Вы находитесь на странице: 1из 13

Tabel 21.2-6.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Disomnia yang Tidak Tergolongkan

Kategori Disomnia yang tidak tergolongkan adalh untuk insomnia, hypersomnia, atau
gangguan irama sirkadian yang tidak memenuhi kriteria dismonia spesifik apapun. Contoh-
contohnya mencakup:
1. Keluhan insomnia atau hypersomnia yang secara klinis bermakna dan disebabkan oleh
factor lingkungan (contoh: bising, cahaya, seringnya gangguan).
2. Rasa mengantuk berlebihan yang disebabkan oleh kurang tidur yang terus-menerus.
3. (restless legs syndrome). Sindrom ini ditandai dengan keinginan untuk
mmenggerakkkan tungkai atau lengan akibat perasaan tidak nyaman secara khas
digambarkan sebagai menjalar, merayap, kesemutan, atau gatal. Gerakan ekstremitas
yang sering terjadi sebagai upaya meredakan perasaan tidak nyaman tersebut. Gejala
memburuk jika orang tersebut beristirahat di sore hari atau malam, dan gejala ini dapat
diredakan sementara dengan gerakan. Perasaan tidak nyaman dan gerakan ekstremitas
dapat menunda onset tidur, membangunkan orang tersebut dari tidur, dan menyebabkan
rasa mengantuk atau kelelahan di siang hari. Penelitian tidur menunjukkan gerakan
ekstremitas periodic involunter saat tidur pada sebagian besar individu sengan sindrom
ini. Sebagian kecil individu mengalami anemia atau berkurangnya simpanan serum besi.
Studi elektrofisiologis saraf perifer dan morfologi makroskopik otak biasanya normal.
Sindrom ini dapat terjadi dalam bentuk idiopatik, atau dapat disebabkan keadaan medis
atau neurologis umum, termasuk kehamilan normal, gagal ginjal, artitis rheumatoid,
penyakit vascular perifer, atau disfungsi saraf perifer. Secara fenomenologis, kedua
bentuk ini tidak dapat dibedakan. Onset sindrom ini secara khas terjadi pada decade
kedua atau ketiga, meskipun sampai 20% individu dengan sindrom ini dapat memiliki
gejala sebelum usia 10 tahun. Prevalensi restless legs syndrome antara 2 dan 10% di
populasi umum dan 30% di populasi medis umum. Prevalensi meningkat seiring dengan
usia dan jenis kelamin. Perjalana sindrom ini ditandai dengan stabilitas atau perburukan
gejala seiring usia. Terdapat riwayar keluarga yang positif pada 50 hingga 90% individu.
Diagnosis banding utama mencakup akatisia yang dicetuskan obat, neuropati perifer,
dank ram tungkai nocturnal. Perburukan di malam hari dan gerakan ekstremitas periodic
lebih lazim pada sindrom ini dibandingkan dengan akatisia yang dicetuskan oleh obat
atau neuropati perifer. Tidak seperti restless legs syndrome, kram tungkai nocturnal tidak
timbul dengan keinginan untuk menggerakkan ekstremitas serta gerakan ekstremitas juga
tidak sering.
4. Gerakan ekstermitas periodik: gerakana ekstremitas periodic adalh kedutan ekstremitas
singkat berulang dengan amplitude rendah, terutama pada ekstremitas bawah. Gerakan ini
dimulai menjelang onset tidur dan berkurang selama tahap 3 dan 4 tidur nonrapid eye
movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Gerakan biasanya terjadi9 secara
ritmik setiap 20-60 detik dan disertai bagun singkat dan berulang. Orang yang mengalami
sering tidak sadar dengan gerakan saat itu, tetapi dapat mengeluhkan insomnia, sering
bangun atau rasa mengantuk di siang hari jika jumlah gerakan sangat banyak. Orang ini
dapat memiliki cukup banyak variabilitas jumlah gerakan ekstremitas periodic dari
malam ke malam. Gerakan ekstremitas periodik terjadi pada sebgaian besar orang dengan
restless legs syndrome, tetapi gerakan ini juga dapat terjadi tanpa adanya gejala restless
leg syndrome lainnya. Orang dengan kehamilan normal atau dengan keadaan seperti
gagal ginjal, gagal jantung kongestif, dan gangguan stress pasca trauma juga dapat
mengalami gerakan ekstremitas periodik. Meskipun usia onset khas dan prevalensinya
pada populasi umum tidak diketahui, gerakan ekstremitas periodik meningkat seksual
denga usia dan dapat terjadi pada lebih dari sepertiga individu berusia >65 tahun. Laki-
laki lebih lazim terkena dibandingkan perempuan.
5. Situasi saat klinisi telah menyimpulkan disomnia ada tetapi tidak dapat menentukan
apakah primer, akibat keadaan medis umum, atau dicetuskan zat.

