Вы находитесь на странице: 1из 10

Vina Fitriani Pratiwi

240210140088

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Teknik pengolahan minimal (minimally process) mempunyai tujuan untuk
menghancurkan atau menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk (Muchtadi,
2005).Penggunaan bahan kimia dalam minimali proses harus bahan kimia yang
dapat menjadi inhibitor pada enzim pencoklatan, penghilang substrat pencoklatan
atau sebagai substrat pengganti. Bahan kimia yang digunakan harus non-toxin
(Lamikanra, 2002).
Sampel yang digunakan pada praktikum pengolahan minimalis pada bahan
pangan kali ini adalah selada dan brokoli. Langkah pertama yang dilakukan
adalah sampel ditrimming dan dicuci dengan air dingin (17-20 oC) agar tetap
terjaga kesegarannya. Proses trimming bertujuan untuk mengurangi kontaminasi
mikroorganisme dengan membuang bagian luar dan bagian-bagian yang kotor,
kemudian dipotong karena hal utama yang menjadi permasalahan dalam buah dan
sayur segar adalah adalah keamanan mikrobiologi. Mikroba dapat merupakan
mikroba yang terbawa secara alamiah yang potensial untuk bertahan hidup
dan/atau yang berasal dari kontaminasi sepanjang proses pengolahan dan
pengemasan. Selain itu, proses trimming juga bertujuan untuk membuang bagian
yang tidak dikehendaki dan tidak dapat dimakan (Tjahjadi, 2008). Namun brokoli
dan selada yang terluka akibat pemotongan atau pengirisan, respirasi dan reaksi
biokimia lainnya berlangsung dengan laju yang lebih tinggi khususnya di area
dimana terjadi pemotongan (cut zones).
Sampel kemudian dicuci dengan klorin 100 ppm. Pencucian dengan
klorin merupakan langkah sanitasi untuk menghilangkan kotoran, residu pestisida
dan mikroorganisme yang mempengaruhi penurunan kualitas dan kerusakan
(Barry, 2007). Menurut Jongen (2002) senyawa klorin dapat mengurangi jumlah
mikroflora aerobik pada sayuran daun seperti selada. Namun, penggunaan klorin
memiliki batas efektif untuk menekan pertumbuhan Listeria monocytogenes pada
selada dan kubis.
Sampel kemudian direndam dengan larutan inhibitor selama 30 detik dan
ditiriskan. Penirisan sampel bertujuan untuk mengurangi kerusakan oleh mikroba.
Larutan inhibitor yang digunakan adalah asam askorbat 0,2% + asam asetat 0,6%,
asam askorbat 0,2% + asam sitrat 0,3%, asam askorbat 0,2% + Na-EDTA 0,5%,
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

asam askorbat 0,5%, asam sitrat 0,5%. Larutan inhibitor berfungsi untuk
menonaktifkan enzim, menurunkan pH, sebagai antioksidan, dan pengikat logam
(Tjahjadi, 2008).
Sampel dimasukkan dalam kemasan wadah plastik tertutup. Sampel
disimpan dalam suhu 8-10 oC selama 7 hari. Kemudan diamati perubahan yang
terjadi meliputi kesegaran, susut bobot, warna dan tanda kerusakan. Susut bobot
menunjukkan kesegaran bahan sehingga semakin meningkatknya susut bobot
maka kesegaran pun semakin berkurang. Kader (1992) menjelaskan bahwa
terjadinya susut bobot disebabkan hilangnya air dalam buah dan oleh respirasi
yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O. Hal ini juga dijelaskan oleh Winarno
(1993) bahwa kehilangan bobot pada buah dan sayuran selama penyimpanan
disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan
karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu
produk tersebut. Selain itu, menurut Lamikanra (2002), penggunaan suhu rendah
dapat mengurangi reaksi metabolisme pada bahan. Temperatur memengaruhi sifat
permeabilitas gas yang melalui kemasan plastik dan menghambat pertumbuhan
mikroba.
Rumus perhitungan:
w h 0 w hx
Susut bobot = w ho x 100%

