Вы находитесь на странице: 1из 6

Nama asisten: Sarah Chaldea

Tanggal Praktikum: 20 April 2017


Tanggal Pengumpulan: 27 April 2017

PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN


Pengujian Kadar HCN
Wulan Rizqianti Aulia (240210150003)
Departemen Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Bahan pangan memiliki senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai
nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun bila
kandungannya melebihi ambang batas normal yang terdapat dalam tubuh.
Senyawa-senyawa kimia ini terdapat dalam bermacam-macam bentuk dari garam
organik yang sederhana sampai ke molekul besar yang kompleks. Senyawa
Hidrogen Sianida (HCN) adalah senyawa Glikosida Sianogenik, dimana senyawa tersebut
adalah senyawa yang terdapat dalam bahan pangan nabati dan secara potensial sangat
beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida. Tujuan dari Percobaan
ini adalah untuk mengetahui kadar HCN pada bahan pangan dengan menggunakan
analisis kuantitatif.Hasil praktikum menunjukkan rata-rata kadar HCN pada sampel
singkong adalah 580,175 ppm dan rata-rata kadar HCN pada sampel jengkol adalah
1457,115 ppm.
Kata Kunci: Senyawa beracun, HCN, metode kuantitatif

ABSTRACT
Food ingredients have these chemicals that do not have the nutritional
value that is needed by the body can even be toxic when her womb exceeds the
normal threshold that there is in the body. These chemicals are found in various
forms from the salt of organic simple to large molecules that complex. Hydrogen
Cyanide (HCN compounds) is the compound Glycosides Sianogenik, where the
compound is a compound found in the vegetable food material and potentially
highly toxic because it can be decomposed and produce hydrogen cyanide. The
purpose of this trial is to know the level of HCN on the food ingredients using
quantitative analysis.The results of hands-on labs shows the average level of HCN
on cassava samples is 580,175 ppm and the average level of HCN on the samples
is jengkol 1457,115 ppm.
Key Words: poisonous compounds, HCN, quantitative method

PENDAHULUAN
Bahan pangan yang kita konsumsi seringkali berdampak buruk bagi
kesehatan, yang disebabkan terdapatnya racun dalam bahan pangan tersebut.
Bahan pangan memiliki senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai nilai
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun bila
kandungannya melebihi ambang batas normal yang terdapat dalam tubuh.
Senyawa-senyawa kimia ini terdapat dalam bermacam-macam bentuk dari garam
organik yang sederhana sampai ke molekul besar yang kompleks. Sebagai contoh
bahan pangan yang mempunyai senyawa beracun tersebut adalah singkong yang
mengandung HCN, cendawan mengandung muskarin, biji bengkuang
mengandung pakirizida dan jengkol mengandung asam jengkolat, yang dimana
bahan pangan tersebut telah umum dikenal oleh masyarakat (Winarno, 2004).
Senyawa Hidrogen Sianida (HCN) adalah senyawa Glikosida Sianogenik.
Menurut Winarno (2004) bahwa glikosida sianogenik merupakan senyawa yang
terdapat dalam bahan makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena
dapat terurai dan mengeluarkan hydrogen sianida. Selanjutnya menurut Utama
dalam Tintus (2008) bahwa asam sianida merupakan senyawa beracun yang dapat
mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien didalam tubuh.
Pendapat lain menyebutkan bahwa HCN merupakan senyawa yang berbahaya
apabila termakan karena dalam dosis 0.5-3.5 mg/kg berat badan dapat mematikan
manusia. Dalam tubuh, HCN mampu mengganggu enzim sitokrom-oksidase yang
menstimulir reaksi pernafasan pada organisme aerobik. Batas aman kandungan
HCN dalam makanan sebesar 50 ppm (Baskin dan Brewer, 2006).
Kandungan HCN dalam bahan pangan tentu bisa dihilangkan. Perera
dalam Stephanie (2013) mengatakan cara yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan asam sianida adalah pencucian, pemanasan dan pengeringan
dengan sinar matahari. Selain dengan cara tersebut, cara lain untuk
menghilangkan atau mengeliminasi zat antinutrisi adalah melalui teknologi
fermentasi agar kandungan asam sianida (HCN) menurun. Menurut Adamafio et
al., (2010) proses fermentasi sangat baik digunakansebagai upaya untuk
menurunkan kandungan asam sianida yakni memanfaatkan jasa mikroorganisme
seperti Aspergillus niger, karena kapang ini dapat menghasilkan enzim selulase,
amilase, amiglukosidase, pektinase dan -glukosidase yang dapat mendegradasi
asam sianida menjadi senyawa yang tidak membahayakan.
Oleh karena itu untuk mengetahui bahan pangan yang sering kita konsumsi
mengandung senyawa beracun atau tidak diperlukan sutu pengujian untuk
menentukan senyawa racun dalam bahan pangan tersebut. Penentuan kadar HCN
dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
metode kuantitatif dan metode kualitatif. Analisa kuantitatif yang dilakukan
adalah dengan metode titrimetri. Metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi
pengendapan Argentometri. Titrasi ini berdasarkan atas reaksi pembentukan
endapan dari komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3. Tujuan dari
praktikum pengujian kadar HCN ini yaitu untuk mengetahui kadar HCN yang
terkandung dalam bahan pangan.

