Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
JUDUL BUKU
Komunikasi Politik
PENULIS
Asep Syamsul M. Romli
Website:
www.romeltea.com
www.romelteamedia.com
Email:
romeltea@yahoo.com
Follow @romeltea
DESKRIPSI
Mata kuliah ini memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang fungsi dan
kontribusi faktor-faktor komunikasi dalam proses politik serta hubungan timbal balik
antara kepentingan politik dengan proses komunikasi dalam konteks nasional, regional,
ataupun internasional.
TUJUAN
1. Memahami fungsi dan kontribusi faktor-faktor komunikasi dalam proses politik
2. Mengkaji permasalahan politik dalam konteks nasional, regional, dan internasional dalam perspektif
komunikasi.
3. Memahami pola dan dampak komunikasi politik para aktor politik terhadap publik dan feedback-nya
kepada komunikator dalam proses politik.
Penyusun
Asep Syamsul M. Romli
KOMUNIKASI
The Latin root word comunicare means "to make common" kesamaan pengertian,
kesamaan persepsi.
Definisi
Proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu
atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung.
Proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi
saling mempengaruhi di antara keduanya (Wikipedia Indonesia).
The imparting, conveying, or exchange of ideas, knowledge, information, etc.
Pemberian, penyampaian, atau pertukaran ide, pengetahuan, informasi, dsb. (The
Oxford English Dictionary).
Who says what in which channel to whom and with what effects Siapa mengatakan
apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan pengaruh apa (Harold Lasswell).
Pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan (JL. Aranguren).
Koordinasi makna antara seseorang dengan khalayak (Melvin L DeFleur).
Saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap (Wilbur Schramm).
Fungsi
1. To Inform - menginformasikan
2. To Educate - mendidik
3. To Entertain - menghibur
4. To Influence - mempengaruhi
Jenis
1. Verbal Communication (Lisan, Language) - Non Verbal Communication (Isyarat, Gesture,
Body Language).
2. Direct Communication (Tatap Muka) - Indirect Communication (Bermedia).
3. Intrapersonal Communication Interpersonal Communication Group Communication
Mass Communication.
4. Komunikasi Lisan Komunikasi Tulisan.
5. Komunikasi Politik, Komunikasi Budaya, Komunikasi Olahraga, Komunikasi
Pembangunan, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Keluarga, dsb.
Referensi
Prof. Onong Uchjana Effendy, M.A. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003; Prof. Dr. Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar, Rosdakarya,
Bandung, 2010.
The root word polis means city state berkembang menjadi politik, police, policy.
Definisi
1. Who gets what, when, and how (Harold Laswell).
2. Authoritative allocation of values - alokasi nilai-nilai secara otoritatif/sah/sesuai dengan
kewenangan (David Easton).
3. Kekuasaan dan pemegang kekuasaan (G.E.G Catlin).
4. Pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat
seluruhnya (Joyce Mitchell).
5. Seni memerintah; seni untuk melakukan sesuatu yang mungkin; penggunaan pengaruh,
perjuangan kekuasaan, dan persaingan alokasi nilai-nilai dalam masyarakat (Kamus
Analisa Politik, Jack Plano dkk.).
6. Proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuatan keputusan , khususnya dalam negara; Seni dan ilmu untuk
meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional; Hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara; Kegiatan yang diarahkan untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat; Segala sesuatu tentang
proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik (Wikipedia).
Hakikat: Power
The essence of politics is power.
Power is the possession of control or command over other (The American College
Dictionary).
Power is thus capacity to make ones will prevail over that of others, even against these
other wills (R.H. Soltau).
Power: 1. Authority kewenangan memerintah; 2. Force kekuatan e.q. militer, ekonomi,
atau alat paksa lainnya; 3. Influence pengaruh, penggunaan alat persuasi untuk
mengubah perilaku (Couloumbis& Wolfe)
Kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya.
Tiga sumber power: perundang-undangan yakni kewenangan, kekerasan seperti
penguasaan senjata, kharisma (Max Weber).
Lord Acton: Power tend to corrupt and absolute power tends to corrupt absolutely. (A
persons sense of morality lessens as his or her power increases New Dictionary of
Cultural Literacy). Corrupt = Abuse of Power.
