Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Bahan pangan memiliki senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai
nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun bila
kandungannya melebihi ambang batas normal yang terdapat dalam tubuh.
Senyawa-senyawa kimia ini terdapat dalam bermacam-macam bentuk dari garam
organik yang sederhana sampai ke molekul besar yang kompleks. Senyawa
Hidrogen Sianida (HCN) adalah senyawa Glikosida Sianogenik, dimana senyawa tersebut
adalah senyawa yang terdapat dalam bahan pangan nabati dan secara potensial sangat
beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida. Tujuan dari Percobaan
ini adalah untuk mengetahui kadar HCN pada bahan pangan dengan menggunakan
analisis kuantitatif.Hasil praktikum menunjukkan rata-rata kadar HCN pada sampel
singkong adalah 580,175 ppm dan rata-rata kadar HCN pada sampel jengkol adalah
1457,115 ppm.
Kata Kunci: Senyawa beracun, HCN, metode kuantitatif
ABSTRACT
Food ingredients have these chemicals that do not have the nutritional
value that is needed by the body can even be toxic when her womb exceeds the
normal threshold that there is in the body. These chemicals are found in various
forms from the salt of organic simple to large molecules that complex. Hydrogen
Cyanide (HCN compounds) is the compound Glycosides Sianogenik, where the
compound is a compound found in the vegetable food material and potentially
highly toxic because it can be decomposed and produce hydrogen cyanide. The
purpose of this trial is to know the level of HCN on the food ingredients using
quantitative analysis.The results of hands-on labs shows the average level of HCN
on cassava samples is 580,175 ppm and the average level of HCN on the samples
is jengkol 1457,115 ppm.
Key Words: poisonous compounds, HCN, quantitative method
PENDAHULUAN
Bahan pangan yang kita konsumsi seringkali berdampak buruk bagi
kesehatan, yang disebabkan terdapatnya racun dalam bahan pangan tersebut.
Bahan pangan memiliki senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai nilai
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun bila
kandungannya melebihi ambang batas normal yang terdapat dalam tubuh.
Senyawa-senyawa kimia ini terdapat dalam bermacam-macam bentuk dari garam
organik yang sederhana sampai ke molekul besar yang kompleks. Sebagai contoh
bahan pangan yang mempunyai senyawa beracun tersebut adalah singkong yang
mengandung HCN, cendawan mengandung muskarin, biji bengkuang
mengandung pakirizida dan jengkol mengandung asam jengkolat, yang dimana
bahan pangan tersebut telah umum dikenal oleh masyarakat (Winarno, 2004).
Senyawa Hidrogen Sianida (HCN) adalah senyawa Glikosida Sianogenik.
Menurut Winarno (2004) bahwa glikosida sianogenik merupakan senyawa yang
terdapat dalam bahan makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena
dapat terurai dan mengeluarkan hydrogen sianida. Selanjutnya menurut Utama
dalam Tintus (2008) bahwa asam sianida merupakan senyawa beracun yang dapat
mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien didalam tubuh.
Pendapat lain menyebutkan bahwa HCN merupakan senyawa yang berbahaya
apabila termakan karena dalam dosis 0.5-3.5 mg/kg berat badan dapat mematikan
manusia. Dalam tubuh, HCN mampu mengganggu enzim sitokrom-oksidase yang
menstimulir reaksi pernafasan pada organisme aerobik. Batas aman kandungan
HCN dalam makanan sebesar 50 ppm (Baskin dan Brewer, 2006).
Kandungan HCN dalam bahan pangan tentu bisa dihilangkan. Perera
dalam Stephanie (2013) mengatakan cara yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan asam sianida adalah pencucian, pemanasan dan pengeringan
dengan sinar matahari. Selain dengan cara tersebut, cara lain untuk
menghilangkan atau mengeliminasi zat antinutrisi adalah melalui teknologi
fermentasi agar kandungan asam sianida (HCN) menurun. Menurut Adamafio et
al., (2010) proses fermentasi sangat baik digunakansebagai upaya untuk
menurunkan kandungan asam sianida yakni memanfaatkan jasa mikroorganisme
seperti Aspergillus niger, karena kapang ini dapat menghasilkan enzim selulase,
amilase, amiglukosidase, pektinase dan -glukosidase yang dapat mendegradasi
asam sianida menjadi senyawa yang tidak membahayakan.
Oleh karena itu untuk mengetahui bahan pangan yang sering kita konsumsi
mengandung senyawa beracun atau tidak diperlukan sutu pengujian untuk
menentukan senyawa racun dalam bahan pangan tersebut. Penentuan kadar HCN
dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
metode kuantitatif dan metode kualitatif. Analisa kuantitatif yang dilakukan
adalah dengan metode titrimetri. Metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi
pengendapan Argentometri. Titrasi ini berdasarkan atas reaksi pembentukan
endapan dari komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3. Tujuan dari
praktikum pengujian kadar HCN ini yaitu untuk mengetahui kadar HCN yang
terkandung dalam bahan pangan.
Sampel jengkol 1 memiliki kadar HCN sebesar 0,135% atau setara dengan
1349,37 ppm sedangkan sampel jengkol 2 memiliki kadar HCN sebesar 0,156%
atau setara dengan 1564,86 ppm sehingga diperoleh rata-rata kadar HCN dari
sampel jengkol adalah sebesar 1457,115 ppm. Menurut Soetrisno (1992) pada
umumnya jengkol menghasilkan asam sianida (asam jengkolat) berkisar antara 1-
2% atau berkisar antara 1000-2000 ppm, sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar
asam sianida pada sampel masih tergolong aman. Kandungan glukosida
sianogenik tersebar pada setiap bagian tanaman dengan konsentrasi yang berbeda-
beda. Perbedaan kandungan HCN pada jengkol dapat disebabkan beberapa hal
seperti jenis jengkol, umur jengkol, keadaan tanah, serta teknik dan alat yang
digunakan ketika pengujian.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar HCN dalam bahan
dapat dilakukan beberapa perlakuan, antara lain dengan pengolahan suhu tinggi
untuk menginaktivasi enzim atau dengan perendaman dan pencucian dalam air
yang mengalir sehingga HCN hasil hidrolisis akan larut, karena sifat HCN yang
mudah larut dalam air (Sediaoetomo, 1999).
KESIMPULAN
Hasil paraktikum menunjukkan % kadar HCN sampel singkong 1
memiliki kadar HCN sebesar 0,70% atau setara dengan 701,79 ppm sedangkan
singkong 2 memiliki kadar HCN sebesar 0,046% atau setara dengan 458,56%
sehingga diperoleh rata-rata kadar HCN dari sampel singkong sebesar 580,175%.
Sampel jengkol 1 memiliki kadar HCN sebesar 0,135% atau setara dengan
1349,37 ppm sedangkan sampel jengkol 2 memiliki kadar HCN sebesar 0,156%
atau setara dengan 1564,86 ppm sehingga diperoleh rata-rata kadar HCN dari
sampel jengkol adalah sebesar 1457,115 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Adamafio NA, Sakyiamah And M, Tettey J. 2010. Fermentation in cassava
(Manihot esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava
peel. Afr J Biochem Res. (Journal). 4(3):51- 56
Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
Tewe, O. O., 2004. Cassava for livestock feed in sub-Saharan Africa. University
of Ibadan. Nigeria.
Tintus, H Libertus. 2008. Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
Nitrit sebagai antidote keracunan sianida akut pada Mencit jantan galur
swiss. (Skripsi). Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.
Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya.
Jakarta
.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.