Вы находитесь на странице: 1из 70

Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

4.1. Pendekatan Umum

4.1.1.Pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir

Sumberdaya secara umum merupakan sumber persediaan yang secara


potensial dapat didayagunakan. Dari sudut pandang ekonomi, sumberdaya
berarti segala masukan dalam suatu proses produksi yang dapat menghasilkan
produk yang bermanfaat, baik barang maupun jasa. Sumberdaya terdiri atas
sumberdaya buatan dan sumberdaya alam. Sehubungan dengan pengembangan
potensi daerah/ kawasan secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu
dilakukan inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam yang dapat digunakan
sebagai tolok ukur penetapan kebijaksanan pengelolaan sekaligus alat pantau
keberadaannya. Kemampuan mengakses informasi sumberdaya alam merupakan
kunci keberhasilan pengembangan potensi daerah.
Kegiatan inventarisasi merupakan kegiatan pengumpulan informasi yang
meliputi penyebaran, volume dan lokasi geografi. Kegiatan inventarisasi tidak
terbatas pada sumberdaya alam yang dapat diperbaharui namun mencakup
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Dalam hal ini pemetaan sumberdaya
alam pesisir bermaksud menginventarisasi sumberdaya alam pesisir meliputi
sumberdaya lahan (penggunaan/ penutupan lahan), hutan bakau (mangrove),
padang lamun, dan terumbu karang. Setelah suatu volume sumberdaya
diketahui maka dapat dimungkinkan penilaian secara ekonomi (valuasi ekonomi).
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dengan lautan dimana
ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh aktivitas air
laut (pasang surut, angin laut) dan ke arah laut mencakup daerah yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat (sedimentasi, run of).
Definisi tersebut memberikan pengertian bahwa wilayah pesisir merupakan
wilayah yang dinamis dan memiliki ekosistem yang beragam.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Pengelolaannya tidak dapat lepas dari keterkaitan ekologis dan peran habitat
vital yang terdapat di dalam kawasan tersebut. Berbagai dampak lingkungan
yang terjadi di wilayah pesisir seringkali merupakan akibat dari dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan di sekitarnya atau kegiatan di hulu,
baik yang berasal dari kegiatan budidaya perairan, industri, permukiman,
penambangan pasir/terumbu karang, pelabuhan, pertanian dan kegiatan
lainnya. Sesuai dengan pendekatan ekologis, dalam penetapan lokasi
sampling/pengamatan perlu memperhatikan keberadaan ekosistem (habitat)
vital yang khas, antara lain: terumbu karang, mangrove, estuaria/muara sungai,
karakteristik coastal sediment cell, serta pola sebaran cemaran dan biota air

4.1.2.Pendekatan Keruangan

Pendekatan dalam penyusunan kegiatan ini menggunakan teknik overlay dari


masing-masing peta tematik yang merupakan representasi dari karakteristik fisik
lokasi studi (berbasis informasi geografis/GIS). Oleh karena itu, pendekatan ini
merupakan penyatuan dari masing-masing peta tematik yang telah dibahas.
Keberlanjutan dari pendekatan ini adalah disusunnya strategi dan rencana
program pengembangan wilayah pesisir.
Pendekatan secara keruangan juga menilai mengenai penentuan zonasi sel
sedimen. Adapun kerangka kerja menentukan sel sedimen adalah sebagai
berikut:
- Interpretasi citra satelit penginderaan jauh melalui deliniasi keseragaman
kenampakan pada citra dalam menentukan batas sel sedimen sangat
menentukan dalam penentuan lokasi sampel di lapangan.
- Pengenalan objek pada dasarnya adalah hasil interaksi antara panjang
gelombang dengan karakteristik objek. Untuk mengenali objek pada foto
udara atau citra dapat digunakan faktor-faktor pengenalnya yang meliputi
rona, bentuk, ukuran, tekstur, pola dan situs. Faktor pengenal tersebut
dapat dimanfaatkan secara terkombinasi maupun secara individual.
- Untuk membedakan pantai berlumpur dapat dideteksi melalui rona air
yang cerah pada foto udara atau satelit, sedangkan keseragaman pantai
dapat dicermati melalui citra band 4 untuk menentukan garis pantai dan
citra komposit warna inframerah untuk mengetahui arah sebaran sedimen
dan vegetasi. Batas sel sedimen dapat dicermati berdasarkan kenampakan
keseragaman pada citra.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

- Mengukur periode, tinggi, panjang, kecepatan dan energi gelombang


untuk mengetahui sifat gelombang, tipe gelombang pecah dan transpor
sedimen dengan menggunakan metode-metode pengukuran yang sering
dipergunakan.

- Pengukuran lereng gisik dan pasang surut untuk mengetahui lebar pantai
sebagai identifikasi sel sedimen.

- Zona sel sedimen diperoleh dengan cara memadukan zonasi dinamika


sedimen dengan hasil identifikasi sel sedimen.

A. Pendekatan Ekologis

Secara ekologis, wilayah pesisir memiliki keterkaitan dengan kawasan


fungsional ekologis daratan dan laut di sekitarnya. Oleh karena itu,
pengelolaannya tidak dapat lepas dari keterkaitan ekologis dan peran habitat
vital yang terdapat di dalam kawasan tersebut. Berbagai dampak lingkungan
yang terjadi di wilayah pesisir seringkali merupakan akibat dari dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan di sekitarnya atau kegiatan di hulu,
baik yang berasal dari kegiatan budidaya perairan, industri, permukiman,
penambangan pasir/terumbu karang, pelabuhan, pertanian dan kegiatan
lainnya. Sesuai dengan pendekatan ekologis, dalam penetapan lokasi
sampling/pengamatan perlu memperhatikan keberadaan ekosistem (habitat)
vital yang khas, antara lain: terumbu karang, mangrove, estuaria/muara sungai,
karakteristik coastal sediment cell, serta pola sebaran cemaran dan biota air.
Selain itu di dalam pendekatan ekologis, kerangka analisisnya tidak
mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja,
tetapi harus pula dikaitkan dengan:
fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik
tindakan manusia.
perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai
geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi
sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan
perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena
environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu
pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek
penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan
budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah


perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.

B. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi dalam perencanaan memberikan gambaran yang lebih


riil dalam mengukur manfaat suatu hasil perencanaan dan hasil aktivitas dari
sistem kawasan yang nantinya terbentuk. Pentingnya pendekatan ekonomi
dalam perencanaan setidaknya dapat dipahami dari beberapa alasan sebagai
berikut:
Perlunya mengukur keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan
hasil atau keuntungan yang didapat
Perlunya mengukur suatu resiko jangka panjang terutama dari sektor
pembiayaan baik dalam pembangunan maupun pengelolaan kawasan
Di dalam pendekatan ekonomi, ternyata pendekatan ini memiliki beberapa model
yang dapat dipergunakan dalam mengukur nilai ekonomis dimana rencana
pembangunan akan digunakan, seperti:
FS Frontdoor & Backdoor Feasibility
Melalui Frontdoor & Backdoor approach diperoleh suatu identifikasi keadaan
demand side dan supply side dalam market / pasar. Demand side / backdoor
approach lebih kepada kualitas, design, development concept, dan landscape.
Sedangkan supply side / frontdoor mencakup kapasitas, kuantitas dari produk.
Identifikasi Kegiatan
Identifikasi kegiatan mempertimbangkan signifikansi peranan pelaku ekonomi
kawasan dan perilakunya dalam penggunaan ruang / space use. Adakah
dampak yang berarti yang secara multiplier akan mendorong percepatan
perkembangan kawasan.
Analisis Market
Analisis yang dilakukan adalah market analisis yang akan menghasilkan: (1)
segmentation, (2) positioning, (3) targeting. Dalam analisis ini juga perlu
diketahui apa yang menjadi program dan visi pihak swasta dalam rencana
pengembangan kawasan waterfront city Balikpapan. Hal ini perlu untuk
menjadikan analisis market lebih terarah, jelas, dan transparan, serta
partisipatif. Dilakukan beberapa test untuk menguji hiptesis atau dugaan
awal tentang faktor faktor pembentuk demand (DD) dan supply (SS).
Production Plan

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Dari hasil analisis market diperoleh program program property yang disebut
sebagai production plan. Program program ini sudah melalui serangkaian
test feasibility sehingga hasilnya adalah program ruang / property yang
feasibel dan bersifat commercial.
Dalam production plan ditampilkan alternatif alternatif kombinasi produk
yang optimal dan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kawasan.
Financing Plan
Pengembangan program properti didukung oleh financing plan yang kuat dan
secara prinsip bermuatan pola PPCP dengan pengaturan pendanaan dan
sumber dana yang sehat dan berkelanjutan. Internal rate of return tidak
terlalu sosial diskonto tetapi juga market profit discount yang bijak dan
bersifat memberdayakan.
Setelah semua proses dan tahapan dilalui barulah dapat disusun Program Dan
Skenario Investasi Swasta sebagai hasil pemberdayaan market swasta.
Pengembangan ekonomi lokal merupakan re-formulasi dari konsep efek
tetesan ke bawah (Trickle Down Efect) dimana akan dikombinasikan
pengkondisian perekonomian dengan kepentingan dan manfaat (beneficiaries)
dari pelaku pelaku ekonomi lokal dalam rangka mendorong percepatan
pertumbuhan melalui Market Driven Economic. Market driven dibutuhkan
untuk menciptakan competitive advantage / keunggulan kompetitif dan
segmentasi pasar. Hal ini sebagai faktor yang memperlancar terjaminnya
aktivitas perekonomian. Sehingga pengembangan ekonomi lokal adalah
berorientasi pada proses.
Kondisi perekonomian lokal dipersyaratkan adanya suatu keseimbangan
umum / general equilibrium dimana fungsi supply akan bertemu dalam satu
titik perpotongan dengan fungsi demand, yang akan menghilangkan ekses
demand dan ekses supply. Ekses dalam suatu perekonomian lokal sangat peka
dan memiliki sensitivitas tinggi sehingga akan memudahkan timbulnya
kegoncangan-kegoncangan ekonomi secara lokal. Sebagai misal tingginya
fungsi supply/quantity supply akan menyebabkan daya serap market menjadi
berlebihan dan berakibat terhadap turun naiknya variabel harga. Demikian
sebaliknya.
Dalam implikasinya ke dalam suatu kawasan yang memiliki potensi dan
asset, maka variabel-variabel penting yang relevan dengan general
equilibrium dalam pengembangan ekonomi lokal adalah :
Lapangan Kerja

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Jumlah Usaha
Variasi Usaha
Stabilitas Ekonomi
Pertumbuhan
Produktivitas
Nilai Properti
Harga Lahan
Output Produksi Lokal
Keseluruhan variabel tersebut hendaknya dijadikan suatu fungsi ekonomi
yang nantinya dapat dijadikan suatu model bagi suatu intervensi upaya
peningkatan fungsi kawasan. Fungsi ekonomi tersebut adalah :
(Struktur Ekonomi kawasan) = f(jobs,employement,produktivitas,harga,nilai
prop,output)
Sehingga korelasi antara lapangan kerja / jobs dengan struktur ekonomi
kawasan memiliki r yang kuat atau tidak. Demikian pula untuk seluruh
variabel-variabel dependent lain. Hubungan/korelasi yang terjadi akan
menciptakan struktur perekonomian lokal kawasan yang dapat dijadikan
premis awal tentang kondisi obyektif dan permasalahan perekonomian
kawasan.
Dari hal tersebut di atas, analisis equilibrium dilakukan dengan menguji dan
menyusun faktor kendala dalam fungsi demand dan fungsi supply. Kemudian
pada tingkatan / level equilibrium tertentu dapat dirumuskan dan
direkonstruksi berbagai kebijakan, strategi, rencana yang tepat. Di dalam
implikasinya pengembangan ekonomi lokal mendasarkan diri pada teori pusat
pertumbuhan yang secara garis besar bermuatan analisis mengenai lokasi
kegiatan ekonomi/ analisis intern kawasan; dan analisis faktor yang
menimbulkan perkembangan ekonomi kawasan berikut pengaruhnya terhadap
kawasan sekitar / analisis regional.
Pengembangan ekonomi lokal mendasarkan diri dari akar permasalahan
yang berhasil diidentifikasi pada tahapan pra feasibility study ekonomi
kawasan, yakni variabel-variabel fungsi ekonomi lokal. Tetapi secara prinsip
ada dua sebab utama yakni ketiadaan vitalitas kawasan dan kemerosotan
produktivitas. Vitalitas ekonomi kawasan menurun diakibatkan karena terjadi
gejala dan kondisi sebagai berikut :
Sedikitnya lapangan kerja, dimana jumlah lapangan kerja yang tersedia
di sebuah kawasan lama terjadi penurunan secara kuantitatif (job flight).

