur 40-49 tahun over-
weight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu MENGAPA OBESITAS BISA MELEDAK DI HAMPIR
masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan SELURUH DUNIA?
30,4% dan 43% pada wanita (8). Ketidak-seimbangan Energi
Sampai dengan saat ini belum ada data nasional
Secara singkat dapat dikatakan bahwa obesitas
tentang obesitas pada anak sekolah dan remaja. Akan
merupakan akibat dari adanya ketidak-seimbangan antara
tetapi beberapa survei yang dilakukan secara terpisah di
asupan energi (energy intake) yang melebihi energi yang
beberapa kota besar menujukkan bahwa prevalensi
digunakan (energy expenditure). Dalam keadaan normal,
obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi.
keseimbangan energi berubah-ubah dari makanan satu
Pada anak SD prevalensi obesitas mencapai 9,7% di
kemakanan yang lain, dari hari ke hari, minggu ke minggu
Yogyakarta (5) dan 15,8% di Denpasar (6). Survei obesitas
tanpa ada perubahan kekal dalam cadangan tubuh atau
yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/
berat badan. Beberapa mekanisme fisiologis berperan
siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8%
penting dalam diri individu untuk menyeimbangkan kese-
remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan
luruhan asupan energi dengan keseluruhan energi yang
mengalami obesitas (7). Angka prevalensi obesitas di atas
digunakan dan untuk menjaga berat badan stabil dalam
Gizi Lebih sebagai Tantangan Baru 49

jangka waktu yang cukup panjang. Obesitas hanya akan aktivitas fisik yang kurang menjadikan mereka obes.
muncul apabila terjadi keseimbangan energi positif untuk Namun demikian, beberapa hasil studi dengan rancangan
periode waktu yang cukup panjang (9). penelitian lain menunjukkan bahwa rendahnya dan
Mekanisme fisiologis yang bertanggung jawab menurunnya aktivitas fisik merupakan faktor yang paling
terhadap terjadinya obesitas tidak diketahui secara bertanggungjawab terjadinya obesitas. Sebagai contoh,
sempurna. Akan tetapi, sekarang terdapat bukti yang obesitas tidak terjadi pada para atlet yang aktif sedangkan
makin jelas tentang adanya beberapa mekanisme yang para atlet yang berhenti melakukan latihan/olahraga lebih
memberi sinyal dalam usus halus, jaringan adiposa dan sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan
otak, dan mungkin jaringan lain yang dapat memberikan (14,15). Lebih lanjut, kecenderungan sekuler (Secular trend)
gambaran tentang arus asupan zat gizi, distribusi dan dalam kenaikan prevalensi obesitas paralel dengan
metabolismenya, dan atau penyimpanannya. penurunan aktivitas fisik dan peningkatan perilaku hidup
Keseluruhan mekanisme ini dikordinasikan dalam otak kurang gerak yang selanjutnya disebut SEDENTARIAN
dan mengarahkan pada perubahan pola makan, aktifitas (sedentary). Salah satu contoh studi yang paling baik
fisik, dan metabolisme tubuh sedemikian rupa sehingga yang menyokong hipotesis ini ialah yang dikemukakan
cadangan energi dalam tubuh dapat dijaga. Penemuan oleh Prentice & Jebb (16). Menggunakan proksi kasar
akhir-akhir ini tentang adanya hormon leptin, yang dise- tentang ketidak-aktifan seperti jumlah waktu yang
kresi oleh adipocyte dalam jumlah yang proporsional digunakan untuk menonton televisi atau jumlah mobil per-
terhadap cadangan trigliserida dan mengikat diri dengan keluarga, penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan
reseptor di hipothalamus memberikan gambaran yang aktivitas fisik dan atau peningkatan perilaku hidup
menarik tentang sistem sinyal pengaturan yang mungkin sedentarian mempunyai peranan penting dalam
(possible regulatory signal systems) yang berfungsi untuk peningkatan berat badan dan terjadinya obesitas. Studi
memelihara keseimbangan energi (9). Akan tetapi masih prospektif lain menunjukkan bahwa jumlah waktu yang
banyak yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang sistem digunakan untuk menonton televeisi oleh anak-anak
tersebut. merupakan prediktor tinggi rendahnya BMI beberapa
Pada masyarakat tradisional, di mana orang-orang tahun kemudian, dan tingkat aktivitas fisik yang rendah
cenderung melakukan aktivitas fisik dan dengan catatan pada orang dewasa dapat dijadikan sebagai prediktor
bahwa kesediaan makanan tidak terbatas maka hanya penting penambahan berat badan yang substansial (>5
sedikit orang yang mempunyai masalah gizi; baik kurang kg) dalam 5 tahun ke depan (15).
