Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik
(PGK) atau chronic kidney disease (CKD) stadium V atau gagal ginjal kronik
(GGK).
diperkirakan terdapat 116395 orang penderita GGK yang baru. Lebih dari
tahun 2011 di Indonesia terdapat 15353 pasien yang baru menjalani HD dan
pada tahun 2012 terjadi peningkatan pasien yang menjalani HD sebanyak 4268
orang sehingga secara keseluruhan terdapat 19621 pasien yang baru menjalanai
HD. Sampai akhir tahun 2012 terdapat 244 unit hemodialisis di Indonesia (IRR,
2013).
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi (UF) atau penarikan cairan saat HD.
1
2
darah. Dilaporkan Sekitar 5-15% dari pasien yang menjalani HD reguler tekanan
darahnya justru meningkat saat HD. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik
(HID) atau intradialytic hypertension (Agarwal and Light, 2010; Agarwal et al.,
2008). Pada penelitian kohort yang dilakukan pada pasien HD didapatkan 12,2%
tekanan darah yang menetap pada saat HD dan tekanan darah selama dan pada
saat akhir dari HD lebih tinggi dari tekanan darah saat memulai HD. Tekanan
darah penderita bisa normal saat memulai HD, tetapi kemudian meningkat
sehingga pasien menjadi hipertensi saat dan pada akhir HD. Bisa juga terjadi
pada saat memulai HD tekanan darah pasien sudah tinggi dan meningkat pada
saat HD, hingga akhir dari HD. Peningkatan tekanan darah ini bisa berat sampai
pasca HD meningkat yaitu bila sistolik 180 mmHg dan diastolik 90 mmHg
(rr =1,96 dan 1,73 berturut-turut). Pada pasien yang mengalami peningkatan
tekanan darah sebesar 10 mmHg saat HD didapatkan peningkatan risiko rawat
Pada pasien dengan gagal jantung biasanya dengan tekanan darah yang
darah pada pasien ini tidak mencapai level hipertensi seperti pada pasien yang
tidak gagal jantung. Peningkatan tekanan darah ini juga meningkatkan risiko
ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab
HID seperti aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron system (RAAS) karena
faktor tersebut yang paling umum diketahui sebagai penyebab HID adalah
saat HD dan variasi dari kadar elektrolit terutama kalsium dan kalium (Chazot
penderita merasa nyaman, tidak ada sesak dan tidak ada tanda-tanda kelebihan
2 liter (Nissenson and Fine, 2008). Guideline K/DOQI 2006 menyatakan bahwa
kg bahkan mencapai 5 kg, sehingga pada kondisi ini dilakukan UF lebih dari 2
aktivitas RAAS sehingga bisa menimbulkan kejadian HID (Chazot and Jean,
2010).
penelitian terhadap 30 pasien yang prone terhadap HID dan 30 orang kontrol,
bermakna dari kadar katekolamin, dan renin tetapi didapatkan peningkatan dari
resistensi vaskular sistemik dan penurunan keseimbangan rasio nitric oxide dan
variasi tekanan darah selama HD. Perubahan volume cairan, dan rangsangan
melibatkan kontrol tekanan darah pada sel endotel. Vasoaktif yang terpenting
yang merupakan inhibitor endogen dari NO synthase (NOS) dan ET-1 suatu
vasokonstriktor yang kuat. Zat-zat ini mempunyai efek yang penting terhadap
antara endotel, sistem saraf simpatis dan kontrol dari resistensi vaskular perifer
(Raj et al., 2002). Terdapat perbedaan perubahan kadar NO dan ET-1 saat HD
antara kontrol dan penderita yang prone terhadap hipertensi. Pada saat HD
berakhir pada penderita HID terjadi peningkatan signifikan dari kadar ET-1 dan
et al., 2006). Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa pada individu dengan
HID terjadi peningkatan yang signifikan dari kadar ET-1 setelah HD (Shafei et
al., 2008). Pada penelitian cohort case control 25 pasien HD reguler yang
disfungsi endotel pada pasien dengan HID belum sepenuhnya dapat dipahami.
Banyak hal yang belum dapat diterangkan baik patofisiologi, mekanisme dan
strategi terapi yang tepat pada HID. Dari uraian di atas kami ingin mencari
berikut:
yang
ditandai dengan peningkatan ET-1 atau peningkatan ADMA atau
serum.
ADMA serum.
1.4 Manfaat Penelitian
kadar ADMA, atau meningkatnya kadar ET-1 atau menurunnya kadar NO)
penentuan UF yang tepat saat HD dapat digunakan oleh para klinisi dalam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Epidemiologi
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau Chronic Kidney disease (CKD) menjadi
problem kesehatan yang besar di seluruh dunia. Perubahan yang besar ini
utama dari PGK. Saat ini infeksi bukan merupakan penyebab yang penting dari
PGK. Dari berbagai penelitian diduga bahwa hipertensi dan diabetes merupakan
ginjal diperkirakan 1,8 juta orang. Terapi pengganti ginjal mencakup dialisis dan
transplantasi ginjal dan lebih dari 90% di antaranya berada di negara maju
(Suhardjono, 2006).
2.1.2 Batasan
berlangsung lebih dari 3 bulan dengan implikasi pada kesehatan yang ditandai
dengan adanya satu atau lebih tanda kerusakan ginjal seperti yang terdapat pada
9
10
Tabel 2.1 Kriteria PGK (kerusakan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan)
(KDIGO, 2013)
Penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah
2.2 Hemodialisis
menjalani HD rutin meningkat dari tahun ke tahun. Di seluruh dunia saat ini
penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury)
1. Kegawatan ginjal
mmol/l )
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
k. Hipertermia
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien
dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah
proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik,
selanjutnya beredar di
dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas
et al., 2007).
