Вы находитесь на странице: 1из 17

Referat Oncology

Peranan Estrogen Pada Karsinogenesis

Kanker Payudara

Disusun oleh :

Azis Aimaduddin Al Islamy

Pembimbing :

Dr. Widyanti Soewoto, SpB,K-Onk

PPDS I ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS

RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

2015
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Peranan Estrogen Pada Karsinogenesis

Kanker Payudara

Oleh :

Azis Aimaduddin Al Islamy

Telah disahkan pada tanggal ..........................................2015

Pembimbing :

Dr. Widyanti Soewoto, SpB,K-Onk

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker payudara merupakan keganasan tersering dan menjadi penyebab


utama kematian pada wanita di seluruh dunia, dengan jumlah lebih dari 1.000.000
kasus setiap tahun (Rosai J, 2004). Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami
kanker payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang
paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru
kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika
Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita
terdiagnosa kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karenanya. The
US Centre for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa pada
akhir 2004, sejumlah 215.990 wanita di Amerika Serikat di diagnosis sebagai
kasus baru kanker payudara, dan 40.580 wanita di Amerika meninggal karena
penyakit ini pada akhir tahun. Data Badan Registrasi Kanker (BRK) Indonesia
tahun 1998, menunjukkan kanker payudara menduduki urutan ke-2 terbanyak dari
seluruh keganasan pada wanita di seluruh sentra Patologi Anatomi di Indonesia,
dengan jumlah 2671 kasus. Karsinoma payudara juga dapat menyerang pria tetapi
kemungkinannya sangat kecil, yaitu 1/100 dari wanita. Kesempatan kanker
berkembang dengan pesat sangat tergantung umur, semakin tua usia semakin
cepat kanker berkembang.1

Hormon estrogen merupakan hormone utama pemicu timbulnya kanker


payudara. Pada wanita dengan kadar estrogen tinggi seperti nulliparitas, menarche
awal, usia paparan estrogen lama, tidak laktasi dan terapi sulih hormone pada
menopause akan mempunyai resiko lebih tinggi terkena kanker payudara.
Estrogen mempengaruhi perkembangan dan perubahan dari kelenjar payudara

3
yang memiliki berbagai macam reseptor hormone. Paparan estrogen akan
meningkatkan proliferasi sel dan bila tidak terkendali secara biologis akan
berkembang menjadi kanker mengikuti tahapan tahapannya.2

Hubungan antara risiko kanker payudara dan peningkatan kadar estrogen


dalam darah telah diketahui secara konsisten dalam banyak studi. Beberapa faktor
risiko endokrin dikaitkan dengan peningkatan risiko relatif kanker payudara pada
wanita pasca menopause. Salah satu faktor tersebut adalah obesitas, yang
mungkin berhubungan dengan peningkatan produksi estrogen oleh aktivitas
aromatase dalam jaringan adiposa payudara. Faktor lain adalah kadar estrogen
endogen dalam darah (risiko relatif, 2,00-2,58). Peningkatan risiko relatif juga
terkait dengan kadar androstenedion dan testosterone yang tinggi dalam darah,
androgen yang bisa langsung dikonversi oleh aromatase menjadi estron dan
estradiol. Peningkatan estrogen dan androgen juga terkait dengan peningkatan
risiko kanker payudara pada wanita pascamenopause. Tingkat serum progesteron
belum dikaitkan dengan risiko kanker payudara pada wanita pasca menopause,
sedangkan pada wanita premenopause, kadar progesteron tampaknya berbanding
terbalik dengan risiko kanker payudara. Semua bukti ini mendukung hipotesis
bahwa paparan berlebihan terhadap estrogen endogen di rentang kehidupan
seorang wanita memberikan kontribusi untuk dapat menjadi faktor penyebab
kanker payudara.3

Sebuah studi observasional terbaru pada lebih dari 54.000 wanita Perancis
menunjukkan peningkatan risiko yang signifikan secara statistik (risiko relatif,
1,4; 95 persen interval kepercayaan, 1,2-1,7) untuk wanita yang menggunakan
terapi hormon pengganti dibandingkan dengan tidak menggunakan terapi
estrogen-pengganti. Beberapa juta perempuan yang secara acak dipilih dalam
studi observasional di Inggris direkrut antara 1996 dan 2001, risiko relatif kanker
payudara secara signifikan meningkat dengan penggunaan terapi hormon atau
estrogen-pengganti dan meningkat dengan durasi penggunaan. Namun, risiko
lebih tinggi dilaporkan dalam penelitian lain. Dalam waktu satu tahun setelah