saat tidur. Pasien secara subjektif tidak menyadari kedutan tungkai tersebut. Keadaan ini dapat
terjadi kira-kira 40% orang yang berusia > 65 tahun.
Gerakan tungkai berulang ini terjadi setiap 20-60 detik, dengan ekstensi ibu jari kaki dan fleksi
mata kaki, lutut, dan pinggul. Sering bagun, tidur yang tidak menyegarkan dan rasa mengantuk
di siang hari adalah gejala utama. Tidak ada terapi untuk mioklonus nocturnal yang secara
universal efektif. Terapi mungkin berguna mencakup benzodiazepine, levodopa (Lardopa),
quinine, dan pada kasus yang jarang, opioid.
RESTLESS LEGS SYNDROME. Pada sindrom ini, penderita merasakan sensasi dalam berupa
adanya rasa merayap di dalam betis baik saat duduk atau tidur. Distensia ini jarang menimbulkan
rasa nyeri tetapi merupakan penderitaan berat dan menyebabkan dorongan yang hampir tidak
dapat ditahan untuk menggerakkan tungkai; sehingga, sindrom ini menggunggu tidur dan jatuh
tertidur. Sindrom ini memuncak pada usia pertengahan dan terdapat pada 5% populasi.
Tidak ada terapi yang telah ditegakkan untuk sindrom ini. Gejalanya dapat diredakan dengan
gerakan dan pemjatan tungkai. Jika diperlukan farmakoterapi, benzodiazepine, levodopa,
quinine, opioid, propranolol (Inderal), valproate (Depakene), dan carbamazepine (Tegretol) dapat
bermanfaat.
SINDROM KLEINE-LEVIN. Sindrom Kleine-Levin adalah keadaan yang relative jarang dan
terdiri atas episode berulang tidur yang lama (pasien dapat dibangunkan) dengan menyelingi
periode tidur normal dan bagun. Selama episode hypersomnia, periode bangun biasanya ditandai
dengan penarikan diri dari kontak sosial dan berusaha kembali ke tempat tidur secepat mungkin;
pasien juga dapat menunjukkan apati, iritabilitas, kebingungan, makan dengan rakus, kehilangan
ambisi seksual, waham, halusinasi, disorientasi yang jelas, hendaya daya ingat, pembicaraan
inkoheren, eksitasi atau depresi, dan sifat galak. Demam yang tidak dapat dijelaskan terjadi pada
sejumlah kecil pasien.
Sindrom Kleine-Levin jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dengan ciri yang mengesankan
diagnosis ini telah dilaporkan. Pada sebagian besar kasus, beberapa periode hypersomnia,
masing-masib berlangsung selama satu atau beberapa minggu, dialami oleh pasien selama 1
tahun. Dengan beberapa pengecualian, serangan pertama terjadi antara usia 10 dan 21 tahun.
Telah dilaporkan kejadian yang jarang dengan onset pada decade keempat dan kelima kehidupan.
Sindrom ini tampak hampir selalu sembuh sendiri, dan terjadi spontan sebelum usia 40 tahun
pada kasus dengan onset dini.
SINDROM YANG TERKAIT-MENSTRUASI. Sejumlah perempuan mengalami hypersomnia
nyata yang intermiten, perubahan pola perilaku, dan makan rakus pada saat atau segera sebelum
onset menstruasi mereka. Kelainan EEG yang tidak spesifik serupa dengan kelainan yang
berkaitan dengan sindrom Kleine-Levin telah didokumentasikan dalam beberapa keadaan. Faktor
endokrin mungkin terlibat, tetapi kelainan yang spesifik dalam pengukuran endokrin
laboratorium belum dilaporkan. Kadar serotonin di dalam cairan serebrospinal telah
teridentifikasi pada satu pasien.
GANGGUAN TIDUR SAAT HAMIL. Gangguan tidur lazim terjadi pada perempuan yang
sedang hamil. Terdapat beberapa factor hormonal yang turut berperan di dalam gangguan ini,
termasuk perubahan kadar estrogen, progesteron, kortisol, dan melatonin dari kadar dasarnya.
Disamping itu, perubahan fisiologi pernapasan maternal, perawakan tubuh, dan pada trimester
ketiga, gerakan janin semuanya dapat berperan mengurangi kuantitas dan kualitas tidur.
TIDUR YANG TIDAK CUKUP. Tidur yang tidak cukup didefinisikan sebagai keluhan yang
sungguh-sungguh akan adanya rasa ngantuk di siang hari disertai gejala terbangun pada
seseorang yang terus-menerus gagal tidur setiap hari yang cukupuntuk menyokong keadaan
terjaga yang penuh siaga. Orang ini secara volunteer dan kronis, akan tetapi tidak menyadari,
bahwa dirinya sendiri kurang tidur. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
termasuk kenyenyakan tidur. Beberapa orang, terutama pelajar dan pekerja giliranyang ingin
tetap beraktivitas di siang hari dan melakukan pekerjaan malam hari meraka, dapat membuat
mereka kurang tidur sehingga menimbulkan somnolen pada waktu seharusnya terjaga.
SLLEP DRUNKENNESS. Keadaan ini merupakan bentuk abnormal bagun berupa tidak adanya
kesadaran jernih pada transisi dari tidur menjadi benar-benar terbangun, yang berlebihan dan
lama. Keadaan bingung berkembang dan sering menimbulkan ketidaknyamanan individu atau
sosial serta kadang-kadang menyebabkan tindakan kriminal. Yang terpenting pada diagnosis ini
adalah tidak adanya kurang tidur. Kondisi ini jarang terjadi, dan mungkin terdapat
kecenderungan familia. Sebelum menegakkan diagnosis, klinis harus memeriksa tidur pasien dan
menyingkirkan keadaan seperti apnea, mioklonus nocturnal, narkolepsi, dan penggunaaan
alkohol serta zat lain secara berlebihan.