Referensi:
Prof. Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta, 1982; Dan Nimmo.
Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982.*
Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara yang memerintah dan yang
diperintah.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh
siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada
yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih
dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam
aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah
terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik.
Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan
contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah
melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR
Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam
setiap sistem politik. All of the functions performed in the political system, political
socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule
application, and rule adjudication,are performed by means of communication.
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat
keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik
terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
Process by which a nations leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning
upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka
ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa
penggabungan kepentingan (interest aggregation dan perumusan kepentingan
(interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang
bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi
seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan
lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi
pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam
setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik sering mengalami
empat distorsi.
1. Distorsi bahasa sebagai topeng; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang
menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi
sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), bahasa topeng.
2. Distorsi bahasa sebagai proyek lupa; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa
dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas
puluhan bahkan ratusan juta orang.
3. Distorsi bahasa sebagai representasi; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak
sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh
media Barat.
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Gabriel Almond The Politics of the
Development Areas, 1960; Gabriel Almond and G Bingham Powell, Comparative Politics: A
Developmental Approach. New Delhi, Oxford & IBH Publishing Company, 1976; Mochtar
Pabottinggi, Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik dalam Indonesia dan
Komunikasi Politik, Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun (eds). Jakarta, Gramedia, 1993; Jack Plano
dkk., Kamus Analisa Politik, Rajawali Jakarta 1989.*
Komunikator Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang politik,
mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk membahas konstitusi negara.
Namun, yang menjadi komunikator utama adalah para pemimpin politik atau pejabat
pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis
mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols,
yakni warganegara yang aktif dalam politik secara part timer ataupun sukarela.
Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa dalam proses
opini publik. Karl Popper mengemukakan teori pelopor mengenai opini publik, yakni opini
publik seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politik.
1. Politisi
Orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, seperti aktivis
parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.
Politisi ideolog : fokus pada kebijakan lebih luas, menguasahan reformasi, mendukung
perubahan revolusioner; Ideolog adalah pesilat lidah yag menawarkan gagasan yang
lebih baik.
2. Profesional
Komunikasi sebagai nafkah pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik.
Muncul akibat revolusi komunikasi: munculnya media massa lintas batas dan
perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang
menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan.
Beroperasi di bawah desakan ataun tuntutan yang, di satu pihak, dibebankan oleh
khalayak akhir dan, di pihak lain, oleh sumber asal.
Menjual keahliannya dalam memanipulasi, menjualkan, menghubungkan, dan
menginterpretasikan kepada politikus dan yang lain.
3. Aktivis
Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau
mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi.
Perannya mirip jurnalis.
Pemuka pendapat (opinion leader) orang yang sering dimintai petunjuk dan
informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada
masyarakat. Misalnya tokoh informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang
dipercaya publik. Teori Arus Komunikasi Dua Tahap (Two Step Communication
Flow : informasi dari media mengalir kepada pemuka pendapat dan diteruskan
kepada masyarakat yang tidak aktif (jaringan interpersonal).
Proses komunikasi politik sama dengan proses komunikasi pada umumnya (komunikasi
tatap muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan komponen:
1. Komunikator/Sender Pengirim pesan
2. Encoding - Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
3. Message - Pesan
4. Media Saluran
5. Decoding - Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
6. Komunikan/Receiver Penerima pesan
7. Feed Back - Umpan balik, respon.
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Jack Plano dkk., Kamus Analisa Politik,
Rajawali Jakarta 1989; Prof. Onong Uchjana Effendy, M.A. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.*
Karakteristik :
(1) Komunikator Melembaga (Institutionalized Communicator), komunikator tidak
individual tetapi secara tim (collective communicatorI) sesuai dengan kebijakan
lembaga media;
(2) Pesan bersifat umum sehingga bisa diterima publik yang heterogen;
(3) Menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan serentak (instantaneos)
penerimaan oleh massa;
(4) Komunikan, audien, atau penerimanya bersifat heterogen;
(5) Berlangsung satu arah (one way traffic communication).
Mass media are those media reaching large numbers of the public via radio, television,
movies, magazines, newspapers and the World Wide Web.
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Prof. Onong Uchjana Effendy, M.A.
Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.*
Pilihan Tema:
- Komunikasi Politik Presiden
- Komunikasi Politik Anggota DPR/DPRD
- Komunikasi Politik Walikota Bandung
Propaganda is the systematic spread of a given doctrine or of allegations reflecting its views and
interests. The term has become pejorative, commonly applied to messages that, even if it
conveys true information, may only mention facts that further its cause and fail to paint a
complete picture. However, the term can still apply to any effort to spread facts or allegations
even if it does paint a fair and accurate picture.
The primary use of the term is in political contexts and generally refers to efforts sponsored by
governments . The intent of the category is for government sponsored and items easily
classified as propaganda. (Wikipedia).*
Allegation kb. 1 pernyataan tanpa bukti. 2 pernyataan (biasa), dugaan. Pejorative ks.
merendahkan, memburukkan.
Pengertian Propaganda
Secara etimologis, propaganda berasal dari bahasa Latin, propagare, artinya mengembangkan
atau memekarkan, yakni cara tukang kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah
lahan untuk memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Pada awalnya,
propaganda digunakan oleh para penyebar Katholik Roma.
Kebanyakan orang sangat mudah menjadi korban propaganda, khususnya yang tidak memiliki
wawasan luas. Most people are easy prey for propaganda, kata Jacques Ellul, sosiolog dan
filosof Prancis pengarang The Technological Society (Vintage Books, Random House, New York,
1965). Ellul melihat propaganda sebagai a socialogical phenomenon --resulting from our
technological society.
Ellul mendefinisikan progaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok
terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu
massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi
Komponen Propaganda
Ada beberapa komponen yang membentuk sebuah propaganda:
1. Propagandis --pihak yang sengaja melalakukan penyebaran pesan untuk mempengaruhi.
Bisa individu, kelompok, dan negara.
2. Kontinyuitas.
3. Proses penyampaian ide, informasi, doktrin, atau kepercayaan.
4. Tujuan mengubah pendapat, sikap, atau perilaku.
5. Perencanaan dilakukan secara sadar, sistematis, prosedural.
6. Media orasi, buku, film. Paling efektif melalui media massa.
Teknik Propaganda
Ada beberapa teknik yang bisa digunakan dalam melancarkan propaganda.
A. Name Calling pemberian label atau julukan buruk (labelling theory). Islam dan
umatnya mengalami Demonologi Islam (Asep Syamsul M. Romli, Demonologi Islam:
Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, GIP Jakarta, 2000). Label-label propaganda
masa kini: teroris, ekstremis, garis keras, radikal, provokator, aktor intelektual, dalang,
antireformasi, kekuatan Orba, pemain lama, pro-status quo, sektarian, set back,
primordial, dll.
B. Glittering Generalities kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label
asosiatif bercitra baik, luhur, sangat agung. Contoh label: demokratis, moderat, demi
stabilitas. Paling nyata teknik ini digunakan dalam dunia iklan. Gudang Garam = Selera
Pria, Filma= Sejernih Akal Sehat. Telkom = Commited to You.
In the Transfer device, symbols are constantly used. The cross represents the Christian
Church. The flag represents the nation. Cartoons like Uncle Sam represent a consensus
of public opinion. Those symbols stir emotions (Institute for Propaganda Analysis,
1938)
The most common misuse of the testimonial involves citing individuals who are not
qualified to make judgements about a particular issue. In 1992, Barbara Streisand
supported Bill Clinton, and Arnold Schwarzenegger threw his weight behind George
Bush. Both are popular performers, but there is no reason to think that they know what
is best for this country. (propagandacritic.com)
The basic theme of the Band Wagon appeal is that "everyone else is doing it, and so
should you."
"The streets of our country are in turmoil. The universities are filled with students
rebelling and rioting. Communists are seeking to destroy our country. Russia is
threatening us with her might, and the Republic is in danger. Yes - danger from within
and without. We need law and order! Without it our nation cannot survive." - Adolf
Hitler, 1932
When a propagandist warns members of her audience that disaster will result if they do
not follow a particular course of action, she is using the fear appeal. By playing on the
audience's deep-seated fears, practitioners of this technique hope to redirect attention
away from the merits of a particular proposal and toward steps that can be taken to
reduce the fear.