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah
kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air
2007).
2007).
Gambar 2.1
Skema Mekanisme Kerja Hemodialisis
(Bieber dan Himmelfarb, 2013)
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK)
stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini
yang mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering
cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang
menjalani HD
reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual
muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom
Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini.
Penyakit jantung
Malnutrisi
Hipertensi / volume excess
Anemia
Renal
osteodystrophy
Neurophaty
Disfungsi reproduksi
Komplikasi pada akses
Gangguan perdarahan
Infeksi
Amiloidosis
Acquired cystic kidney disease
2.3 Hipertensi Intradialitik
2.3.1 Batasan
rutin, walaupun komplikasi HD ini sudah dikenal sejak beberapa tahun lalu
namun sampai saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai HID. Berbagai
15 mmHg atau lebih selama atau sesaat setelah HD selesai (Amerling et al.,
hipertensi yang mulai sejak jam kedua atau ketiga saat sesi HD, setelah
UF (Cirit et al., 1995). Sementara peneliti lain mengemukakan HID adalah suatu
kondisi berupa terjadinya peningkatan tekanan darah yang menetap pada saat
HD dan tekanan darah selama dan pada saat akhir dari HD lebih tinggi dari
tekanan darah saat memulai HD (Chazot dan Jean, 2010). Berikut definisi HID
b. Suatu peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) >10 mmHg dari pre ke post
1995).
2.3.2 Prevalensi
pada pasien yang menjalani HD rutin, dengan prevalensi 5-15% (Locatelli et al.,
prevalensi HID sebesar 12,2% (Inrig et al., 2009). Penelitian yang dilakukan di
ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab
overaktif dari
+ 2+
simpatis, variasi dari ion K dan Ca saat HD, viskositas darah yang meningkat
karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), UF yang berlebih saat HD, obat
al., 2010).
2.3.3.1 Volume overload
cardiac output (COP) merupakan salah satu penyebab yang penting dari
hipertensi saat HD, di dapatkan gambaran dilatasi pada jantung. Pada pasien ini
tekanan darah meningkat saat dilakukan UF. Pasien ini kemudian diterapi
yang intensif pada pasien- pasien seperti ini (Cirit et al., 1995).
dilakukan sebelum dan saat HD. Pada saat dilakukan UF sedang didapatkan
perbaikan fungsi sistolik jantung, tetapi MABP dan indeks jantung juga
pada semua pasien dan indeks jantung juga menjadi normal. Peneliti
berada pada bagian yang menurun dari kurva, dengan UF sedang pasien
peningkatan indeks jantung, COP dan tekanan darah. Dengan UF lebih jauh,
pasien pindah ke bagian yang bawah pada bagian kurva yang meningkat dengan
COP karena adanya overhidrasi dan dilatasi jantung, dan disarankan dilakukan
UF yang intensif untuk menurunkan berat badan kering pasien (Cirit et al.,
1995; Gunal et al., 2002; Chou et al., 2006). Peneliti lain mengemukakan bahwa
dilakukan UF yang agresif pasien yang rawat jalan harus dimonitor ketat dengan
2006).
konsumsi garam dan air, diantara sesi HD. Hal ini untuk menurunkan
peningkatan BB antar sesi HD, sehingga menurunkan kecepatan UF per jam saat
menurunkan kecepatan UF per jam saat HD. Pembatasan dari konsumsi garam
dan penurunan dari volume cairan ekstrasel akan menormalkan tekanan darah
mmol per hari berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan menurunkan
dalam mencegah dan menangani pasien dengan HID (Locatelli et al., 2010).
2.3.3.2 RAAS activation
Mekanisme lain yang berperan terhadap kejadian HID adalah aktivasi dari
RAAS dan oversekresi renin dan angiotensin II yang diinduksi oleh UF saat HD.
pasien HD yang matched umur dan jenis kelamin, didapatkan kadar renin rata-
rata sebelum dan sesudah HD sama pada kelompok pasien yang prone tehadap
Hal ini mungkin disebabkan oleh menurunnya kliren renal terhadap katekolamin
dan langsung oleh karena aktivitas saraf simpatis. Sympathetic overactivity pada
PGK menjadi normal setelah dilakukan nefrektomi, hal ini diduga karena signal
dari ginjal yang sakit berperan dalam aktivasi simpatis (Locatelli et al., 2010).
dalam onset HID. Pada penelitian lain didapatkan kadar norepinefrin meningkat
signifikan setelah HD pada pasien kontrol, bukan pada pasien yang prone
terhadap HID (Chou et al., 2006). Evaluasi akurat dari aktivitas simpatis dengan
Komposisi yang adekuat dari dialisat dan kontrol terhadap variasi kadar
elektrolit sangat penting pada terapi HD. Kadar elektrolit pasien seperti sodium,
kalium, kalsium dan perubahan dari elektrolit saat HD sangat penting sebab erat
dialisis dan HID. Penarikan sodium yang adekuat bisa dicapai dengan memilih
sodium saat akhir dialisis harus dipertahankan konstan (Locatelli et al., 2010).
konsentrasi kalium pada dialisat terhadap kejadian HID (Locatelli et al., 2010).