Berikut adalah hasil pengamatan selama 7 hari pengolahan minimalis pada


sampel selada dan brokoli
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kontrol, dimana sampel selada


dan brokoli disimpan di suhu pendinginan dan tidak diberi penambahan larutan
inhibitor, terjadi penurunan susut bobot yang drastis di hari kedua pada kedua
sampel. Sampel selada mulai mengalami degradasi warna pada hari ke satu
sementara pada sampel brokoli terjadi pelayuan pada hari kedua. Seharusnya
dengan penyimpanan pada suhu dingin tanpa inhibitor dapat meningkatkan umur
simpan lebih dari dua hari. Daya simpan sayuran akan lebih tahan lama bila
diperlakukan dengan suhu kamar dingin 00C 10-14 hari dan 2-3 minggu untuk
selada. Jika tanpa perlakuan tersebut, maksimal daya tahannya 3 hari dengan
pangkal batang berair danseterusnya membusuk (Safaryani et al, 2007).
Penyimpanan sampel pada suhu dingin disertai penambahan inhibitor
pencoklatan, kemungkinan akan jauh meningkatkan umur simpan karena larutan
inhibitor berfungsi untuk menonaktifkan enzim, menurunkan pH, sebagai
antioksidan, dan pengikat logam (Tjahjadi, 2008). Selanjutnya, akan dibahas
mengenai karakteristik fisik dan kerusakn sampel selada dan brokoli dengan
penambahan berbagai larutan inhibitor di suhu pendinginan.
Larutan pertama yang digunakan adalah larutan asam askorbat sebanyak
0,5 % . Berdasarkan hasil pengamatan, sampel selada dan brokoli dengan
perlakuan tersebut mengalami susut bobot yang cukup drastis di hari kedua.Warna
pada sampel selada mulai menua, teksturnya mengering dan layu 55% pada hari
ke dua dan membusuk pada hari ke lima Sementara pada sampel brokoli, mulai
terjadi pelayuan pada hari kedua namun belum ada perubahan warna dan pada
hari selanjutnya hingga hari terakhir pengamatan terjadi pencoklatan yang
semakin meningkat. Penurunan mutu pada sampel selada terlihat lebih signifikan
daripada pada pada sampel brokoli. Penambahan asam askorbat hanya dapat
mempertahankan kesegaran dari hari ke 0 hingga ke 1 saja sama seperti pada
kontrol (tidak ada pengaruh yang signifikan).
Di sisi lain, asam askorbat merupakan suatu senyawa reduktor dan juga
dapat bertindak sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat
nonenzimatik (Arsa,2016). Asam askorbat berperan sebagai agen pereduksi yang
menyebabkan terjadinya reduksi kimia polyphenol oksidase (PPO) menjadi o-
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

quinon yang tidak berwarna. Asam askorbat juga mampu menurunkan pH


medium. Tidak adanya pengaruh yang signifikan pada sampel praktikum,
diperkirakan karena jumlah asam askorbat yang terdapat pada sampel terlalu
sedikit, sehingga telah digunakan semua dalam waktu yang singkat. Hal ini
didukung dengan penyataan Laminkara (2002) yang menyatakan apabila asam
askorbat dalam sistem sudah habis terpakai, maka reaksi pencoklatan enzimatis
akan berlangsung kembali. Kekurangan asam askorbat yaitu dapat menyebabkan
off color pada bahan.
Selanjutnya pada sampel selada dan brokoli yang diberi perlakuan
penambahan larutan asam askorbat 0.2% + asetat 0,6% mengalami susut bobot
drastis pada hari kedua. Namun, perlakuan ini merupakan perlakuan dengan susut
bobot terkecil pada sampel selada dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Sampel selada mulai mengalami perubahan pada hari ketiga dan mulai tumbuh
sedikit bercak cokelat pada hari ke satu. Sementara pada sampel brokoli mulai
layu pada hari ke dua dan mulai ada sedikit pencoklatan pada hari ke empat.
Penambahan asam askorbat dapat mempertahankan kesegaran selada dari hari ke
0 hingga ke 3 dan kesegaran brokoli dari hari ke 0 hingga hari ke 4. Pengaruh
penambahan larutan asam askorbat 0.2% + asetat 0,6% lebih signifikan dalam
mempertahankan kesegaran apabila dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan
penambahan asam askorbat 0,5%. Asam asetat merupakan asam organik kuat.
Asam asetat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH lingkungan
sampai pH-nya di bawah 3 oleh sebab itu PPO tersebut menjadi inaktif. (Askanovi et
al, 2009).
Selanjutnya pada sampel selada dan brokoli yang diberi perlakuan
penambahan larutan asam askorbat 0.2% + asam sitrat 0,3% mengalami susut
bobot drastis pada hari kedua. Namun, perlakuan ini merupakan perlakuan dengan
susut bobot terendah pada sampel brokoli dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Sampel selada mulai mengalami perubahan warna dan mulai tumbuh
sedikit bercak cokelat pada hari kedua. Sementara pada sampel brokoli,
pencoklatan mulai muncul pada penyimpanan hari ke empat. Hal ini menunjukan
bahwa penambahan larutan asam askorbat 0.2% + asam sitrat 0,3% hanya dapat
mempertahankan kesegaran selada dari hari ke 0 hingga ke 2 dan kesegaran
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