Tipe-Tipe Propaganda:
Terang-terangan dan tersembunyi (Doob).
Propaganda Politik dilakukan pemerintah/politisi untuk tujuan strategis dan taktis mis.
meraih dukungan suara-- dan Propaganda Sosiologis doktrin ideologis mis. cara hidup
Amerika (Ellul).
Propaganda vertikal dan horisontal (Ellul). Vertikal satu-kepada-banyak mengandalkan
media massa; Horisontal di antara anggota kelompok, komunikasi interpersonal,
pelatihan kader, persekongkolan dalam sel, kunjungan daerah, dll.
Kualifikasi Propagandis: Intelectual Capacity, Self Significance, Vitality, Training, misal dalam
hal Public Speaking and Writing, Reputation.
The earliest accounts of mass communications, popula r in the 1920s and 1930s, were greatly
impressed by the rapid growth and potential reach of mass communications, and stressed that
the public could easily be swayed by propaganda on the radio and in newspapers.
In Public Opinion, first published in 1922, Walter Lippmann emphasised that the 'manufacture
of consent' and the 'arts of persuasion' were nothing new, since there had always been popular
demagogues. Nevertheless he believed that the growth in circulation of the popular press,
developments in advertising, and the new media of moving pictures and the wireless, had
decisively changed the ability of leaders to manipulate public opinion:
"Within the life of the generation now in control of affairs, persuasion has become a self-
conscious art and a regular organ of government. None of us begins to understand the
consequences, but it is no daring prophecy to say that the knowledge of how to create consent
will alter every political calculation and modify every political premise." (Lippmann 1997).
Not only were the effects of mass communication pervasive, they were also seen as generally
harmful for democracies. Lippmann's premonitions seemed to be confirmed by the use of the
media by authoritarian regimes in the inter-war years, and the development of more s
ophisticated and self-conscious psychological techniques of mass persuasion by the allies in war
-time.
In the 1930s the Payne Fund Studies in the United States looked at the impact of movies on
delinquency, aggression and prejudice, while early experimenta l studies by Hovland (1949,
1953) examined the impact of the media for planned persuasion (McQuail 1992; Lowery and
DeFleur 1995). Popular accounts in the inter-war years reinforced the notion that the mass
media could have a direct and decisive impact upon shaping public opinion, and ultimately
voting choices. (Pippa Norris et al. On Message [Sage London 1999] Theories of Political
Communications)
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Prof. Onong Uchjana Effendy, M.A.
Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.*
Kampanye adalah persuasi politik. Persuasi sendiri adalah mengubah sikap dan perilaku orang
dengan menggunakan kata-kata lisan dan tertulis (William J. McGuire; dan menanamkan
opini baru (Carl I. Hovland).
TUJUAN KAMPANYE
1. Membangkitkan kesetiaan alami
2. Menciptakan identifikasi kelompok independen
3. Membelokkan dukungan.
Elemen Kampanye
Any political campaign is made up of three elements. The modern mnemonic is message,
money, and machine (Wikipedia).
1. Message -- The message is a concise statement saying why voters should pick a
candidate. The message is one of the most important aspects of any political campaign.
2. Money -- Fundraising techniques include having the candidate call or meet with large
donors, sending direct mail pleas to small donors, and courting interest groups who
could end up spending millions on the race if it is significant to their interests.
3. Machine -- Finally, 'machine' represents human capital, the foot soldiers loyal to the
cause, the true believers who will carry the run by volunteer activists. Successful
campaigns usually require a campaign manager and some staff members who make
strategic and tactical decisions while volunteers and interns canvass door-to-door and
make phone calls. Large modern campaigns use all three of the above components to
create a successful strategy for victory.