PARASOMNIA

GANGGUAN MIMPI BURUK. Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang
membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan ( Tabel 21.2-7). Seperti mimpi lain, mimpi
buruk hampir selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang
panjangdiakhir malam. Beberapa orang sering mengalami mimipi buruk terutama pada saat
stress dan sakit. Kira-kira 50% populasi dewasa mungkin melaporkan mimpi buruk sewaktu-
waktu. Biasanya tidak ada terapi yang spesifik yang diperlukan untuk gangguan mimpi buruk.
Agen yang menekan tidur REM, seperti obat trisiklik, dapat mengurangi frekuensi mimpi buruk,
dan benzodiazepine juga telah digunakan. Berlawanan dengan keyakinan popular, tidak ada
akibat yang membahayakan dari membangunkan orang yang sedang mengalami mimpi buruk.
Tabel 21.2-7. Kriteria diagnostic DSM-IV-TR Gangguan Mimpi Buruk

A. Bangun berulang dari periode tidur utama atau bagun siang dengan ingatan yang
rinci mengenai mimpi yang lama dan sangat menakutkan, biasanya melibatkan
ancaman terhadap kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri. Bangun
biasanya terjadi selama paruh kedua periode tertidur.
B. Saat bangun dari mimpi yang menakutkan, orang tersebut dengan cepat memiliki
orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan kebingungan dan disorientasi yang
ditemukan pada gangguan terror tidur dan beberapa bentuk epilepsi).
C. Pengalaman mimpi buruk atau gangguan tidur terjadi akibat bangun, menyebabkan
penderitaan secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area
fungsi penting lain.
D. Mimpi buruk tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain ( contoh:
delirium, gangguan stress pascatrauma) dan tidak disebabkan efek fisiologis
langsung suatu zat (contoh: penyalagunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis
umum.

GANGGUAN TEROR TIDUR. Gangguan terror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal
malam selam tidur non-REM (NREM) yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguan ini hampir selalu
diawali dengan jeritan atau tangisan pilu disertai manifestasi perilaku ansietas hebat yang hampir
mendekati panic (Tabel 21.2-8).
Khasnya, pasien bagun diatas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan, berteriak keras, dan
kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan terteror yang intens. Pasien mungkin tetap
bangun dalam keadaan disorientasi tetapi lebih sering jatuh tertidur, dan seperti berjalan sambil
tertidur, mereka melupakan episode ini. Episode terror malam setelah teriak asli sering
berkembang menjadi episode berjalan sambil tidur. Rekaman poligrafik terror malam mirip pada
gangguan berjalan sambil tidur; bahkan kedua keadaan tampak sangat berkaitan. Teror malam,
sebagai episode terpisah, sering terjadi pada anak-anak. Kira-kira 1-6 % anak memiliki gangguan
ini, yang lebih lazim pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan cenderung menurun di
dalam keluarga.
Teror malam dapat mencerminkan kelainan neurologis ringan, mungkin di lobus temporalis atau
struktur yang mendasari, karena jika teror di mulai pada masa remaja dan dewasa muda, teror ini
menjadi gejala pertama epilepsi lobus temporal. Namun, pada kasus teror malam yang khas,
tidak terdapat tanda-tanda epilepsi lobus temporal atau tanda-tanda bangkitan lain yang terlihat
secara klinis maupun pada perekaman EEG.
Meskipun terkait erat dengan berjalan sambil tidur dan kadang-kadang terkait enuresis, teror
pada malam hari berbeda dengan mimpi buruk. Teror pada malam hari disebabkan bangun dalam
keadaan teror. Pasien umumnya tidak dapt mengingat kembali suatu gambaran yang
menakutkan.
Terapi spesifik untuk gangguan teror malam jarang diperlukan. Pemeriksaan situasi keluarga
yang menimbulkan stress mungkin penting, dan terapi individual serta keluarga kadang-kadang
berguna. Pada kasus yang jarang, jika diperlukan obat, diazepam (Valium) dengan dosis kecil
pada waktu tidur memperbaiki keadaan dan kadang-kadang benar-benar menghilangkan
serangan.

Tabel 21.2-8. Kriteria diagnostic DSM-IV-TR Gangguan Teror Tidur

A. Episode berulang banguntidur secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada sepertiga pertama
episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik.
B. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitnya otonom, seperti takikardia,
pernapasan cepat, dan berkeringat selama masa episode ini.
C. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain unutk menenagkan pasien selama
episode ini.
D. Tidak ingat mimpi dengan rinci dan terdapat amnsia untuk episode ini.
E. Episode ini menyebabkan penderita yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi
sosial, pekerjaan, area fungsi penting lain.
F. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan obat,suatu obat) atau keadaan medis umum.