gizi ataupun kelebihan gizi. Diperkirakan bahwa tubuh Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2003 dengan
manusia mempunyai pertahanan lebih kuat untuk melibatkan 4.747 siswa/siswi SLTP Kota Yogyakarta dan
melawan kurang gizi dan kehilangan berat badan 4.602 siswa/siswi SLTP Kabupaten Bantul ditemukan
dibandingkan pertahanan untuk melawan konsumsi yang bahwa 7,8% remaja di Kota Yogyakarta dan 2% remaja
berlebih dan kelebihan berat badan. Kabupaten Bantul mengalami obesitas (cut off IMT>=95
percentile NCHS). Rata-rata asupan energi anak obes di
Pola Makan dan Aktivitas Fisik kota Yogyakarta adalah 2818,3 499,4 kkal/hari
Faktor-faktor diet dan pola aktivitas fisik mempunyai sedangkan rata-rata asupan energi remaja non-obes dikota
pengaruh yang kuat terhadap keseimbangan energi dan Yogyakarta adalah 2210,4 329,8 kkal/hari. Dengan kata
dapat dikatakan sebagai faktor-faktor utama yang dapat lain bahwa asupan energi remaja obes adalah 607,9 kkal/
diubah (modifiable factors) yang melalui faktor-faktor hari lebih tinggi dibandingkan remaja non-obes. Yang
tersebut banyak kekuatan luar yang memicu menarik ialah bahwa remaja obes 2-3 kali lebih sering
pertambahan berat badan itu bekerja. Lebih jelasnya, mengkonsumsi fast food seperti Mac Donald, Kentucky
diet tinggi lemak dan tinggi kalori dan pola hidup kurang Fried Chicken, Pizza, dsb. Remaja obes dalam
gerak (sedentary lifestyles) adalah dua karakteristik kesehariannya mempunyai waktu untuk nonton TV lebih
yang sangat berkaitan dengan peningkatan prevalensi lama dibandingkan remaja non-obes (3.14 1.56 jam/hr
obesitas di seluruh dunia (9). VS 2.62 1.67 jam/hari). Remaja obes dalam
Beberapa data cross-sectional menunjukkan adanya kesehariannya mempunyai waktu untuk aktifitas ringan
hubungan negatif antara BMI dan aktivitas fisik (12,13), seperti baca buku, duduk-duduk, main play stasion, dsb
yang menunjukkan bahwa orang obes atau gemuk lebih panjang (12.20 1.94 jam/hr VS 11.36 1.76 jam/
mempunyai aktivitas kurang dibandingkan orang-orang hr) dibandingkan remaja non-obes. Sebaliknya remaja obes
yang ramping. Akan tetapi hubungan tersebut tidak bisa mempunyai waktu untuk melakukan aktivitas sedang atau
menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat dan sulit berat seperti naik sepeda, sepak bola, basket dsb lebih
untuk menentukan apakah orang obes mempunyai pendek dibandingkan remaja non-obes. Dalam analisis
aktivitas fisik kurang oleh karena obesitasnya atau lebih lanjut ditemkan bahwa remaja dengan asupan energi
50 Hamam Hadi

normal (<2.200 kkal/hari) tetapi nonton TV >=3 jam/hari Dengan sifat penyakit diabetes mellitus yang tidak dapat
mempunyai risiko obesitas 2.7 kali lebih tinggi disembuhkan secara sempurna dan hanya bisa dikontrol,
dibandingkan remaja yang asupan energi normal <2.200 maka dengan kenaikan insidensi diabetes mellitus yang
kkal/hari dan waktu nonton TV <3 jam/hari. Remaja yang terjadi akibat perubahan pola makan dan gaya hidup
asupan energinya tinggi (>=2.200 kkal/hari) dan diperkirakan prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
mempunyai waktu nonton TV >= 3 jam/hari mempunyai pada tahun 2010 naik lebih dari 100%.
