Вы находитесь на странице: 1из 33

NASKAH UJIAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama An. IM, umur 20 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SMP,

agama Islam, suku/bangsa Sunda, alamat Sumber Jaya, Lampung Barat ,

status pernikahan belum menikah, nomor rekam medik 03xxxx,tanggal

pemeriksaan 8 April 2017 pukul 14.00 WIB di Ruang Cendrawasih RSJD.

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari rekam medik, autoanamnesis tanggal 8 April 2017.

Alloanamnesis didapatkan via telpon pada tanggal 10 April

2017 dari Tn.D, 45 tahun, paman, Islam, pendidikan S1, tidak

tinggal serumah dengan pasien.

A. Keluhan Utama

Pasien gaduh gelisah tanpa sebab yang jelas.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

1. Autoanamnesis

Menurut rekam medik, pasien datang ke Rumah Sakit

Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung pada tanggal 3 April 2017

dibawa oleh keluarga pasien dengan keluhan gaduh

gelisah tanpa sebab yang jelas. Pasien mengatakan

bahwa ia dibawa ke RSJ karena sebelumnya

memecahkan kaca dirumah, hal itu dilakukan pasien

karena ia emosi. Pasien mengatakan ada yang berbisik


kepadanya dan memerintah pasien untuk marah-marah

dan menghancurkan perabotan dirumahnya. Sebelum

dibawa ke RSJ pasien menghancurkan kaca rumahnya

dengan tangannya. Pasien mengaku memiliki ilmu

kebal, dan saat memecahkan kaca pasien disuruh oleh

bisikan tersebut. Pasien juga mengaku sering melihat

bayangan hitam berbentuk wajah, terakhir pasien

melihat saat malam hari sebelum pemeriksaan. Selain

itu pasien juga mengtakan bahwa ada banyak orang

yang ingin mencelakainya selama ini, namun pasien

enggan memberi tahu siapa orangnya.

Pasien mengaku mengonsumsi minuman alkohol dan

ganja sejak kelas 2 SMP dan berhenti saat kelas 1 SMA.

Pasien pernah tidak naik kelas saat SMP.

2. Alloanamnesis

Berdasarkan alloanamnesis yang didapatkan dari paman

pasien yang mengantarkan pasien ke RSJ. Pasien dibawa

ke RSJ atas saran dari dokter RS Imanuel saat pasien

berobat ISK. Menurut paman pasien, sejak sekitar 5

tahun yang lalu pasien mulai memiliki keluhan emosi

yang labil, marah-marah, menghancurkan perabotan

rumah, dan mencelakai keluarganya. Sehari sebelum

pasien dibawa ke RSJ pasien memecahkan kaca

2
rumahnya, mecelakainya ibu kandungnya, dan

menantang setiap orang yang berada dijalan. Sehingga

keluarga memberikan pasien obat Chlorpromazine

1x100mg saat sore hari sebelum pasien dibawa ke RSJ.

Karena pemberian obat ini pasien mengences dan sulit

menelan.

Pasien sebelumnya bersekolah dengan baik dan hanya

sekali tidak naik kelas saat SMP. Hubungan dengan

keluarga dan tetanggapun cukup baik. Saat kelas 1 SMA

keluhan pasien mulai muncul kembali sehingga keluarga

memutuskan untuk memindahkan pasien ke pondok

pesantren di Jawa. Namun pasien hanya 1 tahun disana

karena pihak pondok tidak sanggup menangani pasien

yang sering mengamuk. Sehingga selama 1 bulan

terakhir pasien kembali bersekolah di SMA dekat

rumahnya.

Menurut paman pasien, sebelum keluhan muncul

terakhir kali. Pasien ingin mengikuti study tour yang

diadakan oleh sekolahnya namun karena keadaan

ekonomi keluarga yang kekurangan orangtua pasien

tidak dapat membiayai pasien sehingga pasien menjadi

marah dan mengamuk hingga mecelekai ibunya.

3
Paman pasien mengatakan bahwa pasien tidak mungkin

mengonsumsi alkohol ataupun ganja karena selama ini

pasien tidak pernah pergi keluar rumah dan hanya

bermain disekitar rumah saja.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1. Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien belum pernah berobat ataupun dirawat di RSJ sebelumnya.