4
penghentian penggunaan, risiko relatif kembali pada pasien yang belum pernah
menerima terapi pengganti, sekali lagi menunjukkan bahwa efek dari terapi
tersebut reversibel. Meskipun kekuatan dari penelitian ini adalah ukurannya yang
besar itu memiliki kelemahan, termasuk ketergantungan pada kuesioner tunggal.
dan bias pemilihan sampel yang mungkin meningkatkan risiko relatif. Namun
demikian, hasil dari semua studi observasional, ketika diambil bersama-sama,
menunjukkan bahwa terapi hormon pengganti yang sedang berjalan atau baru,
terjadi peningkatan kecil yang signifikan dalam risiko kanker payudara (meskipun
reversibel) dan penggantian estrogen mungkin memiliki efek yang sama.5

Mekanisme estrogen sebagai agen karsinogenik dari setiap tahap dari proses
karsinogenik (inisiasi, promosi, dan progresi) yang kompleks. Beberapa studi
menunjukkan bahwa adanya metabolit estrogen genotoksik dan estrogen-reseptor-
mediated signaling genomik dan nongenomic dapat mempengaruhi proliferasi sel
dan apoptosis pada jaringan payudara.1

B. TUJUAN PENULISAN

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai mekanisme estrogen


pada karsigonenesis kanker payudara.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid kelamin, karena


mempunyai struktur kimia berintikan steroid yang secara fisiologik sebagian besar
diproduksi oleh kelenjar endokrin sistem produksi wanita. Pria juga memproduksi
estrogen tetapi dalam jumlah jauh lebih sedikit, fungsi utamanya berhubungan
erat dengan fungsi alat kelamin primer dan sekunder wanita. 1,2 Hal yang spesifik
bagi hormon ini pada wanita usia subur ialah sekresinya dari ovarium berlangsung
secara siklik dan peranannya yang sangat penting dalam mempersiapkan
kehamilan. Hormon ini juga berperan dalam proses perubahan habitus seorang
anak perempuan menjadi wanita dewasa, kemudian menjelang akhir masa
reproduksi produksinya mulai menurun dan sekresinya tidak lagi bersifat siklik..3

Sintesis hormon estrogen terjadi didalam sel-sel theka dan sel-sel


granulose ovarium, dimana kolesterol merupakan zat pembakal dari hormon ini,
yang pembentukannya melalui beberapa serangkaian reaksi enzimatik.3

6
Estrogen dimetabolisme hepar menjadi bentuk terkonjugasi dengan sulfat
atau glukuronat, metabolit ini bersifat inaktif dijaringan perifer.4

Pada jaringan payudara, estrogen menstimulasi pertumbuhan dan


diferensiasi saluran epitelium, menginduksi aktivitas mitotik saluran sel-sel
silindris, dan menstimulasi pertumbuhan jaringan penyambung. Estrogen juga
menghasilkan efek seperti histamin pada mikrosirkulasi payudara. Densitas
reseptor estrogen pada jaringan payudara sangat tinggi pada fase folikuler dari
siklus menstruasi dan menurun setelah ovulasi. Estrogen menstimulasi
pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Pada wanita-wanita postmenopause dengan
kanker payudara, konsentrasi estradiol tumor tinggi, karena aromatisasi in situ,
meskipun adanya konsentrasi estradiol serum yang rendah.4

7
B. MEKANISME KARSINOGENESIS ESTROGEN

Estrogen mempengaruhi pertumbuhan sel, differensiasi sel dan fungsi dari


system reproduksi seperti uterus, ovarium, dan payudara serta pada jaringan non
reproduksi seperti tulang dan system cardiovascular. 6
Ada 3 mekanisme estrogen yang diidentifikasikan pada level seluler pada
karsinogenesis

1. Estrogen mengatur ekspresi dari gene target dengan mengikat ke inti sel
ER ini disebut dengan preceding chapter
2. Estrogen merubah fungsi sel melalui yang dimediasi oleh non-genomic
pathway dengan berinteraksi dengan membrane sel ER.
3. E2 dan E1 dimetabolisme menjadi cathecol estrogen. 6

Metabolisme Estrogen

Tahap I
metabolisme estrogen melalui jalur catechol, metabolisme pada manusia, hamster,
dan tikus melibatkan beberapa enzim sitokrom P-450 yang mengkatalisis
metabolisme oksidatif estron dan estradiol terutama ke estrogen 2-

