Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB II

TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep dasar penyakit
A. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal

Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki sepasang
ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang
belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal
(juga disebut kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri
untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas
dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian
dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari
ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.

Lapisan ginjal

Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu
tua.lapisan ginjal terbagi atas :
lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

Unit fungsional ginjal

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta
buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan
Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung
gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap
glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki
pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis
yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang
mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah
yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat
glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya
adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di
awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus
yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang
menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali
glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk
ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.Cairan mengalir dari tubulus
konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:Tempat lengkung Henle
bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa
dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin.

Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang
terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal
yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra
kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh
disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada
dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120
ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi
hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
1-2 hari : 30-60 ml
3-10 hari : 100-300 ml
10 hari-2 bulan : 250-450 ml
2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
1-3 tahun : 500-600 ml
3-5 tahun : 600-700 ml
5-8 tahun : 650-800 ml
8-14 tahun : 800-1400 ml
3) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi
yaitu 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah
protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na,
K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat
yang diekskresi asam dan basa organik.
4) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb
itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi
Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
6) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus
koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis
vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
terbagi menjadi :
Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
sel. Prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan
penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial
dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012 adalah:
1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
Glomerulonefritis
Nefrotik sindrom perubahan minimal
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
Diabetes mellitus
Sistema lupus eritematosus
Amyloidosis

D. Tanda dan gejala


Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),
dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut
ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura,
daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas,
penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh dan
berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena
penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
Pucat
Hematuri
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
Hipoalbuminemia < 30 gr/l
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

E. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada
tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya (2,3)


a. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan
ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar
(beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala
pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama.
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung
kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan
meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan
kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion
yang biasanya meninggi.
b. Sindrom Nefrotik yang didapat:
Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.
F. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom
perubahan minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema
lupus eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah
hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu
meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya
jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume
darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih
lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati
dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik
yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait
dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi
protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi
tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan
air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein
A Latas, 2002).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein
serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma
keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.
H. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat
jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis
dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing,
nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal
negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya
meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin
menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran
lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang
dari atau sama dengan 220 mg/dl).

Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,


hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum
kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).

I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi.
c. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama
pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan
kehilangan cairan intravaskuler berat.
Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau
asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon)
atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan
cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
Diet
Diet rendah garam (0,5 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak
perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet
tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran
protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan
jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg
berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk
menjamin masukan yang adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 4 gram/kgBB/hari, dengan
garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan
protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan
dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-
10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi
terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan
berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan
obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah
duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika
bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian.
Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga
tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan
kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin
juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor
nadi dan tekanan darah.
Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu
pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk
rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka
mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul
pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah
dan menjadi penyebab kematian pasien).

J. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan
trombosis arteri serebral

Menurut Wong L Donna (2003) pengkajian data dasar yang dapat menunjang dan

didapatkan riwayat penyakit dengan cermat termasuk hal-hal berikut.


a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan adanya

peningkatan berat badan saat ini dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik; kenaikan berat badan, edema pada

wajah (khususnya disekitar mata) yang timbul pada saat bangun pagi, berkurang disiang hari,

penglihatan kabur, pembengkakan abdomen (acites), kesulitan bernafas (efusi pleura),

pembengkakan labial atau skrotal, edema mukosa usus yang menyebabkan diare, mual/

muntah, enoreksia, absorbsi usus buruk, kulit pucat, peka rangsang, mudah lelah, letargi,

tekanan darah normal atau sedikit menurun , kerentanan terhadap infeksi, perubahan pada

urine (penurunan volume urine, gelap dan berbau buah).

d. Pengkajian diagnositk dan pengujian misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan

sel darah merah, analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin), globulin

kolesterol jumlah darah merah, natrium serum.