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pengujian kadar HCN di
antaranya singkong, jengkol, akuades, larutan HNO 3 1 ml, 50 ml AgNO3 0,02N, 1
m indikator FAS, dan larutan NH4CNS. Peralatan yang digunakan yaitu
erlenmeyer 250 ml, pipet volume, statif, klem, beaker glass, labu ukur 250 ml,
alat destilasi, dan kertas saring.
Metode
Sampel dihaluskan dengan menggunakan grinder. Kemudian sampel
diambil 20 gram lalu dimasukan kedalam labu ukur dan ditambahkan akuades
sampai tanda batas. Sampel didestilasi dan hasil destilasi ditampung dalam
erlenmeyer yang berisi 50ml AgNO3 0,02N dan 1ml HNO3. Destilasi dilakukan
sampai diperoleh destilat sebanyak 150ml. Selanjutnya destilat disaring kemudian
filtrat dimasukan kedalam labu ukur 250ml dan ditambahkan akuades sampai
tanda batas. Larutan diambil sebanyak 25ml lalu ditambahkan 1ml indikator FAS.
Larutan di titrasi dengan larutan NH4CNS sampai berubah warna menjadi merah
bata. Hasil titrasi dicatat dan dilakukan perhitungan kadar HCN .

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu jengkol dan
singkong. Kadar HCN yang terkadung didalam sampel dapat diketahui dengan
melakukan uji kuantitatif. Analisa kuantitatif yang dilakukan adalah dengan
metode titrimetri. Metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi pengendapan
Argentometri. Titrasi ini berdasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari
komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3. Metode yang digunakan adalah
metode Argentometri Volhard. Titrasi ini dilakukan dalam suasana asam,
menggunakan indikator Ferri amonium sulfat dan dilakukan dengan cara titrasi
tidak langsung. Prinsip penetapannya adalah sampel yang sudah direndam dengan
aquades kemudian didestilasi, destilat direaksikan dengan larutan baku perak
dalam suasana asam nitrat, kelebihan larutan baku AgNO3 dititrasi kembali
dengan larutan Amonium tiosianat menggunakan indikator ferri amonium sulfat.
( Andarwulan, 2011).
Pengujian kadar HCN secara kuantitatif pada praktikum ini dilakukan
dengan menghaluskan sampel dengan grinder kemudian menimbangnya sebanyak
20 gram dan dimasukkan di dalam beaker glass. Sampel yang sudah ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam labu didih lalu ditambahkan aquades sampai
sampel terendam, sampel yang tersisa pada beaker glass dibilas juga dengan
aquades tersebut agar tidak ada yang tersisa dan berat sampel yang dianalisis tidak
berkurang. Sampel harus terendam oleh aquades karena HCN bersifat larut air
sehingga aquades mampu melarutkan HCN dalam sampel tersebut. Hal ini disebut