8
hydroxycatechol (sitokrom P-450 1A1, 1A2, dan 3A) atau 4 estrogen
-hydroxycatechol (sitokrom P-450 1B1). Sitokrom P-450 1B1 konstitutif
dinyatakan dalam payudara, ovarium, kelenjar adrenal, dan rahim, serta di
beberapa jaringan lain. Estrogen 3,4-kuinon dapat membentuk ikatan tidak stabil
dengan adenin dan guanin dalam DNA, yang mengarah ke depurinasi dan mutasi
in vitro dan in vivo. Pengurangan estrogen Quinones kembali ke hydroquinon dan
katekol memberikan kesempatan bagi siklus redoks untuk menghasilkan spesies
oksigen reaktif dan berperan dalam kerusakan oksidatif pada lipid dan DNA yang
berhubungan dengan pengobatan estrogen.7

Tahap II jalur detoksikasi termasuk sulfation, metilasi, dan reaksi dengan


glutathione yang aktif dalam jaringan payudara melakukan perlindungan terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh metabolit reaktif bahan kimia endogen dan
eksogen. Gambar 2 menunjukkan terjadinya metilasi katekol estrogen yang
dikatalisasi oleh katekol O-methyltransferase dan semiquinone estrogen dan
reaksi kuinon dengan glutathione. Selain mencegah metabolisme estrogen katekol
untuk kuinon, katekol 2-metoksi merupakan metabolit pelindung. Hal yang
menarik adalah, 4-hydroxyequilenin, merupakan sebuah catechol metabolit reaktif
dari equilenin, sebuah estrogen equine yang digunakan sebagai hormon pengganti
terapi, dapat menghambat enzim detoxication seperti glutathione S-transferase P1-
1 dan katekol O-methyltransferase. Selanjutnya, rekombinan catechol O-
methyltransferase dengan aktivitas rendah lebih sensitif dibandingkan 4-
hydroxyequilenin. Hal ini menunjukkan bahwa metabolit estrogen equine yang
reaktif berkontribusi terhadap kanker payudara melalui penghambatan fase
pelindung II dan meningkatkan kemungkinan bahwa wanita yang homozigot
untuk varian polimorfik catechol O-methyltransferase dapat terjadi peningkatan
risiko ketika menggunakan terapi hormon pengganti yang mengandung estrogen
equine.7

9
Efek biologis pengobatan sel dan hewan percobaan dengan estradiol atau
metabolitnya. Pengamatan ini mendukung hipotesis bahwa metabolit oksidatif
estrogen memiliki sifat genotoksik, mutagenik, dan berpotensi karsinogenik,
dengan demikian dapat menyebabkan perkembangan proses karsinogenik pada
manusia. Namun, sampai saat ini, belum ada penelitian yang secara definitif
menunjukkan bahwa metabolit estrogen berkontribusi kanker payudara manusia,
meskipun dua bukti mendukung kemungkinan ini. Pertama, hipotesis bahwa
metabolit estrogen yang berpotensi genotoksik berkontribusi kanker payudara
manusia tergantung pada pembentukan di jaringan payudara. Pada wanita
menopause, kadar estrogen di jaringan payudara adalah 10 sampai 50 kali lipat
daripada dalam darah, dan konsentrasi estradiol lebih tinggi pada jaringan maligna
daripada di jaringan nonmaligna, sebuah temuan yang mungkin mencerminkan
aktivitas aromatase pada jaringan payudara. Selanjutnya, tingkat metabolit

10
estrogen dan konjugat mulai 3-13 pmol per gram yang terdeteksi dalam jaringan
payudara manusia, menunjukkan bahwa jalur oksidatif yang ditunjukkan pada
Gambar 3 aktif dalam jaringan payudara manusia. Namun, penelitian yang lebih
besar diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini. Hal diperlukan untuk
mendeteksi estrogen-kuinon adenin dan guanin adduct dan kerusakan DNA
oksidatif pada jaringan payudara manusia untuk memperoleh bukti definitif
mengenai genotoksisitas estrogen yang dapat berkontribusi terhadap inisiasi atau
perkembangan kanker payudara.7

