Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kimia analisa adalahilmu yang mempelajari cara-cara penganalisaan zat kimia
yang terdapat dalam suatu senyawa dalam larutan yang akan dianalisa baik jenis maupun
kadarnya. Untuk mempersiapkan volume tertentu larutan Molaritas tertentu dari zat
terlarut ketika berat murni, padat zat terlarut adalah diukur, sangatlah penting untuk
menghitunggram terlarut yang diperlukan. Jumlah larutan dapat dihitungdari Molaritas
diinginkan dan volume larutan yang diinginkan.
Mol
Mol = Liter Liter

Gram dapat dihitung dari hasil perkalian mol dengan formula berat larutan
Gram
Gram = Mol Mol

Dan didapatkan kombinasi rumus


Mol Gram
Gram = Liter Liter x Mol

(Kenkel, 2011)

Analisis volumetri merupakan salah satu cara penentuan kadar zat kimia yang
banyak digunakan. Analisa dengan metode ini menguntungkan karena pelaksanaanya
mudah dan cepat dengan ketelitian dan ketetapan yang tinggi. Analisis ini berarti analisa
kuantitatif dengan merealisasikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar)
yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti. Untuk dapat memahami analisis
volumetri, kita juga harus terlebih dahulu memahami proses titrasi, karena dalam setiap
percobaan kita akan selalu berhadapan dengan proses titrasi.(Khopkar, 1998)

Proses pembakuan dengan menggunakan zat baku disebut sebagai larutan baku
primer dan larutan baku skunder. Percobaan pembakuan ini sangatlah berperan penting
dalam proses analisa volumetri.(Hadayana, 2002)

1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk dapat menentukkan normalitas dari
larutan NaOH dengan menggunakan larutan baku asam asetat dan menetapkan kadar
asam cuka secara volumetri.

BAB II

METODOLOGI

2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakandalampraktikuminiadalahgelasarloji, labuukur 100


mL, Erlenmeyer 250 mL, buret + statif, pipet volume, danlabuukur 100 mL.

2.2 Bahan

Bahan yang digunakandalampraktikuminiadalahasamcukaperdagangan,


larutanNaOH 0,1 M, asamoksalatdihidrat (C2H2O4.2H2O), danindikator PP
(Phenolpthalein)

2.3 SkemaKerja

NaOH

Ditimbang0,6-0,65 gr asamoksalatdihidratdalamgelasarloji.
Dimasukkandalamlabuukur 100 mL, dilarutkandenganakuadessampai
volume 100 mL, kemudiandikocoksampaihomogen.

Dicuci 2 buahburetdanmasing-
masingdiisidenganlarutanoksalatdanlarutanNaOH 0,1 M.

Diteteskan 15 mL larutanNaOHmelaluiburetkedalam Erlenmeyer,


ditambahkan 10 mL akuadesdan 1-2 tetesindikator PP
laludititrasidenganlarutanasamoksalathinggawarnamerahjambuhilang.

Dilakukanduplodandicatat volume penitrasi.

DihitungmolaritasNaOH.

HASIL
CH3 COOH

Diambil 10 mL larutancukakomersialdengan pipet ukur,


dimasukkankedalamlabuukur 100 mL,
diencerkandenganakuadessampaitandabatas.

Diambil10 mL larutanencertersebutdengan pipet,


dimasukkankedalamerlenmeyer 250 mL, ditambahkan 2-3 tetes
indicator PP.

DititrasilarutantersebutdenganlarutanNaOH 0,1 M yang


telahdistandardisasiataudibakukansampaiterjadiperubahandaritidakber
warnasampaimenjadimerahmuda.

Dilakukanduplo/triplo.

Dicatat volume titrasi.

Dihitungkadarasamasetatdalamcukatersebut.