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Kurangnya jumlah usaha, dimana jumlah unit usaha yang ada pada
sebuah kawasan lama menyusut secara kuantitatif.
Sedikitnya variasi usaha, dimana variasi dari jenis usaha yang ada pada
sebuah kawasan menyusut secara kuantitatif.
Distabilitas ekonomi, yang karena berbagai alasan entah alam, politik,
keamanan, prasarana atau lainnya, kontinyuitas dan kepastian usaha
dan lapangan kerja pada sebuah kawasan tidak dapat terjadi.
Pertumbuhan negatif, dimana penurunan berbagai faktor laju
pertumbuhan seperti pendapatan per kapita menurun dan tingkat inflasi
tinggi.
Produktivitas menurun, dimana terjadi penurunan total output ekonomi /
produk domestik akibat dari menurunnya fungsi produksi kawasan.
Disekonomi kawasan, yaitu kawasan mengalami pertumbuhan negatif
dan produktivitas menurun, capital bergerak ke luar kawasan, dan
investasi menurun.
Nilai properti rendah / negatif, yang diakibatkan berbagai eksternalitas
negatif pada sebuah kawasan relatif nilainya lebih rendah dibandingkan
nilai lahan di sekitarnya.
Dengan kondisi indikasi vitalitas kawasan yang seperti itulah maka dalam
model pengembangan ekonomi lokal diperlukan suatu assesment dan analisis
pada jobs, diversifikasi usaha, dan stabilitas ekonomi. Ketiga hal inilah yang
menjadi tolok ukur dan kriteria dalam pengembangan ekonomi lokal.
Tujuan dari pengembangan ekonomi lokal ialah (1) terciptanya kualitas
pekerjaan / build quality jobs yang merupakan employement planning untuk
dan bersama komunitas dan (2) diversifikasi basis ekonomi dan lapangan
kerja. Kedua tujuan tersebut akan membawa stabilitas ekonomi lokal yang
mampu menarik tenaga kerja baru / attract new employers.
Labor market juga menjadi tolok ukur dan variabel dalam pengembangan
ekonomi lokal. Labor market terbagi menjadi 3 (tiga) kriteria yakni sektor
primer, sektor sekunder, dan irregular economy. Yang digolongkan sektor
primer adalah yang memiliki upah cukup tinggi dan pekerjaan stabil.
Sedangkan sektor sekunder dimana upah substandard dan pekerjaan tidak
stabil. Yang berikutnya dalam irregular economy / ekonomi yang tidak
menentu memiliki karakteristik ilegal, quasi legal. Bila perekonomian
bergerak dari sektor primer ke irregular economy akan menyebabkan
perekonomian berada pada taraf decline economy, yang lama-lama mengarah

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

kepada ekonomi subsisten. Dalam tahapan decline economy terjadi jobs flight,
flight pekerja, deteriorating, obsolescence stok capital swasta dan pemerintah,
dan segragated.
Modelling ekonomi kawasan perlu ditunjang oleh adanya pemilihan lokasi,
teori economic base, dan teori pertumbuhan dan pembangunan. Modelling ini
bersifat attraction model yang dapat menarik industri melalui insentif dan
subsidi, juga menarik wiraswastawan kelas menengah dalam penciptaan
lapangan kerja dan daya beli serta competitive advantage pada suatu area.

4.1.3.Pendekatan Pelaksanaan

1) Tahap Persiapan
Persiapan dasar, berupa pengkajian data/informasi dan literatur yang
telah ada yang berkaitan dengan studi perlindungan kawasan pantai
yang hasilnya dapat berupa asumsi dan hipotesa;
Merumuskan isu strategis dan permasalahan kawasan dan rencana-
rencana serta studi- studi terkait dengan kawasan;
Menyusun metodologi pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan
daudy, menyusunta dan persiapan survai;
Mempersiapkan instrumen-instrumen survey berupa: Peta-peta dasar
kawasan study menyusun daftar data dan informasi yang diperlukan,
menyusun daftar pertanyaan kepada masyarakat (kuesioner),instrumen
dan peralatan lainnya;
2) Tahap Survey
Survey data instansional, berupa pengumpulan dan perekaman data
dari instansi-instansi berupa data deskripsi, data angka atau peta
mengenai keadaan wilayah, keadaan kawasan study secara keseluruhan
dan wilayah di sekitarnya;
Survey lapangan, untuk menguji data instansional dan untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya, data yang diharapkan berupa
lingkup wilayah (makro), lingkup kawasan studi (mikro) berupa peta
penggunaan tanah, kondisi bangunan/lingkungan, topografi/kemiringan
tanah dan geologi/daya dukung tanah, data penggunaan bangunan,
kondisi bangunan, panjang dan lebar jalan menurut fungsinya, jenis dan
kondisi perkerasan. ;
Survey Obyek khusus, berupa pengisian daftar pertanyaan yang di
ajukan antara lain kepada stakeholder

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Observasi dan interview untuk melengkapi data survey yang


didapatkan;
3) Tahap Kompilasi Data
Pada Tahap ini dilakukan proses seleksi data, tabulasi dan
pengelompokan/ mensistematiskan data sesuai dengan kebutuhan, hasil
yang diharapkan ialah tersusunnya Buku Kompilasi Data yang disajikan
secara sistematik dan siap untuk dianalisis, dilengkapi dengan tabel,
angka-angka, diagram dan peta;
Jenis data dan sistematikanya skala makro dan skala mikro
Skala Makro (wilayah) mencakup data pokok tentang
- Aspek kebijaksanaan regional yang diduga berpengaruh pada
perkembangan kawasan pantai
- Aspek kependudukan
- Aspek perekonomian
- Aspek sumber daya alam
- Aspek fasilitas pelayanan
Skala Mikro (Kawasan Studi) mencakup data pokok tentang
- Aspek Sosial
- Aspek Perekonomian
- Aspek Fisik Dasar
- Aspek tata guna tanah yang secara umum dirinci menurut jenis-jenis
penggunaan
- Aspek Fasilitas pelayanan
- Aspek administrasi/pengelolaan
- Didukung data kualitatif mengenai kondisi eksisting terutama
mengenai potensi dan permasalahan yang dihadapi;
4) Tahap Analisis
a. Merupakan penilaian terhadap berbagai keadaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan dan metode serta teknis analisis
studi yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun
secara praktis.
b. Pripsip dan jenis penilaian umum mencakup:
- Analisis keadaan dasar adalah menilai kondisi pada saat sekarang;
- Analisis kecenderungan perkembangan yaitu menilai kecenderungan
masa lalu sampai sekarang dan kemungkinan di masa depan;

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

- Analisis sistem kebutuhan ruang, yaitu menilai hubungan


ketergantungan antara sub-sistem atau antar fungsi dan
pengaruhnya;
- Analisis kemampuan pengelolaan dan pengawasan baik pada saat
sekarang maupun yang diperlukan di masa depan;
5) Tahap Penyusunan Rencana
Produk rencana merupakan produk akhir didalam pekerjaan ini yang di
dalamnya memuat tentang:
- Alternatif potensi pengembangan kawasan pantai
- Alternatif pemecahan masalah di kawasan pantai
- Rumusan kebijakan dasar pengembangan kawasan pantai di masa
mendatang

4.1.4.Bagan Alir Pekerjaan

Bagan alir pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Feasibility Study Sabuk


Pantai dapat ditampilkan sebagai berikut:

PERSIAPAN

PENGUMPULAN DATA

Angin Kondisi fisik Pantai


Curah hujan Kerusakan Pantai
Peta LPI
Peta Geologi
Citra Satelit

Analisa Citra Satelit Kerusakan Pantai

Perubahan Garis Pantai

Konversi Angin ke Gelombang


Analisa Transpor Sedimen

Prioritas
Kerentanan Pantai dan Alternatif Penanganan
Prediksi Perubahan Garis Pantai

LAPORAN AKHIR

Rekomendasi
IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.1 Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan

4.2. Metode Pelaksanaan

4.2.1.Persiapan

Keberhasilan dari suatu rencana kerja kegiatan sangat tergantung pada


persiapan awal dan koordinasi tim, sehingga waktu yang diberikan oleh pemberi
kerja menjadi lebih efektif dan efisien. Pekerjaan persiapan dalam kegiatan ini,
meliputi :
1. Koordinasi tim dengan ketua tim
2. Penyusunan Rencana Kerja
3. Pengumpulan data sekunder dan literatur yang menunjang
Pengumpulan laporan-laporan terdahulu dan pengumpulan data sekunder pada
daerah studi merupakan bagian terpenting dalam pekerjaan ini guna
mengidentifikasi kondisi dan permasalahan yang timbul di lokasi. Data sekunder
dan laporan terdahulu yang dapat menunjang dalam pekerjaan ini dapat dilihat
dalam tebel berikut :

1. Identifikasi lokasi pantai, panjang pantai, kerusakan pantai, dll,


2. Identifikasi bangunan pengaman pantai yang sudah terbangun serta
kondisinya,
3. Data hasil SID (Survei, Investigasi, dan Desain) pengamanan pantai,
4. Data OP, data lapangan lain yang pernah dikumpulkan,
5. Rencana Tata Ruang Wilayah setempat,
6. Data Angin Jam-jaman pada lokasi-lokasi yang berdekatan dengan BWS,
data ini didapat dari BMG setempat,
7. Data pasang surut di area perairan pada wilayah studi,
8. Data sosial ekonomi seperti statistik dalam angka.

4.2.2.Pengumpulan Data dan Survey

Pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan sekunder.
Data primer merupakan kegiatan pengamatan kondisi lapangan (ground truth)
berupa pengamatan data kondisi wilayah di perairan Pantai Mororejo. Sedangkan
untuk data sekunder merupakan kegiatan pengumpulan data dari studi-studi
yang sudah pernah dilakukan oleh beberapa instansi terkait, lebih lengkapnya

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan pengumpulan data primer dapat dilihat pada
Tabel 4.2. berikut :

Tabel 4.1. Data sekunder yang dibutuhkan

No Data Variabel Instansi


1 Identifikasi lokasi pantai, panjang - Kondisi pantai Bappeda/PU
pantai, kerusakan pantai, dll
2 Identifikasi bangunan pengaman - Tipe bangunan pantai Bappeda/PU
pantai yang sudah terbangun serta
kondisinya
3 Data hasil SID (Survei, Investigasi, & - Desain bangunan pantai Bappeda/PU
Desain) pengamanan pantai,
4 Data OP, data lapangan lain yang - Data lain yang menunjang Bappeda/PU
pernah dikumpulkan,
5 Rencana Tata Ruang Wilayah - Rencana tata ruang wilayah Bappeda
setempat, setempat
6 Data Angin Jam-jaman pada lokasi- - Kecepatan dan Arah BMG
lokasi yang berdekatan dengan BWS
7 Data pasang surut di area perairan - Komponen Pasut dan Elevasi Bakosurtanal dan
pada wilayah studi Muka Air acuan BMG
8 Data Sosial Ekonomi - Kependudukan BPS
- Ekonomi
- Sosial