11
Peran metabolit estrogen pada kanker payudara manusia berasal dari studi
yang meneliti hubungan risiko kanker payudara dan polimorfisme gen yang
mengkode enzim yang terlibat dalam sintesis estrogen dan metabolisme (Tabel 2).
Produk dari gen ini terlibat dalam sintesis estrogen (misalnya sitokrom P-450 17
dan sitokrom P-450 19, yang terakhir ini juga disebut aromatase), metabolisme
aspek fase I yang dapat mengakibatkan meningkatnya kadar metabolit (misalnya
sitokrom P-450 1A1 dan sitokrom P-450 1B1), dan tindakan dari metabolisme
fase II metabolisme yang dapat mengakibatkan berkurangnya konjugasi pelindung
(misalnya, glutathione S-transferase M1 dan katekol O-methyltransferase).
Walaupun secara keseluruhan, hasil penelitian ini tidak konsisten.3

12
B. SINYAL ESTROGEN RESEPTOR

Mekanisme klasik direct action estrogen pada nuclear DNA melibatkan


pengikatan hormon reseptor nuclear estrogen, yang kemudian saling mengikat
sebagai dimer ke elemen estrogen-respon di daerah regulasi gen estrogen-respon
dan bergabung dengan faktor transkripsi basal, coactivators, dan ko-represor
untuk mengubah ekspresi gen. Sejak penemuan awal dan karakterisasi reseptor
estrogen a (ERa) pada tahun 1960, penelitian tentang mekanisme sinyal estrogen-
reseptor telah mengungkapkan kompleksitas, yang diawali dengan penemuan
reseptor estrogen b (ERb) dan jalur sinyal yang dimediasi oleh reseptor estrogen
yang terikat dengan mitokondria dan membran plasma.8

ERa dan ERrb memiliki 96 persen asam amino dalam domain DNA-
binding mereka, sedangkan hanya ada 53 persen homologi di ligan mengikat
domain mereka. Sebagai contoh, tamoxifen dilaporkan merupakan agonis dan
antagonis untuk ERa tapi hanya antagonis untuk ERb. ERb memiliki afinitas yang
lebih besar untuk berbagai phytoestrogen, seperti genistein, daripada ERa.
Reseptor yang berbeda dalam domain, menunjukkan bahwa reseptor tersebut
berikatan dengan protein yang berbeda dalam kompleks transkripsi, sehingga
mengubah efek transkripsi genomnya. Reseptor estrogen berinteraksi dengan

13
protein koaktivator untuk merangsang aktivitas faktor transkripsi lainnya, seperti
AP-1 (Tabel 3). Akhirnya, berbagai reseptor tyrosine kinase growth-factor dapat
mengaktifkan reseptor estrogen oleh fosforilasi dengan tidak adanya ligan (Tabel
3).
Kehadiran estrogen dengan afinitas yang tinggi mengikat fraksi subselular
nonnuclear, termasuk membran plasma dan mitokondria, menandakan bahwa
reseptor estrogen bisa ditemukan di jaringan tersebut. Walaupun studi terbaru
menunjukkan adanya ERa, ERb, atau keduanya di mitokondria dari berbagai sel
dan jaringan. Genom mitokondria mengandung urutan estrogen-responsif yang
potensial, dan estrogen meningkatkan transkrip gen DNA pada mitokondria (Tabel
3). Mekanisme mitokondria reseptor estrogen belum diketahui, meskipun ERb
diduga berisi domain mitochondrial targeting peptida. Diperlukan studi untuk
menjelaskan mekanisme impor estrogen-reseptor, untuk menentukan bagaimana
fungsinya dalam meningkatkan transkripsi DNA mitokondria, dan untuk
menentukan perannya dalam respon estrogen.

14
Seperti faktor pertumbuhan peptida, estrogen juga menyebabkan aktivasi
berbagai protein kinase, seperti mitogen- yang diaktifkan oleh protein kinase, dan
meningkatkan kadar messenger kedua, seperti siklus AMP (cAMP), yang terjadi
dalam beberapa menit (Tabel 3). Protein jenis nongenomic ini memiliki efek
nontranscriptional yang melibatkan bentuk membrane terikat dari ERa, Erb, atau
keduanya, dan memfasilitasi hubungan antara proses sinyal membrana reseptor
estrogen dan jalur sinyal transduksi-lainnya, seperti reseptor faktor pertumbuhan
epidermal dan sinyal insulin-like growth factor (Gambar. 3). Hubungan antara
jalur genomik dan messenger kedua mungkin memiliki peran penting dalam
pengendalian proliferasi sel estrogenik dan penghambatan apoptosis dan mungkin
juga memiliki efek terapi.9