HASIL
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan

3.1.1 Data Tabel

Volume NaOH Volume Asam Molaritas NaOH


Oksalat
1. 15 mL 1. 12,7mL 1. 4,03 x 10-2 M
2. 15 mL 2. 12,1mL 2. 3,84 x 10-2 M

PembacaanBuret I II

Akhirtitik 10,3 ml 28,0 ml

Awaltitik 0 ml 10,3 ml

Volume larutanNaOH 10,3 ml 18,7 ml

3.1.2 Perhitungan

Berat gelas arloji kosong = 13,6 gr


Berat gelas arloji + asam oksalat = 14,2 gr
Berat asam oksalat = 0,6 gr
m
Molaritas Asam Oksalat = V
gr
= Mr
V
0,6
= 126
0,1
=4,76 10-2 M

Volume NaOH Volume As. Oksalat Molaritas NaOH


15 ml 1. 12,7 ml 1.4,03 10-2 M
15 ml 2. 12,1 ml 2.3,84 10-2 M

MolaritasNaOH =
1. M NaOH V NaOH = M C2H2O4.2H2O V C2H2O4.2H2O
M NaOH = M C2H2O4.2H2O V C2H2O4.2H2O
V NaOH
= 4,76 10-2 . 12,7 10-3
15 10-3
=4,03 10-2 M
2. M NaOH V NaOH = M C2H2O4.2H2O V C2H2O4.2H2O
M NaOH = M C2H2O4.2H2O V C2H2O4.2H2O
V NaOH

= 4,76 10-2 . 12,1 10-3


15 10-3
=3,84 10-2 M
Molaritas NaOH rata rata = N1 + N2
2
= 4,03 10-2 + 3,84 10-2
2
= 3,94 10-2M
Titrasi
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Pembacaan Buret I II
Akhir titik 10,3 ml 28,0 ml
Awal titik 0 ml 10,3 ml
Volume larutan 10,3 ml 18,7 ml
NaOH
Volume titrasi rata rata = 10,3 + 18,7
2
= 14,5 ml

Kadar asam asetat dalam cuka perdagangan (dalamgr / 100 mL )


M NaOH V NaOH = M CH3COOH V CH3COOH
M CH3COOH = M NaOH V NaOH
V CH3COOH
= 0,1 14,5 10-3
10-3
=1,45 M (setelah diencerkan)

100
M CH3COOH sebelum diencerkan = 1,45 10
= 14,5 M
mCH3COOH = M CH3COOH V CH3COOH
= 14,5 10-2
= 0,145 m
grCH3COOH = m CH3COOHMrCH3COOH
= 0,145 60
= 8,7 gr
Kadar asam cuka perdagangam = gr / 100 mL
8,7
= 100

= 8,7 10-2 gr / 100 mL


= 8,7 %

3.2 Pembahasan

3.2.1 Analisa Prosedur

Bahan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu asam


cuka perdagangan sebagai bahan yang akan ditentukan kadarnya.
Larutan NaOH 0,1M berfungsi sebagai titrasi dan merupakan larutan
yang akan distandardisasi. Asam oksalat dihidrat digunakan untuk
larutan baku primer yang digunakan sebagai standardisasi larutan
NaOH. Indikator PP (Phenophtalein) digunakan sebagai trayek pH
indikator yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perlakuan
pembakuan NaOH 0,1M dengan asam oksalat pertama tama asam
oksalat dihidrat ditimbang dalam gelas arloji agar dapat diketahui
massanya. Asam oksalat tersebut dipindahkan ke dalam gelas kimia
100mL dan dilarutkan dengan 50mL akuades agar asam oksalat
menjadi larut dalam air. Lalu, dipindahkan lagi ke dalam labu ukur
100mL dan diencerkan dengan akuades. Buret dibilas tiga kali
dengan menggunakan NaOH agar buret tidak terkontaminasi
dengan zat zat lain saat dilakukan titrasi. Kemudian, buret diisikan
dengan NaOH untuk persiapan proses titrasi. Larutan asam oksalat
yang telah dibuat sebelumnya dipipet 10mL ke dalam erlenmeyer
yang digunakan sebagai wadah titrasi. Larutan yang sudah
dipindahkan kemudian ditambahkan tiga tetes indikator PP agar
saat proses titrasi dapat diketahui titik ekuivalen yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah muda.
Perlakuan penetapan kadar asam asetat dalam cuka yaitu pertama
diambil 10mL larutan cuka dengan pipet ukur agar volume larutan
yang diambil tepat, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
100mL sebagai wadah dan diencerkan dengan akuades agar
menjadi larutan encer. Setelah itu, diambil 10mL larutan encer
tersebut dengan pipet agar volume larutan yang diambil tepat, lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250mL sebagai wadah.
Ditambahkan akuades hingga volume 100mL dan ditambahkan 2
tetes indikator PP agar saat proses titrasi dapat diketahui titik akhir
titrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi
warna merah jambu. Perlakuan yang sama untuk kedua larutan.
Terakhir, yaitu dilakukan titrasi dengan meneteskan larutan NaOH
0,1M pada buret ke dalam erlenmeyer yang telah berisi asam
oksalat atau asam cuka agar diketahui volume NaOH yang
digunakan untuk titrasi. Proses ini dilakukan hingga terjadi
perubahan warna (titik ekuivalen). Volume penitrasi dicatat dan
proses ini dilakukan secara duplo serta dihitung normalitas dari
NaOH.