dengan maserasi, yaitu perendaman sampel selama beberapa jam dengan pelarut
tertentu. Aquades juga berfungsi untuk mengeluarkan HCN dari dalam sampel.
Selain itu, disiapkan 50 mL AgNO3 dalam erlenmeyer 250 ml dan 1 ml HNO 3.
Tujuan larutan AgNO3 dan HNO3 ditambahkan untuk mencegah terjadinya
penguapan HCN. Adanya larutan HNO3 akan menciptakan suasana asam sehingga
reaksi akan cepat berlangsung. Selanjutnya didestilasi sampai destilat mencapai
150 ml. Destilat kemudian disaring ke dalam labu ukur 250 ml lalu ditepatkan
dengan aquades sampai tanda batas. Larutan tersebut diambil 25 ml dan
dimasukkan ke erlenmeyer lalu ditambahkan indikator FAS sebanyak 1 ml. Fungsi
indikator ini adalah untuk memperjelas titik akhir titrasi sehingga saat titik akhir
titrasi telah tercapai, larutan sampel akan berubah warna menjadi merah.
Selanjutnya dititrasi dengan NH4CNS. Titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan menjadi merah. Titrasi menggunakan NH 4CNS ini
prinsipnya adalah sisa AgNO3 yang bereaksi dengan NH4CNS. Reaksi yang terjadi
yaitu :
HCN + AgNO3 AgCN + HNO3
AgNO3 + NH4CNS AgCNS + HNO3
HCNS + Fe3+ Fe(CNS)2+ (merah bata) + H+ (Andarwulan, 2011)
Hasil praktikum pengujian HCN dengan metode analisa kuantitaif dapat
dilihat pada tabel 1 :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengukuran Kadar HCN
V W
Sampel titrasi sampel FP % HCN Ppm Rerata
(mL) (mg)
Singkong 1 5,8 20006,1 0,070 701,79
580,175
Singkong 2 6,7 20019,1 0,046 458,56
10
Jengkol 1 3,4 20009,3 0,135 1349,37
1457,115
Jengkol 2 2,6 20014,6 0,156 1564,86
Blanko 8,4
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Berdasarkan data dalam tabel, sampel singkong 1 memiliki kadar HCN
sebesar 0,70% atau setara dengan 701,79 ppm sedangkan singkong 2 memiliki
kadar HCN sebesar 0,046% atau setara dengan 458,56 ppm sehingga diperoleh
rata-rata kadar HCN dari sampel singkong sebesar 580,175 ppm. Menurut Tewe
(2004) ubi kayu mengandung kadar HCN sebanyak 15400 ppm. Pendapat lain
menyebutkan batas aman kandungan HCN adalah sekitar 0,5-3,5 mg HCN/kg
berat badan (Winarno, 1981). Hal ini menunjukkan bahwa kadar HCN dalam
singkong berdasarkan praktikum berbeda dengan literatur namun masih bisa
dikatakan dalam batas aman kandungan HCN. Hal ini bisa disebabkan karena
selama praktikum berlangsung senyawa HCN yang sangat volatil kurang dijaga
dengan baik sehingga telah menguap sebelum proses analisis selesai, hal ini
menyebabkan kadar HCN yang teranalsis kurang dari yang seharusnya. Faktir lain
yang menyebabkan perbedaan ini antara lain perbedaan jenis, ukuran, dan umur
kluwek yang digunakan, serta teknik dan alat analisis yang digunakan.