Asuhan keperawatan berdasarkan teori
A. Pengkajian
a. Identitas klien:
Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan
adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio
2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual :
dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan
diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan
kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
Agama
Suku/bangsa
Status
Pendidikan
Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan
klien.
c. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya
acites).
Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal
berikut:
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan
pusing dan cepat lelah
Kaji adanya anoreksia pada klien
Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya?
Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat
Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi: diare, oliguria.
Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
Pola istirahat tidur: susah tidur
Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e. Pemeriksaan Fisik
i. Status kesehatan umum
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
ii. Pemeriksaan sistem tubuh
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume .
B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin.
Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
B. Diagnosa keperawatan teori
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
4. Ansietas berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
6. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan
7. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
8. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Kelebihan volume Tujuan : a. Kaji masukan a. perlu untuk
cairan pasien tidak yang relatif menentukan fungsi
berhubungan menunjukkan terhadap ginjal, kebutuhan
dengan kehilangan bukti-bukti keluaran secara penggantian cairan
protein sekunder akumulasi akurat dan penurunan
b. Timbang berat
terhadap cairan (pasien resiko kelebihan
badan setiap hari
peningkatan mendapatkan cairan.
(ataui lebih b. Mengkaji retensi
permiabilitas volume
sering jika cairan
glomerulus. cairan yang
c. Untuk mengkaji
diindikasikan).
tepat)
c. Kaji perubahan ascites dan karena
edema : ukur merupakan sisi
lingkar abdomen umum edema.
Kriteria d. Agar tidak
pada umbilicus
hasil: mendapatkan lebih
serta pantau
Penurunan dari jumlah yang
edema sekitar
edema, dibutuhkan
mata.
ascites e. Untuk
d. Atur masukan
Kadar mempertahankan
cairan dengan
protein darah masukan yang
cermat.
meningkat e. Pantau infus diresepkan
Output f. Untuk menurunkan
intra vena
urine adekuat f. Kolaborasi : ekskresi proteinuria
600 700 g. Untuk memberikan
Berikan
ml/hari penghilangan
kortikosteroid
Tekanan sementara dari
sesuai ketentuan
darah dan g. Berikan diuretik edema.
nadi dalam bila
batas normal. diinstruksikan.

Ketidakseimbanga Tujuan : a. Catat intake dan a. Monitoring asupan


n nutrisi kuruang Dalam waktu output makanan nutrisi bagi tubuh
b. Gangguan nuirisi
dari kebutuhan 2x24 jam secara akurat
b. Kaji adanya dapat terjadi secara
berhubungan kebutuhan
anoreksia, perlahan. Diare
dengan malnutrisi nutrisi akan
hipoproteinemia, sebagai reaksi
sekunder terhadap terpenuhi
diare. edema intestinal.
kehilangan protein
c. Pastikan anak Mencegah status
dan penurunan Kriteria
mendapat nutrisi menjadi lebih
napsu makan. Hasil :
makanan dengan buruk.
Napsu c. membantu
diet yang cukup.
makan baik d. Beri diet yang pemenuhan nutrisi
Tidak
bergizi anak dan
terjadi e. batasi natrium
meningkatkan daya
hipoprtoeine selama edema
tahan tubuh anak
mia dan trerapi d. asupan natrium
Porsi
kortikostero dapat memperberat
makan yang f. Beri lingkungan
edema usus yang
dihidangkan yang
menyebabkan
dihabiskan menyenangkan,
hilangnya nafsu
Edema dan
bersih, dan rileks
makan anak
ascites tidak
pada saat makan e. agar anak lebih
ada. g. Beri makanan
mungkin untuk
dalam porsi
makan
sedikit pada f. untuk merangsang
awalnya dan Beri nafsu makan anak
g. untuk mendorong
makanan dengan
agar anak mau
cara yang
makan
menarik
h. untuk menrangsang
h. Beri makanan
nafsu makan anak
spesial dan
disukai anak
Resiko tinggi Tujuan : a. Lindungi anak a. Meminimalkan
infeksi Tidak terjadi dari orang-orang masuknya
berhubungan infeksi yang terkena organisme.
dengan imunitas Kriteria infeksi melalui Mencegah terjadinya
tubuh yang hasil : pembatasan infeksi nosokomial.
b. Mencegah terjadinya
menurun. Tanda- pengunjung.
b. Tempatkan anak infeksi nosokomial.
tanda infeksi
c. Membatasi
di ruangan non
tidak ada
masuknya bakteri ke
Tanda vital infeksi.
c. Cuci tangan dalam tubuh.
dalam batas
sebelum dan Deteksi dini adanya
normal
Ada sesudah infeksi dapat
perubahan tindakan. mencegah sepsis.
d. Lakukan d. Untuk
perilaku
tindakan invasif meminimalkan
keluarga
secara aseptik pajanan pada
dalam
e. Gunakan teknik
organisme infektif
melakukan
mencuci tangan e. Untuk memutus
perawatan.
yang baik mata rantai
f. Jaga agar anak
penyebaran infeksi
tetap hangat dan f. karena kerentanan
kering terhadap infeksi
g. Pantau suhu.
pernafasan
h. Ajari orang tua
g. Indikasi awal
tentang tanda
adanya tanda infeksi
dan gejala h. Memberi
infeksi pengetahuan dasar
tentang tanda dan
gejala infeksi
Ansietas Tujuan : a. Validasi a. Perasaan adalah
berhubungan Kecemasan perasaan takut nyata dan membantu
dengan lingkungan menurun atau atau cemas. pasien untuk tebuka
b. Pertahankan
perawatan yang hilang sehingga dapat
kontak dengan
asing (dampak Kriteria menghadapinya.
klien. b. Memantapkan
hospitalisasi). hasil :
c. Upayakan ada
hubungan,
Kooperatif keluarga yang meningkatan
pada tindakan menunggu ekspresi perasaan.
d. anjurkan orang c. Dukungan yang
keperawatan
tua untuk terus menerus
Komunikatif membawakan mengurangi
pada perawat mainan atau foto ketakutan atau
Secara
keluarga kecemasan yang
verbal
dihadapi.
mengatakan d. Meminimalkan
tidak takur dampak hospitalisasi
terpisah dari anggota
keluarga.
Intoleransi aktifitas Tujuan : a. Kaji a. sebagai
berhubungan mampu kemampuan pengkajian awal