HID,
tidak ada perbedaan antara kadar kalium plasma pre dan post HD pada pasien
dengan HID maupun tanpa HID (Chou et al., 2006). Kalium tidak beperan
dalam kejadian HID, tapi perubahan kadar kalium yang tajam dapat memicu
ventrikel kiri pada cairan dialisat dengan kadar kalsium yang rendah. Kadar
arteri dan peningkatan kekakuan arteri. Peranan dari dialisat dengan kalsium
konsentrasi kalsium plasma sebelum dan sesudah dialisis pada pasien dengan
HID. Golongan obat CCB tidak ditarik saat prosedur hemodialisis, sedangkan
sebagian
besar dari penghambat ACE secara komplit ditarik saat dialisis (Daugirdas et
al., 2007). Pengetahuan akan obat yang di tarik saat HD sangat penting,
sehingga terapi bisa disesuaikan pada pasien yang mengalami HID. Tetapi
penting diingat bahwa penarikan obat anti hipertensi saat HD, tidak berperan di
terapi anemia pada pasien PGK lebih dari 20 tahun yang lalu, prevalensi
resistensi vaskular perifer mungkin berperan dalam kondisi ini (Krapf dan
Hulter, 2009).
2.3.3.7 Ultrafiltrasi
penambahan berat badan (BB) penderita antar waktu HD dan target BB kering
Berat badan kering didefinisikan sebagai berat badan dimana volume cairan
optimal. Penentuan BB kering ini harus akurat, tetapi pada klinik HD tidak
Definisi berat badan kering menurut Argawal adalah berat badan setelah
dialisis yang terendah yang dapat ditoleransi oleh pasien yang dicapai dengan
perubahan secara bertahap BB setelah dialisis, dan terdapat gejala yang minimal
melebihi dari 4,8% BB kering. Sebagai contoh pada pasien dengan BB 70 kg,
Pada kondisi kenaikan BB yang berlebih ini banyak timbul masalah saat
tindakan HD, karena saat HD akan dilakukan dilakukan UF yang melebihi 4,0%
risiko yang lebih besar terhadap berbagai sebab kematian dan kematian karena
Tabel 2.5
Patofisiologi Hipertensi Intradialitik (Chazot dan Jean, 2010)
1. Kelebihan volume
2. Overaktifitas sistem saraf simpatis
3. Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron
4. Kelainan sel endotel
5. Faktor spesifik hemodialisis
a. Net sodium gain
b. High ionized calcium
c. Hipokalemia
6. Obat-obatan
o Erythropoietin stimulating agents (ESA)
o Removal of antihypertensive medications
7. Vascular stiffness
Endotel adalah satu lapisan sel yang paling dalam yang melapisi seluruh
pembuluh darah dalam tubuh. Fenotipe dari endotel bervariasi tergantung dari
struktur dan fungsi pembuluh darah di lokasi yang berbeda (Aird, 2007).
Sebagai contoh antara glomerulus dan kapiler peritubulus, fungsi endotel sangat
berbeda karena fungsi glomerulus dan peritubulus sangat berbeda. Karena itu
pembuluh darah yang berbeda, tetapi umumnya endotel mampu mensintesis dan
Triggle, 2005):
langsung, yaitu dengan memeriksa berbagai marker atau petanda antara lain
pada arteri besar maupun kecil setelah diberikan rangsangan fisiologis. Cara ini
IL-6 dan TNF-alfa), serta pemeriksaan CRP (Spranger, 2003; Pradhan, 2001).
adhesi dari lekosit ke sel endotel dan akhirnya mengaktifkan status prokoagulan,
aktivasi trombosit dan faktor pembeku, menghambat pengeluaran NO. Hal ini
pada penyakit hipertensi dan diabetes. Pada penyakit ini endotel bisa mengalami
aterosclerosis dan gambaran yang utama dari kondisi ini adalah kerusakan dari
disintegrasi dari struktur maupun fungsi endotel. Hal ini akan menyebabkan
gangguan ginjal sedang sampai berat (Oberg, 2004) dan juga pada pasien yang
melalui stres oksidatif pasien PGK terutama terjadi melalui jalur eNOS dan NO
(Gambar 2.2).
pada
30
PGK.
Gambar 2.3 Mekanisme potensial defisiensi L-arginin pada PGK (Martens dan
Edrwads, 2011)
endotel pada pasien PGK terbentuknya inhibitor NOS endogen yaitu ADMA dan
L- NMMA (Kielstein, 2005, Baylis, 2006). Produksi ADMA 10 kali lipat dari L-
NMMA dan meningkat pada pasien PGK. Kadar plasma ADMA merupakan
predictor dari progression menjadi gagal ginjal pada pasien PGK. ADMA
eNOS.
Gambar 2.4
Mekanisme dari penurunan nitric oxide karena peningkatan dari assymetric
N G, NG - dimethylarginine pada chronic kidney disease (Sibal et al., 2010)
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita PGK stadium V atau GGK.
Tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini
variasi tekanan darah selama HD. Perubahan volume cairan, dan rangsangan
melibatkan kontrol tekanan darah pada sel endotel. Vasoaktif yang terpenting
synthase dan endothelin-1 (ET-1) suatu vasokonstriktor yang kuat. Zat-zat ini
dan kontrol tekanan darah khususnya termasuk kejadian HID (Locatelli et al.,
2010).
Aktivitas dari sel endotel mungkin juga berperan penting di dalam variasi
tekanan darah saat HD. Perubahan volume cairan saat HD dan cetusan hormonal
darah di dalam sel endotel (Raj et al., 2002; Flythe et al., 2011). Substansi
vasoaktif yang paling penting adalah nitric oxide (NO) suatu vasodilator otot
sintesis NO,
dan endothelin-1 (ET-1) suatu vasokonstriktor. Substansi ini mempunyai efek
penting pada aktivitas simpatis, vasokonstriksi perifer dan kontrol tekanan darah
selama HD, termasuk HID atau hipotensi (Raj et al., 2002). Perubahan ini
Pada penelitian pasien PGK yang mengalami hipotensi saat HD, HID dan
tekanan darah stabil saat HD didapatkan penurunan kadar ADMA yang mirip
sebelum dan sesudah HD pada ketiga kelompok pasien tadi. Kadar NO tidak
berhubungan dengan perubahan tekanan darah saat HD. Sebaliknya kadar ET-1
menurun setelah dialisis pada kelompok pasien dengan hipotensi dan meningkat
dan kasus. Pada akhir HD pasien dengan HID terjadi peningkatan yang
bermakna dari ET-1 dan penurunan yang bermakna dari rasio NO/ET-1
dibandingkan dengan pasien kontrol (Chou et al., 2006). Penelitian lain juga
menemukan ET-1 meningkat secara bermakna pada pasien dengan HID (Shafei
et al., 2008).