Campaign advertising draws on techniques from commercial advertising and propaganda. The
avenues available to political campaigns when distributing their messages is limited by the law,
available resources, and the imagination of the campaigns' participants. These avenues include:
The public media (in US parlance 'free media' or 'earned media ') may run the story that
someone is trying to get elected or to do something about such and such
The paid media which consists of paid advertisements on TV, the radio, in newspapers,
on billboards and, increasingly, the Internet
Holding protests, rallies, and other similar public events (if enough people can be
persuaded to come)
Holding mass meetings with speakers
Writing directly to members of the public (either via a professional marketing firm or,
particularly on a small scale, by volunteers)
Communicating face-to-face with members of the public, either at events, in the street
("mainstreeting"), or on the doorstep
By cold-calling members of the public over the phone
Pengaruh Kampanye
Menurut berbagai kajian mengenai pengaruh pemberitaan kampanya politik di Barat,
khususnya Amerika, pemberitaan kampanye politik tidak begitu berpengaruh untuk mengubah
perilaku pemilih, tetapi hanya memperteguh kecenderungan yang sudah ada.
Apalagi sebagian besar rakyat Indonesia tampaknya tidak mudah dibujuk secara politik lewat
media massa. Kesetiaan mereka kepada parpol lebih bersifat primordial alih-alih merupakan
pilihan rasional.
Klapper (1978): dalam kampanya politik lewat media massa orang yang pandangan
aslinya diperteguh ternyata jumlahnya 10 kali daripada orang yang pandangannya
berubah. Salah satu kekurangefektifan kampanya media ini adalah durasi kampanye
yang lebih pendek daripada tayangan iklan barang yang bisa berdurasi tahunan. Tidak
mudah untuk mengubah sikap dan perilaku pemilih parpol lewat kampanye berdurasi
pendek (Deddy Mulyana, 1999:93).
Strategi Kampanye
Joe Garecht, How to Keep Your Political Campaign Organized (Local Victory Newsletter,
January 15, 2003, www. localvictory.com):
Empat strategi besar agar kampanye terorganisasi dengan baik dan mencapai sukses, yakni
rencana, delegasi, jadwal, dan kemudahan.
1. Plan (Rencana)
Ini taktik pertama dan terpenting agar kampanye terorganisasikan dengan baik. Tanpa
perencanaan yang baik, kampanye akan berjalan tanpa target dan hasil yang
diharapkan, jika berhasil itu hanya meripakan keberuntungan.
Agar berhasil dalam kampanye modern, para kandidat, konsultan, manajer kampanye,
dan staf harus belajar bagaimana mendelegasikan tugas.
Delegasi artinya menemukan orang-orang yang baik untuk bekerja pada kampanye
Anda, apakah mereka staf atau sukarelawan, dan mempercayai mereka untuk mencapai
serangkaian tujuan yang Anda tetapkan bagi mereka.
Manajer kampanye yang baik akan secara konstan mengecek dan mengawasi progres
kinerja mereka dan menawarkan bantuan ketika dibutuhkan. Agar terorganisasi dengan
baik, staf senior kampanye Anda harus belajar bagaimana mendelegasikan tugas.
Pastikan bahwa satu (dan hanya satu) orang bertanggung jawab atas pengaturan jadwal
kampanye dan bahwa setiap orang dalam tim Anda tahu harus mengubunginya untuk
menambah atau menghapus event kampanye.
Dengan pengecualian beberapa anggota staf kunci, kebanyakan kampanye lokal sangat
bergantung pada sukarelawan untuk melaksanakan tugas-tugas penting demi
memenangkan pemilihan.
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Dedy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi.
Rosda, Bandung, 1999; Joe Garecht, How to Keep Your Political Campaign Organized (Local Victory
Newsletter, January 15, 2003, www. localvictory.com).*
Pembicaraan Politik
Politik adalah pembicaraan (talk); kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara (Mark Roelofs),
yakni pembicaraan yengan kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan konflik.
1. Pembicaraan kekuasaan.
Mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji, juga suap dan pemerasan. Bentuknya
yang khas: Jika Anda melakukan X, maka saya akan melakukan Y. Kunci pembicaraan
kekuasaan adalah bahwa saya punya cukup kemampuan untuk mendukung janji atau
ancaman.
2. Pembicaraan pengaruh.
Nasihat, dorongan, permintaan, dan peringatan. Jika Anda melalukan X, akan terjadi Y.
3. Pembicaraan otoritas.
Pemberian perintah atau larangan. Lakukan X atau Dilarang melakukan X.
Politik juga adalah pembicaraan tentang konflik kegiatan mengatur konflik yang sebagian
besar dilakukan melalui pembicaraan.
Hubungan Pemerintah-Pers
Pers = natural enemy bagi pemerintah/penguasa.