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Menurut pasien terdapat riwayat merokok, minuman beralkohol, dan

zat psikoaktif.

3. Riwayat Penyakit Medis Umum

Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengalami kejang saat demam

dan trauma kepala. Pada bulan Februari pasien dibawa ke RS Imanuel

dengan diagnosis ISK.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Periode Prenatal dan Perinatal

Pasien adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Kehamilan dan

kelahirannya direncanakan dan diinginkan. Pasien lahir di bidan, lahir

normal, dan cukup bulan.

2. Periode Bayi dan Balita

4
Pasien diberi ASI oleh ibu pasien. Dalam pengasuhan dan perawatan

sepenuhnya dilakukan oleh ibu dan keluarga.Pasien tidak ingat kapan

pertama kali bisa berbicara dan berjalan, namun menurut keluarga

pasien perkembangan dari tumbuh kembang pasien sesuai dengan

umurnya.

3. Periode Masa Kanak-Kanak (6-12 tahun)

Menurut keluarga pasien, masa kanak-anak pasien tidak berbeda dari

anak-anak yang lainnya. Pasien tinggal bersama orang tua pasien sejak

pasien kecil dan hingga SMA. Pasien pernah tinggal kelas saat SMP,

dengan nilai rata-ratanya cukup. Pasien memiliki cukup teman, dan

tidak jarang bermain dengan teman-teman di lingkungan rumah.

4. Periode Remaja ( 12-18 tahun)

Hubungan interaksi eksternal (teman-teman) dan internal (keluarga)

pasien terkesan baik. Pasien memiliki teman di lingkungan rumah

maupun sekolah.

5. Periode Dewasa

a. Riwayat Pendidikan

Pasien menyelesaikan pendidikan SD tepat waktu, namun pernah

tinggal kelas saat SMP. Pasien tidak dapat menyelesaikan

pendidikan SMA nya hingga selesai. Kemudian pasien dikirim ke

pondok pesantren di Jawa selama 1 tahun, lalu kembali lagi ke

5
Lampung sejak 1 bulan yang lalu. Pasien kembali masuk ke SMA

dekat rumahnya.

b. Riwayat Pekerjaan

Pasien belum pernah bekerja sebelumnya.

c. Riwayat Perkawinan

Pasien belum menikah.

d. Riwayat Kehidupan Beragama

Pasien beragama Islam.. Menurut keluarga pasien, pasien telah

diajari pelajaran tentang agama oleh orang tuanya sejak pasien

masih kecil. Pasien tinggal dalam keluarga yang taat beribadah.

e. Riwayat Psikoseksual

Pasien belum pernah berpacaran.

f. Riwayat Militer

Pasien tidak pernah tinggal di daerah konflik.

E. Riwayat Keluaga

Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, tinggal di rumah

pribadi (tidak ngontrak). Sejak lahir, pasien diasuh oleh kedua orang

tuanya. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan

adiknya. Ekonomi keluarga didapat dari kedua orang tua pasien yang

bekerja sebagai petani. Dengan taraf sosial ekonomi menengah kebawah.

Menurut keluarg pasien tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki

masalah/gangguan kejiwaan.

6
Skema Pohon Keluarga

Keterangan:

= Ayah Pasien

= Ibu Pasien

= Pasien

= Adik Pasien

F. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama kedua orangtua pasien.

III.STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Seorang laki-laki, terlihat lebih tua dari usianya, memakai seragam

RSJ Provinsi Lampung, perawakan kecil dengan berat badan cukup,

perawatan diri cukup, kulit sawo matang, kuku pendek dan cukup

bersih.

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

7
Selama wawancara, pasien tampak cukup tenang, kontak mata dengan

pemeriksa kurang, pasien tidak menjawab seluruh pertanyaan dengan

baik.

3. Sikap Terhadap Pemeriksa

Kooperatif.

B. Keadaan Afektif

1. Mood : Disforik

2. Afek : Teerbatas

3. Keserasian : Appropriate

C. Pembicaraan

Lancar, tidak spontan, artikulasi jelas, intonasi sedang, volume kurang,

kualitas kurang, kuantitas sedikit.

D. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi

Halusinasi auditorik, halusinasi visual.

2. Ilusi

Tidak ada

3. Derealisasi

Tidak ada.

4. Depersonalisasi

Tidak ada

8
E. Pikiran

1. Proses dan arus pikir

Koheren

2. Produktivitas

Sedikit.

3. Isi Pikir

Ditemukan adanya waham kejar.

F. Kesadaran dan Kognisi

1. Kesadaran: Compos mentis.

2. Orientasi

Waktu : baik (pasien dapat menyebutkan waktu siang).

Tempat : kurang baik ( pasien tidak mengetahui tempat pasien

berada saat wawancara namun mengetahui letak rumah pasien).

Orang : kurang baik ( pasien tidak dapat menyebutkan profesi

orang di sekitar pasien).

9
Situasional : kurang baik (pasien tidak dapat menyebutkan

kegiatan apa yang sedang dilakukan)

3. Daya ingat

Jangka panjang : baik (pasien masih ingat masa kecilnya ketika

SD sampai SMP)

Jangka sedang : baik (pasien masih ingat orang-orang yang

mengantar pasien ke rumah sakit)

Jangka pendek : baik (pasien ingat menu makan paginya)

Segera : baik (pasien dapat menyebutkan tiga macam benda

yang disebutkan oleh pemeriksa)

4. Konsentrasi dan perhatian : cukup

5. Kemampuan visuospasial : baik

6. Abstraksi : konkrit

7. Intelegensi : kurang

8. Kemampuan menolong diri sendiri : baik.

G. Pengendalian Impuls

Baik

H. Daya Nilai

1. Norma sosial : buruk

10
2. Uji daya nilai : buruk

3. Penilaian realitas: terganggu

I. Tilikan

Tilikan derajat I (Pasien tidak menyadari (denial) terhadap sakitnya).

J. Taraf Dapat Dipercaya

Kesan dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. Status Internus

Keadaan umum baik. Fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan

gastrointerstinal dalam batas normal. Berat badan sekitar 55 kg dan tinggi

badan 160 cm.

B. Tanda-tanda vital

Tensi : 120/80 mmHg, Nadi:82 x/menit, RR:20 x/menit, Suhu: 36,5C

C. Pemeriksaan Fisik

Mata, hidung, telinga, paru, jantung, abdomen, dan ekstremitas tidak

ditemukan kelainan.

D. Status Neurologis

Sistem sensorik : dalam batas normal

Sistem motorik : dalam batas normal

11
Fungsi luhur : dalam batas normal

E. Laboratorium Darah dan Fungsi Liver


Dalam batas normal.
F. Pemeriksaan Narkotika
1. Cocain : (-)
2. THC : (-)
3. Methamphetamine : (-)
4. Amphetamine : (-)
5. Benzodiazepin : (-)
6. Opiate : (-)

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1. Pasien laki-laki, terlihat lebih tua dari usianya mengenakan seragam RSJD

Provinsi Lampung, penampilan cukup rapi, perawakan kecil, kulit sawo

matang, rambut cepak, perawatan diri cukup, berperilaku sering

menunduk, pasien tidak menajwab seluruh pertanyaan dengan baik, namun

cukup kooperatif dengan pemeriksa.

2. Berdasarkan anamnesis dengan pasien pasien didapatkan hasil berupa :

a. Pembicaraan lancar, tidak spontan, artikulasi jelas, intonasi sedang,

volume kurang, kualitas kurang, kuantitas sedikit.

12
b. Mood pasien disforik, afek terbatas, dan keserasian appropriate.

c. Terdapat halusinasi auditorik dan halusinasi visual.

d. Terdapat waham kejar berupa pasien merasa banyak orang yang

berniat mencelakai pasien dan ingin membunuh pasien.

e. Pada pemeriksaan kesadaran / kognisi didapatkan kesadaran

compos mentis, konsentrasi dan perhatian cukup, orientasi tempat,

orang, dan situasi pasien kurang, daya ingat baik, intelegensi

kurang, abstraksi konkrit, visuospasial baik.

f. Uji daya nilai pasien buruk, dan tilikan pasien 1.

g. Kesan dapat dipercaya.