ADMA dan ET-1 memiliki peranan dalam mengontrol tekanan darah dan
resistensi vaskular perifer, dan mungkin terlibat didalam konsep dari HID
(Bussemarker et al., 2002). Tidak ada data yang menunjukkan efek dari
disfungsi endotel pada pasien HID. Di bawah ini akan dibahas mengenai
merupakan agen yang labil, sangat aktif dengan masa hidup yang pendek. Nitric
oxide disintesis oleh enzim Nitric Oxide Synthase (NOS), dikeluarkan oleh sel
menghambat sintesa NO. Aktivitas NOS juga berkurang dengan adanya ADMA
aktifitas fisiologisnya. Pada PGK terjadi disfungsi endotel yang ditandai dengan
NOS inhibitor seperti ADMA, dan menurunnya aktifitas dari enzim NOS.
resistensi perifer dan meningkatnya tekanan darah. Pada PGK terjadi akumulasi
prediktor progresivitas PGK dan kematian pada pasien dengan PGK. Penelitian
Endothelin-1 di produksi oleh sel endotel, merupakan famili peptida yang terdiri
paling kuat dan predominan pada sistem kardiovaskular. Aktifitas ET-1 terjadi
berbagai jaringan dan sel. Di dalam pembuluh darah ET AR dan ETBR terletak di
darah. ETBRS juga ditemukan ditemukan dalam sel endotel pembuluh darah,
ETBRS mempunyai peran penting dalam ekskresi ET-1 di sirkulasi. Waktu paruh
plasma dari ET-1 adalah 1 menit, dengan pengeluaran melaui reseptor dan
ekskresi dari ET-1, sehingga meningkatkan jumlah dari ET-1 tanpa peningkatan
Jika ada gangguan pembuluh darah ET-1 memicu hipertensi dan penyakit
dalam tonus pembuluh darah ginjal. Peningkatan aliran darah dalam medula dan
efek langsung dari ETBR menyebabkan natriuresis dan diuresis. Pada PGK,
pengeluaran dari ET-1 dan NO. Pada resistensi insulin terjadi gangguan
pada Gambar 2.7 di bawah ini (Dhaun et al., 2008; Shafei et al., 2008).
Gambar 2.7
Peranan ET-1 pada hipertensi, data dari penelitian pada manusia (Dhaun et al., 2008)
Sistem ET-1 secara luas berperan dalam CVD dan PGK. Endothelin-1
otot polos, dan ET-1, suatu vasokonstriktor bisa menyebabkan hipotensi ataupun
dari ET-1 pada PGK. Sintesis ET-1 oleh ginjal dipicu oleh sitokin, growthfactor,
progresi penyakit
40
ginjal. Gambar 2.9 di bawah ini menunjukkan pengaturan produksi ET-1 pada
Gambar 2.9
Pengaturan produksi ET-1 di dalam pembuluh darah dan ginjal (Kohan, 2010)
pembuluh darah dan sel ginjal menyebabkan terjadinya hipertensi dan penyakit
2010).
2.5. Penanganan Hipertensi Intradialitik
Penanganan dari HID dapat dilihat pada Gambar 2.11 di bawah ini.
Gambar 2.11
Algoritma Penanganan HID Berdasarkan Derajat Hipertensi (Chazot dan Jean, 2010)
badan antar dialisis dan menurunkan secara bertahap berat badan kering. Hal ini
bisa dicapai melalui konseling melalui diet, pembatasan konsumsi garam dan
UF yang agresif saat HD. Penentuan cairan yang akan ditarik saat HD
inferior vena cava ultrasonography, atau monitor volume darah (Peixoto, 2007).
akan meningkatkan COP, oleh karena itu peresepan cairan dialisat yang tinggi
sodium harus dihindari. Begitu juga peresepan dialisat yang tinggi kalsium akan
2010a).
hipertensi antara lain calcium channel blockers (CCB) tetapi keamanan obat ini
pada kondisi HID belum diteliti (Chazot dan Jean, 2010). Minoxidil, merupakan
vasodilator yang kuat juga dapat diberikan pada kondisi ini. Obat ini bekerja
tetapi obat ini sangat jarang digunakan (Rizzioli et al., 2009). Obat obat anti
hipertensi seperti ace inhibitor sudah digunakan dalam penanganan HID, obat
ini tidak difiltrasi saat HD sehingga bisa digunakan untuk pasien HID (Inrig,
2010b)
44
BAB III
terjadi volume overloaded, kelebihan cairan dalam tubuh ini akan dikeluarkan
keseimbangan antara NO, ET-1, dan ADMA. Ultrafiltrasi yang berlebihan saat
peningkatan COP sehingga bisa menyebabkan kenaikan tekanan darah saat HD.
elektrolit saat HD, antara lain natrium, kalium dan kalsium. Faktor lain yang
ikut berperan dalam terjadinya HID adalah eliminasi obat antihipertensi saat
saat HD, terapi eritropoeitin dan kejadian HID sudah diteliti sebelumnya.