3.2.2 Analisa Hasil

3.2.2.1 Reaksi

Reaksi yang terjadi saat pembakuan larutan NaOH 0,1M oleh


asam oksalat adalah sebagai berikut

2NaOH + C2H2O4 Na2C2O4 + 2H2O

Reaksi yang terjadi saat penetapan kadar asam asetat dalam


cuka adalah sebagai berikut

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3.2.2.2 Pembahasan Data

Terdapat dua prinsip percobaan titrasi volumetri ini.


Pertama pembakuan larutan NaOH dengan menggunakan
asam oksalat yang sudah diketahui konsentrasinya dan hasil
penimbangan. Kedua, penetapan kadar asam asetat dalam
cuka dengan cara di titrasi dengan larutan NaOH yang sudah
diketahui nilai konsentrasi dan hasil pembakuan.

Tujuan daripada titrasi volumetri adalah untuk


menentukan konsentrasi suatu zat atau larutan dengan cara
mereaksikannya secara kuantitatif dengan suatu larutan lain
yang memiliki konsentrasi tertentu.

Berdasarkan hasil percobaan, molaritas asam oksalat


adalah sebesar 4,76 10-2 M, dan hasil titrasi volume asam
oksalat pada pembakuan NaOH yang diperlukan adalah
sebesar 12,7 mL dan 12,1 mL. Sehingga molaritas nya
didapatkan yakni 4,03 10-2 M dan 3,84 10-2 M. Kemudian
diperoleh molaritas rata ratanya adalah 3,94 10-2M.

Konsentrasi awal NaOH sebesar 0,1 M berbeda dengan


konsentrasi hasil pembakuan larutan NaOH yaitu 3,94 x 10-2
hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam proses
pengenceran seperti kesalahan pembacaan skala pada alat,
pengocokan yang kurang sempurna dan kesalahan dalam
pengambilan volume larutan.

Kemudian dari titrasi penentuan kadar asam cuka,


volume NaOH yang dititrasi adalah sebesar 10,3 mL dan 18,7
mL. Dari data tersebut dapat diperoleh molaritas dari asam
cuka yakni sebesar 1,45 M setelah diencerkan, kemudian
massa asam cuka juga diperoleh yakni 8,7 gram, sehingga
asam cuka tersebut mempunyai kadar 8,7%.

Kadar asam asetat yang didapatkan sebesar 8,7 %,


sedangkan kadar asam asetat yang tertera dalam label cuka
yang biasa dijual yaitu 6,57%. Perbedaan konsentrasi ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya seperti
kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna
indikator sehingga menjadi terlalu merah, kesalahan
pembacaan skala pada buret, kesalahan dalam pengambilan
volume larutan dan dalam proses produksi kadar yang tertera
pada label tidak sesuai dengan kadar asam asetat yang
sebenarnya.