risiko menderita obes 12.3 kali lebih tinggi dibandingkan
remaja yang asupan energi < 2.200 kkal/hari dan waktu NILAI EKONOMIS DARI OVERWEIGHT DAN OBESITAS
nonton TV <3 jam/hari (7). Studi ini menunjukkan adanya
interaksi yang bersifat additif, multiplikatif antara gaya hidup Nilai ekonomi dari obesitas terdiri dari 3 komponen
sedentarian dan diet tinggi kalori. yaitu; Pertama, Direct cost (biaya langsung) yakni biaya
bagi individu dan petugas yang berkaitan dengan upaya
penyembuhan obesitas itu sendiri; Kedua, opportunity
PERUBAHAN POLA PENYAKIT UTAMA DI INDONESIA
cost (biaya kesempatan) yakni biaya yang menyangkut
Berdasarkan data mutakhir (17) yang diambil dari individu akibat kehilangan kesempatan sosial dan per-
berbagai kota dan kabupaten yang mewakili daerah fiskal sonal sebagai akibat dari obesitas seperti adanya
rendah, sedang dan tinggi ditemukan bahwa pola penyakit kematian dini, dan penyakit-penyakit yang muncul akibat
utama masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi. obesitas; Ketiga, indirect cost (biaya tidak langsung) yaitu
Yang menarik ialah bahwa penyakit ISPA masih biaya yang diukur dengan adanya kehilangan penghasilan
menempati urutan pertama di semua daerah baik oleh karena tidak dapat melakukan pekerjaan sehari-hari
kabupaten maupun kota disusul oleh penyakit infeksi yang sebagaimana mestinya orang yang tidak mengalami
lain seperti malaria, dan penyakit kulit. Akan tetapi yang obesitas.
lebih menarik lagi ialah bahwa pada urutan berikutnya, Sampai dengan saat ini di Indonesia dan negara-
yakni pada urutan 4 s/d 6 sudah banyak ditempati oleh negara berkembang yang lain belum tersedia data
penyakit noninfeksi khususnya penyakit hipertensi. tentang besarnya nilai ekonomi dari obesitas, baik biaya
Penyakit hipertensi ini naik peringkat dari urutan 8 s/d langsung maupun biaya tidak langsung. Akan tetapi
10 pada tahun 1980-an menjadi urutan 4-6 pada tahun- beberapa studi di negara maju menunjukkan bahwa biaya
tahun belakangan ini. Penyebab kematian utama di rumah langsung dari obesitas per tahun mencapai 464 juta Aus$
sakit juga ditempati oleh penyakit-penyakit noninfeksi di Australia (20), 12 Milyar FF di Perancis (21), 1 Milyar
secara berturut-turut yaitu stroke, gagal ginjal, penyakit NLG di Belanda (22), dan 45.8 Milyar US $ di Amerika
jantung lainnya, perdarahan intra-cranial, dan diabetes Serikat (23). Besar biaya obesitas tersebut merupakan
melitus, serta penyakit jantung iskhemik (8). Hal ini 4-7% dari total biaya kesehatan nasional negara masing-
mungkin terjadi akibat adanya perubahan pola makan masing. Yang menarik ialah bahwa 53% sampai dengan
dan gaya hidup penduduk Indonesia di samping perubahan 60% (20,21) dari biaya langsung ini diatributkan pada
struktur penduduk Indonesia yang ditandai dengan penyakit hipertensi dan penyakit jantung koroner.