Peranan besarnya volume UF saat HD dan HID sampai saat ini belum diketahui.
endotel dengan kejadian HID, tetapi penyebab dari terjadinya disfungsi endotel
pada pasien dengan HID belum sepenuhnya dapat dipahami. Belum diketahui
endotel. Pada
44
45
penelitian ini kami ingin meneliti mengenai peranan UF yang berlebih saat HD
dan dapat diukur. Pada penelitian ini dicari hubungan antara besarnya UF saat
hemodialisis dengan kejadian HID. Penelitian ini terfokus pada peran UF saat
perubahan kadar ET-1, ADMA dan NO serum. Peningkatan kadar ET-1 serum,
berikut:
ULTRAFILTRASI
BERLEBIH SAAT HD
Dialisat
Mesin HD
Membran dialiser
Umur
Jenis Kelamin
Kadar Hb
Obat-obat antihipertensi
Kadar Na, K, Ca serum
Terapi eritropoetin
NO , ADMA , ET-1
HIPERTENSI INTRADIALITIK
(HID)
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
deduktif dan konsep dasar penelitian yang diwujudkan dalam suatu kerangka
serum.
ADMA serum.
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
antara perubahan ET-1, NO dan ADMA pre dan post HD dengan besarnya UF
yang dilakukan saat HD. Pasien PGK stadium V yang menjalani HD reguler
yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi, dilakukan
pemeriksaan NO, ET-1, ADMA sebelum dan sesudah tindakan satu sesi HD.
Untuk menentukan kasus dan kontrol seluruh sampel diikuti secara prospektif
darah pre HD, selama HD dan post HD selama 6 sesi HD dicatat. Sampel
dengan TDS pre HD, pada minimal 4 dari 6 sesi HD berturut-turut. Faktor
risiko, yaitu adanya disfungsi endotel yang ditandai dengan peningkatan ET-1
atau peningkatan ADMA atau penurunan NO post HD, serta volume UF saat
48
49
Penelitian Analisis
dimulai dari secara
sini
Kasus
HID (+)
HD 6 kali berturut- turut Faktor Risiko (-)
Sampel Penyandang HD regulerHD ( dicatat UF dan TD saat HD)
( lab. pre, dan post HD: ET-1, ADMA, NO)
Kontrol
HID (-)
Faktor Risiko (-)
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian Kasus- Kontrol
yang pertama dilakukan pemeriksaan laboratorium dan fisik pre dan post HD.
dan mencari subjek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol). Yang
mmHg dibandingkan dengan TDS sebelum HD, pada minimal 4 kali dari 6 sesi
ADMA-1, penurunan NO dan UF yang berlebih (> 4,8% BB) saat hemodialisis.
dibandingkan.
50
penulisan.
d. Subjek yang benar-benar diteliti (actual study subjects) adalah subjek yang
unit HD di Denpasar.
bulan.
51
c. Penderita sudah mencapai berat badan kering yang ditentukan oleh dokter
b. Anemia berat.
c. Sepsis
d. Keganasan
e. Diabetes mellitus
4.3.4 Sampel
Denpasar, suku bangsa Indonesia, berumur antara 18-60 tahun. Sudah menjalani
HD minimal 3 bulan, dalam kondisi stabil serta memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
2010)
1. ADMA
z z s 2
( )
n1 n2 2
( X1 X 2 )
z = 1,96; Z = 0,842; (X1-X2) = 0,5; s = 0,75
n = 35
Pada penelitian ini direncanakan power sebesar 80%, yaitu Z = 1,96; Z = 0,842;
(X1-X2) = 0,5; simpang baku (s) = 0,75. Maka jumlah sampel yang diperlukan
2. NO
z z s 2
( )
n1 n2 2
( X1 X 2 )
z = 1,96; Z = 0,842; (X1-X2) = 0,5; s = 0,75
n = 63
Pada penelitian ini direncanakan power sebesar 80%, yaitu Z = 1,96; Z = 0,842;
(X1-X2) = 4; simpang baku (s) = 8. Maka jumlah sampel yang diperlukan untuk
3. Endothelin-1
z {1/[Q / P 1/ Q / P ]}
2
n 1 1
2
2 2
[ln(1 e)]
= 1,96
OR = 3
P2 = 0,4
n = 110
sebesar 3 dengan rasio kelompok HID terhadap kontrol =1, proporsi Endothelin-1
yang meningkat sebesar 0,4 sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 110
orang.
Dengan demikian jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam
jumlah sampel minimal terpenuhi. Dari sampel yang dikehendaki disaring lagi
a. Variabel bebas adalah volume UF saat HD, perubahan kadar NO, ET-1
terapi HD, dan KT/V, kecepatan aliran darah), faktor membran (luas
permukaan, volume priming, koefisien UF, kliren in-vitro). Variabel
d. Variabel rambang adalah suku bangsa asli Indonesia, variabel ini secara
kontrol.
reagen Cat. No. 780001. Alat: Microplate reader produk Biorad 680,
tahun 2008.
dengan ELISA satuannya pq/ml. Pengukuran 2 kali, pre dan post HD.
Cat. No.: DET 100. Alat: Microplate reader produk Biorad 680, tahun
2008.
d. Ultrafiltrasi adalah jumlah cairan yang ditarik oleh mesin HD selama satu
mesin HD.
e. Ultrafiltrasi Rate (UFR) adalah jumlah cairan yang ditarik oleh mesin per
selama satu sesi HD lebih dari 4,8% BB kering (misal >3,4 kg pada
g. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan
fungsional dari ginjal yang desertai atau tanpa disertai penurunan LFG
(K/DOQI, 2006).