Tabel 4.2. Data primer yang dibutuhkan

Metode Pengumpulan
No Data Parameter
Data
1 Survei jenis bangunan - Kondisi bangunan pantai Ground check/ koordinasi
pengaman pantai/perlindungan pemerintah daerah dan
pantai yang ada masyarakat setempat
2 Membuat foto dokumentasi - Foto Kondisi bangunan pantai Ground check
bangunan pengaman pantai
3 Kondisi pantai - Kemiringan pantai Ground check, Identifikasi
- Kerusakan pantai kondisi pantai, koordinasi
- Ancaman terhadap perkampungan, pemerintah daerah dan
perkebunan, jalan raya. masyarakat setempat
4 Mengidentifikasi material - Material dasar pantai Sampling Sedimen
pembentuk dasar pantai - Tipe material dasar pantai
5 Kondisi Oseanografi - Pola arus Sampling arus, gelombang
- Tinggi dan periode gelombang dan pemeruman bathimetri
- Bathimetri perairan
6 Mengidentifikasi keberadaan - Kondisi muara sungai Ground check, Identifikasi
muara sungai dan material - Lokasi muara sungai daerah sedimentasi dan
dasar pembentuk dasar muara - Material dasar muara Sampling Sedimen
- Tipe material dasar muara

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Metode Pengumpulan
No Data Parameter
Data
7 Wawancara terhadap pejabat - Manajemen kawasan pantai Observasi, Kuisioner dan
dan masyarakat yang berkaitan wawancara dilengkapi
dengan manajemen kawasan Kuesioner
pesisir

1. Pengumpulan Data Profil Pantai dan Sedimentasi


Secara alami pantai berfungsi sebagai pertahanan alami (natural coastal
defence) terhadap hempasan gelombang. Akumulasi sedimen di pantai
menyerap dan/atau memantulkan energi yang terutama berasal dari
gelombang. Apabila seluruh gelombang terserap maka pantai dalam kondisi
seimbang. Sebaliknya pantai dalam kondisi tidak seimbang apabila muncul
proses abrasi dan sedimentasi pantai yang menyebabkan perubahan garis
pantai. Proses perubahan kedudukan garis pantai dimaksud disebabkan oleh
(i) daya tahan material penyusun pantai dilampaui oleh kekuatan eksternal
yang ditimbulkan oleh pengaruh hidrodinamika (arus dan gelombang) atau
(ii) terganggu atau tidak adanya keseimbangan antara pasokan sedimen
yang masuk ke arah pantai dan kemampuan angkutan sedimen pada suatu
bagian pantai.

Abrasi dan sedimentasi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen


pada suatu lingkungan pantai yang umumnya dipengaruhi oleh proses alam
seperti angin, gelombang, arus, pasang surut, pasokan sedimen dan kejadian
lainnya serta kemungkinan adanya gangguan akibat aktivitas manusia yaitu
dapat berpengaruh terhadap perubahan profil pantai. Dalam pengamatan
profil pantai dilakukan menggunakan analisa citra satelit dan pengukuran
langsung di lapangan (groud chek) menggunakan alat theodolit yang
dilengkapi dengan water pass (Gambar 4.2).

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.2. Metode pengamatan profil pantai

Dalam identifikasi sedimentasi dan abrasi dari data analisa citra satelit
Google Earth atau peta RBI, dipakai sebagai dasar dalam pengamatan di
lapangan. Dari pengamatan peta, dapat diidentifikasi daerah yang terkena
proses abrasi, sedimentasi, tata letak bangunan pantai, kondisi bangunan
pantai, panjang dan lebar bangunan pantai. Kemudian, daerah tersebut
dilakukan survei lapangan tentang abrasi maupun sedimentasi.

2. Pengumpulan Data Arus dan Gelombang


Lokasi pengukuran Arus dan gelombang dipilih di tempat yang dapat
mewakili keadaan arus dan gelombang di pantai Mororejo dengan
menggunakan ADCP. Tujuan pengukuran dan analisa data arus serta
gelombang adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi arus dan
gelombang di Perairan pantai Mororejo. Lokasi rencana pengamatan Arus dan
Gelombang adalah 110o 17 29.1 BT 6o 54 04.7 LS, dengan Kedalaman
perairan pada lokasi Stasiun pengambilan data adalah berkisar 12 meter
pada saat posisi muka air mendekati surut dengan jarak dari garis pantai
kurang lebih sejauh 2.000 meter (Gambar 4.3).
Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan alat ADCP (Acoustic
Doppler Current Profiler) Sontek Argonout XR, dimana data terekam secara
otomatis setiap 10 menit selama 1 x 24 jam. Pada saat dilakukan pengukuran
lapangan dengan ADCP Sontek Argonout XR, dilakukan pembagian menjadi
beberapa layer cell untuk mengetahui profil kecepatan dan arah arus tiap
kedalaman perairan. Setiap cell mewakili kedalaman kolom air sekitar 2
meter, dengan kedalaman total pada stasiun pengamatan kurang lebih 12
meter dan terbagi menjadi 5 cell, dengan 0,8 meter merupakan jarak bebas
(blank area di depan sensor ADCP) dan 1 meter merupakan tinggi rangkaian

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

ADCP. Ilustrasi mengenai layer cell pada ADCP selengkapnya pada Gambar
4.4.

Gambar 4.3. Rencana lokasi pengamatan arus dan gelombang .

Gambar 4.4. Ilustrasi perekaman data arus dan gelombang dengan ADCP
Sontek-XR.

3. Bathimetri

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Sebelum pelaksanaan kegiatan pemeruman di lapangan di lakukan, ada


beberapa kegiatan persiapan yang dilakukan untuk mendukung kegiatan
utama pengukuran kedalaman. Pada tahap survey, ada dua kegiatan yang
berjalan bersamaan, yaitu pengukuran pasang surut dan pengukuran
kedalaman.
a. Tahap Survey (pemeruman)
Survey pemeruman diawali dengan memasang perangkat GPS Sounder
Garmin 558 C pada kapal, yang terdiri dari pemasangan antena dan
transducer pada kapal. Antena ditempatkan di bagian atas dan diusahakan
tidak terhalang apapun karena berfungsi sebagai penerima sinyal satelit
untuk penentuan posisi, sedangkan transducer diletakkan dibawah
permukaan air sebagai sensor pengukur kedalaman. Kecepatan kapal saat
melakukan pemeruman diusahakan tidak melebihi 5 km/jam, agar
diperoleh akurasi posisi dan data kedalaman yang valid. Kegiatan
pemeruman perairan lokasi kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari. Jarak
antar line pemeruman arah vertikal adalah 250 meter dan jarak antar line
horizontal adalah 500 meter, dengan jarak antar titik perum adalah 10
meter.
b. Tahap koreksi kedalaman
Pemeruman dilakukan dengan menggunakan peralatan perum gema
(echosounder) jenis portable. Secara prinsip, echosounder memancarkan
gelombang akustik ke dasar perairan, kemudian dipantulkan oleh dasar
perairan dan diterima kembali oleh echosounder. Berdasarkan waktu
tempuh gelombang dari tranducer dasar transducer, two way travel
time, dan pengetahuan akan cepat rambat gelombang akustik dalam
medium air, maka kedalaman perairan dapat ditentukan, sebagai berikut :

d = 0,5 x (Txc) + k
dimana :
d = Kedalaman
T = Waktu tempuh bolak balik (two way travel time),
c = Cepat rambat gelombang akustik di medium air ,
k = Faktor koreksi yang terdiri dari koreksi pasut dan koreksi draft.

Pemeruman dilakukan pada jalur-jalur sounding yang telah direncanakan


pada peta preplot digital yang dapat terbaca didalam komputer dengan
dilengkapi perangkat lunak navigasi dan digabung dengan alat penerima
GPS serta Echosounder dengan cara sebagai berikut :

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Echosounder yang tersedia dihubungkan dengan software khusus yang


berhubungan dengan GPS sehingga dapat dilakukan pemeruman secara
otomatis titik koordinat yang diinginkan (Echosounder tidak berfungsi bila
tidak pada koordinat yang diinginkan). Dengan cara tersebut, setiap titik
kedalaman (Z) akan secara otomatis mempunyai koordinat (X,Y) yang
terekam pada komputer. Sebelum dilakukan pemeruman, echosounder
harus dikoreksi terlebih dahulu dengan melakukan barchek. Barchek ini
dilakukan untuk memastikan bahwa hasil record dari echosounder sesuai
dengan kedalaman (menyesuaikan kecepatan suara).

Gambar 4.5. Koreksi Pasut dan Penyurutan ke Chart Datum

Keterangan Gambar

H = Ketinggian BM diatas Chart datum


h = Beda tinggi antara 0 Palem dengan BM
T = Bacaan Palem Pada saat Pemeruman dan pada jam t
d = Hasil Ukuran Echosounder pada saat jam t dititik A
D = Kedalaman titik A dibawah Chart datum
Kedalaman 0 Staff = h H ( dibawah chart datum)
D (kedalaman tereduksi ke chart datum) = (d T + h H)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Posisi dan Navigasi. Penentuan posisi titik perum dilakukan dengan GPS.
Sinyal dikirimkan dari stasiun referensi ke GPS. Untuk memandu manuver
kapal survey agar mengikuti lintasan yang telah ditetapkan digunakan
sistem navigasi digital berbasis komputer.

Gambar 4.6. Penempatan tranduser dan antenna GPS di perahu

Gambar 4.7. Rencana titik-titik jalur pemeruman lapangan di Perairan Pantai


Mororejo.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

4.2.3.Kompilasi Data

Pekerjaan kompilasi data merupakan suatu tahap proses seleksi data,


tabulasi data dan pengelompokan / mensistemasikan data sesuai dengan
kebutuhan. Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya laporan kompilasi data
yang menjadi bagian dari Laporan Interim, yang disajikan secara sistimatik dan
siap untuk dianalisis, dilengkapi dengan tabel, angka-angka, diagram dan peta.
Data yang diperlukan akan disesuaikan dengan kebutuhan FS Sabuk Pantai
Mororejo Kecamatan Kaliwungu. Kebutuhan Data yang diperlukan :
1. Identifikasi Keadaan Fisik
a. Kondisi Iklim,/cuaca
1) Temperatur;
2) Angin;
3) Curah hujan;
b. Kondisi Hidro-oseanografi
1) Salinitas;
2) Temperatur air laut;
3) Arus laut;
4) Arus pasang surut;
5) Gelombang;
c. Ekosistem vital pesisir
1) Mangrove;
2) Terumbu karang;
3) Estuari
2. Identifikasi spesies/biota
Diperlukan suatu identifikasi jenis biota pada wilayah pesisir dan laut, baik
ditinjau dari jenis, jumlah, pemyebaran, dan persentasi penutupan untuk
setiap jenis biota. Identifikasi biota difokuskan pada organisme air yang
potensial memiliki nilai ekonomis dan/atau ekologis penting, seperti biota
darat contohnya vegetasi pantai/mangrove.
3. Identifikasi daerah rawan bencana karena:
a. Banjir
b. Erosi/abrasi
c. Akresi/sedimentasi
4. Identifikasi masalah lingkungan dan pencemaran

a. Instrusi air laut/asin


b. Polusi/ Pencemaran

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

c. Kerusakan hutan mangrove


5. Identifikasi pola pemanfaatan ruang yang ada
a. Kawasan pantai ke arah darat
1) Permukiman;
2) Pertanian tanaman pangan (lahan basah, lahan kering);
3) Pariwisata;
4) Pelabuhan;
5) Industri;
6) Perikanan tambak
6. Perekonomian
7. Keadaan sosial Budaya

4.2.4.Analisis Data dan Kelayakan Lokasi

A. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Tumpang Susun (Overlay)

Keuntungan yang dapat diperoleh dari operasi SIG adalah kemampuan


dalam integrasi informasi. Sebetulnya teknik pengintegrasian informasi
secara konvensional telah lama dikenal, melalui teknik tumpang susun
(overlay) untuk berbagai keperluan. Penerapan pendekatan sistem
overlay dalam SIG, di samping harus didukung pengetahuan tentang
SIG, juga dasar pengetahuan mengenai tata kerja di atas peta, karena
peraga utama sistem SIG ini adalah peta. Peta pada hakekatnya adalah
gambaran sebagian permukaan bumi, yang digambarkan di atas bidang
datar dan ukurannya dapat dipertanggungjawabkan secara matematis.
Di dalam SIG, suatu peta atau obyek disajikan pada bidang atau matriks
atau himpunan larik (array). Setiap set dalam array hanya dapat
menyimpan satu nilai, atributatribut
geografis yang berbeda (misalnya peta wilayah, struktur tanah,
vegetasi, penggunaan lahan, geologi). Setiap atribut yang berbeda
tersebut harus disajikan dalam bidang yang berbeda. Data
penginderaan jauh yang berformat raster diintegrasikan dengan data
vektor untuk mendapatkan peta sumberdaya. Menurut Barus dan
Wiradisastra (1996) dalam Wahyuningrum (2001), terdapat beberapa
cara untuk mengintegrasikan data SIG dengan Penginderaan Jauh,
yaitu :

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

a. Foto udara dapat disiam (scanning) untuk kemudian diolah, dan


data yang dihasilkan dapat berupa data raster atau vektor
tergantung kebutuhan pengguna SIG tersebut.
b. Foto udara didigit menggunakan digitizer dan akan dihasilkan data
vektor.
c. Citra satelit diolah dengan menggunakan perangkat lunak pengolah
citra dan datanya dikonversikan ke dalam format data SIG.
d. Citra satelit yang sudah mempunyai referensi geografis dapat
langsung digunakan oleh perangkat lunak SIG jika perangkat lunak
tersebut sudah terintegrasi untuk membaca data citra yang
berformat raster.
e. Citra satelit hasil olaha yang berupa cetakan (print out) dapat
dijitasi dengan
menggunakan alat digitizer dan akan dihasilkan data vektor.