meningkatnya proporsi penduduk usia produktif dan lansia Data tentang biaya tidak langsung dari obesitas
serta menurunnya proporsi penduduk balita. (18). masih sangat terbatas, akan tetapi suatu studi di Amerika
Hipertensi hanyalah salah satu penyakit noninfeksi yang dilakukan akhir-akhir ini menyebutkan bahwa biaya
dari sekian banyak penyakit yang erat kaitannya dengan tidak langsung dari obesitas mencapai 23.3 Milyar US$
obesitas dan mudah terdeteksi dengan peralatan medis per tahun, yang terdiri dari 4 Milyar US$ biaya kehilangan
sederhana yang tersedia di puskesmas. Penyakit- produktivitas atau Rp25.591.480,00 hari kerja, dan 19,3
penyakit noninfeksi lain yang lebih serius dan sangat erat Milyar US$ biaya yang muncul akibat kematian dini
hubungannya dengan obesitas seperti penyakit-penyakit dengan penyebab kematian utama penyakit-penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus dsb, tidak bisa terungkap yang berkaitan dengan obesitas.
dengan menggunakan data dari puskesmas oleh karena Secara keseluruhan dapat disimpulkan dari berbagai
penderita penyakit-penyakit tersebut lebih sering studi bahwa obesitas merupakan salah satu komponen
langsung berobat ke spesialis atau ke rumah sakit. terbesar dari budget nasional di bidang kesehatan.
Secara keseluruhan, data epidemiologis saat ini Meskipun belum banyak studi tentang besar biaya yang
menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Indo- muncul akibat obesitas di negara-negara berkembang
nesia berkisar 1,5 s/d 2,3%. Akan tetapi, penelitian terakhir termasuk Indonesia, beban biaya ekonomi yang terus
yang dilakukan di kota besar seperti Jakarta meningkat dari adanya penyakit-penyakit kronis pada
menunujukkan bahwa prevalensi diabetes melitus orang dewasa di negara-negara tersebut telah diketahui
mencapai 12,8% dari populasi penduduk dewasa (19). oleh beberapa lembaga Internasional seperti WHO, dan
Gizi Lebih sebagai Tantangan Baru 51

World Bank. Biaya nyata dari terapi obesitas di negara- Adalah suatu ironi bahwa kenyataan di lapangan
negara berkembang lebih besar dibandingkan di negara- pada saat ini, perhatian terhadap upaya-upaya kesehatan
negara maju oleh karena adanya beban tambahan akibat promotif dan preventif sangat kecil dibandingkan perhatian
impor peralatan-peralatan dan obat-obatan dan untuk yang diberikan pada upaya-upaya kuratif-rehabilitatif.
keperluan pelatihan tenaga kesehatan (9). Relatif kecilnya perhatian pemerintah terhadap upaya-
upaya kesehatan promotif-preventif dapat dilihat dari relatif
IMPLIKASI KEBIJAKAN kecilnya anggaran yang dialokasikan. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk
Dari uraian di atas jelas bahwa beban pembangunan upaya-upaya promotif-preventif tidak mencapai 10% dari
bidang kesehatan nasional akan semakin berat dengan total anggaran kesehatan. Sebaliknya, anggaran biaya
adanya masalah gizi ganda karena baik gizi kurang yang dialokasikan untuk upaya-upaya kesehatan kuratif
maupun gizi lebih sangat erat kaitannya dengan aspek mencapai 60 hingga 85% dari total anggaran bidang
kesehatan yang lain. Masih besarnya beban masalah kesehatan.
kesehatan yang bersumber dari defisiensi gizi dan Tingginya kejadian luar biasa baik untuk penyakit
penyakit infeksi di satu sisi dan makin meningkatnya menular seperti demam berdarah, malaria dsb maupun
masalah kesehatan yang bersumber dari masalah gizi gizi buruk akhir-akhir ini merupakan dampak dari Kebijakan
lebih dan penyakit-penyakit degeneratif di sisi lain perlu pembangunan kesehatan yang kedodoran dan bersifat
diantisipasi dengan melakukan perubahan kebijakan yang responsif (delayed and responsive health policy) istilah
mendasar dalam upaya pelayanan kesehatan, baik upaya saya, suatu kebijakan kesehatan yang lebih bersifat
pelayanan kesehatan per-orangan maupun upaya responsif dan kagetan ketimbang kebijakan kesehatan
pelayanan kesehatan masyarakat. yang antisipatif terhadap masalah-masalah kesehatan
Dengan terbatasnya sumber daya yang ada dan yang dirumuskan dengan cara yang lebih sistematis
semakin terbatasnya kemampuan pemerintah berdasarkan fakta di lapangan (evidence based), kebijakan
menyediakan anggaran di saat beban pembangunan kesehatan yang lebih bersifat simptomatif dan populis
kesehatan meningkat maka kebijakan yang berimbang ketimbang kebijakan yang bersifat kausatif.