Metabolit estrogen, katekol juga dapat berperan dalam pengaturan jalur


ekspresi gen, sinyal, atau keduanya melalui reseptor estrogen. Estrogen dalam
bentuk 4-hydroxycatechol dan 2-hydroxycatechol memiliki afinitas pengikat yang
tinggi untuk reseptor estrogen manusia (150 persen dan 100 persen, bila
dibandingkan dengan estradiol) dan menginduksi ekspresi gen estrogen-
dependent-reseptor. Selanjutnya, tingginya afinitas, kemampuan saturasi yang
baik, dan sitosol yang mengikat protein 4-hydroxyestradiol memungkinkan
adanya reseptor baru yang menengahi ERa- dan efek Erb-independen dari
estrogen katekol. Penentuan efek dari metabolit katekol pada proliferasi jaringan
payudara manusia dan apoptosis layak diteliti lebih lanjut.9

Adanya pemahaman baru tentang jalur sinyal beberapa genom dan


nongenomic estrogen sangat memperluas pemahaman tentang potensi hubungan
antara berbagai jalur transduksi. Namun, diperlukan penelitian menyeluruh pada
semua jalur interaksi yang melalui faktor reseptor estrogen dan factor
pertumbuhan, seperti faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor
1, yang berfungsi pada jaringan payudara manusia normal dan sel tumor.
Penelitian yang mendalam ini dapat memfasilitasi pemahaman yang komprehensif
tentang pengendalian proliferasi dan apoptosis oleh estrogen dan metabolitnya dan
dapat mengungkapkan target baru dari intervensi kombinasi terapeutik.9

15
C. Kesimpulan

Studi mengenai kanker payudara secara konsisten menunjukan


peningkatan risiko yang terkait dengan tingkat kadar estrogen endogen yang
tinggi dalam darah, indikator klinis kadar estrogen darah terus-menerus
meningkat, dan paparan estrogen eksogen plus progestin melalui terapi
penggantian hormon dan penggunaan kontrasepsi oral. Pada hewan percobaan,
pengobatan estrogen mengarah pada perkembangan tumor mammae. Secara
bersama pengamatan ini mendukung hipotesis bahwa estrogen merupakan
karsinogenesis dari kelenjar mammae.

Mekanisme estrogen sebagai agen karsinogenik dari setiap tahap dari


proses karsinogenik (inisiasi, promosi, dan progresi) yang kompleks. Beberapa
studi menunjukkan bahwa adanya metabolit estrogen genotoksik dan estrogen-
reseptor-mediated signaling genomik dan nongenomic dapat mempengaruhi
proliferasi sel dan apoptosis pada jaringan payudara. Diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui dua jalur yang berkontribusi sebagai karsinogenesis
estrogen yaitu yang dimediasi dari polimorfisme genetik dan faktor lingkungan.
Meski begitu, pengetahuan tentang peran sentral estrogen pada kanker payudara
telah membuka wawasan baru dari perkembangan tindakan pencegahan dan terapi
baru yang dapat menghalangi fungsi reseptor estrogen atau dapat pula secara
drastis mengurangi kadar estrogen endogen melalui penghambatan sintesisnya.
Pengembangan cara terbaru berdasarkan pada penghambatan metabolisme
estrogen, inaktivasi dari kuinon reaktif, dan penghambatan reseptor spesifik
estrogen akan membuka jalan untuk melakukan pendekatan intervensi yang
efektif.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ellis IO, Schinitt SJ, Sastre GX, etal. 2003. Invasive Breast Carcinoma in
World Health Organization Classification of Tumours Pathology &
Genetics Tumours of the Breast and Female Genital Organs. IARC, p13-
59
2. Wibowo B. Ilmu kandungan. Edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 1994; 70-74
3. Clemons M, Goss. Estrogen and the risk of breast cancer . N Eng j Med
2001
4. Guyton A. Fisiologi kedokteran. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 1994
5. Santen R, Endocrin-responsiv cancer , William textbook of endocrinology
ed 10, Philadelphia, 2003
6. Fritz F.Parl, Estrogen, estrogen receptor of breast cancer, iospress 2006
7. Cavalieri, Frenkel, Liehr JG. Estrogen as endogenoustoxic agents dna
mutation in breast. Journal National Institute monograph, Juli 2000
8. Sabbah M, Estrogen induction of the cyclin D1 promoter : involvement of
a cAMP responselike element. ACAD. USA 1999
9. Govind AP, Membran Associated estrogen receptor and related proteins.
Moll Cell Biochem 2003

17

Вам также может понравиться