Teknik Analisis Kualitatif


Metode ini digunakan untuk melihat dampak (batasan maupun peluang)
dari penetapan kebijakan sektoral maupun kebijakan spasial, seperti
Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM), Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Jawa Tengah maupun Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kendal serta yang terpenting adalah untuk menganalisis
keterkaitan stategi diantara beberapa produk perencanaan
pembangunan dan rencana tata ruang tersebut, melalui kajian inter text

Teknik Analisis Kuantitatif


Pendekatan ini menekankan penggunaan model matematis/rumus dan
statistik sederhana yang menggunakan penilaian serta penggunaan
indikator maupun standar alternatif yang sudah ditetapkan

Teknik Analisis Diskriptif


Untuk mendukung analisis ini digunakan teknik analisis deskriptif, Teknik
analisis deskriptif adalah untuk membuat gambaran mengenai situasi
atau kejadian, sehingga teknik analisis ini berkehendak mengadakan
data dasar. Tujuan dari teknik analisis ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.

Teknik Analisis Skoring


Aspek Tingkat Kepentingan :

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Kawasan padat penduduk dan kawasan yang memiliki nilai ekonomis


tinggi mempunyai peringkat yang pertama.
Tingkat 1 : Tempat usaha, ibadah, industri, cagar budaya, suaka alam,
kawasan wisata internasional, jalan negara, daerah perkotaan,
dll
Tingkat 2 : Desa, jalan propinsi, pelabuhan laut/sungai, bandar udara, dll
Tingkat 3 : Kawasan wisata domestik, lahan pertanian dan atau tambak
intensif
Tingkat 4 : Lahan pertanian dan atau tambak tradisional
Tingkat 5 : Hutan lindung, mangrove, terumbu karang, dll
Tingkat 6 : Sumber material, bukit pasir, dan tanah kosong
Aspek Kerusakan Pantai :
- Perubahan Garis pantai : Ringan (R) : < 0,5 m/th
Sedang (S) : 0,5 2 m/th
Berat (B) : 2 5 m/th
Amat Berat (AB) : 5 10 m/th
Amat Sangat Berat (ASB) : > 10 m/th
- Gerusan di kaki bangunan
- Kerusakan bangunan pelindung
- Abrasi di tembok laut / batu karang
- Penutupan muara
-Kerusakan lingkungan pemukiman
- Kerusakan lingkungan kualitas air laut
- Kerusakan lingkungan terumbu karang
- Kerusakan lingkungan hutan mangrove
- Keberadaan bangunan bermasalah
Pembobotan
Aspek kepentingan: Tingkat 1 : 175 250
Tingkat 2 : 125 175
Tingkat 3 : 100 125
Tingkat 4 : 75 100
Tingkat 5 : 50 75
Tingkat 6 : 0 50
Aspek kerusakan : R : 50
S : 100
B : 150

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

AB : 200
ASB : 250
Kumulatif pembobotan kedua aspek tersebut akan menentukan bobot
prioritas
penanganan :
- Bobot > 850 : amat sangat diutamakan (A)
- Bobot 700 850 : sangat diutamakan (B)
- Bobot 500 699 : diutamakan (C)
- Bobot 200 499 : kurang diutamakan (D)
- Bobot < 200 : tidak diutamakan (E)

B. Analisis Data

Analisa Data Sedimen


Sampel sedimen dianalisa dengan menggunakan metode Buchanan (1984)
dalam Holme and Mc Intyre (1984), sedangkan metode analisa pemipetan
dilakukan menurut prosedur Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Intyre
(1984). Persentase ukuran butir dari tingkatan nama digunakan sesuai dengan
skala ASTM (Tabel 3) untuk penamaan masing-masing sampel sedimen seperti
dalam tabel Skala ASTM dalam Dacombe dan Gardiner (1983) merupakan
skala yang umum dipakai. Dalam analisa distribusi ukuran butir sedimen
dilakukan dengan menggunakan kurva distribusi frekuensi ukuran butir,
sehingga dapat diketahui ukuran butir rata-rata dan persentase ukuran butiran
yang lain sesuai dengan keperluan.

Tabel 4.3. Skala ASTM

Jenis Kisaran Ukuran Butir Partikel (mm)


Bongkah > 256
Berangkal 64 256
Kerakal 4 64
Kerikil 2 4
Pasir sangat kasar 1 2
Pasir kasar 0.5 1.0
Pasir sedang 0.25 0.50
Pasir halus 0.125 0.250
Pasir sangat halus 0.063 0.125
Lanau 0.0039 0.0630
Lempung < 0.0039
Sumber : Dacombe dan Gardiner, 1983

a. Analisa Sedimen Dasar (bedload)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Analisa grain size dilakukan dalam 2 tahapan yaitu tahap pengayakan basah
(wet sieving) dan tahap pengayakan kering (dry sieving). Dengan tahapan
analisa grain size sebagai berikut (Kramer et al., 1994):

Sampel dikeringkan dan setelah kering agregatnya dihilangkan dengan


cara dilakukan pengayakan pada ayakan yang berdiameter 2 mm.
100 gram sampel yang telah diayak diambil dan ditempatkan pada
erlenmeyer.
1 liter larutan H2O2 ditambahkan ke dalam erlenmeyer untuk
menghilangkan lapisan organik pada sedimen.
kemudian sampel dicuci dengan aquades.

CaCO3
1 N HCL ditambahkan untuk menghilangkan kandungan pada
sedimen kemudian sampel dicuci dengan aquades.
sampel diayak pada ayakan berdiameter 63 m dan diklasifikasikan.
Pada sampel yang berhasil lolos pada diameter 63 m (< 63 m)
diklasifikasikan sebagai fraksi lempung dan lanau sedangkan yang
tidak berhasil lolos (>63 m) diklasifikasikan sebagai fraksi pasir.
Fraksi pasir

Pada sempel yang terklasifikasi sebagai fraksi pasir kemudian sampel


tersebut dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu70 oC. Setelah
dikeringkan berat sampel ditimbang, kemudian dilakukan pengklasifikasian
ukuran butir sedimen dengan pengayakan kering dengan menggunakan
sieve shaker (mesh 10-120).

Fraksi lanau dan lempung

Fraksi lempung ditentukan dengan menggunakan metode pipet. Sampel


sedimen ditempatkan dalam tabung sedimentasi dan 1 liter air ditambahkan
didalamnya, diaduk, dibiarkan mengendap dan suhu air diukur (Dyer, 1990).

Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC dan ditimbang


untuk mengetahui berat fraksi.
Secara garis besar, ukuran butir sedimen dibagi menjadi tiga, yaitu : a)
pasir (sand, 63-2000m), b) lumpur (silt, 2-63m) dan c) lempung (clay,
<2m). Sedangkan berat masing-masing sampel yang telah mengalami
perlakuan dapat ditentukan persentase berat ukuran butir.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Besar ukuran partikel ditentukan dengan hubungan antara kecepatan


pengendapan partikel dan waktu pengambilan sampel. Kecepatan
pengendapan sangat sensitif terhadap suhu air, sehingga suhu harus dijaga
konstan. Kecepatan pengendapan di hitung berdasarkan hukum Stokes,

2,65 gcm 3
dengan asumsi kerapatan partikel adalah . Hal ini dapat
disimpulkan suatu persamaan sebagai berikut:

KedalamanPengambilanSampel cm
ukuranbutir m F
waktuPengambilanSampel menit

Keterangan:
F = 12,99 pada suhu air 24 oC
F = 13,30 pada suhu air 22 oC
F = 13,60 pada suhu air 20 oC

Diameter ukuran butir yang didapat dalam satuan metrik dikonversi ke


dalam skala phi dengan menggunakan persamaan:

log 2 d

Keterangan:

= ukuran butir sedimen (phi)
d
= ukuran butir sedimen (mm)

Selain menentukan penamaan sedimen juga dilakukan perhitungan


berbagai parameter ukuran butir seperti: nilai rerata diameter (mean), nilai
tengah (median), pemilahan (sorting), kemencengan (skewness),
kelancipan (kurtosis). Parameter ukuran butir ditentukan berdasarkan
metode statistik. Dengan persamaan sebagai berikut (Dyer, 1986):
Rerata diameter ukuran butir (mean)

fm
X
100

Dimana:

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

f
= persentase ukuran butir
m
= ukuran butir

Pemilahan (sortasi)

f ( m x ) 2

100

Kemencengan (skewness)

1 f (m x)
3

3

3
100

Diagram triangular dapat memberikan kemudahan dalam penamaan


sedimen dengan cara melakukan pengeplotan persentase sedimen pada
diagram untuk mengetahui klasifikasi sedimen. Diagram triangular
ditampilkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Diagram triangular untuk mengetahui klasifikasi sedimen

Tahap pengayakan kering (dry sieving) ditunjukan pada tahap 1-5 sedangkan
tahap pengayakan basah pada tahap 6. Tahapan kegiatan analisa ukuran
butir sedimen ditampilkan pada Gambar 4.9.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.9. Diagram alir tahapan analisa ukuran butir sedimen dengan analisa
pengayakan kering dan pengayakan basah

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Tabel 4.4. Ilustrasi hasil pengolahan bedload


%Berat
Ukuran Butir %
Kumulatif Klasifikasi Ukuran Butir (%) Nama Sedimen
(mm) Berat Tertahan
Tertahan
4 0.00 Gravel (krakal) 0.00
2 1.05 1.05
1.0 2.42 3.47
0.5 4.12 7.59
Sand (pasir) 63.27
0.25 8.72 16.31
0.125 10.94 27.25 Silty sand
0.0625 36.02 63.27 (pasir lanauan)
0.0312 14.29 77.56
0.0156 12.24 89.80 Silt (lanau) 32.65
0.0078 6.12 95.92
4.08
0.0039 4.08 100.00 Clay (lempung)

Gambar 4.10. Ilustrasi hasil pengolahan bedload dalam bentuk grafik ukuran
butir sedimen.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.11.Ilustrasi hasil pengolahan bedload dalam bentuk Diagram


triangular untuk mengetahui klasifikasi sedimen

Untuk mengetahui perubahan tingkat sedimentasi dan abrasi yang terjadi


dilakukan pula analisa citra satelit dari kondisi beberapa tahun yang lalu
dengan saat ini.

b. Analisa Transport Sedimen


Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang
dsebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor
sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan
meninggalkan pantai/onshore-offshore transport dan transpor sepanjang
pantai /longshore transport (Triatmodjo, 1999).

