Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan hati
tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana
tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari
divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus cysticus,
ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi
hati dan ductus hepaticus biliaris.(3)
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung
empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum
menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi
fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol
dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding
anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.(3)
2.4 Epidemiologi
2.5 Etiologi
Penyebab batu empedu dan batu saluran empedu masih belum diketahui
dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu.(8)
Factor factor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa
penelitian adalah jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang
tinggi, presentase lemak tubuh, kadar glukosa serum yang lebih tinggi terutama
pada wanita ( dengan atau tanpa NIDDM ), paritas dan hiperinsulinemia. Pada
penelitian yang secara konsisten dan sering ditemukan adalah hubungan antara
konsisten dan sering ditemukan adalah hubungan antara konsentrasi kolesterol
HDL serum dengan terjadinya batu empedu, yang memberikan kesan bahwa
ambnormalitas dari metabolisme HDL yang mendasari terjadinya batu empedu.(9)
Gambar 2. Diagram faktor resiko terjadinya batu empedu(9)
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Pada yang asimtomatis, pasien biasanya datang dengan keluhan utama
berupa nyeri pada daerah epigastrium atau nyeri/ kolik pada perut kanan atas atau
perikardium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang beberapa
jam.(3)
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba - tiba. Terkadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-
gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran
nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu disertai mual
muntah. Jika terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah dengan
nafas yg dalam.(3)
Kolik bilier timbul paling lazim 1sampai 2 jam pasca makan, biasanya
pada malam hari dwn hampir tak pernah pada pagi hari. Terdapat hubungan antara
kolik bilier dengan penelanan makanan berlemak pada banyak pasien g dianggap
pelepasan empedu dan kontraksi vesica biliaris. Kolesistitis kronis bisa
ditunjukkan oleh serangan kolik bilier atau spektrum keluhan nonspesifik yang
mencakup dispepsia, salah cerna, kembung dan bersendawa.(3)
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Gambar 4 USG kandung empedu disertai dengan batu dan acoustic shadow(13)
2.8.3.3 CT Scan
CT Scan sangat tidak tepat digunakan dalam mendeteksi batu empedu,
kecuali bila batu tersebut mengandung kalsium dalam jumlah yang banyak. Tetapi
pada sepsis intraabdomen yang dianggap berasal dari saluran empedu, maka CT
Scan bisa menentukan abses intra hepatik, perihepatik, atau trikolestika. Peranan
primer CT Scan adalah dalam pasien tua dengan ikterus obstruktif.(13)
2.9 Tatalaksana
2.9.1 Konservatif
Dalam 20 tahun terakhir, sudah banyak berkembang berbagai macam cara
untuk mengobati batu kandung empedu. Namun pemilihan metode pengobatan
harus tetap dibandingkan dengan terapi standar pembedahan.
2.9.1.1. Tablet asam empedu
Terapi asam empedu dengan asam chenodeoxycholic (Chenodiol) sudah
diperkenalkan sejk awal 1970. Tetapi dengan adanya efek samping dari
pengobatan ini, chenodiol sudah banyak digantikan dengan asam ursodeoxycholic
(ursodiol). Penggunaan paling efektif dari obat pelarut batu empedu adalah pada
kasus pasien simptomatic dengan batu berukuran kecil(kurang dari 5mm) dengan
kandung empedu yang masih berfungsi normal.(7)
Kasus ini terjadi pada 15% pasien batu empedu. sekitar setelah 6-12 bulan
terapi, pasien perlu dilakukan monitoring untuk melihat apakah batu empedu
sudah larut. Diperkirakan persentase kelarutan batu terjadi pada pasien 60% (batu
kurang dari 10mm) sampai 90% (batu kurang dari 5mm), namun sekitar dari
pasien mengalami kekambuhan dalam waktu 5 tahun kedepan. Dalam penelitian
lain didapatkan kelarutan hanya terjadi pada 4,2% pasien dan angka kekambuhan
sbesar 20%. Angka kelarutan batu akan lebih besar dan angka kekambuhan akan
lebih kecil pada pasien dengan batu single, pasien non obesitas, dan pasien muda.