GANGGUAN BERJALAN SAMBIL TIDUR. Gangguan ini, yang juga dikenal sebagai
somnambulisme, terdiri atas rangkaian perilaku kompleks yang diawali pada sepertiga pertama
malam selama tidur NREM yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering, meskipun tidak selalu,
dilanjutkan-tanpa kesadaran penuh atau ingatan mengenai episode tersebut-untuk meninggalkan
tempat tidur dan berjalan berkeliling (Tabel 21. 2-9).
Pasien duduk dan kadang-kadang melakukan tindakan motoric pervasive seperti berjalan,
berpakaian pergi ke kamar mandi, berbicara, berteriak, dan bahkan menyetir. Perilaku ini
kadang-kadang berakhir dengan terbangun disertai beberapa menit kebingungan; lebih sering
lagi, mereka kembali tidur tanpa mengingat peristiwa berjalan sambil tidur ini. Bangun yang
diindukasikan dari tidur tahap 4 kadang-kadang dapat menimbulkan keadaan ini. Contohnya,
pada anak, terutama yang memiliki riwayat berjalan sambil tidur, suatu serangan kadang-kadang
dapat dicetuskan dengan membuat mereka berdiri sehingga menghasilkan pembangunan parsial
selama tidur tahap 4.
Berjalan sambil tidur biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun. Prevalensi puncaknya kira-kira
12 tahun. Gangguan ini lebih lazim pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan kira-
kira 15% anak kadang-kadang mengalami episode ini. Gangguan ini cenderung menurun dalam
keluarga. Kelainan neurologis ringan mungkin didasari keadaan ini; episode ini sebaikanya tidak
murni dianggap psikogenik, meskipun periode ini menyebabkan stress dikaitkan dengan
peningkatan episode berjalan di dalam tidur pada yang mengalami. Kelelahan berat atau kurang
tidur sebelumnya memperburuk serangan. Gangguan ini kadang-kadang berbahaya karena
mungkin terjadi cedera kecelakaan. Terapi terdiri atas upaya mencegah cedera dan obat yang
menekan tidur tahap 3 dan 4: perilaku berjalan sambil tidur ini dapat dibangunkan selama
episode tanpa ada pengaruh buruk.

Tabel 21.2-9. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Berjalan di dalam Tidur

A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan berkeliling,
biasanya terjadi pada sepertiga pertama episode tidur utama.
B. Selama berjalan di dalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang kosong, dan
menatap, relative tidak berespon terhadap upaya orang lain berbicara dengan mereka,
dan sangat suli dibangunkan.
C. Saat bangun (baik dari episode berjalan didalam tidur atau keesokan paginya) orang ini
mengalami amnesia akan episode tersebut.
D. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan di dalam tidur, tidak ada
aktivitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun awalnya bias terdapat periode
singkat bingung dan disorientasi).
E. Berjalan di dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
F. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

Seorang anak perempuan berusia 11 tahun meminta ibunya membawanya ke psikiater karena
taku menjadi gila. Beberapa kali selama 2 bulan terakhir ia bangun dalam keadaan bingung ia
berada di mana sampai ia sadar kalau ia berada di sofa ruang tamu atau berada ditempat tidur
adik perempuannya, meskipun ia sebelumnya tidur di tempat tidur di dalam kamarnya sendiri.
Ketika ia baru-baru ini bangun di kamar kakak laki-lakinya, ia menjadi sangat khawatir dan
merasa bersalah. Adik perempuanya berkata bahwa ia melihat kakaknya berjalan di dalam
tidurnya di malam hari, terlihat seperti zombie, dan tidak menjawab saat di panggil, dan telah
berlangsung beberapa kali, tetapi biasanya kembali ke tempat tidurnya sendiri. Pasien takut ia
memiliki amnesia karena tidak memiliki daya ingat akan apa yang telah terjadi di malam hari
tersebut. Tidak ada riwayat bangkitan atau episode serupa di siang hari. Hasil pemeriksaan fisik
dan EEG terbukti normal. Status mental pasien biasa-biasa saja kecuali untuk ansietas mengenai
gejala serta kekhawatiran remaja awal yang biasa. Fungsi keluarga dan sekolah sangat baik.
DISKUSI
Anak inni tidak sedang menjadi gila melainkan mengalami ciri khas gangguan berjalan sambil
tidur; episode bangkit dari tidur dan berjalan ke sekitar, tampak tidak responsive selama episode,
mengalami amnesia untuk episode saat bangun, dan tidak menunjukkan bukti adanya gangguan
kesadaran beberapa menit setelah bangun. Bangkitan epileptic psikomotor telah disingkirkan
dengan EEG yang normal dan tidak adanya perilaku yang mirip bangkitan selama keadaan
terjaga. Meskipun proses disosiasi terlibat didalam gangguan berjalan sambil tidur, gangguan ini
digolongkan sebagai gangguan tidur bukannya gangguan disosiatif karena gangguan di mulai
saat tidur.
PARASOMNIA yang TIDAK TERGOLONGKAN. Kriteria diagnosis untuk parasomnia yang
tidak tergolong diberikan pada Tabel 21.2-10.