brokoli dari hari ke 0 hingga hari ke 4. Asam sitrat merupakan asidulan yang
dapat menurunkan pH produk dan digunakan secara luas dalam mengontrol
pencoklatan enzimatis. Asam sitrat biasa dikombinasikan dengan agen anti
pencoklatan yang lain karena cukup sulit untuk mencegah pencoklatan dengan
mengontrol pH (Lamikanra, 2002). Penggunaan asam sitrat yang digabung
dengan larutan askorbat dapat menurunkan pH lebih banyak sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadi pencokelatan.
Selanjutnya pada sampel selada dan brokoli yang diberi perlakuan
penambahan larutan asam askorbat 0,2% + Na EDTA 0,5% mengalami susut
bobot drastis pada hari kedua pula. Namun, terjadi kenaikan bobot pada sampel
brokoli di hari kelima. Hal ini kemungkinan dikarenakan kemasan yang
digunakan tertutup, sehingga uap hasil respirasi dari sayuran terakumulasi,
mencair kemudian membeku pada selang penyimpanan tertentu sehingga kristal
es yang dihasilkan menambah bobot dari sampel tersebut atau pula dapat
dikarenakan kesalahan pada saat penimbangan seperti tibangan tidak di kalibrasi
terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil pengamatan,sampel selada yang ditambahkan larutan
asam askorbat 0,2% + Na EDTA 0,5% mulai layu pada hari ke dua, sementara
pada sampel brokoli mulai terjadi degradasi warna pada hari keempat. Hal ini
menunjukan bahwa penambahan larutan asam askorbat 0,2% + Na EDTA 0,5%
hanya dapat mempertahankan kesegaran selada dari hari ke 0 hingga ke 2 dan
kesegaran brokoli dari hari ke 0 hingga hari ke 4. Jongen (2002) mengatakan
bahwa asam askorbat merupakan agen anti pencoklatan yang paling efektif
apalagi bila dikombinasikan dengan agen yang lainnya seperti asam sitrat dan
EDTA. Etilendiamintetraasetat (EDTA) adalah sequestran logam yang sering
digunakan dalam minyak salad (Winarno, 1992). Mekanisme kerja EDTA sebagai
antioksidan adalah sebagai bahan pengkelat logam karena pada suatu reaksi, ion
logam dapat membentuk kompleks dengan oksigen dan kemudian membentuk
radikal peroksi.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sampel
selada dan brokoli yang ditambahkan dengan berbagai jenis larutan inhibitor
hanya berpengaruh sedikit pada perpanjangan umur simpan. Mayoritas sampel
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

yang diberi perlakuan tersebut hanya dapat mempertahankan kesegarannya selama


dua sampai empat hari. Sementara seperti yang telah dibahas diatas, daya simpan
brokoli akan lebih tahan lama bila diperlakukan dengan suhu kamar dingin 00C
10-14 hari dan 2-3 minggu untuk selada . Jika tanpa perlakuan tersebut, maksimal
daya tahannya 3 hari dengan pangkal batang berair danseterusnya membusuk
(Safaryani et al, 2007). Namun, berdasarkan hasil praktikum sampel sayuran
hanya dapat bertahan kurang dari lima hari. Hal ini kemungkinan dikarenakan
kesalahan pengemasan pada saat praktikum. Sayuran adalah komoditas yang
masih mengalami respirasi walaupun dengan laju respirasi rendah karena
disimpan dalam suhu pendinginan. Uap air hasil respirasi diperkirakan
terakumulasi karena kemasan yang digunakan tidak ada ventilasi dan tertutup
rapat. Hal itu akan menyebabkan sayuran menjadi busuk basah sehingga
menurunkan umur simpan dari sayuran tersebut.
Selain itu, pada seluruh sampel dengan perlakuan penambahan inhibitor
terjadi peningkatan susut bobot. Peningkatan susut bobot biasanya ditandai
dengan terjadinya pelayuan dan kekeringan pada bahan yang disimpan.
Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya akan menurunkan bobot namun
juga dapat menurunkan mutu dan dapat menimbulkan kerusakan. Kehilangan
yang hanya sedikit mungkin tidak akan mengganggu tetapi kehilangan yang
cukup besar akan menyebabkan pelayuan dan pengriputan (Lamona, 2015).
Karakteristik fisik yang menunjukkan penurunan mutu pada sampel selada
dan brokoli adalah terjadinya degradasi warna, kelayuan, bercak cokelat/hitam,
bobot menyusut dan kebusukan. Berdasarkan penurunan susut bobot yang terkecil
dan karakteristik fisik selama penyimpanan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan
terbaik pada sampel selada adalah dengan penambahan larutan asam askorbat
0.2% + asetat 0,6% sebagai larutan inhibitor dan perlakuan terbaik pada sampel
brokoli adalah larutan asam askorbat 0.2% + asam sitrat 0,3% sebagai larutan
inhibitor.
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