Sehingga, indikasi untuk pemberian terapi asam empedu terbatas pada
pasien dengan keadaan komorbid yang menyebabkan resiko untuk operasi dan
pada pasien yang menolak untuk operasi.(7)
2.9.1.2 Extra corporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
ESWL mulai diperkenalkan pada tahun 1980. Berbagai macam cara untuk
menghasilkan gelombang kejut telah dikembangkan dan keuntungan bergantung
pada jumlah energi yang disalurkan ke batu. Sebuah kelompok di Munich telah
menunjukkan angka bersihan batu mencapai 95% pada pasien simptomatik
dengan batu non-kalsifikasi yang berukuran kurang dari 20mm pada kandung
empedu yang masih berfungsi. Pasien dengan batu berukuran 20-30mm memiliki
angka bersihan batu sebesar 60%. ESWL yang efektif memerlukan terapi
tambahan menggunakan asam ursodeoxycholic.(7)
Angka kekambuhan dengan menggunakan ESWL jarang terjadi pada batu
single, tetapi masih sering terjadi pada batu multiple. Komplikasi ESWL jarang
terjadi, paling sering terjadi adalah peninngkatan enzim liver sementara,
pankreatitis, dan hematuria. Efektivitas ESWL tergantung pada pecahan batu
menjadi ukuran kecil yang dapat larut atau sudah melewati usus. Insiden nyeri
bilier dilaporkan terjadi 45% setelah pemecahan batu yang berhasil.(7)
2.9.1.3. Agen pelarut batu topical
Bahan yang paling sering digunakan adalah methyl tert-butyl ether
(MTBE), yang secara eksperimental sudah disetujui sebagai pelarut batu empedu.
MTBE umumnya diberikan melalui kateter transhepatic menuju kandung empedu
yang dipasang secara perkutan. Batu umumnya disusun oleh kolestrol yang dapat
dibersihkan dalam tempo jam sampai hari.(7)
Teknik ini paling sering dilakukan pada pasien dengan resiko pembedahan
yang besar. Data mengenai angka kekambuhan masih sulit untuk didapatkan.
Monooctanoin digunakan secara utama untuk melarutkan batu empedu yang
tersissa setelah pembedahan.(7)
2.9.2 Operatif
2.9.2.1 Cholecystostomy
2.9.2.1 Cholecystectomy
Kolesistektomi merupakan prosedur abdominal yang paling sering
dilakukan di negara-negara Barat.
Kolesistektomi menjadi pengobatan standar untuk batu kandung empedu
simtomatik. Open Cholecystectomy merupakan pengobatan yang aman dan efektif
kolesistitis akut dan kronis. Pada tahun 1987, laparoskopi kolesistektomi
diperkenalkan oleh Philippe Mouret di Perancis dan menjadi revolusi pengobatan
batu empedu. Hal tersebut tidak hanya menggantikan Open Cholecystectomy,
tetapi juga berupaya sebagai manajemen batu empedu noninvasif, seperti
extracorporeal shock wave and bile salt therapy. Hingga saat ini, kolesistektomi
laparoskopi merupakan pilihan utama pengobatan batu empedu symptomatic.
Kolesistitis akut grade I pada pasien sehat tanpa adanya disfungsi organ dan
hanya terjadi inflammasi ringan pada kandung empedu
Kriteria grade 2 Kolesistitis Akut (Toleransi operasi sedang)
1. Calcified gallblader
2. Nyeri tekan pada RUQ abdomen
3. Durasi keluhan > 72jam
4. Adanya inflammasi lokal bermakna (peritonitis bilier, abses hepar, dll)
Kriteria grade 3 Kolesistitis Akut (Toleransi operasi berat)
1. Disfungsi kardiovaskular (hipotensi)
2. Disfungsi neurologi (penurunan kesadaran)
3. Disfungsi pernapasan (PaO2/FiO2 rasio < 300)
4. Gangguan ginjal (Oliguria, creatinin > 2.0 mg/dL)
5. Disfungsi hepar (PT-INR > 1.5)
6. Disfungsi Hematologi (Trombosit < 100.000/mm3)
16
Gambar 10: Fundus dari kantung empedu adalah chepalad yang ditarik dan
Hartmanns pouch ditarik secara lateral untuk memfasilitasi identifikasi saluran dan
arteri kistik (16)
Irisan ketiga dan keempat dibuat oleh asisten pada sisi kanan lateral