dan simultan antara upaya-upaya kesehatan promotif dan
preventif di satu sisi dan upaya-upaya kesehatan kuratif/
rehabilitatif di sisi lain dengan meningkatkan partisipasi PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN WAKIL
RAKYAT (DPRD/DPR)
masyarakat secara luas merupakan hal yang tidak hanya
krusial, tetapi juga merupakan satu-satunya pendekatan Dengan adanya undang-undang tentang otonomi
yang sensibel untuk perencanaan kebijakan kesehatan daerah maka peran kabupaten/kota menjadi sangat
masyarakat di Indonesia. menentukan keberhasilan pembangunan termasuk
Strategi yang ditujukan untuk pencegahan obesitas pembangunan bidang kesehatan. Namun demikian, secara
dan implikasinya juga merupakan strategi yang lebih keseluruhan dapat dikatakan bahwa komitmen pemerintah
mudah, lebih murah dan lebih efektif dibandingkan daerah terhadap pembangunan bidang kesehatan masih
strategi pengobatan obesitas oleh karena beberapa kurang memadai. Perhatian utama dari sebagian besar
alasan; 1) obesitas terus meningkat dari waktu ke waktu, pemerintah daerah lebih ditujukan pada upaya
dan sekali obesitas terjadi maka sulit untuk mengobati pembangunan infrastruktur, sarana-prasarana dan
(23); 2) Konsekuensi dari obesitas merupakan stress pengembangan wilayah (INPRASWIL). Pembangunan
fisik dan metabolik yang bersifat kumulatif dari kelebihan yang yang bersifat nonfisik dan tidak dapat dilihat hasilnya
berat badan yang terjadi dalam periode waktu yang dalam waktu dekat seperti pembangunan kesehatan
cukup lama, dan mungkin tidak dapat pulih kembali umumnya kurang mendapat perhatian. Di samping itu,
dengan sempurna dengan mengurangi berat badan saja sering alokasi anggaran kesehatan tidak memihak kepada
(24); 3) Jika di negara maju saja sumber daya pelayanan kepentingan rakyat banyak, tetapi untuk keperluan
kesehatan tidak lagi mencukupi kebutuhan pengobatan sekelompok penduduk perkotaan atau mungkin hanya
untuk semua kejadian obesitas dan penyakit terkait oleh menguntungkan penentu kebijakan saja. Tidak jarang
karena adanya peningkatan obesitas yang sangat pemerintah daerah dan DPRD, di daerah miskin sekalipun
dramatis, maka tanpa adanya program pencegahan lebih mengutamakan pendirian rumah sakit baru dengan
yang efektif, sumberdaya yang ada di negara-negara peralatan canggih dan mahal daripada memperbanyak,
berkembang termasuk Indonesia akan segera terkuras memperbaiki, melengkapi peralatan dan meningkatkan
habis (exhausted) untuk pengobatan obesitas dan kapasitas sumber daya manusia puskesmas yang sudah
penyakit-penyakit degeneratif lain yang relatif lebih ada, dengan impian bahwa rumah sakit tersebut dapat
mahal dan membutuhkan tehnologi canggih (9). dijadikan sapi perah dan sebagai salah satu sumber utama
52 Hamam Hadi

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bahkan ada daerah yang apalagi untuk menangani masalah gizi dan kesehatan
enggan mengalokasikan anggaran biaya untuk pembelian 10-20 tahun mendatang. Oleh karena itu, perguruan tinggi
vaksin dan kapsul vitamin A dengan cukup untuk bayi dan perlu mengambil peranan dalam mendefinisikan ulang
balita, karena lebih mementingkan anggaran untuk kompetensi ahli gizi Indonesia dan mem-formulasikannya
peralatan canggih (17). Ini sama halnya mereka berharap dalam bentuk kurikulm pendidikan tinggi yang dapat
agar masyarakatnya yang masih miskin lebih sering memenuhi tuntutan zaman.