4.2.2.3 Syarat Syarat Larutan Baku

Larutan baku primer


Larutan yang mengandung zat padat murni yang
konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode
gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk
menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui.
Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana,
setelah dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi
tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Syarat-syarat larutan baku primer :
1. Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika
mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan
dalam keadaan murni. (Syarat ini biasanya tak dapat
dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk
menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa
menimbulkan pernguraian parsial.)
2. Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di
udara; kondisi ini menunjukkan bahwa zat tak boleh
higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi
karbondioksida.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji
kualitatif dan kepekaan tertentu.
4. Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan
massa ekuivalen yang besar.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat
stoikiometrik dan langsung.
Larutan baku sekunder
Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat
diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak
pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan
pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya
melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KmnO4, Fe(SO4)2
Syarat-syarat larutan baku sekunder :
1. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
2. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil
kesalahan penimbangan
3. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Analisa volumetri merupakan salah satu metode dari analisa kuantitatif
yang digunakan untuk menentukan banyaknya suatu zat dalam volume tertentu
dengan mengukur banyaknya larutan volume standar yang dapat bereaksi secara
kuantitatif dengan zat yang akan diketahui. Dalam percobaan tersebut tingkat
ketelitiaannya biasanya kurang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain
adanya kelebihan dan kekurangan air dalam pengenceran, penetesan indicator PP
yang tepat 3 tetes atau indikator PP yang telah terkontaminasi dengan zat lain,
kurang lebihnya waktu dalam penghentian proses titrasi, larutan standar masih terus
mengalir, walau sudah saatnya berhenti. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada waktu
praktikum ini dapat mengakibatkan hasil perhitungan yang tidak sama dengan
sebenarnya.

4.2 Saran
Sebaiknya, dalam praktikum, praktikan lebih teliti dalam titrasi maupun dalam
pengenceran, agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
S M Khopkar, 1998, Basic Concepts Of Analytical Chemistry, New Delhi:
New Age International
A.HadyanaPudjaatmaka, 2002, Kamus Kimia, Jakarta :BalaiPustaka
John Kenkel, 2011, Basic Chemistry Concepts and Exercises, Boca Raton: CRC Press

LAMPIRAN

Klasifikasi Volumetrik metode


Volumetrik metode telah secara luas diklasifikasikan sebagai:
a) Titrasi asam-basa yaitu titrasi yang melibatkan asam kuat atau lemah
b) Titrasi redoks yang sebagian besar melibatkan simultan
oksidasi-reduksi reaksi
c) Presipitasi titrasi adalah mereka yang melibatkan pembentukan percepatan misalnya
Titrasi dari Ag atau Zn dengan dengan indikator cocok misalnya adsorpsi indikator.
d) Kompleksometri titrasi sebagian besar melibatkan EDTA titrasi. Seperti titrasi
yang spesifik dan juga mempunyai penerapan karena adanya perbedaan
pH kompleksasi.
S M Khopkar, 1998, Basic Concepts Of Analytical Chemistry, New
Delhi: New Age International

Larutan Baku
Ialah larutan yang kepekatannyadiketahuidenganteliti, yang
biasanyadinyatakansebagaimol/dm) atau gram ekuivalen/dm', larutanstandar(standard
solution)
Larutan Baku Primer
Ialah larutanyang mengandungzatbakuutamadalamkadartertentu;
digunakanuntukmembakutitran(primary standard solution)
A.HadyanaPudjaatmaka, 2002, Kamus Kimia, Jakarta
:BalaiPustaka

Untuk mempersiapkan volume tertentu larutan Molaritas tertentu dari zat terlarut ketika
berat murni, padat zat terlarut adalah diukur, sangatlah penting untuk menghitunggram
terlarut yang diperlukan. Jumlah larutan dapat dihitungdari Molaritas diinginkan dan volume
larutan yang diinginkan.

Mol
Mol = Liter Liter

Gram dapat dihitung dari hasil perkalian mol dengan formula berat larutan

Gram
Gram = Mol Mol

Dan didapatkan kombinasi rumus

Mol Gram
Gram = Liter Liter x Mol

John Kenkel, 2011, Basic Chemistry Concepts and Exercises, Boca Raton: CRC Press

Вам также может понравиться