Empat Teori Pers Fred Siebert tentang hubungan pemerintah-pers:
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Siebert's Four Theories of the Press: A
Critique, Terje Steinulfsson Skjerdal, Northwestern College <http://www.nwc.edu>, St. Paul,
Minnesota, 1993.
Opini publik adalah kumpulan pendapat orang mengenai hal ihwal yang mempengaruhi atau
menarik minat komunitas (James Bryce).
Opini publik adalah pandangan orang banyak yang tidak terorganisasi, tersebar di mana-
mana. Karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, mereka secara sadar atau tidak
dapat bergerak serentak dan bersatu-padu menyikapi sesuatu tersebut.
Opini publik menggerakkan orang bersikap atau bertindak. Manusia bertindak terhadap
sesuatu berdasarkan manka sesuatu itu bagi mereka (Herbert Blumer).
Kekuatan opini publik luar biasa besar. Opini yang ada di benak setiap orang menentukan sikap
orang itu terhadap sesuatu. Opini publik yang tercipta di masyarakat bisa menjadi sanksi sosial
atau tekanan psikologis.
Opini publik bisa diciptakan dan direncanakan. Seringkali --kalau tidak selalu-- muatan berita
sebuah media massa bermisi pembentukan opini publik. Apalagi dewasa ini media massa
merupakan lembaga yang sangat berpengaruh.
Orang menggantungkan diri pada pemberitaan media massa untuk mengetahui atau mengenali
sesuatu, meskipun apa yang tersaji dalam berita media massa bukan merupakan kenyataan
hakiki (pure reality) melainkan realitas media, relaitas kedua (second reality), atau realitas
semu (pseudo reality) yang sering menjadi kebenaran semu. Realitas yang digambarkan media
merupakan kenyataan yang tidak ditampilkan secara utuh dan dilukiskan berdasarkan kriteria
tertentu.
Opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan diharapkan seseorang
dari objek-objek dan situasi tertentu. Tindakan itu bisa berupa pemberian suara, pernyataan
verbal, dokumen tertulis, atau bahkan diam.
The Agenda-Setting Theory says the media (mainly the news media) arent always successful at
telling us what to think, but they are quite successful at telling us what to think about.
Dalam proses pembentukan opini di media, redaksi menggunakan gatekeeping dan agenda
setting untuk mengendalikan akses publik terhadap berita, informasi, dan hiburan.
Gatekeeping adalah is a series of checkpoints yang harus dilalui sebuah berita sebelum
mencapai publik. Checkpoints itu mengacu kepada visi, misi, kode etik, undang-undang,
keinginan pembaca, atau bahkan pesan sponsor dan pesan pemodal. Yang menjadi
gatekeepers adalah para reporter, editor, dan penulis.
Setelah gatekeeping proses selanjutnya adalah Agenda Setting. Agenda Setting didefinsikan
sebagai the process whereby the mass media determine what we think and worry about.
Hasilnya, terbentuk opini publik yang mengendalikan massa untuk bereaksi atau bersikap.
Pakar komunikasi, Lippmann, mencatat: the media dominates over the creation of pictures in
our head, the public reacts not to actual events but to the pictures in our head.
Agenda Setting digunakan to remodel all the events occurring in our environment, into a
simpler model before we deal with it. Hasilnya, the mass media may not be successful in
telling us what to think (berpikir), but they are stunningly successful in telling us what to think
about (memikirkan sesuatu).
Agenda Setting has two levels. As mentioned in Theories of Communication, the first level
enacts the common subjects that are most important, and the second level decides what parts
of the subject are important.
The first part of the process is the importance of the issues that are going to be discussed in the
media. Second, the issues discussed in the media have an impact over the way the public
thinks, this is referred as public agenda. Ultimately the public agenda influences the policy
agenda. Furthermore the media agenda affects the public agenda, and the public agenda
affects the policy agenda. (Stephen W. Littlejohn Theories of Human Communication).
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982; Siebert's Four Theories of the Press: A
Critique, Terje Steinulfsson Skjerdal, Northwestern College <http://www.nwc.edu>, St. Paul,
Minnesota, 1993; Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication. Seventh
Edition.Albuquerque, New Mexico. Wadsworth, 2002).*