Tabel 21.2-10. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Parasomnia yang Tidak Tergolongkan

Kategori parasomnia yang tidak tergolongkan digunakan untuk gangguan yang ditandai
dengan perilaku atau peristiwa psikologis abnormal selama tidur atau transisi dari tidur ke
bangun, tetapi yang tidak memenuhi kriteria parasomnia yang lebih spesifik. Contoh-
contohnya mencakup:
1. Gangguan perilaku tidur REM: aktivitas motoric, sering dengan ciri kekerasan; yang
timbul saat tidur radip eye movement (REM). Tidak seperti berjalan sambil tidur,
episode ini cenderung terjadi di akhir malam dan disertai dengan daya ingat yang
jelas terhadap mimpi.
2. Paralisis tidur; ketidakmampuan melakukan gerakan volunter selama transisi antara
keadaan terjaga dan tidur. Episode ini dapat terjadi saat onset tidur (hipnagogik) atau
saat bangun (hipnopompik). Episode ini biasanya disertai ansietas berat, dan pada
beberapa kasus, rasa takut akan kematian yang mengancam. Paralisis tidur terjadi
lebih lazim sebagai gejala tambahan dari narkolepsi dan pada kasus tersebut,
sebaiknya tidak diberi kode terpisah.
3. Situasi ketika klinisi telah menyimpulkan adanya parasomnia tetapi tidak dapat
menenrukan apakah hal ini merupakan kelainnan primer, akibat kelainan klinis, atau
dicetuskan oleh zat.

BRUKSISME TERKAIT-TIDUR. Bruksisme, atau menggertakkan gigi, terjadi sepanjang


malam, paling menonjol pada tidur tahap 2. Menurut dokter gigi, hingga 10% populasi
mengalami bruksisme yang cukup berat untuk menimbulkan kerusakan yang jelas pada gigi.
Keadaan ini sering tidak dipehatikan oleh yang mengalami, kecuali rasa sakit di rahang pada
pagi hari, tetapi teman tidur atau teman sekamar terus-menerus terbangun akibat bunyi tersebut.
Terapi mencakup prosedur pemasangan dental bite plate ortodentik korektif.
GANGGUAN PERILAKU TIDUR RAPID EYE MOVEMENT. Gangguan perilaku tidur REM
adalah keadaan kronis dan progresif yang terutama ditemukan pada laki-laki. Gangguan ini
ditandai dengan hilangnya atonia saat tidur REM dilanjutkan munculnya perilaku kekerasan dan
kompleks. Intinya, pasien dengan gangguan ini melakukan apa yang ada di mimpinya. Cedera
berat pada pasien atau teman tidur adalah resiko utama. Timbulnya perburukan gangguan ini
dilaporkan pada pasien dengan narkolepsi yang telah diterapi dengan psikostimulan dan obat
trisiklik dan pada pasien denga depresi dan gangguan obsesi-kompulsif yang telah ditepai dengan
fluoxetine (Prozac). Gangguan perilaku REM diterpi dengan clonazepam (Klonopin), 0,5-2,0 mg
per hari. Carbamazepine, 100 mg 3 X 1, juga efektf untuk mengndalikan gangguan ini.
BERBICARA SAMBIL TIDUR (SOMNILOQUY). Berbicara sambil tidur tidak lazim pada nak
dan dewasa. Gangguan ini telah dipelajari secara luas di laboratorium tidur dan ternyata terjadi
pada semua tahap tidur. Isi pembicaraan biasanya meliputi beberapa kata yang sulit dibedakan.
Episode berbicara yang lama berisikan mengenai kehidupan dan kekhawatiran orang yang
mengalaminya, tetapi orang ini tidak mengkaitkan mimpi merka selam tidur dan tidak juga
sering mengungkapkan rahasia tersembunyi. Episode bebicara sambil tidur kadang-kadang
menyertai teror malam dan berjalan sambil tidur. Bebicara sambil tidur saja tidak memerlukan
terapi.
MEMBENTURKAN KEPALA TERKAIT TIDUR (JACTATIO CAPITIS NOCTURNA).
Membenturkan kepala terkait tidur merupakan istilah untuk perilaku tidur terutama terdiri atas
membenturkankepala kedepan dan belakang dengan ritmik, biasanya jarang, membenturkan
seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama tidur. Biasanya, perilaku ini diamati di dekat
periode pratidur dan bertahan sampai tidur ringan. Perilaku ini jarang bertahan samapi atau
terjadi pada tidur NREM dalam. Terpai terdiri dari atas upaya untuk mencegah cedera.
PARALISIS TIDUR. Paralisis tidur familia ditandai dengan ketidak mampuan mendadak untuk
melakukan gerakan volunteer. Baik tepat pada onset tidur atau saat terbangun pada malam atau
pagi hari.
GANGGUAN TIDUR AKIBAT GANGGUAN JIWA LAIN. DSM-IV-TR mendefinisikan
gangguan tidur yang berkaitan dengan gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang
disebabkan oleh gangguan jiwa yang dapat didiagnosis tetapi cukup berat untuk memperoleh
perhatian klinis.