dengan kelelahan. melakukan klien aktivitas klien.


melakukan b. meningkatkan
aktivitas
aktivitas istirahat dan
sesuai
b. Tingkatkan ketenangan klien,
kemampuan
tirah baring / posisi telentang
Kriteria duduk. meningkatkan
hasil : c. Ubah posisi filtrasi ginjal dan
Terjadi dengan sering. menurunkan
d. Berikan
peningkatan produksi ADH
dorongan
mobilitas. sehingga
untuk
meningkatkan
beraktivitas
diuresis.
bertahap. c. pembentukan
e. Ajarkan teknik
edema, nutrisi
penghematan
melambat,
energi contoh
gangguan
duduk, tidak
pemasukan
berdiri.
f. Berikan nutrisi dan

perawatan diri imobilisasi lama

sesuai merupakan

kebutuhan stressor yang

klien. mempengaruhi
intregitas kulit.
d. melatih kekuatan
otot sedikit demi
sedikit.
e. menurunkan
kelelahan.
f. memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
klien selama
intoleransi
aktivitas.
Gangguan body Tujuan: tidak a. Kaji a. memberikan
image terjadi pengetahuan informasi untuk
berhubungan gangguan pasien memformulasikan
dengan terhadap perencanaan.
boby image
b. ketidakmampuan
perubahan adanya
Kriteria untuk melihat
penampilan potensi
Hasil: bagian tubuhnya
kecacatan
menytakan yang terkena
yangberhubun
penerimaan mungkin
gan dengan
situasi diri, mengindikasikan
pembedahan
memasukkan kesulitan dalam
dan
perubahan koping.
perubahan.
c. memberikan jalan
konsep diri b. Pantau
untuk
tanpa harga kemampuan
mengekpresikan
diri negatif pasien untuk
dirinya.
Anak mau melihat
d. meningkatkan
mengungkap perubahan
control diri sendiri
kan bentuk dirinya.
atas kehilangan.
c. Dorong pasien
perasaannya.
untuk
Anak tertarik
mendiskusikan
dan mampu
perasaan
bermain
mengenai
perubahan
penampilan
d. Diskusikan
pilihan untuk
rekontruksikan
dan cara-cara
untuk
membuat
penampilan
yang kurang
menjadi
menarik.
kerusakan Tujuan : a. Berikan a. memberikan
integritas kulit Kulit anak perawatan kenyamanan
berhubungan tidak kulit pada anak dan
b. Hindari
dengan edema, mencegah
menunjukkan
pakaian ketat
penurunan kerusakan kulit
adanya c. Bersihkan dan
b. dapat
pertahanan
kerusakan bedaki
mengakibatkan
tubuh.
integritas : permukaan
area yang
kemerahan kulit beberapa
menonjol tertekan
kali sehari c. untuk mencegah
atau
d. Topang organ
terjadinya iritasi
iritasiKerusa edema, seperti
pada kulit karena
kan integritas skrotum
gesekan dengan
kulit tidak e. Ubah posisi
alat tenun
dengan
terjadi d. untuk
sering ;
Kriteria menghilangkan
pertahankan
hasil: aea tekanan
kesejajaran e. karena anak dengan
- Menunjukkan
tubuh dengan edema massif selalu
perilaku baik letargis, mudah lelah
untuk f. Gunakan
dan diam saja
mencegah penghilang
tekanan atau
untuk mencegah terjadinya
kerusakan
matras atau ulkus
kulit.
-Turgor kulit tempat tidur