Sampel jengkol 1 memiliki kadar HCN sebesar 0,135% atau setara dengan
1349,37 ppm sedangkan sampel jengkol 2 memiliki kadar HCN sebesar 0,156%
atau setara dengan 1564,86 ppm sehingga diperoleh rata-rata kadar HCN dari
sampel jengkol adalah sebesar 1457,115 ppm. Menurut Soetrisno (1992) pada
umumnya jengkol menghasilkan asam sianida (asam jengkolat) berkisar antara 1-
2% atau berkisar antara 1000-2000 ppm, sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar
asam sianida pada sampel masih tergolong aman. Kandungan glukosida
sianogenik tersebar pada setiap bagian tanaman dengan konsentrasi yang berbeda-
beda. Perbedaan kandungan HCN pada jengkol dapat disebabkan beberapa hal
seperti jenis jengkol, umur jengkol, keadaan tanah, serta teknik dan alat yang
digunakan ketika pengujian.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar HCN dalam bahan
dapat dilakukan beberapa perlakuan, antara lain dengan pengolahan suhu tinggi
untuk menginaktivasi enzim atau dengan perendaman dan pencucian dalam air
yang mengalir sehingga HCN hasil hidrolisis akan larut, karena sifat HCN yang
mudah larut dalam air (Sediaoetomo, 1999).

KESIMPULAN
Hasil paraktikum menunjukkan % kadar HCN sampel singkong 1
memiliki kadar HCN sebesar 0,70% atau setara dengan 701,79 ppm sedangkan
singkong 2 memiliki kadar HCN sebesar 0,046% atau setara dengan 458,56%
sehingga diperoleh rata-rata kadar HCN dari sampel singkong sebesar 580,175%.
Sampel jengkol 1 memiliki kadar HCN sebesar 0,135% atau setara dengan
1349,37 ppm sedangkan sampel jengkol 2 memiliki kadar HCN sebesar 0,156%
atau setara dengan 1564,86 ppm sehingga diperoleh rata-rata kadar HCN dari
sampel jengkol adalah sebesar 1457,115 ppm.

Ucapan Terima Kasih


Saya Wulan Rizqianti Aulia selaku penulis, mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam praktikum analisis kadar HCN sehingga
laporan ini dapat diselesaikan. Terimakasih kepada Laboran Laboratorium
Analisis Pangan, Tim Asisten Laboratorium Analisis Pangan, teman-teman
Teknologi Pangan 2015 kelas A, serta teman-teman kelompok 1 praktikum
Analisis Pangan karena telah membantu terlaksananya praktikum pengujian kadar
HCN dalam penyelesaian laporan praktikum ini.

DAFTAR PUSTAKA
Adamafio NA, Sakyiamah And M, Tettey J. 2010. Fermentation in cassava
(Manihot esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava
peel. Afr J Biochem Res. (Journal). 4(3):51- 56
Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Baskin SI and Brewer TG. 2006. Cyanide Poisoning Chapter Pharmacology


Division. Army Medical Research Institute of Chemical Defense,
Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA.

Sediaoetomo, Achmad Djaeni. 1999. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta.

Soetrisno US, dkk. 1992. Pengaruh Pengukusan Terhadap Kandungan Asam


Sianida Dalam Beberapa Bahan Makanan. Jurnal Penelitian Gizi dan
Makanan. Badan Litbangkes Kemenkes RI. Jakarta.
Stephanie dan Purwadaria. 2013. Fermentasi Substrat Pada Kulit Singkong
Sebagai Bahan Pakan Ternak Unggas. Fakultas Teknobiologi, Prodi
Master Bioteknologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. (Jurnal).
Vol. 23 No. 1

Tewe, O. O., 2004. Cassava for livestock feed in sub-Saharan Africa. University
of Ibadan. Nigeria.

Tintus, H Libertus. 2008. Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
Nitrit sebagai antidote keracunan sianida akut pada Mencit jantan galur
swiss. (Skripsi). Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.

Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya.
Jakarta
.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Вам также может понравиться