2
m luas permukaan tubuh yang disertai dengan tanda dan gejala uremia
saat penelitian.
q. Lama sesi HD adalah waktu yang diperlukan saat dilakukan 1 sesi HD,
satuannya menit.
minimal selama HD, berat badan kering sebagai berat badan target
umumnya telah tercapai dan kualitas hidup pasien umumnya telah pulih.
s. Infeksi akut: adanya gejala dan tanda infeksi akut yang dapat diketahui
dari klinis dan pemeriksaan fisik, serta adanya peningkatan sel darah
putih.
terpenuhi bila didapatkan 2 atau lebih kriteria di bawah ini (Balk dan
Casey, 2000):
0 0
a) Demam (temperature >38 C) atau hipotermi (temperature <36 C).
pasien.
Bahan atau materi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah untuk
darah, pasien puasa selama 10 jam. Darah diambil sesaat sebelum HD untuk
pemeriksaan NO, ADMA, ET-1, DL, albumin, gula darah, Na, K, Ca, BUN dan
50 ml/menit) untuk pemeriksaan: NO, ADMA, ET-1, Na, K, Ca, BUN dan SC.
a. Darah lengkap:
metode flow-cytometry.
b. Gula darah
f. Pemeriksaan ET-1
b. Timbangan badan dan tinggi badan menggunakan skala tinggi badan dan
merk Riester.
sebelum dan sesudah 1 sesi HD, Pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu DL,
albumin, gula darah dan SC, dilakukan sebelum satu sesi HD, sedangkan
pemeriksaan Na, K, Ca, BUN dilakukan sebelum dan sesudah satu kali sesi HD.
tekanan darah dan nadi setiap setengah jam, pencatatan besarnya UF, kecepatan
UF, kecepatan putaran mesin, obat yang diberikan dan semua kejadian saat HD
HID (kasus) dan kelompok yang tidak mengalami HID (kontrol). Kemudian
membandingkan besarnya perubahan kadar ET-1, ADMA, NO pre dan post HD,
pada kelompok HID dan kontrol, membandingkan rerata UF pada kelompok HID
Populasi terjangkau
Informed consent
Lab. Pre-HD
(NO, ET-1, ADMA)
(DL, BUN, SC, Na, K, Ca, BS, Alb)
HD
Lab. Post HD
(NO, ET-1, ADMA)
(BUN, Ca, K, Na)
Hipertensi Intradialitik
TD
Rerata UF
TD
TD
TD
TD
TD
Gambar 4.2
Alur Penelitian kasus-kontrol
4.8 Analisis Data
data. Data yang tidak lengkap, dicoba dilengkapi dengan menghubungi kembali
frekuensi berbagai variabel yaitu: umur, jenis kelamin, tekanan darah, BB,
d. Analisis regresi logistik, menghitung risiko, yaitu rasio odds dari variabel
e. Taksiran rasio odds ( odd ratio/OR) yang disajikan dalam bentuk interval
keyakinan 95%, diharapkan diperoleh nilai rasio odds dari UF lebih dari 1,
tidak langsung antara UF dan HID melalui perubahan kadar NO, ADMA,
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini lakukan pada bulan Agustus sampai November 2012, setelah
Etik (Ethical Clearance) dan Surat Ijin Penelitian dari Direktur SDM dan
reguler minimal selama 3 bulan dan dalam kondisis stabil, yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 112 pasien HD reguler diikutkan dalam
penelitian ini. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: UF sebagai
variabel bebas; NO, ADMA, ET-1 sebagai variabel antara dan kejadian HID sebagai
variabel tergantung.
Seratus dua belas subjek penelitian terdiri dari 54,5% (61/112) laki-laki
63
64
Tabel 5.1
Karakteristik dasar subjek penelitian dari kelompok HID dan Non HID
Selisih NO,
ET-1,
ADMA pre dan post 0.90
Dari Tabel 5.1 di atas terlihat bahwa rerata umur pasien adalah
HD I UF
43,759,39 tahun. Lama HD 34,7530,51 bulan. Etiologi dari PGK yang
terbanyakHD adalah
II UF
pyelonefritis kronis. Rerata kadar Hemoglobin adalah
HD III UF
HD V UF
65
8,341,40 g/dl.
HD VI
Rerata kadar albumin serum adalah 3,870,54 mg/dl. Hasil
UF
Simpulan
phosphat (CaP product) rata-rata adalah 55,2917,59. Setelah dihitung
2
didapatkan rata-rata IMT pasien adalah 22,493,78 kg/m . Pada kelompok
pasien dengan HID maupun kontol sebagian besar pasien mendapat terapi ace
betabloker dimana pada kelompok yang tidak mengalami HID lebih banyak yang
kelompok.
pengamatan 6 kali HD berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah ini.