Gambar 4.12 di bawah ini menunjukkan posisi suatu garis pantai dengan
garis tegak lurus terhadap garis pantai (sudut 0) dan batasan sudut dari
masing-masing arah mata angin gelombang datang yang mengakibatkan
transpor sedimen sepanjang pantai.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

0O
45 O (UTARA) 45O
(BARAT LAUT) (TIMURLAUT)

Gambar 4.12. Arah gelombang datang yang menghasilkan transpor sedimen

Selain itu untuk menganalisa proses sedimentasi yang terjadi di daerah


pantai, perlu analisa berkaitan dengan transport sedimen pantai, dimana
peran gelombang merupakan faktor dinamika perairan yang paling dominan
mempengaruhi proses tersebut. Gelombang pecah dengan membentuk sudut
terhadap garis pantai dapat menimbulkan arus sepanjang pantai (longshore
current). Arus ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai.
Variabel terpenting dalam menentukan kecepatan arus sepanjang pantai
adalah sudut antara puncak gelombang pecah dan garis pantai, dan tinggi
gelombang pecah. Transport sedimen sepanjang pantai banyak
menyebabkan permasalahan di dalam pencegahan sedimentasi di
pelabuhan, abrasi pantai dan sebagainya. Oleh karena itu prediksi transport
sedimen sepanjang pantai untuk berbagai kondisi adalah sangat penting.
Transport sedimen sepanjang pantai dapat dihitung dengan menggunakan
rumus empiris berdasarkan CERC 1984, yaitu :

Qs = K Pln
g g
16 8
Pl = Hb2 Cb sin 2b

Keterangan :
Qs : Angkutan sedimen sepanjang (m3/hari)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Pl : Komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat


pecah(t-m/d/m)
: Rapat massa air laut (t/m3)
Hb : Tinggi gelombang pecah (m)
gd b g db
Cb : Cepat rambat gelombang pecah (m/d) =
b : Sudut gelombang pecah
K, n : Konstanta

Berikut ini adalah contoh perhitungan gelombang pecah dalam perhitungan


transport sedimen :

Tabel 4.5. Contoh perhitungan gelombang pecah

Keterangan :
Kolom 1 menunjukkan arah datang gelombang yang membawa sedimen
dari masing-masing arah mata angin. Dalam contoh perhitungan ini, akan
diambil dari arah 240.
Arah datang gelombang 240o membentuk sudut 10o terhadap garis pantai
(Kolom 2).
Pada arah gelombang 240, tinggi gelombang signifikan yang didapat dari
peramalan gelombang adalah 0,29 m dengan periode 2,02 detik (Kolom 3
dan 4).
Kolom 5 menunjukkan panjang gelombang di laut dalam dengan
perhitungan sebagai berikut:
Lo = 1,56 T2 = 1,56 2,022 = 6,3654 m

Kolom 6 menunjukkan sudut antara garis puncak gelombang dan garis


kontur di dasar laut, dengan perhitungan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Lo 6,37 89,16
T 2,02 7,56
Co = = = 3,153 m/d

Untuk kedalaman 1 meter dari:

d 1
Lo 6,37
= = 0,1571 m

d
L
Dengan : = 0,1891 , n = 0,7225
d 1
L
0,1891 0,1891
= 5,2882 m

L 5,2882
T 2,02
C= = = 2,6178 m/d

C 2,6178
sin o sin 10o
Co 3,153
Sin = = = 0,1442
= 8,2945 (Kolom 13 Tabel 3.4)

Kolom 15 merupakan gelombang ekivalen yang didapat dari persamaan:

Ho = Kr.Hs
Dimana Kr merupakan koefisien refraksi, didapat dari perhitungan sebagai
berikut:

cos o cos 10
cos cos 8,29
Kr = = = 0,9976

Sehingga : Ho = 0,9976 0,29 = 0,289 0,29 m.


Kolom 19 adalah tinggi gelombang pecah dengan perhitungan sebagai
berikut (Munk, 1949):
Hb 1
1/ 3
H 'o H 'o
3,3
L
o

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

0,2893
Hb 1/ 3
0,2893
3,3
6,3654

Hb = 0,2457 m

Kolom 21 adalah kedalaman gelombang pecah dengan perhitungan


sebagai berikut (Goda dkk, 1984):

a 43,751 e 19m 43,751 e 19 x 0,005 4,034

1,56 1,56
b
1 e 1 e19,5 x0,005 0,7804
19, 5 m

db 1

H b b aH b / gT 2

0,2457
db
4,034 0,2457
0,7804
9,8 2,02
2

db = 0,3252 m.

Transpor sedimen sepanjang pantai dihitung dengan rumus (Triatmodjo,


1999):
Qs = K Pln
g g
16 8
Pl = Hb2 Cb sin 2b

Hasil perhitungan transpor sedimen sepanjang pantai dapat dilihat pada


Tabel 5. Penjelasan perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
Kolom 1 sampai dengan 5 merupakan hasil perhitungan dari langkah
sebelumnya.
Pada arah gelombang datang 240o, cepat rambat gelombang pecah (Cb)
adalah:

g db 9,8 0,308
Cb = = = 1,786 m/dtk (Kolom 6)

Kolom 7 menunjukkan frekuensi kejadian gelombang dari tiap arah mata


angin dalam waktu 1 tahun.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Perhitungan komponen fluks energi gelombang untuk arah 240o sebagai


berikut:
g g
16 8
Pl = Hb2 Cb sin 2b
1,03 9,8
P1 0,2457 2 1,786 sin 2 8,29
16
x 24 x 3600

P1 = 0,0188 24 3600 = 1658,67 t-m/hari/m


(Kolom 8)

Perhitungan transpor volume transpor sedimen dilakukan dengan


menggunakan persamaan CERC dan Caldwell:

Metode CERC 1984 (Coastal Engineering Research Center)


Qs = K Pln dengan K = 0,401 dan n = 1
Qs = 0,401 1658,67
Qs = 665,13 m3/hari (Kolom 9)

Karena jumlah kejadian gelombang dari arah 240 o dalam setahun


selama 50 jam (2,08 hari), maka transpor sedimen yang dibawa dalam
setahun adalah:
Qs = 665,13 2,08 = 1385,68 m3/tahun (Kolom 10)

Berdasarkan perhitungan CERC, dalam setahun transpor sedimen


sepanjang pantai yang terjadi adalah -5.574,78 m 3/tahun. Nilai yang
positif (+) menunjukkan arah sedimentasi dari Barat ke Timur.

Metode Caldwell
Qs = K Pln dengan K = 1,2 dan n = 0,8
Qs = 1,2 1620,470,8
Qs = 443,5 m3/hari (Kolom 11)

Karena jumlah kejadian gelombang dari arah 240 o dalam setahun


selama 50 jam (2,08 hari), maka transpor sedimen yang dibawa dalam
setahun adalah:
Qs = 443,5 2,08 = 923,96 m3/tahun (Kolom 12)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Berdasarkan perhitungan Caldwell, dalam setahun transpor sedimen


sepanjang pantai yang terjadi adalah 12.541 m 3/tahun. Nilai yang
positif (+) menunjukkan arah sedimentasi dari Barat ke Timur.

Analisa Data Angin


Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan
energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada
permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan
terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila
kecepatan angin bertambah, riak tersebut akan menjadi semakin besar, dan
apabila angin berhembus terus akan terbentuk gelombang. Semakin lama
dan semakin kuat angin berhembus maka semakin besar gelombang yang
terbentuk.
Data angin perlu dikumpulkan karena merupakan faktor penggerak
utama gelombang di perairan laut. Tinggi dan periode gelombang yang
dibangkitkan dipengaruhi oleh angin yang meliputi kecepatan angin U, lama
hembusan angin D, arah angin dan fetch F. Gelombang yang besar dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pantai dimana secara alami gelombang
yang menghantam pantai akan menyebabkan abrasi di daerah
pantai.Pengumpulan data angin dapat dilakukan baik melalui pengumpulan
data sekunder maupun primer langsung mengukur insitu di sekitar perairan.
Data angin yang dikumpulkan dari data sekunder yang ada minimal selama
10 tahun dari stasiun Maritim atau Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
setempat.
Adapun penyajian data dan analisa nantinya adalah data kecepatan
angin dan arah dominan dengan menggunakan tabel dan mawar angin.
Penyajian data tersebut dapat diberikan dalam bentuk bulanan, musiman
atau untuk beberapa tahun pencatatan. Dengan tabel atau mawar angin
tersebut karakteristik angin dapat dibaca dengan cepat. Data angin ini
digunakan pula dalam analisa peramalan gelombang di lokasi kajian.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Tabel 4.6 contoh penyajian data angin dalam bentuk wind rose dan tabel
distribusi kejadian angin

Dalam sistem koordinat (x,y) arah angin dinyatakan dalam dua komponen
utama, yaitu arah Barat-Timur dan arah Selatan-Utara. Karena arah angin
bertiup dalam 8 penjuru, maka komponen Barat-Timur dapat ditulis seperti
persamaan :

V x=
B T +0,707 ( Bd + Bl )0,707 ( Tg+ Tl )
n

Dan komponen Selatan-Utara dapat ditulis seperti persamaan :

Vy=
S U +0,707 ( Bd+ Tg )0,707 ( Tl + Bl )
n

Resultant Angin (V) sebagai berikut :

V Vx 2 Vy 2

a. konversi gelombang dari data angin


Perhitungan gelombang menggunakan data angin yang di peroleh dari
stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika setempat. Pengolahan data angin

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

dilakukan untuk mengetahui arah dan tinggi gelombang dominan yang


terjadi pada tiap musim. Tahapan konversi data angin adalah sebagai berikut:

transformasi data

Hal ini dilakukan karena pencatatan data angin oleh BMG dilakukan di
daratan, sedangkan di dalam persamaan pembangkit gelombang, data
angin yang digunakan adalah data angin yang ada di atas permukaan laut.
Oleh karena itu, diperlukan transformasi dari data angin yang berada di
atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin diatas
permukaan laut. Transformasi dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan:

U w R LU L

Keterangan:
Uw
Kecepatan angin di atas permukaan laut dalam m/detik.
UL
Kecepatan angin di atas daratan dalam m/detik.
RL RL
Nilai diperoleh grafik hubungan antara kecepatan angin di darat
dan di laut yang ditampilkan pada Gambar 4.13.

Faktor tegangan angin


Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan angin maka faktor

UA
tegangan angin /wind-stress-factor ( ) dengan persamaan:
1, 23
U A 0,71U W

UW
Keterangan: dalam m/detik.

b. Panjang fetch dicari dengan persamaan sebagai berikut:


X i cos
Feff
cos

Keterangan:
Feff
= Fetch efektif (km)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Xi
= Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang
ke ujung akhir fetch
i
= Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan
pertambahan sebesar 6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi
arah angin (o)

Gambar 4.13. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat

c. Durasi angin di hitung dengan persamaan sebagai berikut:


23
U gF
t 68,8 A 2
g UA

9,8 m s 2
Keterangan g adalah percepatan gravitasi ( ).

d. Tinggi dan periode gelombang dihitung dengan persamaan:


gH S U A 1,6 x10 3 gF U A
2

2 12

Keterangan: H adalah tinggi gelombang dalam meter

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

H ( FDS )
Menghitung yaitu ketinggian gelombang dalam kondisi fully
development sea dimana tinggi gelombang, fetch dan durasi angin melewati
syarat batas kondisi gelombang fully development sea.
2
U
H ( FDS ) 0,2433 A
g

H H ( FDS ) T
Bila harga < . Maka periode signifikan ( ) dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:

12
gT gF
2,857 x10 1 2
UA UA

H H ( FDS ) T
Jika harga > , Maka periode signifikan ( ) dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
gT
8,134
UA

Analisa Data Pasang Surut


Analisa harmonik pasang surut dengan menggunakan metode Admiralty
dengan data prediksi pasang surut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro-
Oseanografi TNI AL tahun 2013. Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk
mendapatkan konstanta harmonik pasang surut yang meliputi Amplitudo (A),
M2, S2, K1, O1, N2, K2, P1, M4, MS4. Data pasang surut dianalisa dengan
menggunakan metode Admiralty. Metode ini merupakan salah satu metode
untuk menganalisa data pasang surut 15 hari atau 29 hari. Djaja (1989)
dalam Ongkosongo dan Suyarso (1989) menetapkan tahapan yang
digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut:

a. Skema I
Berisi data pasang yang telah dikoreksi, dimana baris (ke kanan)
menunjukkan jam pengamatan dan kolom (ke bawah) adalah tanggal
pengamatan.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Tabel 4.7. Skema I

b. Skema II
Dihitung dengan bantuan Daftar 1. dengan cara sebagai berikut data
pengamatan tiap jam dikalikan dengan faktor pengali pada Daftar 1 dan
harganya dipisahkan menjadi dua, yaitu harga positif dan negatif, untuk nilai
fungsi ; X1, Y1, X2, Y2, X4, Y4.