INSOMNIA AKIBAT GANGGUAN JIWA LAIN (Aksis I atau Aksis II)


Insomnia yng terjadi selama sedikitnya 1 bulan dan jelas disebabkan gejala perilaku dan
psikologis gangguan jiwa yang dikenal baik secara klinis, digolongkan disini (Tabel 21.2-11).
Kategori ini mencakup suatu kelompok keadaan yang heterogen. Masalah tidur biasanya, tetapi
tidak selalu, merupaka kesulitan untuk jatuh tertidur dan akibat ansietas yang merupakan bagian
dari berbagai gangguan jiwa yang masuk dalam daftar. Insomnia lebih lazim pada permpuan
daripda laki-laki. Pada kasus yang sangat jelas, yang ansietanya memiliki akar psikologis, terapi
psikiatri ansieta (contoh: psikoterapi individual, psikoterapi kelompok, atau terapi keluarga)
sering meredakan insomnia.
Insomnia yang terkait dengan gangguan depresi berat melibatkan onset tidur yang relative
normal tetapi disertai bangun berulang pada paruh kedua malam dan sangat dini di pagi hari,
biasanya dengan mood yang tidak nyaman di pagi hari (pagi hari merupakan waktu terburuk
pada sebagian besar pasien gangguan depresi berat). Polisomnografi menunjukkan berkurangnya
tidur tahap 3 dan 4, sering disertai latensi REM singkat, dan periode REM pertama yang lama.
Pengguanaan pengurangan tidur parsial atau total dapat mempercepat respon terhadap obat anti
depresan.

Tabel 21.2-11. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain
A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur
yang tidak menyegarkan, untuk setidaknya 1 bulan yang disertai kelelahan disiang hari
atau gangguan fungsi di siang hari.
B. Gangguan tidur (atau gejala sisa di siang hari) menyababkan penderitaan yang secara
klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
C. Insomnia dianggap terkait dengan gangguan Aksis I atau II lain (contoh: gangguan
depresi berat, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan penyesuaian dengan ansietas)
tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri.
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (contoh: narkolepsi,
gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia)
E. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

HIPERSOMNIA akibat GANGGUAN JIWA lain (Aksis I atau II)


Hypersomnia yang terjadi untuk selama setidaknya 1 bulan dan terkait dengan gangguan jiwa
ditemukan didalam berbagai keadaan, termasuk gangguan mood. Rasa ngantuk pada siang hari
yang berlebihan mungkin dilaporkan pada tahap awal banyak gangguan depresi ringan secara
khas pada fase depresi gangguan bipolar I. untuk waktu yang singkat, hypersomnia kadang-
kadang disebabkan berkabung tanpa penyulit. Gangguan jiwa lain-seperti gangguan kepribadian,
gangguan disosiatif, gangguan somatoform, fugue disosiatif, dan gangguan amnestik-dapat
menyebabkan hypersomnia (Tabel 21.2-12). Terapi gangguan primer tersebut harus membrikan
perbaikan pada hypersomnia.

Tabel 21.2-12. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain

A. Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan setidaknya 1 bulan
seperti adanya episode tidur lama atau episode tidur siang yang terjadi hampir setiap
hari.
B. Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
C. Hypersomnia dianggap terkait dengan gangguan Aksis I dan II lain (contoh: gangguan
depresi berat, gangguan distimik) tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian
klins tersendiri.
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (contoh; narkolepsi,
gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia) atau kurang tidur.
E. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