Tabel 5.2
Profil tekanan darah subyek penelitian dari kelompok HID dan Non HID
HD-1 Sistolik 142,522,89 143,2824,02 -0.79 0.87 147,224,56 144,2121,92 3.01 0.52
Diastolik 84,7210,27 85,659,42 -0.10 0.95 88,3312,07 85,658,3 2.68 0.17
HD-2 Sistolik 140,5523,89 142,109,42 -1.55 0.73 148,0523,52 144,7321,25 3.31 0.46
Diastolik 84,7210,27 86,849,26 -2.12 0.28 87,2210,31 86,978,48 0.25 0.89
HD-3 Sistolik 141,3819,29 141,9723,26 -0.58 0.89 148,0520,67 141,5719,73 6.48 0.11
Diastolik 85,5512,05 85,529,14 0.02 0.98 87,512,27 86,848,82 0.66 0.75
HD-4 Sistolik 138,0521,20 141,2824,54 -3.13 0.51 140,5530,75 140,1525,86 0.39 0.94
Diastolik 85,2710,27 85,9211,33 -0.64 0.77 86,388,3 86,9710,58 -0.58 0.77
HD-5 Sistolik 143,3329,17 141,4422,43 1.89 0.71 144,4423,83 140,9220,86 3.52 0.42
Diastolik 85,838,74 85,1310,39 0.70 0.72 87,2210,03 87,1010,04 0.11 0.95
HD-6 Sistolik 138,3320,77 139,3420,74 -1.00 0.81 146,6624,14 138,5519,03 8.11 0.05
Diastolik 83,339,85 85,138,71 -1.79 0.33 86,669,56 85,528,06 1.14 0.51
Rerata Sistolik 140,6916,69 141,5516,97 -0.86 0.80 145,8318,52 141,6916,11 4.14 0.23
Diastolik 85,046,49 85,706,13 -0.65 0.60 87,228,22 86,515,71 0.72 0.59
Pada pengamatan HD 1,2,4 dan 5 rerata TDS sampel baik pre HD maupun post
HD pada kelompok HID lebih tinggi daripada kelompok Non HID, sedangkan
pada pengamatan HD 3 dan HD 6 rerata TDS pre HD pada kelompok HID sedikit
lebih rendah pada kelompok HID. Setelah dilakukan analisis tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna antara TDS dan TDD pre HD maupun post HD antara
Tabel 5.3
Volume UF kelompok HID dan Non HID
Pada Tabel 5.3 di atas terlihat bahwa pada HD 1 sampai 6, dan secara
rerata UF pada kelompok HID lebih besar daripada kelompok non HID.
5.4 Perubahan kadar Na, K dan Ca saat HD
sesudah HD, pada sesi HD 1. Hasil pemeriksaan kadar kalium, natrium dan
kalsium serum sebelum dan sesudah HD I, dapat dilihat pada Tabel 5.4 di bawah
ini.
Tabel 5.4
Kadar Natrium, Kalium dan Kalsium pre dan post HD 1
Kelompok HID (Rerata SB) Kelompok Non HID (Rerata SB) Selisih Nilai
Pre Post HD Selisih Pre HD Post HD Selisih Kelompok p
HD (post- (Post-
pre HD) pre HD)
Natrium 136,33 137,08 0,75 135,84 136,22 0,38
(mmol/L) 0,37 0,63
2,62 3,98 3,75 2,76 3,61 3,78
Kalium 5,58 3,49 -2,08 5,11 3,40 -1,70
(mmol/L) -0,38 0,05
0,97 0,87 1,04 0,80 0,60 0,85
Kalsium 8,92 11,03 2,1 9,13 10,61 1,47
(mol/dL) 0,63 0,03
0,94 1,08 1,49 ,05 1,07 1,46
Dari Tabel 5.4 di atas terlihat bahwa selisih kadar serum Na, K dan Ca
post HD dan pre HD pada kelompok HID lebih besar daripada kelompok non
HID. Setelah dilakukan analisis, didapatkan bahwa selisih kadar Natrium tidak
berbeda antara kelompok HID dan non HID, sedangkan selisih kadar K dan Ca
pada kelompok HID dan non HID berbeda bermakna.Terjadi peningkatan kadar
serum kalsium post HD pada kedua kelompok yaitu HID dan non HID,
peningkatan yang lebih besar tampak pada kelompok HID. Hal yang sebaliknya
terjadi pada kadar kalium, terjadi penurunan kadar kalium post HD pada kedua
Hasil pemeriksaan kadar NO, ADMA dan ET-1 serum pre dan post HD 1
Tabel 5.5
Kadar NO, ADMA, dan ET-1 sebelum dan sesudah HD 1
Kadar Kelompok HID (Rerata SB) Kelompok Non HID (Rerata SB) Selisih Nilai
serum Pre HD Post HD Selisih Pre HD Post HD Selisih Kelompok p
(Post-pre (Post-pre
HD) HD)
13,62 3,80 -9,8 8,15 3,93 -4,22
NO ( M) -5.59 0,0
5,47 1,4 4,79 3,27 2,22 2,77
ADMA 0,81 0,47 -0,33 0,78 0,95 0,27
( m/L) -0.06 0,16
0,23 0,14 0,22 0,24 0,51 0,20
ET-1 2,14 2,37 0,18 2,39 2,58 0,18
(pq/ml) 0.00 0,99
1,25 1,12 0,41 1,19 1,35 0,70
Pada Tabel 5.5 di atas terlihat bahwa terjadi penurunan kad (Rerata SB)ar
Hal yang berbeda terjadi pada kadar serum ADMA, Pada kelompok HID terjadi
penurunan kadar serum ADMA post HD sedangkan pada kelompok non HID
selisih ADMA ini tidak berbeda antara kelompok HID dan non HID. Hal yang
berbeda terlihat pada kadar serum ET-1, terjadi peningkatan kadar serum ET-1
post HD yang hampir sama pada kelompok HID dan non HID (0,180,41 vs
0,180,70 pq/ml), tetapi peningkatan ini tidak berbeda antara kelompok HID dan
non HID.
5.6 Hubungan antara perubahan kadar NO, ET-1, ADMA dan HID
Untuk melihat hubungan antara perubahan kadar serum NO, ET-1, ADMA
saat HD dengan kejadian HID serta hubungan antara volume UF yang dilakukan
obat antihipertensi yang diminum, dan perubahan kadar Na dan kalsium post dan
pre HD. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.6 di bawah ini.