3. Berdasarkan alloanamnesis dengan paman pasien didapatkan informasi

bahwa pasien pernah mengalami keluhan serupa saat kelas 1 SMA

sehingga pasien dikirim ke pondok pesantren di Jawa selama 1 tahun.

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, tinggal bersama

orangtua pasien. Pasien merupakan pribadi dikenal cukup baik

dilingkungannya. Pasien sebelumnya memiliki hubungan yang baik

dengan keluarga dan tetangga.

4. Berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan narkotika

didapatkan kesan dalam batas normal.

VI. FORMULASI DIAGNOSIS

13
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi yang bermakna serta

menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam

pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa

pasien ini mengalami gangguan mental dan kepribadian.

Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik

dan rekam medik, tidak ditemukan riwayat trauma kepala, ataupun kelainan

organik. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis

gangguan mental organik (F.0). Terdapat riwayat penggunaan zat

psikoaktif sekitar 5 tahun yang lalu, namun pada pemeriksaan narkotika

didapatkan hasil negatif pada semua jenis narkotika sehingga diagnosis

penggunaan zat psikoaktif (F.1) belum dapat disingkirkan.

Ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik, visual, serta

gangguan isi pikir berupa waham kejar. Gejala-gejala tersebut berlangsung

sejak sekitar 5 tahun yang lalu yang kemudian kambuh kembali sehingga

memenuhi kriteria umum dan didiagnosis Skizofrenia Paranoid (F.20.0)

sebagai Aksis I.

Dari hasil anamnesis didapatkan tingkat intelegensi pasien kurang. Disertai

dengan riwayat tinggal kelas saat pasien duduk di bangku SMP. Namun

masih diperlukan tes IQ yang baku untuk menentukan tingkat intelegensi

pasien. Sehingga diagnosis Suspek Retardasi Mental Ringan (F.70)

digunakan sebagai Aksis II. Untuk Gangguan Kepribadian (F.60) perlu

ditinjau lebih jauh kembali karena pemeriksa baru bertemu dengan pasien

14
dalam waktu kurang dari 1 minggu, sehingga diagnosis gangguan

kepribadian belum dapat dinilai.

Pada pasien ini pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan

riwayat penyakit fisik, sehingga diagnosis aksis III pada pasien ini belum

ada diagnosis.

Pasien ini memiliki masalah dalam pengendalian diri di lingkungan. Serta

taraf sosial ekonomi yang rendah menjadikan masalah psikososial dan

ekonomi sebagai diagnosis Aksis IV. Penilaian terhadap kemampuan pasien

untuk berfungsi dalam kehidupannya menggunakan skala GAF (Global

Assessment of Functioning). Pada saat dilakukan wawancara, skor GAF 40-

31 (beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi,

disabilitas berat dalam beberapa fungsi) sebagai aksis V.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

dd/ Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

zat psikoaktif (F.1)

Aksis II : Suspek Retrardasi Mental Ringan (F.70)

Aksis III : Belum ada diagnosis untuk aksis ini

Aksis IV : Masalah psikososial dan ekonomi

Aksis V : GAF 40-31 (saat ini)

15
VIII. DAFTAR MASALAH

Organobiologi: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna.

Psikologi: ditemukan hendaya dalam menilai realita berupa halusinasi

auditorik dan ilusi, waham. Pasien memerlukan psikoterapi.

Sosial: Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial sehingga pasien

membutuhkan psikoedukasi.

IX. RENCANA TERAPI

1. Psikofarmaka :

Antipsikotik generasi ke 2

Risperidon 2 x 2 mg

Antikolinergik untuk meringankan EPS

Trihexylpenidil 2 x 2 mg

2. Psikoterapi :

a.Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara

pengobatan, efek samping pengobatan.

b. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin

kontrol setelah pulang dari perawatan.

c.Membantu pasien untuk menerima realita dan menghadapinya.

d. Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-

hari secara bertahap.

e.Menambah kegiatan dengan keterampilan yang dimiliki.