pasien. Irisan ketiga dibuat sedikit di bawah batas kosta pada linea tengah (sisi
lateralis stasioner), dan irisan keempat dibuat dekat linea axiliaris anterior pada
batas kosta (sisi lateral yang bekerja). Trokar yang ditempatkan secara lateral
digunakan untuk penarikan dari kantung empedunya. Asisten menggunakan trokar
yang paling baik pada sisi kanan dari daerah perut pasien untuk menarik kubah
dari kantung empedu melewati hati. Ini mengalihkan struktur portal dan
membantu dokter bedah dalam pembedahan. trokae kedua di sisi kanan bisa
digunakan untuk penarikan Hartmanns pouch secara lateral. Ahli bedah
menghilangkan pelekatan pada kantung empedu dengan diseksi tumpul dengan
mengarah ke kantung empedu sampai ke saluran empedu, dan kemudian dia
mengidentifikasi pertemuan saluran kistik kantung empedu dan membedahnya
secara melingkar dengan pembedahan melengkung.(16)
Dalam pembedahan, adalah penting untuk asisten menarik kantung
empedu secara hati-hati untuk menghindari cedera pada struktur yang
melingkupinya. Arah sebaliknya dari pembukaan yang dilakukan di kantung
empedu harus ditarik cephalad-nya, dan Hartmanns pouch harus ditarik ke arah
sisi kanan lateral pasien. Penarikan yang benar mensyaratkan dokter bedahnya
mempunyai penglihatan yang jelas pada pertemuan saluran kistik kantung
empedu. Pada saat itu, dokter bedah memutuskan apakah melakukan
cholangiogram. Cholangiogram memastikan ada atau tidaknya batu empedu dan
membantu dalam mengindentifikasi saluran empedu dan cabang duktal hati untuk
menilai keadaan dari saluran empedu.(16, 17)
dari Schwartz:
Pasien dalam posisi supinasi di meja operasi, dokter bedah berdiri di sisi kiri
pasien. Beberapa ahli bedah lebih suka berdiri di antara kaki pasien saat
melakukan prosedur laparoskopi. Pneumoperitoneum dibuat dengan gas karbon
dioksida, baik dengan teknik terbuka atau dengan teknik jarum tertutup. Awalnya,
sayatan kecil dibuat pada tepi atas umbilikus. Dengan teknik tertutup, insuflasi
jarum insuflasi khusus (Veress jarum) yang dilengkapi pegas dengan
pemotongan selubung terluar yang dapat ditarik, dimasukkan ke dalam rongga
peritoneum dan digunakan untuk insuflasi. Setelah terjadi pneumoperitoneum
sebuah trocar 10-mm yang dimasukkan melalui sayatan supraumbilical untuk
insflasi. Dengan teknik open, dari insisi supraumbilikal terus dimasukkan ke
dalam fasia hingga ke rongga peritoneum. Kanul tumpul khusus ( kanula Hasson)
dimasukkan ke dalam rongga peritoneum hingga mencapai fasia. Laparoskopi
dengan video kamera dimasukkan melalui port umbilikalis & abdomen
diinspeksi. Tiga port tambahan, port 5mm pada lini klavikula media, dan port
5mm pada flank kanan, sejajar dengan fundus kandung empedu. Terkadang, port
kelima diperlukan untuk visualisasi yang lebih baik pada pemulihan pasien dari
pankreatitis atau kolesistitis semi-akut, serta pada pasien yang sangat gemuk.
Melalui port yang paling lateral, grasper digunakan menangkap fundus
kandung empedu. Kandung empedu ditarik melewati tepi hati ke atas dan ke arah
bahu kanan pasien untuk mengekspos proksimal kandung empedu dan daerah
hilus. Area hilus dapat tampak dengan menempatkan pasien dalam posisi
Trendelenburg terbalik dengan sedikit memiringkan meja agar sisi kanan tampak
ke atas. Melalui port midklavikula, grasper kedua menangkap infundibulum
kandung empedu dan menariknya ke lateral untuk mengekspos Calot triangle.
Sebelum hal itu, dokter bedah perlu melepaskan setiap adhesi antara omentum,
duodenum, atau usus besar, dan kandung empedu. Sebagian besar diseksi
dilakukan melalui port epigastrium menggunakan dissector, kauter hook, atau
gunting.