GANGGUAN TIDUR LAIN


DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang disebabkan oleh keadaan medis sebagai
keluhan gangguan tidur akibat efek fisiologis keadaan medis pada system tidur-bangun.
Gangguan tidur terkait zat muncul akibat penggunaan atau penghentian penggunaan suatu zat.
GANGGUAN TIDUR akibat KEADAAN MEDIS UMUM
Setiap gangguan tidur (contoh: insomnia, hypersomnia, parasomnia, atau kombinasi) dapat
disebabkan oleh keadaan medis umum (Tabel 21.2-13). Hampir setiap keadaan medis yang
disertai rasa nyeri atau tidak nyaman (contoh: artritis atau angina) dapat menimbulkan insomnia.
Beberapa keadaan disertai insomnia bahkan ketika rasa nyeri dan tidak nyaman tidak khas
muncul. Keadaan-keadaan ini mencakup neoplasma, lesi vaskular, dan keadaan degeneratif serta
traumatik. Keadaan lain, terutama penyakit endokrin dan metabolik, sering meliputi beberapa
gangguan tidur.
Mewaspadai kemungkinana adanya keadaan tersebutserta melakukan anamnesis medis yang baik
biasanya dapat membawa diagnosis yang tepat. Terapinya, kapanpun memungkinkan,adalah
penatalaksanaan keadaan medis yang mendasari.
BANGKITAN EPILEPTIK TERKAIT TIDUR. Hubungan antara tidur dan epilepsy cukup rumit.
Gangguan tidur, apnea tidur khususnya, dapat memperburuk bangkitan. Bangkitan pada
gilirannya, dapat mengganggu struktur tidur terutama REM. Ketika bangkitan hampir selalu
terjadi saat tidur, keadaan ini disebut epilepsi tidur.
SAKIT KEPALA CLUSTER TERKAIT TIDUR DAN HEMIKRANIA PAROKSISMAL
KRONIK. Sakit kepala cluster terkait tidur dalah sakit kepala unilateral berat yang sering timbul
saat tidur dan ditandai dengan serangan on-off. Hemikrania proksismal kronik adalah sakit
kepala unilateral sejenis yang terjadi setiap hari dengan onset yang lebih sering tetapi hanya
berlangsung singkat tanpa distribusi tidur yang lebih besar. Kedua tipe sakit kepala vaskuler
tersebut merupakan contoh keadaan yang diperberat oleh tidur dan muncul sehubungan dengan
periode tidur REM; hemikrania proksismal sebenarnya adalah tidur REM yang terkunci.
SINDROM MENELAN ABNORMAL TERKAIT TERTIDUR. Sindrom menelan abnormal
merupakan suatu keadaan saat tidur dengan penelanan yang tidak adekuat sehingga
mengakibatkan aspirasi saliva, batuk, dan tersedak. Sindrom ini disertai dengan terbangun yang
singkat dan silih berganti.
ASMA TERKAIT TIDUR. Asma yang diperberat oleh tidur pada beberapa orang dapat
menimbulkan gangguan tidur yang signifikan.
GEJALA KARDIOVASKULAR TERKAIT TERTIDUR. Gejala kardiovaskular terkait tertidur
berasal dari gangguan irama jantung, inkompetensi miokardinal, insufisensi arteria koronaria,
dan variabilitas tekanan darah, yang dapat dicetuskan atau diperberat oleh fisiologi
kardiovaskular yang diubah oleh tidur atau dimodifikaksi oleh keadaan tidur.
REFLUKS GASTROESOFAGUS TERKAIT TERTIDUR. Refluks gastroesofagus terkait
tertidur merupakan suatu gangguan berupa pasien terbangun dari tidur dengan rasa nyeri terbakar
di substernal atau rasa nyeri menyeluruh atau rasa sempit di dada atau rasa pahit di mulut. Batuk,
tersedak, dan rasa tidak nyaman pernapasan yang samar juga dapat terjai berulang.
HEMOLISIS TERKAIT TERTIDUR (HEMOGLOBINURIA NOKTURNAL PAROKSISMAL).
Hemoglobinuria nocturnal paroksismal adalah anemia hemolitik kronis didapat yang jarang,
berupa adanya hemolysis intravascular yang menimbulkan hemoglobinemia dan hemoglobinuria.
Hemolysis dan hemoglobinuria yang ditimbulkan dipercepat sat tidur, dan urin pagi hari warna
merah kecoklatan. Hemolysis berkaitan denga periode tidur, bahkan jika periode digeser.

Tabel 21.2-13. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur Akibat Keadaan Medis
Umum

A. Gangguan tidur menonjol yang cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis
tersendiri.
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temua laboratorium bahwa
gangguan tidur merupakan akibat fisiologis langsung suatu keadaan medis umum.
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (contoh gangguan
penyesuaian yang stresornya adalah penyakit medis serius).
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama onset delirium.
E. Gangguan ini tidak memenuhi kriteria gangguan tidur terkait pernapasan atau narkolepsi.
F. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia
Tipe hypersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hypersomnia
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia
Tipe campuran: jika terdapat >1 gangguan tidur dan tidak ada yang dominan
Catatan kode: Masukkan nama keadaan medis umum pada Aksis I contoh gangguan medis
akibat penyakit paru obstruktif krois, tipe insomnia; juga beri kode keadaan medis umum
pada Aksis III