Tabel 4.8. Skema II

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Tabel 4.9. Daftar 1

c. Skema III
Perhitungan skema III di lakukan dengan cara sebagai berikut Xo diisi dengan
mejumlahkan harga X1+ dan X1- baris ke-1 dari skema II tanpa
menghiraukan tandanya. Sebagai kontrol dilakukan hal serupa untuk Y1 yang
mempunyai harga (+) dan (-) dan seterusnya. Untuk X1, Y1, X2, Y2, X4, dan
Y4 diisi dengan menjumlahkan komponen pada skema II tetapi dengan
memperhatikan tandanya. Untuk menjaga agar harganya tidak negatif bisa
ditambahkan angka tetap, yaitu 100, 300, 400, dan seterusnya.

Tabel 4.10. Skema III

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

d. Skema IV
Dihitung dengan bantuan Daftar 2 Arti indeks pada perhitungan ini adalah:

Indeks 00 untuk X berarti Xoo, indeks untuk Y berarti Yoo, dan


seterusnya hingga indeks 4d.
Harga Xoo adalah harga Xo yang telah dikalikan dengan faktor pengali
pada tabel, demikian juga untuk harga Yoo, X10, Y10, X12, X1b, Y1b,
X13, Y13, X1c, Y1c, X23, Y23, X22, Y22, X2b, Y2b, X2c, Y2c, X44, Y44,
X4d, Y4d.

Tabel 4.11. Skema IV

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Tabel 4.12. Daftar 2

e. Skema V dan Skema VI


Perhitungan skema V ini berisi 9 kolom dan untuk menyelesaikan
perhitungannya dengan mengalikan data pada skema IV dengan daftar 3
Hitungan kolom I
Merupakan harga dari data skema IV untuk komponen-komponen Xoo,
X10, X12-Y1b, X13-Y1c, X20, X22-Y2b, X23-Y2c, X42-Y4b dan X44-Y4d.
Hitungan kolom 2 sampai 9
Besaran-besaran yang terdapat pada kolom 1 dikalikan dengan besaran-
besaran yang terdapat pada daftar 3 dengan urutan S 0, M2, N2, K1, O1, M4,
MS4.
Pada skema VI ini berisi 9 kolom dan untuk menyelesaikan perhitungan
dengan cara mengalikan data pada skema IV dengan daftar 3
hitungan kolom I

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

+X2b, merupakan harga dari skema IV untuk komponen-komponen Y10,


Y12+X1b, Y13+X1c, Y20, Y22+X2b, Y23+X2c, Y42+X4b dan Y44+X4d.
Hitungan kolom 2 sampai dengan 9
Besaran-besaran yang terdapat pada kolom I dilakukan dengan besaran
yang terdapat pada lampiran 5 dengan urutan S 0, M2, N2, K1, O1, M4, MS4.

Tabel 4.13. Skema V dan Skema VI

f. Skema VII
Tahapan dari penyusunan skema VII adalah sebagai berikut:
Besaran PR cos r untuk setiap komponen dihitung melalui skema V.
untuk masing masing anak pasang S0, M2, N2, K1, O1, M4, MS4.
Perhitungannya dilaksanakan dengan menjumlahkan besaran-besaran
yang terdapat pada kolom tersebut.
Besaran PR sin r untuk setiap komponen dihitung melalui skema VI.
Perhitungan dilaksanakan dengan menjumlahkan besaran-besaran
yang terdapat pada kolom tersebut.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Besaran PR untuk setiap komponen dihitung pada skema VII, dihitung

PR PR sin r 2
PR cos r
2

melalui persamaan:
Besaran p diperoleh dari daftar 3 (daftar yang dikeluarkan oleh dinas
HIDRO-OSEANOGRAFI) dan kemudian diisikan untuk masing-masing
anak pasang S0, M2, N2, K1, O1, M4, MS4. pada skema VII. Besaran f
diperoleh berdasarkan waktu menengah pengukuran, harga f
diperoleh dari daftar 4 (daftar f yang dikeluarkan oleh dinas HIDRO-
OSEANOGRAFI) kemudian diinterpolasi
Dengan melihat daftar 5 (daftar V' yang dikeluarkan oleh dinas
HIDRO-OSEANOGRAFI) dan berdasarkan pada tahun pengukuran,
diperoleh harga V' dari M2, N2, K1, O1, Dengan melihat lampiran daftar
6 (daftar V'' yang dikeluarkan oleh dinas HIDRO-OSEANOGRAFI) dan
berdasarkan pada tahun pengukuran diperoleh harga V'' dari M2, N2,
K1, O1
Dengan melihat daftar 7 (daftar V'''yang dikeluarkan oleh dinas
HIDRO-OSEANOGRAFI) dan berdasarkan tahun waktu menengah
pengukuran, diperoleh harga V''' dari M2, N2, K1, O1
Harga V merupakan penjumlahan V', V'' V''', dimana ini hanya berlaku
untuk komponen M2, N2, K1, O1. sedangkan harga V dari komponen
yang lain adalah V (S2) = V (S0) = 0, V (M4) = 2 x V (M2), V (MS4) = V
(M2).
Harga u ditentukan dengan menggunakan bantuan daftar 8 (daftar u
yang dikeluarkan oleh dinas HIDRO-OSEANOGRAFI) berdasarkan
interpolasi. Dari interpolasi ini diperoleh harga u dari M2, K1, dan O1.
Sedangkan harga u dan komponen lainnya adalah u (S0) = u (S2) = 0,
u (N2) = u (M2), u (M4) = 2 x u (M2) dan u (MS4) = u (M2).
Dengan daftar 3 diperoleh harga untuk semua komponen.

Harga r untuk suatu konstanta ditentukan dari PR sin r dan PR cos r


dengan persamaan :
r = tg-1 ( PR sin r / PR cos r )
Untuk menentukan harga dari , (1 + W), g, kelipatan dari 360 A cm
dan g terlebih dahulu harus mengisi skema VIII. Dibagi 3 kelompok,
yaitu menghitung (1 + W) dan w untuk S2 dan MS4, untuk menghitung

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

(1 + W) dan w untuk K1 dan (1 + W) dan w untuk N2. Tahapan


perhitungan adalah sebagai berikut:

Baris 1 adalah harga VK1, baris 2 adalah harga untuk uK1 dan baris
3 adalah penjumlahan baris 1 dan 2
Baris 4 adalah hasil dari daftar 9 setelah interpolasi .
Baris 5 cara perhitungannya sama tetapi untuk W/f
Baris 6 diisi dengan bantuan daftar 8 kemudian di interpolasi
Harga W = W/f x f dimana W adalah WS2 = WMS 4, sehingga harga
(1 + w) dapat ditentukan.
Untuk kelompok 2 dan 3 caranya sama seperti di atas, selanjutnya
besaran amplitudo dan kelambatan fase dapat ditentukan.
Amplitudo (A) = PR/pl x (1+w), kelambatan fase (g) o = (V + u + P
+ r + w) K 360 dimana K = 1,2,3 dan seterusnya

Tabel 4.14 SkemaVII

g. Analisa konstanta pasang surut


Dari hasil analisa dengan metode Admiralty akan didapatkan konstanta
pasang surut (amplitudo konstituen pasang surut): A K1, AK2, AM2, AM4, AN2, AO1,
AP1, AS2 dan AMS4. Dengan konstanta tersebut dapat diperhitungkan elevasi-
elevasi penting seperti Mean High Water Spring (MHWS), Mean Low Water

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Spring (MLWS), Highest Astronomical tide (HAT), Lowest Astronomical tide


(LAT), dan Mean Sea Level (MSL). Posisi muka air laut akibat pasang surut ini
sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai, sehingga agar supaya
terdapat keseragaman cara penentuannya dapat dipergunakan pedoman di
bawah ini.
Mean High Water Spring (MHWS) = Zo + (AM2 + AS2)
Mean Low Water Spring (MLWS) = Zo (AM2 + AS2)
Highest High Water Spring (HHWS) = Zo + (AM2 + AS2 +AK1 + AO1)
Lowest Low Water Spring (LLWS) = Zo - (AM2 + AS2 +AK1 + AO1)

Ai
Highest Astronomical Tide (HAT) = Zo +
Ai
Lowest Astronomical Tide (LAT) = Zo -

Tipe pasut dapat ditentukan dari perbandingan amplitudo komponen-


komponen diurnal dan amplitudo komponen-komponen semi diurnal yang
dinyatakan sebagai :
( K 1 O1 )
F
(M 2 S 2 )

dimana :
F adalah konstanta pasang surut harian utama
K1 dan O1 adalah konstanta pasang surut harian utama
M2 dan S2 adalah konstanta pasang surut ganda utama

Tipe pasang surut dapat ditentukan jika nilai F:


F 0,25 : pasut semidiurnal murni
0,25 < F < 1,50 : pasut campuran, cenderung pasut ganda
1,50 < F 3,0 : pasut campuran, cenderung ke pasut tunggal
3,0 > F : pasut tunggal murni

h. Prediksi pasang surut

Persamaan dasar prediksi pasang surut, yang sering dipergunakan dalam


prediksi pasang surut adalah:

n
Z t Z 0 Ai Cos( 2t / Ti i )
1

dimana:

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Zt = elevasi muka air pada saat t


Zo = muka air rerata diukur dari datum (biasanya LWS)
Ai = amplitudo masing-masing konstituen harmonik (M 2, S2 dst)
Ti = periode masing-masing konstituen harmonik
i
= selisih fase masing-masing konstituen harmonik
n = jumlah komponen pasang surut.

Gambar 4.14. Ilustrasi hasil verifikasi data pengamatan pasang surut dengan
data hasil prediksi pasang surut

Analisa Kondisi Bangunan Pantai

Lingkup pekerjaan kegiatan Penyusunan Feasibility Study (FS) Sabuk Pantai


Mororejo secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data sekunder kondisi dan infrastrukturnya.


Pengumpulan data sekunder kondisi dan infrastrukturnya di BWS/BBWS/Dinas
yang ada di Kabupaten Kendal dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel.

2. Survei data primer meliputi kegiatan berikut:


a. Survey jenis bangunan pengaman pantai/perlindungan pantai
yang ada.

Survey ini dilakukan untuk melihat kondisi bangunan pengaman


pantai/perlindungan pantai (baik, rusak, dll), termasuk tata letak bangunan
(sejajar, tegak lurus pantai, dll) dan bangunan pengaman pantai lainnya yang
dibangunan masyarakat.

Identifikasi Jenis bangunan pengaman pantai:

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Identifikasi jenis bangunan pengaman pantai perlu dilakukan untuk


mengetahui tipe atau jenis bangunan pengaman pantai yang ada pada
lokasi kegiatan. Identifikasi bangunan pantai dapat mengetahui apakah
tipe atau jenis bangunan pengaman pantai yang digunakan sudah
sesuai dengan kebutuhan pengamanan pantai pada lokasi kegiatan.

Krib sejajar pantai (Detached Breakwater)

Krib sejajar pantai adalah bangunan maritim yang dibangun kurang


lebih sejajar dengan garis pantai dengan tujuan untuk melindungi
pantai. Pantai yang dilindungi dapat berupa pantai buatan (artificial
beach nourishment) atau pantai alami. Bangunan krib sejajar pantai
dapat dibangun baik di daerah surf zone ataupun di daerah of-shore.
Sebagai contoh krib sejajar pantai untuk perlindungan pantai di
kawasan Sanur, Bali, dapat dilihat di Gambar 4.15.