V. KESIMPULAN

Karakteristik fisik yang menunjukkan penurunan mutu pada sampel selada


dan brokoli adalah terjadinya degradasi warna, kelayuan, bercak
cokelat/hitam, bobot menyusut dan kebusukan.
Berdasarkan hasil praktikum sampel selada yang ditambahhkan berbagai
perlakuan penambahan inhibitor hanya dapat bertahan kurang dari lima
hari.
Perlakuan terbaik pada sampel selada adalah dengan penambahan larutan
asam askorbat 0.2% + asetat 0,6% sebagai larutan inhibitor
Perlakuan terbaik pada sampel brokoli adalah larutan asam askorbat 0.2%
+ asam sitrat 0,3% sebagai larutan inhibitor.
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

DAFTAR PUSTAKA

Arsa. 2016. Proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan. Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana Denpasar
Askanovi.,Zulfahnur., Rina., Tito. 2009. Mempelajari Pengaruh Reaksi
Pencoklatan Enzimatis Pada Buah dan Sayur. Institut Pertanian
Bogor, Bogor
Barry, C. 2007. Extending and Measuring the Quality of Fresh-Cut Fruit and
Vegetables. Review DIT edisi 1 Juli.
Jongen, W. 2002. Fruit and Vegetable Processing: Improving Quality. CRC.
Woodhead Publishing Limited. Washington DC.
Kader, A.A. 1992. Modified Atmosphere During Transport and Storage. In
Postharvest Technology of Horticultural Crops. Division of Agriculture and
Natural Resources. University of California
Lamikanra, O. 2002. Fresh-cut Fruits and Vegetables: Science, Technology and
Market. CRC Press. New York.
Lamona. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan Penyimpanan Suhu Rendah
Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah Keriting Segar. Jurnal
Keteknikan Pangan Vol. 3 No. 2, p 145-152
Muchtadi, D. 2005. Mungkinkah Makanan dan Minuman dalam Kaleng tanpa
Bahan Pengawet. Department Of Food Science and Technology, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Safaryani, Sri H, Endah D. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan
terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L).
Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No.2, Oktober 2007
Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah. Widya Padjadjaran.
Jatinangor.
Winarno, F.G. 1992. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

JAWABAN PERTANYAAN

1 Apa sebabnya pengelupasan kulit umumnya dilaksanakan dengan metode


campuran yang terdiri dari cara mekanis dan cara pengupasan tangan?
Jawab:
Pengupasan secara mekanis biasanya akan menyisakan bagian-bagian
kulit yang masih menempel karena terlewati oleh karena itu metode
pengupasan mekanis dicampur dengan metode pengupasan tangan untuk
mengupas bagian-bagian yang terlewati, bagian yang agak dalam seperti mata,
dan bagian yang busuk, memar, atau berwarna menyimpang seperti hijau pada
kentang.

2 Apa keuntungan dan kerugian dari cara pengupasan dengan tangan, mekanis,
dan pengelupasan? Uraikan dengan ringkas!
Jawab:
Pengupasan dengan tangan:
Kelebihan : Tidak memerlukan biaya mahal
Kekurangan : memerlukan tenaga, waktu yang lebih lama, serta
kehilangan bahan bersama kulit cukup banyak.
Pengupasan dengan mekanis:
Kelebihan : tidak perlu tenaga, lebih cepat dan mudah.
Kekurangan : Beberapa bagian kulit bahan terlewati/ tidak terkupas
oleh alat.
Pengelupasan:
Kelebihan : lebih cepat dan praktis.
Kekurangan : Hanya untuk bahan yang memiliki kulit ari saja.

3 Apakah fungsi perendaman sayuran dalam larutan asam pada proses


pengolahan minimalis sayuran tersebut?
Jawab:
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

Penggunaan larutan asam dalam pengolahan minimal sayuran dan


buah-buahan dilakukan antara lain untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
kontaminan/ pembusuk dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga
selama mungkin, sebagai zat inhibitor enzim pencoklatan enzimatis/ fenolase
dengan cara menurunkan pH, sebagai antioksidan, dan pengikat logam.
4 Jelaskan pengaruh jenis dan konsentrsi asam (larutan inhibitor) terhadap
produk pengolahan minimalis yang dihasilkan!
Jawab:
Konsentrasi asam dapat menghambat berkembang biaknya
mikroorganisme. Namun, Bila konsentrasi terlalu tinggi maka dapat merusak
bahan baik dari segi kenampakan, kandungan, maupun rasa. Konsentrasi asam
pula dapat menurunkan pH agar enzim pencoklatan enzimatis/ fenolase
menjadi inaktif.

Вам также может понравиться