GANGGUAN TIDUR yang DICETUSKAN ZAT


Setiap gangguan tidur (contoh: insomnia, hypersomnia, parasomnia, atau kombbinasi) dapat
disebabkan oleh suatu zat (Tabel 21.2-14). Menurut DSM-IV-TR, klinis juga harus merinci
apakah onset gangguan terjadi saat intoksikasi atau putus zat.
Somnolen yang berkaitan dengan toleransi atau putus zat akibat stimulasi system saraf pusat
lazim terjadi pada orang-orang dengan putus zat amfetamin, kokain, kafein, dan zat terkait.
Somnnolen dapat dikaitkan dengan depresi berat, yang kadang-kadang mencapai proporsi bunuh
diri. Penggunaan depresan ssp yang berlangsung lama seperti alkohol, dapat menyebabkan
somnolen. Penggunaan alkohol berat di sore hari menimbulkan rasa mengantuk dan kesulitan
bangun keesokan harinya. Reaksi ini dapat memberikan masalah diagnostic ketika pasien tidak
mengakui penyalahgunaan alkohol.
Insomnia dikaitkan dengan toleransi atau putus obat sedatif-hipnotik, seperti benzodiazepine,
barbiturate, dan kloral hidrat. Dengan penggunaan agen tersebut dalam waktu lama-biasanya
dilakukan untuk menerapi insomnia akibta sumber-sumber yang berbeda-toleransi meningkat,
dan obatkehilangan efek mencetuskan tidur, pasien kemudian sering meningkatkan dosis. Pada
penghentian obat secara tiba-tiba, keadaan tidak dapat tidur yang parah mencuat sering disertai
ciri umur putus zat. Secara khas, pasien mengalami peningkatan sementara keparahan insomnia.
Penggunaan agen hipnotik jangka-panjang (>30 hari) ditoleransi dengan baik oleh sejumlah
pasien, tetapi yang lainnya mulai mengeluhkan gangguan tidur, paling sering bangun singkat
multiple di malam hari. Perekaman menunjukkan gangguan arsitektur tidur, berkurangnya tidur
tahap 3 dan 4, meningkatnya tidur tahap 1 dan 2, serta fragmentasi tidur sepanjang malam.
Klinisi harus waspada akan stimulasi SSP sebagai penyebab yang mungkin untuk insomnia dan
harus ingat bahwa berbagai obat untuk menurunkan berat badan, minuman yang mengandung
kafein, dan obat adrenergik yang digunakan sekali-sekali oleh pasien asmatik semuanya dapat
menimbulkan insomnia ini. Alkohol dapat membantu mencetuskan tidur tetapi sering
menyebabkan bangun dimalam hari. Penggunaan alkohol di sore hari dapat menimbulkan
kesulitan untuk tertidur di malam hari.
Untuk alasan yang tidak selalu jelas, beragam obat kadang-kadang menimbulkan masalah tidur
sebagai efek samping. Obat ini mencakup antimetabolite dan agen kemoterapeutik kanker lain,
sediaan tiroid, agen antikonvulsan, obat antidepresan, obat mirip hormone adrenokortikotropik
(ACTH), kontrasepsi oral, -metil-dopa, dan antagonis reseptor -adrenergik.
Agen lain tidak menimbulkan gangguan tidur saat digunakan, tetapi memiliki efek ini setelah
putus zat. Hampir setiap obat dengan agen sedasi atau tranquilizer, termasuk saat ini
benzodiazepine, phenothiazine, obat trisiklik sedasi, dan berbagai narkotika, termasuk marijuana
dan opoid, dapat memiliki efek ini.
Alkohol adalah depresan SSP dan menimbulkan masalah serius depresan SSP lain, saat
pemberian-mungkin terkait dengan timbulnya toleransi-dan setelah putus zat. Insomnia setelah
mengkonsumsi alkohol janhka panjang kadang-kadang berat dan berlangsung selama beberapa
minggu atau lebih lama. Klinisi sebaiknya tidak memberikan obat yang berpotensi menimbulkan
ketergantungan pada pasien yang baru saja pulh dari ketergantungan; jika mungkin, obat tidur
harus dihindari.
Diantara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis rendah nikotin untuk
menyebabkan sedasi sebenarnya dapat membantu tidur, tetapi dosis tinggi nikotin dapat
mengganggu tidur, terutama onset tidur. Perokok secara khas tidur lebih sedikit daripada orang
yang tidak merokok. Putus zat nikotin dapat menyebabkan pusing dan terbangun dari tidur.
Tabel 21.2-14. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur yang Dicetuskan Zat

A. Gangguan tidur yang menonjol dan cukup berat sehingga memerlukan perhatian
klinis tersendiri.
B. Terdapat bukti dari anamnsesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium baik
(1) dan (2):
1) Gejala pada kriteria A terjadi selama, atau dalam sebulan sejak, intoksikasi
atau putus zat.
2) Penggunaan obat secara etiologis terkait dengan gangguan tidur.
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur yang bukan di
cetuskan zat. Bukti bahwa gejala sebaiknya disebabkan oleh gangguan tidur yang
bukan dicetuskan zat dapat mencakup hal berikut: gejala mendahului onset
penggunaan zat (atau penggunaan obat), gejala berlangsung untuk suatu periode
waktu tertentu (contoh: sekitar satu bulan) setelah penghentian dari putus zat akut
atau intoksikasi berat atau sangat berlebihan jika mengingat jenis atau jumlahzat
yang digunakan atau durasi penggunaannya; atau terdapat bukti lain yang
mengesankan adanya gangguan tidur yang dicetuskan oleh bukan zat tersendiri
(contoh: riwayat episode yang terkait dengan bukan zat).
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan delirium.
E. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
Catatan: diagnosis harus ditegakkan selain diagnosis intoksikasi atau putus zat hanya
jika gejala tidur berlebihan dengan gejala yang biasanya dikaitkan dengan sindrom
intoksikasi atau putus zat dan jika gejala cukup berat sehingga membutuhkan
perhatian klinis tersendiri.
Kode gangguan tidur yang dicetuskan oleh zat (alkohol, amfetamin, kafein, kakin,
opoid, sedative, hipnotik, atau ansiolitik, zat lainnya).
Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia
Tipe hypersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hypersomnia
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia
Tipe campuran: jika terdapat >1 gangguan tidur dan tidak ada yang dominan
Tentukan jika:
Dengan onset saat intoksikasi: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi dengan
zat dan gejala timbul selama sindrom intoksikasi.
Dengan onset saat putus zat: jika kriteria terpenuhi untuk putus zat dan gejala
timbul selama, atau segera setelah sindrom putus zat.

Вам также может понравиться