16
3. Psikoedukasi :

Kepada keluarga :

a. Memberikan pengertian kepada keluarga pasien tentang gangguan

yang dialami pasien.

b. Menyarankan kepada keluarga pasien agar memberikan

suasana/lingkungan yang kondusif bagi penyembuhan dan perawatan

pasien.

c. Menyarankan kepada keluarga agar lebih berpartisipasi dalam

pengobatan pasien yaitu membawa pasien kontrol secara teratur dan

mengawasi pasien saat meminum obat agar obat benar-benar

dikonsumsi.

4. Perawatan dirumah sakit ( hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan

diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan

bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Pada pasien ini

dibutuhkan penstabilan medikasi.

Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah

ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.

Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah

sakit harus direncanakan.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan

membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya

perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien

17
dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana

pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah

masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan

hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk

mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga

pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang

membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

X. PROGNOSIS

GOOD PROGNOSIS :
NO Ciri Ciri Prognosis Baik Checklist
1. Onset lambat V
2. Faktor pencetus jelas X
3. Onset akut X
4. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik X
5. Gangguan mood V
6. Mempunyai pasangan X
7. Riwayat keluarga dengan gangguan mood X
8. Sistem pendukung yang baik V
9. Gejala positif V

POOR PROGNOSIS
No Ciri Ciri Prognosis Buruk Checklis
. t
1. Onset usia muda V
2. Faktor pencetus tidak jelas V
3. Onset perlahan lahan dan tidak jelas V
4. Riwayat sosial, seksual, pekerjaan premorbid yang jelek X
5. Perilaku menarik diri dan autistik X
6. Tidak menikah, cerai,janda/duda V
7. Riwayat keluarga skizofren X
8. Sistem pendukung yang buruk X
9. Gejala negative V
10. Tanda dan gejala neurologis V
11. Tidak ada remisi selama 3 tahun V
12. Terjadi banyak relaps V

18
13. Riwayat trauma perinatal X
14. Riwayat penyerangan X

Sehingga pada pasien ini didapatkan prognosis:


1 Quo ad vitam : Ad Bonam
2 Quo ad functionam : Dubia ad Malam
3 Quo ad sanationam : Dubia ad Malam

XI. PEMBAHASAN

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada

persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan

kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif

tertentu dapat berkembang kemudian.2

Definisi skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) menjelaskan bahwa skizofrenia adalah suatu

sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan

penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta

sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,

dan sosial budaya.3

19
Diagnosis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis

gangguan jiwa (PPDGJ-III):

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau

kurang jelas):

a. Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau

Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan

Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umumnya mengetahuinya.

b. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar atau

Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar atau

Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara

jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,

tindakan atau penginderaan khusus).

20
Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik

dan mukjizat.

c. Halusional Auditorik ;

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

prilaku pasien .

Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian

tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya

perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan

kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu

mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing

atau dunia lain)

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada

secara jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun

21
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons

emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya

kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodromal);

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self

absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

22
Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan

kode lima karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik dengan

kemunduran progresif, F20 X2 episodik dengan kemunduran stabil, F20.X3

Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna, F20.X5 remisi sempurna,

F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang dari satu tahun.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III

(PPDGJ III) retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa

yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya

keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada

semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan

sosial.

Berdasarkan PPDGJ-III pedoman diagnosis retardasi mental dapat dilihat

sebagai berikut:

a. F 70 Retardasi Mental ringan

Pedoman Diagnostik:

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ 50-55

hingga 70.

23
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada

berbagai tingkat, dan masalah kemampuan bicara yang

mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap

sampai usia dewasa.

b. F71 Retardasi Mental Sedang

Pedoman Diagnostik:

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ 35-40

hingga 50-55

Menunjukkan penampilan kemampuan yang tidak sesuai,

beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam

keterampilan visiospatial daripada tugas-tugas yang tergantung

pada bahasa.

c. F72 Retardasi Mental Berat

Pedoman Diagnostik:

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ 20-25

hingga 35-40.

Pada umumny mirip dengan RM sedang dalam hal:

Gambaran klinis, terdapatnya etiologi organik, kondisi yang

menyertainya, tingkat prestasi yang rendah,.

