Вы находитесь на странице: 1из 16

JOURNAL READING

Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin dan Tidak


Rutin Pada Anak Kejang Demam dengan Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Nama :
Ahmad Abqari Sumartono

Pembimbing:
KEPANITERAAN KLINIK

STASE ILMU KESEHATAN ANAK RSIJ SUKAPURA

Program Studi Dokter


Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2016
REFRESHING
KEJANG DEMAM

Nama :

Muhammad Anka

Pembimbing:

Dr. Primo Parmato, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK

STASE ILMU KESEHATAN ANAK RSIJ SUKAPURA

Program Studi Dokter


Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh
karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-
lebih bila anaknya mengalami kejang demam. Kejang demam merupakan kelainan
neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi
karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium.

Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas


disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di
bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan


segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang
utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (1). Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan
5 tahun(2). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam(3). Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam(4). Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat(3).

B. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,


Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20
% kasus merupakan kejang demam kompleks dan 80% merupakan kejang demam
sederhana. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23
bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki laki(2)(7).

C. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan


infeksi saluran pernapasanatas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih(2).

D. Klasifikasi
Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam(7).
Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam
sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh
kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain,misalnya pada
radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat
penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana
anak menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang;
maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin
kejang yang ini ada penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana
kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkatdengan mendadak,
sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa
anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba merupakan
faktor yang penting untuk menimbulkan kejang (2). Kejang pada kejang
demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik
klonik seperti kejang grand mal; kadang kadang hanya kaku umum atau
mata mendelik seketika.Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan
masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan
suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih
mungkin(2).
Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :(7)
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejangn demam (4). Kejang fokal adalah
kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial(4).Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 %
diantara anak yang mengalami kejang demam(4).

E. FaktorResiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam (3). Ada
riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
(1,3)
menunjukkan kecenderungan genetik . Selain itu terdapat faktor perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur
yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan
neuro developmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).

F. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak,
diperlukan suatu energi yangdidapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan
diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi otak adalah
(6)
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 danair . Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui denganmudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolitlainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dankonsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensialyang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensialmembran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase
yang terdapat pada permukaan sel(6).
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik darisekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun,sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya15 %. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan darimembran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natriummelalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik inidemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganyadengan bantuan bahan yang disebut
(6)
neurotransmitter dan terjadilah kejang .Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnyaambang kejang. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebihsering terjadi pada ambang kejang yang rendah,
sehingga dalam penanggulangannya perludiperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang(6).Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin
dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
terjadinya apnea,meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensiarterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkanmeningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6).Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsiyang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomisdi otak sehingga terjadi epilepsi(6).

G. Diagnosis
a Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.
Riwayat Kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga (kakak-adik, orang tua).
Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lainnya.

b Pemeriksaan Fisik
Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningkat, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP.
c Pemeriksaan Nervi Kranialis
Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi kranialis

H. PemeriksaanPenunjang
a Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah
perifer, elektrolit dan gula darah, urinalisis, biakan darah, urin dan feses.
b Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkankemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin.Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, ataumemperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan.Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas.Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal.
d Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasiseperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

I. Diagnosis Banding
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan
kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar
susunan saraf pusat (otak) (6). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan
pungsi lumbal.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikankejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan
dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau
kompleks dan faktor resikonya. Algoritma pengobatan medikamentosa saat
terjadi kejang demam.

Segera diberikan diazepam intravena

Atau diazepam rektal

Diazepam :

dosis rata-rata 0,3-


0,5mg/kgbb/kali (iv) atau
dosis <10 kg: 5 mg rektiol
>10 kg : 10 mg rektiol
Bila kejang tidak berhenti dapat diulang
Cara dan dosis yang sama dengan interval 5 mnt

KEJANG (+) ------ DIAZEPAM 0,3-0,5 MG/KGBB/HARI (iv)

Kejang (+) fenitoin 10-20 mg/kgbb/kali (iv, bolus)

Kejang (+) kejang (-)

Rawat icu rumatan

fenobarbital 3 4 mg/kgbb/hari
asam valproat 15-40 mg/kgbb/hr

b Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)


1 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejangdemam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebihdari 5 kali. Dosis ibuprofen
5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2 Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.
3 Pemberian Obat Rumat (4)
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salahsatu) :
- Kejang lama > 15 menit.
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
- Kejang fokal.
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
- Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi pengobatanrumat.Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakanindikasi pengobatan
rumat.Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang.Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapatmenyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka
pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang
dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam
valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3
4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua (4)


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya :
a Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b Memberitahukan cara penanganan kejang.
c Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (2)


a Tetap tenang dan tidak panik.
b Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan ataulendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatuke dalam mulut.
d Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e Tetap bersama pasien selama kejang.
f Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (2)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalamin kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Angka kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang
divaksinasi, sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan
untuk memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah
vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada
saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

K. Prognosis dan Komplikasi


Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian.
a Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal (4).Kejang yang
lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit,
diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap (2).Apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :
1 Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2 EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3 Kelainan motorik
4 Gangguan mental dan belajar
b Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).
c Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejangdemam adalah :
1 Riwayat kejang demam dalam keluarga
2 Usia kurang dari 12 bulan
3 Temperatur yang rendah saat kejang
4 Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10 % - 15 %.Kemungkinan berulangnya kejang demam
paling besar pada tahun pertama.(4)

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :


1 Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2 Kejang demam kompleks.
3 Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4 % - 6 %,kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejangdemam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II.
Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3. Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
4. Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of
Family Medicine and Community Health; 2008.
5. Abdul Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2. 2009.
Jakarta: CV Sagung Seto
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2007.
7. Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009

Вам также может понравиться