menderita penyakit sehingga memberikan pemasukan
pendapatan daerah dengan kemiskinan dan KESIMPULAN
penderitaannya. Mereka tidak berpikir sebaliknya
memberikan investasi yang cukup untuk membangun Dari uraian di atas jelas sekali bahwa masaah gizi
masyarakat yang sehat (bergizi tentunya), cerdas, dan dan kesehatan di masa datang akan semakin komplek
produktif sehingga dapat memberikan PAD yang lebih besar dan itu semua akan menjadi tantangan utama
serta membangun daerahnya dengan kecerdasan dan pembangunan bidang kesehatan. Kompleksitas masalah
ketangkasannya dan bukan dengan derita dan nestapa. gizi dan kesehatan tersebut menuntut perhatian semua
Advokasi terhadap pemerintah dan para wakil rakyat pihak khususnya Departemen Kesehatan RI dalam
daerah lalu menjadi sangat dibutuhkan. Ironisnya, mengantisipasi masalah kesehatan di masa yang akan
advokasi dari Dinas Kesehatan kepada para wakil rakyat datang serta dalam mengambil keputusan kebijakan
dan pemerintah daerah pada umumnya masih sangat pembangunan kesehatan. Namun demikian, peran wakil
minim dan kurang efektif. Ada beberapa alasan mengapa rakyat, pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi,
advokasi yang dilakukan kurang efektif; 1) advokasi yang dan stakeholder lain juga sangat menentukan
dilakukan oleh jajaran Dinkes sering dipersepsikan oleh keberhasilan dalam menangani masalah gizi dan
wakil rakyat daerah tidak lebih sebagai upaya pembelaan pembangunan kesehatan di Indonesia.
terhadap kepentingan jajaran Dinkes; 2) metode advokasi
tidak menarik, membosankan, dan berkesan menggurui RUJUKAN
terhadap pihak yang berkuasa; 3) para wakil rakyat 1. Gracey M. New World Syndrome in Western Aus-
merasa bahwa anggota DPRD levelnya lebih tinggi tralian Aborigines. Clin and Experiment Pharmacol
dibandingkan jajaran Dinkes. Oleh karena itu, advokasi and Physiol 1995;22:220-225.
terhadap para wakil rakyat dan pemerintah daerah perlu 2. Garrow JS. Obesity and Related Diseases. London:
dirancang dan dilaksanakan dengan metode yang lebih Churchill Livingstone; 1988. p. 1-16.
menarik, bersifat promotif dan motivatif, serta didukung 3. Gillespie S. Major Issues in the Control of Iron Defi-
data dan bukti nyata yang didapat dari penelitian setempat. ciency. The Micronutrient Iniciative. Unicef, Ottawa,
Agar upaya advokasi lebih efektif tidak cukup Canada; 1998.
dilaksanakan oleh proyek penyuluhan kedinasan, tetapi 4. Inoue S, Zimmet P, and Caterson I. The Asia-Pacific
perlu melibatkan pihak ketiga seperti perguruan tinggi, Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
LSM., dan perlu melibatkan para ahli periklanan swasta Health Communication, Australia; 2000.
serta para pengusaha media masa. Dengan demikian, 5. Ismail D, Herini ES, Hagung P, & Sadjimin T. Fast
advokasi yang benar dan efektif memerlukan pembiayaan Food Consumption and Obesity: Relationship among
yang tidak kecil. Ironisnya dalam kenyataan anggaran Elementary School Students in Yogyakarta.
untuk kegiatan ini biasanya disediakan sekedarnya Paediatrica Indonesiana 1999.
karena dianggap bukan prioritas. 6. Ito K and Murata M. Diagnostic Criteria of childhood
obesity. Japanese journal of Pediatrics 1999;52
PERAN PERGURUAN TINGGI (Suppl):1182-96.