Gambar 4.15. Contoh Detached Breakwater di pantai Sanur, Bali

Detached Breakwater berdasarkan letaknya dapat dibedakan menjadi


dua, yaitu Detached Breakwater sambung pantai (Gambar 4.16) dan
Detached Breakwater lepas pantai (Gambar 4.17). Tipe Detached
Breakwater sambung pantai banyak dipergunakan pada perlindungan
perairan pelabuhan dan tipe Detached Breakwater lepas pantai
banyak dipergunakan untuk perlindungan pantai terhadap abrasi.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.16. Detached Breakwater sambung pantai.

Gambar 4.17. Detached Breakwater lepas pantai.

Detached Breakwater berdasarkan elevasi mercunya dapat


dibedakan menjadi tiga, yaitu Detached Breakwater non overtopping
(Gambar 4.18.a), Detached Breakwater overtopping (Gambar 4.18.b)
dan Detached Breakwater submerged (Gambar 4.18.c).

Gambar 4.18. Tipikal bangunan pemecah gelombang atau krib sejajar


pantai (a) Non Overtopping, (b) Overtopping, dan (c) Submerged.

Dinding pantai atau revetment

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Dinding pantai atau revetment adalah bangunan pantai yang


memisahkan daratan dan perairan pantai, terutama berfungsi
sebagai perlindungan pantai terhadap abrasi dan limpasan
gelombang (overtopping) ke darat. Dinding pantai di bagi menjadi
dua, yaitu dinding pantai tumpukan batu dan dinding pantai masif.
Dinding Pantai Tumpukan Batu

Tidak kedap air

Pemakaian dinding pantai biasanya dipergunakan untuk


melindungi fasilitas yang berada dibalik bangunan tersebut dari
gempuran gelombang. Oleh karena itu dinding pantai harus
mampu menjaga tebing pantai dari ancaman gelombang atau arus
laut yang dapat menyebabkan abrasi ataupun abrasi. Konstruksi
tumpukan batu (Gambar 4.19) untuk dinding pantai mempunyai
banyak keuntungan diantaranya adalah: dapat meredam energi
gelombang, mempunyai bidang kontak dengan tanah dasar yang
luas sehingga tidak membutuhkan kondisi tanah dasar yang prima,
konstruksi relatif murah (bilamana material batu tersedia di sekitar
lokasi pekerjaan) dan pembangunannya relatif mudah.

Kedap air

Dinding pantai dengan tipe ini biasanya digunakan untuk


melindungi fasilitas yang berada pada lahan relatif rendah, dan
dapat berada di bawah muka air. Oleh karena itu dinding pantai
harus kedap air. Dinding pantai tipe ini biasanya dibuat pada tanah
dasar yang relatif lunak, sehingga pemakaian konstruksi yang
berfondasi luas sangat cocok, seperti dinding pantai dengan lapis
lindung tumpukan batu. Konstruksi dinding pantai ini bagian
dalamnya harus berupa material kedap air, sehingga air tidak
dengan mudah lolos lewat tanggul.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.19. Dinding pantai Tumpukan Batu

Dinding pantai Masif

Dinding Vertikal

Pemakaian dinding vertikal untuk dinding pantai mempunyai


keuntungan, diantaranya yaitu pemakaian material relatif sedikit.
Dinding vertikal dapat sekaligus dipergunakan untuk dinding
penahan tanah dan bangunan di belakangnya. Hanya saja untuk
membangun dinding vertikal ini diperlukan persyaratan tanah
dasar (fondasi) yang cukup baik, supaya bangunan tidak
mengalami penurunan yang besar dan penurunan tidak merata.
Apabila kejadian ini terjadi maka akan dapat mengakibatkan
kerusakan pada struktur. Pada tanah yang kurang bagus atau lunak
perlu diadakan perbaikan tanah atau mempertimbangkan
pemakaian fondasi dengan tiang pancang. Pemakaian dinding
pantai masif dengan dinding vertikal (Gambar 4.20) harus
mempertimbangkan gelombang refleksi. Gelombang yang datang
menghantam dinding, hampir seluruh energinya akan dipantulkan
kembali. Sehingga perlu dipertimbangkan arah dan besar
gelombang refleksi (pantulan) ini apakah dapat merusak daerah
lain atau mengganggu kegiatan/aktivitas daerah lain. Apabila
gelombang refleksi ini mengganggu daerah lain harus
dipertimbangkan pemakaian bangunan tambahan atau pemilihan
dinding pantai dengan tipe yang lainnya.

Dinding Miring dengan Reflektor

Keuntungan tembok masif berdinding miring adalah mempunyai


lebar fondasi yang cukup, sehingga struktur mempunyai bidang

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

kontak dengan tanah dasar cukup luas. Kondisi ini dapat


mengurangi persyaratan daya dukung tanah dasar. Kelemahan
dinding miring ini terutama adalah tingginya rayapan gelombang
yang terjadi, sehingga membutuhkan mercu bangunan yang relatif
tinggi. Untuk mengatasi kelemahan ini maka mercu dinding pantai
dilengkapi dengan alat pemantul gelombang (wave reflector).
Dengan adanya wave reflector (Gambar 4.22), gelombang akan
dipantulkan kembali kelaut, dan tidak mengganggu fasilitas yang
berada dibalik tembok.

Gambar 4.20. Dinding pantai Masif

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.21. Dinding pantai dengan Pelindung Rip-rap

Gambar 4.22. Dinding pantai miring dengan reflektor atau Concrete


Cap

Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada satu
atau kedua sisi muara sungai yang berfungsi mengurangi
pendangkalan alur oleh sedimen pantai.
Groin
Groin adalah konstruksi pengaman pantai terhadap abrasi yang
disebabkan oleh terganggunya keseimbangan gerakan sedimen
sejajar pantai (Longshore drift). Tipe groin dapat di bedakan menjadi
3 (tiga) tipe yaitu: groin tipe L, tipe L dan groin tegak lurus pantai
(Gambar 4.23).

Gambar 4.23. Tipikal Groin (a) Groin tipe L, (b) Groin tipe L, dan (c) Groin
tegak lurus pantai

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.24. Bangunan pantai di pantai Mororejo: (a) Detached


Breakwater sambung pantai, (b) Jetty, (c) Seawall.

Identifikasi Tata letak bangunan pengaman pantai.


Identifikasi tata letak bangunan pantai dilakukan untuk dapat
mengetahui tata letak bangunan tersebut. Tata letak bangunan pantai
dapat berpengaruh terhadap terjadinya abrasi atau sedimentasi pantai.
Break water lepas pantai dapat berfungsi dengan baik jika tata letak
bangunan tersebut baik, maka energi gelombang yang menuju ke
pantai akan teredam atau tereduksi, yang besarnya reduksi sesuai
dengan panjang dan tinggi mercu bangunan. Bila bangunan mempunyai
panjang yang cukup maka pantai akan maju mendekat ke arah
bangunan untuk membentuk Salient atau Tombolo (Gambar 4.25).

Gambar 4.25. Pengaruh panjang dan letak bangunan break water terhadap
garis pantai

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Hasil penelitian dalam CUR, 1987, US Army Corps of Engineers, 1994


dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menentukan tata letak
krib sejajar pantai tersebut.
Panjang krib sejajar pantai didasarkan pada tujuan
pembentukan garis pantai, yaitu untuk membentuk tombolo atau
salient.
Ukuran pokok untuk membentuk salient atau tombolo dapat
dihitung menggunakan persamaan :
L/y > 1,5 : Tombolo
L/y = 0,5 1,5 : Well developed salient
L/y = 0,2 0,5 : Salient
L/y < 0,2 : Tidak berpengaruh pada pantai
dimana : L adalah panjang krib sejajar pantai (meter) dan Y yaitu
jarak krib ke garis pantai (meter).

Gambar 4.26. Contoh pengaruh panjang dan letak bangunan break water
terhadap garis pantai di Pekalongan.

Identifikasi bangunan pantai lainnya yang dibangun oleh masyarakat.


Identifikasi bangunan pantai juga dilakukan terhadap bangunan pantai
yang dibangun oleh masyarakat di lokasi kegiatan, yang meliputi :
Jenis bangunan pantai.
Tata letak bangunan pantai.
Struktur yang digunakan untuk menyusun bangunan pantai.

Metode pengumpulan data identifikasi bangunan pantai yang dibangun oleh


masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.15.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Tabel 4.15.
Metode pengumpulan data identifikasi bangunan pantai yang dibangun oleh
masyarakat

N
Data Parameter Metode Pengumpulan Data
o
1 Jenis bangunan pantai Tipe bangunan pantai. Ground check, Identifikasi
kondisi bangunan pantai. bangunan pantai, koordinasi
dengan pemerintah daerah dan
umur bangunan pantai. masyarakat setempat.
2 Tata letak bangunan Panjang dan lebar bangunan pantai. Ground check, Identifikasi
pantai Lepas pantai atau sambung pantai. bangunan pantai, koordinasi
dengan pemerintah daerah dan
Sudut kemiringan terhadap garis masyarakat setempat.
pantai.
3 Struktur yang Ukuran lapis lindung Ground check, Identifikasi
digunakan untuk Struktur pelindung kaki bangunan pantai, koordinasi
menyusun bangunan dengan pemerintah daerah dan
pantai Jenis spesifikasi lapis lindung masyarakat setempat.
Fondasi
Elevasi mercu bangunan

b. Membuat foto dokumentasi bangunan pengaman pantai


Foto atau dokumentasi terhadap bangunan pantai dan kerusakan pantai
dilakukan bersamaan dengan kegiatan identifikasi bangunan pantai pada
lokasi kegiatan. Pengambilan foto dilengkapi dengan posisi pengambilan foto
atau koordinat pengambilan foto dan nama daerah lokasi (Tabel 4.16).

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.27. Kondisi eksisting Pantai Mororejo (Sumber: Google Earth,


2013 dan Survey Lapangan, 2013)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Gambar 4.28. Kondisi eksisting Pantai Mororejo-Pelabuhan Kendal


(Sumber: Google Earth, 2013 dan Survey Lapangan, 2013)

Tabel 4.16 Bangunan pengaman pantai dan kerusakan pantai di pantai


Mororejo.