Diseksi dimulai dari junction kantong empedu dan duktus sistikus.
Landmark anatomi yang dapat membantu identifikasi hal tersebut ialah arteri
nodus limfa sistikus. Peritoneum, lemak, dan jaringan areolar longgar di leher
kandung empedu dan junction duktus-sistikus kandung empedu dibelah sampai
ke duktus biliaris, diteruskan hingga leher kandung empedu dan duktus sistikus
proksimal dapat teridentifikasi dengan jelas. Langkah selanjutnya adalah
identifikasi arteri sistikus, biasanya berjalan sejajar dan berada di belakang
duktus sistikus. Sebuah hemoclip ditempatkan pada duktus sistikus proksimal.
Apabila akan dilakukan, cholangiogram intraoperative, insisi kecil dibuat pada
permukaan anterior duktus sistikus, pada proksimal klip, dan kateter
cholangiogram dimasukkan ke dalam duktus sistikus. Setelah cholangiogram
selesai, kateter dilepas dan kedua klip ditempatkan pada proksimal sayatan, dan
duktus sistikus dibagi. Duktus sistikus yang lebar mungkin terlalu besar untuk
klip, membutuhkan ligasi pre-tied loop. Arteri sistikus kemudian dipotong dan
dibagi.
Terakhir, kandung empedu dibelah keluar dari fossa kandung empedu, baik
menggunakan hook atau gunting dengan elektrokauter. Kandung empedu
diangkat melalui insisi umbilikalis. Defek pada fasia dan insisi kulit perlu
diperbesar jika batu juga besar. Jika kandung empedu meradang atau gangrene,
atau perforasi, kandung empedu ditempatkan pada retrieval bag sebelum
diangkat dari abdomen.
Gambar 11 Laparoskopi kolesistektomi. A. Penempatan trocar. B. fundus
telah digenggam dan ditarik untuk mengekspos bagian proksimal kandung
empedu dan ligamentum hepatoduodenal. Grasper lain meretraksi
infundibulum kandung empedu secara posterolateral untuk mengekspos
triangle of Calot (segitiga hepatosistikus terdiri dari CBD, duktus sistikus,
dan marjin hati). C. triangle of Calot telah dibuka dan leher kandung
empedu dan duktus sistikus telah dibebaskan. Sebuah klip sedang
ditempatkan di junction duktus sistikus-kantong empedu. D. Sebuah lubang
kecil telah dibuat ke dalam duktus sistikus, dan kateter cholangiogram
dimasukkan. E. duktus sistikus kemudian dibagi, dan arteri sistikus sedang
dibagi. F. Sebuah gambar intraoperatif menunjukkan grasper menarik
infundibulum kantong empedu secara lateral, mengekspos segitiga Calot
yang telah dibedah. Arteri sistikus terlihat melewati daerah pembedahan di
atas dan di kiri.
Gambar 13: Ahli bedah menggunakan elektrokauter untuk melepaskan kandung empedu(16)
A B
Gambar 14. A. Duktus biliaris dalam keadaan normal, tidak ada defek
intraluminal. Duktus hepatikus kanan & kiri tervisualisasi, & zat kontras
mengalir seluruhnya ke duodenum. Grasper cholangiography menahan
kateter dan duktus sistikus diarahkan ke duktus hepatikus. B. Terdapat batu
CBD (panah). Hanya sebagian zat kontras mengalir ke duodenum.
Apabila batu tidak bisa dievakuasi dan / atau ketika duktus sangat melebar
(> 1,5 cm), drainase choledochal dilakukan. Choledochoduodenostomy dilakukan
dengan memobilisasi bagian kedua dari duodenum (Kocher manuver) dan
menganastomosi sisi ke sisi dengan CBD
Sebuah choledochojejunostomy dilakukan dengan membawa 45-cm Roux-
en-Y limb jejunum dan menganastomosikan ujungnya sisi ke sisi CBD.
Choledochojejunostomy atau, yang lebih sering, hepaticojejunostomy, juga
dapat digunakan untuk memperbaiki striktur CBD atau sebagai prosedur paliatif
pada obstruksi ganas di wilayah periampula. Jika CBD terluka, hal tersebut dapat
dikelola dengan choledochojejunostomy secara end-to-end.
2.10 Antibiotik