Sebagaimana disebutkan di atas, masalah gizi dan 7. Hadi H, Hurryati E, Basuki A, Madawati A dan
kesehatan di masa yang akan datang di Indonesia akan Mahdiah. Obesitas pada Remaja sebagai Ancaman
semakin komplek, satu sama lain saling terkait dan oleh Kesehatan Serius Dekade Mendatang. Makalah
karena itu, penaganannya pun membutuhkan tenaga yang disampaikan pada Seminar Nasional Obesitas pada
mempunyai kompetensi lebih tinggi. Pada saat ini tenaga Remaja; September 2004; Yogyakarta, Indonesia.
gizi yang bekerja di jajaran Dinas Kesehatan maupun di 8. Lew EA and Garfinkel L. Variations in Mortality by
rumah sakit di seluruh Indonesia sebagian besar lulusan Weight among 750,000 Men and Women. Journal of
D3 dan D1. Kompetensi minimal yang dimiliki oleh Chronic Diseases 1979;32:563-76.
sebagian besar tenaga gizi Indonesia belumlah memenuhi 9. WHO. Obesity: Preventing and Managing the Glo-
tantangan masalah gizi dan kesehatan saat ini dan bal Epidemic. Geneva: 2000.
Gizi Lebih sebagai Tantangan Baru 53

10. Mahoney LT, Burns TL, Stanford W, Thompson BH, 18. BAPPENAS. Indonesia Progress Report on the
Witt JD, Rost CA, Lauer RM. Coronary Risk Factors Millenium Development Goals. Jakarta 2004.
Measured in Childhood and Young Adult Life are 19. Suyono S. Kecenderungan Peningkatan Jumlah
Associated with Coronary Artery Calcification in Penyandang Diabetes. Dalam: Soegondo S,
Young Adults: the Muscatine Study. J Am Coll Cardiol Soewondo P, dan Subekti I. Penatalaksanaan Dia-
1996;27:277-84. betes mellitus terpadu. Pusat Diabetes Melitus dan
11. Guo SS, Roche AF, Chumlea WC, Gardner JD, Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo. Jakarta; 2004.
Siervogel RM. The predictive Value of Childhood Body p. 1-5.
Mass Index Values for Overweight at Age 35y. Am J 20. National Health and Medical Research Council.
Clin Nutr 1994;59:810-19. Economic Issues in the Prevention and Treatment
12. Rising R. Determinants of Total Daily Energi of Overweight and Obesity. A Strategic Plan for the
Expenditure: Variability in Physical Activity. Am J Prevention of Overweight and Obesity. Canberra:
Clin Nutr 1994;59:800-4. Australia Government Publishing Service; 1997. p.
13. Schulz LO and Schoeller DA. A Compilation of Total 85-95.
Daily Energi Expenditures and Body Weights in 21. Levy E. The Economic Cost of Obesity: the French
Healthy Adults. Am J Clin Nutr, 1994;60:676-81. Situation. Int J of Obesity nad related Metabolic Dis-
14. Williamson DF. Dietary Intake and Physical Activity orders 1995;19:788-92.
as Predictors of Weight Gain in Observational, 22. Seidell J and Deerrenberg I. Obesity in Europe-
Prospective Studies of Adults. Nutrition Reviews Prevalence and Consequences for the Use of Medical
1996;54:S101-S109. Care. PharmacoEconomics 1994;5 (Suppl 1);38-44.
15. Rissanen AM. Determinants of Weight Gain and 23. Wolf AM and Colditz GA. The Cost of Obesity: the
Overweight in Adult Finns. Eur J Clin Nutr US Perspective. PharmacoEconomics,
1991;45:419-430. 1994;5(Suppl.1); 34-37.
16. Prentice AM and Jebb SA. Obesity in Britain: Glut- 24. Kayman S, Bruvold W, Stern JS. Maintenance and
tony or Sloth? BMJ 1995;311:437-439. Relapse after Weight Loss in Women: Behavioral
17. BAPPENAS. Relevansi Paket Pelayanan Kesehatan Aspects. Am J Clin Nutr 1990;(52): 800-7.
Dasar Dalam Pencapaian Target Nasional dan 25. Pi-Sunyer FX. Medical Hazards of Obesity. Annals
Komitment Global. Jakarta 2004. of Internal Medicine 1993;(119):655-660.

Вам также может понравиться