No Lokasi Bangunan pantai dan kerusakan yang


. terjadi
1. Seawall PT. KLI
(6o 55 38.5 LS110o 18 13.7 BT)

2. Sedimentasi sebelah Timur PT. KLI


(6O 55 38.2 LS 110O 18 08.2 BT)

3. Abrasi pantai di dekat kios Warga


(6O 55 36.0 LS 110O 18 00.2 BT)

4 Kondisi BM Existing yang tergerus


(6O 55 25.2 LS 110O 17 28.7 BT)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

No Lokasi Bangunan pantai dan kerusakan yang


. terjadi
5 Abrasi pantai kurang lebih sepanjang
300 meter di sebelah Timur
Pelabuhan Kendal.
(6o 55 20.5LS 110o 17 22.9 BT)

6 Sedimentasi di sebelah Timur kolam


pelabuhan Kendal
(6O 55 10.5 LS 110O 17 19.0 BT)

7 Break water tumpukan batu sebelah


timur kolam pelabuhan Kendal
(6O 55 02.1 LS 110O 17 24.2 BT)

8. Break water dari Caison sebelah


Utara kolam pelabuhan Kendal
(6O 54 40.1 LS 110O 17 23.3 BT)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

No Lokasi Bangunan pantai dan kerusakan yang


. terjadi
9 Dermaga kolam pelabuhan Kendal
(6O 55 05.9 LS 110O 17 16.9 BT)

10 Dermaga kolam pelabuhan Kendal


(6O 55 04.0 LS 110O 17 13.6 BT)

11 Jetty kolam pelabuhan Kendal


(6O 55 01.1 LS 110O 16 59.3 BT)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

No Lokasi Bangunan pantai dan kerusakan yang


. terjadi
12 Sedimentasi sebelah Barat kolam
pelabuhan Kendal
(6O 54 57.6 LS 110O 16 48.1 BT)

13 Break water sebelah Barat kolam


pelabuhan Kendal
(6O 54 47.5 LS 110O 16 50.7 BT)

14 Abrasi sebelah Barat pelabuhan


Kendal
(6O 54 59.3 LS 110O 16 43.3 BT)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

No Lokasi Bangunan pantai dan kerusakan yang


. terjadi
15 Abrasi sebelah Barat pelabuhan
Kendal
(6O 54 56.8 LS 110O 16 23.2 BT)

Analisis Data Ekosistem Mangrove


Data pohon yang diambil dari masing-masing lokasi berupa jenis, jumlah,
dan diameter pohon. Data yang diambil tersebut dianalisa untuk diketahui
jenis, sebaran, kelimpahannya, nilai penting serta indeks ekologinya (Indeks
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi). Data vegetasi dianalisa
dengan metode sebagai berikut :
a. Kerapatan
Kerapatan adalah jumlah individu per unit area (Cintron dan Novelli,
1984)
b. Basal Area (BA)
Basal area merupakan penutupan area hutan oleh batang pohon.
Basal area didapatkan dari pengukuran batang pohon yang diukur secara
melintang (Cintron dan Novelli, 1984). Diameter batang tiap spesies
tersebut kemudian diubah menjadi basal area dengan rumus
Dimana : BA = Basal Area
= 3,14
D = Diameter batang
c. Kerapatan Relatif (KR)
Kerapatan Relatif merupakan prosentase kerapatan masing-masing
spesies dalam transek. Nilai kerapatan relatif didapatkan dengan rumus
(English et al, 1997):
KR = 100% (Kind / Ktot)
Dimana : KR = Kerapatan Relatif
Kind = Kerapatan individu tiap spesies i
Ktot = Kerapatan total individu

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

d. Domisai Relatif (DR)


Dominasi Relatif merupakan prosentase penutupan suatu spesies
terhadap suatu areal yang didapatkan dari nilai basal area, untuk spesies
pohon dan sapling menggunakan rumus ( English et al., 1997):
DR = 100% (Bai/BA)
Dimana : DR = Dominasi Relatif
Bai = Total basal area tiap spesies ke i
BA = Basal area dari semua spesies
Untuk kategori seedling, perhitungan DR menggunakan rumus :
DR = 100% (Coi/Co)
Dimana : DR = Dominasi Relatif
Coi = Rata-rata nilai tengah prosentase penutupan tiap
spesies ke i
BA = Total prosentase penutupan dari semua spesies
e. Nilai Penting (NP)
Nilai Penting diperoleh untuk mengetahui spesies yang mendominasi
suatu areal. Nilai penting ini didapat dengan menjumlahkan nilai
kerapatan relatif dan dominasi relatif (Curtis, 1959):
NP = KR + DR
Dimana : NP = Nilai Penting
KR = Kerapatan Relatif
DR = Dominasi Relatif
f. Indeks Keanekaragaman (H)
Indeks Keanekaragaman merupakan karakteristik dari suatu
komunitas yang menggambarkan tingkat keanekaragaman spesies dari
organisme yang terdapat dalam komunitas tersebut (Odum, 1993).
Rumus yang digunakan adalah :

Dimana : H = Indeks Shannon-Wienner


N = Jumlah total spesies
Kategori menurut Wilhm dan Dorris (1986):
H < 2,303 = Keanekaragaman rendah
2,303 - 6,908 = Keanekaragaman sedang
H > 6,908 = Keanekaragaman tinggi
g. Indeks Keseragaman (J)

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Indeks keseragaman spesies merupakan perbandingan antara nilai


keanekaragaman dengan logaritma natural dari jumlah spesies (Odum,
1993), rumusnya:

Dimana : H = Indeks Shannon-Wienner


S = Jumlah Spesies
Menurut Krebs (1989), Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1,
dimana
J > 0,6 = Keseragaman spesies tinggi
0,4< J<0,6 = Keseragaman spesies sedang
J<0,4 = Keseragaman spesies rendah

Analisa Data Ekosistem Terumbu Karang


a) Persentase Tutupan Karang Hidup
Persentase tutupan karang hidup ditentukan dengan rumus sebagai
berikut (Englishet al., 1994) :

dimana :
ni = Persentase tutupan karang hidup (%)
li = Panjang koloni karang per panjang transek garis (cm)
L = Panjang transek garis (10 m)
Persentase tutupan karang hidup digunakan sebagai acuan dalam
menentukan kondisi terumbu karang. Karang batu merupakan unsur
paling dominan di dalam ekosistem terumbu karang sehingga
persentase tutupannya digunakan untuk menentukan kondisi
terumbu karang (Sukarno, 1995).

Tabel 4.17
Kriteria Penilaian Kondisi Terumbu Karang Berdasarkan Persentase Tutupan
Karang

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

Sumber: Suharsono, 2004

b) Indeks Dominansi (C) Terumbu Karang


Indeks Dominansi jenis digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kelompok biota mendominasi kelompok lain (Ludwig, 1988):

dimana :
C = Indeks Dominasi Jenis
n = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu seluruh jenis

c) Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver (H) Terumbu Karang


Keanekaragaman jenis dihitung berdasarkan rumus Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wienner dengan rumus sebagai berikut :

dimana : H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner


S = jumlah spesies dalam sampel
ni = jumlah individu karang jenis ke-i
N = jumlah total individu seluruh jenis
Analisa data tentang nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver adalah
sebagai berikut :
H < 1 = berarti komunitas dalam kondisi tak stabil
1 < H < 3 = berarti komunitas dalam kondisi sedang (moderat)
H > 3 = berarti komunitas dalam kondisi baik
d) Indeks Keseragaman (E) Terumbu Karang

Indeks Keseragaman jenis bertujuan untuk mengetahui keseimbangan


individu dalam keseluruhan populasi terumbu karang, yang merupakan
perbandingan nilai keragaman dengan nilai keragaman maksimum. Nilai
Indeks Keseragaman jenis dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

dimana :
E = indeks keseragamanan
H = indeks keanekaragaman
S = jumlah spesies dalam sampel
Pengambilan keputusannya adalah, jika :

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

E < 0,3 = keseragaman populasi kecil


0,3 < E < 0,6 = keseragaman populasi sedang
E > 0,6 = keseragaman populasi tinggi
Bila E mendekati 0 (nol), spesies (jenis) penyusun tidak banyak ragamnya,
ada dominasi oleh spesies tertentu dan menunjukkan adanya tekanan
terhadap ekosistem. Bila E mendekati 1 (satu), jumlah individu yang dimiliki
antar spesies tidak jauh berbeda, tidak ada dominasi dan tidak ada tekanan
terhadap ekosistem.

Analisa Data Sosial Ekonomi


a) Analisis Pertumbuhan dan Proyeksi Penduduk
Pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir akan dilacak dengan
menggunakan data time series, dengan data lima tahun terakhir.
Pertumbuhan penduduk akan digunakan untuk malakukan proyeksi
sampai dengan akhir tahun perencanaan hingga 15 tahun yang akan
datang. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, maka metode proyeksi
penduduk yang akan digunakan adalah metode proyeksi penduduk linier.
Metode ini berasumsi bahwa pertumbuhan penduduk akan relatif stabil
setiap tahunnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pn = Po + r . n
Keterangan :
Pn = Jumlah Penduduk Tahun Proyeksi
Po = Jumlah Penduduk
r = Laju Rata-rata Pertumbuhan Penduduk
n = Selisih Tahun Proyeksi dengan Tahun Awal

b) Metode Analisis Kondisi Kesejahteraan Masyarakat

Perencanaan pegelolaan dan pembangunan wilayah pesisir ditujukan


untuk memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
masyarakat pesisir. Pendekatan ini dilakukan melalui pengaturan yang
berkeadilan bagi seluruh masyarakat di wilayah tersebut. Analisis yang
diterapkan dalam melihat kesejahteraan masyarakat ini mengacu pada
Human Development Indeks (HDI), data yang diambil meliputi Harapan
Hidup (tahun), Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah dan Daya Beli. Hasil
analisis dan proyeksi terhadap HDI akan dijadikan dasar dalam
perencanaan dan prioritas pengembangan sarana dan prasarana wilayah
pesisir.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

c) Metode Analisis Pertumbuhan Ekonomi


Analisis pertumbuhan ekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat
atau pengaruh sub sektor perikanan dan kelautan ditinjau dari aspek
produksi perikanan dan kelautan terhadap perkembangan ekonomi
wilayah (PDRB, Pendapatan Asli Daerah, Laju inflasi, Produktifitas
Perikanan dan Pertanian (termasuk peternakan dan perkebunan), serta
Analisis Industrialisasi dan Investasi). Tujuan pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah setempat. Pendekatan ini dilakukan
dengan optimalisasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir sehingga mampu
memberikan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan masyarakat di
wilayah tersebut.
d) Analisis Sosial Budaya
Karakteristik etnis, agama, kebiasaan masyarakat (budaya)
merupakan pencerminan dari nilai sosial, budaya dan ekonomi
masyarakat yang khas, interaksi antara masyarakat lokal dengan
masyarakat luar sangat mempengaruhi perkembangan sosial, budaya
dan ekonominya. Analisa sosial-ekonomi tersebut dilakukan secara
deskriptif dan menyeluruh sehingga diperoleh gambaran kondisi
masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perkembangan
sumberdaya pesisir dan laut. Data-data sebagai variabel yang dianalisa
adalah:
Pendidikan umum dan akses informasi-media massa.
Akses pendidikan dan lembaga pendidikan tinggi.
Kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Pengadaan fasilitas sanitasi komunal dan rumah tangga serta tempat
pembuangan sampah pasar.
Akses dan penggunaan listrik serta sumber listrik.

4.2.5.Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan dalam kegiatan penyusunan feasibility study pantai


Mororejo Kecamatan Kaliwungu pada dasarnya mencakup beberapa hal,
diantaranya sebagai berikut:

1. Laporan Pendahuluan
Isi dari laporan ini adalah uraian ringkasan mengenai awal pelaksanaan
pekerjaan berdasarkan sebagian dari data primer dan sekunder yang

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

sudah diperoleh juga dimasukkan metodologi serta pendekatan teknis


pelaksanaan pekerjaan.
Laporan Pendahuluan diserahkan pada akhir bulan pertama dari masa
pelaksanaan pekerjaan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.
2. Laporan Antara (Interm Report)
Isi dari laporan ini adalah kompilasi data serta hasil analisis sesuai
dengan tujuan dan sasaran perencanaan.
Laporannya sekurang-kurangnya berisikan tentang:
- Hasil survey berupa data primer dan sekunder, foto-foto lapangan,
peta pendukung, foto udara citra satelit terkini.
- Tabulasi data
- Analisis data
Laporan antara diserahkan pada akhir bulan ketiga dari masa
pelaksanaan pekerjaan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.
3. Laporan Akhir (Final Report)
Isi laporan ini adalah hasil akhir dari seluruh rangkaian kegiatan
pelaksanaan pekerjaan termasuk alternatif potensi pengembangan
kawasan pantai, alternatif pemecahan masalah di kawasan pantai dan
rumusan kebijaksanaan dasar pengembangan alternatif pemecahan
masalah di kawasan pantai, alternatif pemecahan masalah di kawasan
pantai saat ini dan juga kawasan pantai di masa mendatang.
Laporan akhir diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar pada akhir
bulan ke empat dari masa pelaksanaan pekerjaan termasuk executif
summary.

Diskusi laporan akhir ini dilakukan secara eksternal dengan


mengundang beberapa pihak terkait untuk memperoleh masukan lain
mengenai hasil akhir dari study ini sehingga dalam penyusunan laporan
berikut alternatif pemecahan masalah di kawasan pantainya dapat
diperoleh satu kesimpulan yang mampu menampung aspirasi dan
masukan dari dinas/instansi terkait.

LAPORAN AKHIR

IV-45
Penyusunan Feasibility Study Sabuk Pantai Mororejo Kecamatan Kaliwungu

LAPORAN AKHIR

IV-45

Вам также может понравиться