24
Kebanyakan penyandang RM menderita ganguan motorik

yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya,

menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan

perkembangan yang bermakna secara klinis dan SSP.

d. F73 Retardasi Mental Sangat Berat

Pedoman Diagnostik:

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat,

maka IQ < 20 / 25

Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, kemampuan

tertinggi hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan

permohonan sederhana

Keterampilan visiospatial yang paling dasar dan sederhana

tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat

dicapainya dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat yang

mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas rumah tangga

dan praktis

e. F78 Retardasi Mental Lainya

Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat RM dengan

memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan

karena adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli

25
dan menderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak

mampu.

f. F79 Retardasi Mental YTT

Bila terdapat dugaan kuat adanya RM tetapi intelegensia orang tersebut

tidak dapat diuji dengan standar

A. Apakah diagnosis multiaksial sudah tepat?

Diagnosis pada kasus ini sudah tepat karena :

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang

bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability

(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat

disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan mental dan

kepribadian. Pasien juga memiliki hendaya dalam membedakan realita,

sehingga dapat dikatakan pasien menderita gangguan mental dan

kepribadian yang bersifat psikotik.

Aksis I

Dalam penegakkan diagnosis skizofrenia diperlukan sedikitnya satu dari

gejala berikut ini yang amat jelas dan minimal selama satu bulan, yaitu:

1. Halusinasi auditorik

26
Pasien mengaku sering mendengar suara bisikan yang menyuruh

pasien untuk marah, merusak perabotan rumah, dan mencelakai

orang lain.

2. Halusinasi visual

Pasien mengaku sering melihat bayangan hitam berbentuk wajah

yang mendatanginya.

3. Waham kejar

Pasien mengaku ada banyak orang yang berniat mencelakai pasien

dan ingin membunuhnya.

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas :

1. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah

berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas. Pada pasien ini

terdapat :

a. Halusinasi auditorik dan visual yang menetap

b. Waham kejar

2. Gejala-gejala negatif

Pada pasien didapatkan adanya gejala negatif berupa alogia, pasien

cenderung diam dan berbicara sedikit.

Dalam proses penegakkan diagnosis pada pasien memenuhi kriteria,

sehingga pasien ini didiagnosis sebagai skizofrenia (F20). Pada pasien

27
ini juga mengarah ke skizofrenia paranoid, dimana menurut PPDGJ III

kriterianya adalah sebagai berikut:

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan :

o halusinasi dan waham harus menonjol;

a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi

tawa (laughing);

b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat

seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual

mungkin ada tetapi jarang menonjol;

c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau passivity (delusion of passivity), dan

keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang

paling khas;

o gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta

gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak menonjol.

Aksis II

Dari hasil anamnesis didapatkan tingkat intelegensi pasien kurang.

Disertai dengan riwayat tinggal kelas saat pasien duduk di bangku SMP.

28
Namun masih diperlukan tes IQ yang baku untuk menentukan tingkat

intelegensi pasien. Sehingga diagnosis Suspek Retardasi Mental

Ringan (F.70) digunakan sebagai Aksis II. Untuk Gangguan

Kepribadian (F.60) perlu ditinjau lebih jauh kembali karena pemeriksa

baru bertemu dengan pasien dalam waktu kurang dari 1 minggu,

sehingga diagnosis gangguan kepribadian belum dapat dinilai.

Aksis III

Pada pasien ini tidak ditemukan adanya kelainan fisik sehingga belum

ada diagnosis pada aksis III.

Aksis IV

Pasien ini memiliki masalah dalam pengendalian diri di lingkungan.

Serta taraf sosial ekonomi yang rendah menjadikan masalah psikososial

dan ekonomi sebagai diagnosis Aksis IV.

Aksis V

Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam

kehidupannya menggunakan skala GAF (Global Assessment of

Functioning). Pada saat dilakukan wawancara, skor GAF 40-31

(beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita &

komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi) sebagai aksis

V.

29
B. Apakah rencana terapi sudah tepat?

Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa kombinasi Risperidone.

Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone

merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi

terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2.