bagus penurun
-Edema tidak tekanan sesuai

ada. kebutuhan

Ketidakefektifan TUJUAN : a. Posisikan a. Posisi


pola pernafasan pasien untuk efisiensi membantumema
berhubungan menunjukkan ventilasi yang ksimalkan
dengan fungsi maksimum ekspansi paru
b. Atur aktifitas
gangguan fungsi dan menurunkan
pernafasan
untuk
pernafasan upaya
normal memungkinka
pernafasan.
KRITERIA n penggunaan b. Menurunkan
HASIL : energy yang konsumsi/
anak minimal, kebutuhan
beristirahat istirahat, dan selama periode

dan tidur tidur. penurunan


c. Hindari
dengan pernafasan dapat
pakaian yang
menurunkan
tenang
ketat
Pernafasan beratnya gejala.
d. Berikan
c. Pakaian yang
tidak sulit oksigen
terlalu ketat
anak
tambahan
dapat
pernafasan yang sesuai
menyebabkan
tetap dalam
kurang efisiennya
batas normal
ventilasi
d. untuk
memperbaiki
hipoksemia yang
dapat terjadi
sekunder
terhadap
penurunan
ventilasi

4. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.

5. Evaluasi

a Dx 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder


terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake nutrisi
Evaluasi: Nutrisi pasien terpenuhi
b Dx 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat
peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Evaluasi: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat
c Dx 3 : Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Evaluasi : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang biasa/ normal
d Dx 4 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Evaluasi : Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
e Dx 5: Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya sumber informasi
Evaluasi: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sindrom Nefrotik adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan
lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma
protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus.
2. Etiologinya antara lain sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder dan sindrom
nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
3. Klasifikasi sindrom nefrotik antara lain sindrom nefrotik lesi minimal ( mcns : minimal
change nephrotic syndrome), sindrom nefrotik sekunder dan sindrom nefrotik kongenital
4. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema, penurunan jumlah urin, pucat, hematuri,
anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Pemeriksaan diagnostic antara lain laboratorium, biosi ginjal dan pemeriksaan penanda auto-
immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
6. Penatalaksanaan keperawatan antara lain tirah baring, terapi cairan, perawatan kulit,
perawatan mata, penatalaksanaan krisis hipovolemik dan pencegahan infeksi.
7. Komplikasi antara lain infeksi sekunder, shock hipovolemik, trombosis vaskuler, komplikasi
yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal, trombosis vena, gagal ginjal akut
akibat hipovolemia

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan,
kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan
lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih
ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudarth. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi :8 vol:3.Jakarta: EGC
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta: EGC.
Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. EGC:
Jakarta
Mutaqqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Harif.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Mediadan NANDA NIC-NOC Jilid 2.Yogyakarta: Med Action Publishing
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan
Kebidanan Edisi 4.Jakarta: EGC
Sloane Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta.EGC

Вам также может понравиться

  • Tokoh 'Aisyiyah-1
    Tokoh 'Aisyiyah-1
    Документ8 страниц
    Tokoh 'Aisyiyah-1
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • Sea
    Sea
    Документ29 страниц
    Sea
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • Anggy
    Anggy
    Документ4 страницы
    Anggy
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • Ms. Word Agama
    Ms. Word Agama
    Документ15 страниц
    Ms. Word Agama
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Документ4 страницы
    Analisa Data
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • Identitas Usaha
    Identitas Usaha
    Документ3 страницы
    Identitas Usaha
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • COVER
    COVER
    Документ3 страницы
    COVER
    Via Winkies
    Оценок пока нет
  • Implementasi Keperawatan
    Implementasi Keperawatan
    Документ6 страниц
    Implementasi Keperawatan
    Via Winkies
    Оценок пока нет