Risperidone berikatan dengan reseptor 1-adrenergik. Risperidone tidak

memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik. Meskipun risperidone

merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif

skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas

motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik.

Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat

mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia

memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari

skizofrenia.4

Farmakokinetik4

Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi

plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone tidak

dipengaruhi oleh makanan. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme

terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxylrisperidone

yang aktif.

Waktu paruh eliminasi dari fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam.

Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam

plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut

30
usia dan pada pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap

normal pada pasien dengan gangguan fungsi hati.

Rencana terapi yang diberikan adalah risperidon 2 x 1 mg selama lima

hari, lalu dievaluasi setiap dua minggu mengenai kondisi pasien dan bila

perlu dinaikkan sampai dosis optimal. Alasan penggunaan risperidon

pada pasien ini adalah untuk mengobati gejala psikotik yang dialami

oleh pasien pasien. Risperidon memiliki efek samping yang kecil untuk

terjadinya sindrom ekstrapiramidal dan efek sedatif, juga tidak membuat

perubahan fungsi kognitif pada pasien, serta obat ini mudah didapat.

Berdasarkan buku ajar psikiatri FK UI, standar emas pengobatan

skizofren dengan menggunakan terapi APG II (antipsikotik atipikal)

yang bermanfaat baik untuk gejala positif dan gejala negatif dengan efek

samping yang lebih ringan serta dapat digunakan secara aman tanpa

memerlukan pemantauan jumlah sel darah putih setiap minggu. 4

Jika selama pengobatan timbul efek samping berupa sindrom

ekstrapiramidal sebagai akibat dari pemberian obat antipsikotik walaupun

kemungkinannya kecil pada risperidon. Namun pada pasien diberikan

antikolinergik berupa Trihexyphenidil dengan dosis pemberian 2 x 2 mg

yang digunakan untuk meringankan sindrom ekstrapiramidal yang

didapat pasien akibat pemberian Chlorpromazine sebelumnya. 4

Pada pasien juga perlu diberikan psikoterapi. Menurut penelitian

pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan pasien,

31
tetapi harus juga diiringi dengan lingkungan keluarga yang mendukung

dan sikap pasien yang menderita. Pada pasien ini diperlukan dorongan

dari keluarga dan lingkungan untuk mendukung kesembuhan pasien.

Kedua hal ini penting untuk kualitas hidup pasien selanjutnya jika ingin

hidupnya kembali baik. 1,2

Pada pasien ini dilakukan psikoterapi berupa edukasi mengenai penyakit

pasien, obat, dan efek sampingnya serta motivasi. Selain itu, diberikan

psikoedukasi kepada keluarga pasien. Dimana diharapkan dengan terapi

tersebut tidak terjadi kekambuhan (relaps) dan akan memberikan

kesembuhan total kepada pasien. 1,2

C. Apakah prognosis sudah tepat?

GOOD PROGNOSIS :
NO Ciri Ciri Prognosis Baik Checklist
1. Onset lambat V
2. Faktor pencetus jelas X
3. Onset akut X
4. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik X
5. Gangguan mood V
6. Mempunyai pasangan X
7. Riwayat keluarga dengan gangguan mood X
8. Sistem pendukung yang baik V
9. Gejala positif V

POOR PROGNOSIS
No Ciri Ciri Prognosis Buruk Checklis
. t
1. Onset usia muda V
2. Faktor pencetus tidak jelas V
3. Onset perlahan lahan dan tidak jelas V
4. Riwayat sosial, seksual, pekerjaan premorbid yang jelek X
5. Perilaku menarik diri dan autistik X

32
6. Tidak menikah, cerai,janda/duda V
7. Riwayat keluarga skizofren X
8. Sistem pendukung yang buruk X
9. Gejala negative V
10. Tanda dan gejala neurologis V
11. Tidak ada remisi selama 3 tahun V
12. Terjadi banyak relaps V
13. Riwayat trauma perinatal X
14. Riwayat penyerangan X

Sehingga pada pasien ini didapatkan prognosis:


1. Quo ad vitam : Ad Bonam
2. Quo ad functionam : Dubia ad Malam
3. Quo ad sanationam : Dubia ad Malam

33

Вам также может понравиться