Tabel 5.6
Hubungan antara NO, ADMA, ET-1, volume UF dengan kejadian HID
Keterangan :
Adjusted OR setelah dilakukan pengontrolan terhadap:
1. Jumlah obat anti hipertensi yang dikonsumsi
2. Selisih natrium post - pre HD
3. Selisih Ca post - pre HD
Dari Tabel 5.6 di atas terlihat bahwa koefisien regresi NO memiliki tingkat
signifikansi <0,001 nilai ini lebih kecil dari 0,05, ini berarti hipotesis penelitian
Nilai OR dari NO adalah 0,59, ini berarti bahwa jika variabel bebas lainnya tetap
kejadian HID sebesar 59%. Pengaruh ini tetap signifikan setelah dilakukan
70
Dari Tabel 5.6 di atas terlihat bahwa koefisien regresi ADMA memiliki
tingkat signifikansi 0,16, nilai ini lebih besar dari 0,05, ini berarti hipotesis
HID ditolak. Pengaruh ini tetap tidak signifikan setelah dikontrol dengan terhadap
variabel perancu yaitu jumlah obat antihipertensi yang di minum dan perubahan
kadar Na dan Ca selama HD (nilai p=0,07) dengan adjusted OR 0,15 (95% CI 0,02-
1,19). Walaupun pengaruh ini tidak signifikan tetapi terdapat kecenderungan bahwa
15%.
Hal yang sama terlihat pada kadar serum ET-1. Dari Tabel 5.6 di atas terlihat
bahwa koefisien regresi ET-1 memiliki tingkat signifikansi 0,99, nilai ini lebih
besar dari 0,05, ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan ET-1 memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap HID ditolak. Pengaruh ini tetap tidak
Dari Tabel 5.6 di atas terlihat bahwa koefisien regresi volume UF memiliki
tingkat signifikansi <0,001 nilai ini lebih kecil dari 0,05, ini berarti hipotesis
terhadap HID diterima. Nilai OR dari volume adalah 4,28, ini berarti bahwa jika
variabel bebas lainnya tetap atau tidak berubah, maka setiap peningkatan 1 liter
UF akan menyebabkan kejadian HID sebesar 4,28 kali. Pengaruh ini tetap
Dari Tabel 5.6 di atas terlihat pula bahwa koefisien regresi UF berlebih ( UF
>4,8% BB kering) memiliki tingkat signifikansi <0,001 nilai ini lebih kecil dari
adalah 100,45 ini berarti bahwa jika variabel bebas lainnya tetap atau tidak
menyebabkan kejadian HID sebesar 100 kali. Pengaruh ini tetap signifikan setelah
yang diminum dan perubahan kadar Na dan Ca selama HD (nilai p=0,001, nilai
Untuk melihat hubungan kausal efek dari perubahan kadar NO, ET-1 dan
ADMA serta volume UF yang saat HD terhadap kejadian HID, dilakukan analisis
jalur. Pada analisis jalur ini variabel eksogen adalah: NO, ADMA, ET-1 dan volume
UF sedangkan variabel endogen adalah kejadian HID. Berdasarkan dari teori dan
telaah kepustakaan yang ada maka dibuatkan model seperti di bawah ini (Gambar
5.1).
z2
NO
z1
z3
Endothelin-1
z4
ADMA
Gambar 5.1
Model Struktural/Path Diagram
penilaian model dapat dilakukan, atau model struktural dapat diproses lebih lanjut.
Pada result terdapat kalimat minimum was achieved, dan probability level=0,28,
yang ada. Pada bagian CMIN terlihat P = 0,3 menunjukkan model dapat dianggap
fit dengan data yang ada. Pada bagian RMR dan GFI, terlihat bahwa angka GFI
0,9 dan AGFI 0,9 mendekati 1, juga disertai dengan angka RMR 0,1 yang relatif
kecil (mendekati 0), semua ini mendukung pernyataan bahwa model struktural
sudah fit dengan data yang ada, secara keseluruhan model struktural dapat
16.97
z2
0.11
-
NO 0.05 z1
-1.37 1.1
7
Volume 0.16
Ultrafiltr Hiperten
asi
0.38 si
Intradiali
0.06 z3
0.02
Endotheli
n- 1 -
-
0.0 0.1
3 1
z4 0.04
ADMA
Gambar 5.2
Hasil analisis jalur model struktural
HID sebagai berikut; efek UF terhadap HID adalah 0,16 (16%), efek NO terhadap
HID adalah 0,05 (5%), efek ET-1 terhadap HID adalah 0,02 (2%), efek ADMA
terhadap HID adalah 0,11 (11%). Sementara itu efek langsung dari UF terhadap
variabel lain adalah sebagai berikut: efek UF terhadap NO adalah 1,37 (137%),
efek UF terhadap ADMA adalah 0,03 (3%), efek UF terhadap ET-1 adalah 0,06
(6%). Di sini terlihat bahwa UF memiliki efek paling kuat terhadap NO,
sedangkan variabel yang paling kuat berpengaruh terhadap HID adalah UF. Efek
total yang paling kuat terhadap HID adalah efek dari UF (24%).
5.7.2 Hubungan antar konstruk
dinyatakan dengan critical ratio (CR). Nilai CR didapatkan dari nilai estimasi
yang dibagi dengan standard errornya (SE). Semakin tinggi nilai CR maka
Tabel 5.7
Hubungan antara 2 variabel konstruk
3,70; p <0,01).
5,74; p <0,01).
<0,01).
d) Tidak ada hubungan yang signifikan antara volume UF dengan ADMA,
antara volume UF dengan ET-1, antara ET-1 dengan HID, antara ADMA
dengan HID.
Untuk melihat seberapa erat hubungan antar konstruk, dapat dilihat pada
loading NO terhadap HID = 0,5. Hal ini berarti bahwa NO dapat menjelaskan
kejadian HID. Ada korelasi yang erat antara NO dengan HID. Faktor loading
masing 0,3 dan 0,4 berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang cukup erat antara volume UF dengan NO serta volume UF dengan HID.
Tabel 5.8 di bawah ini menunjukkan besarnya hubungan antar variabel konstruk
(ADMA, NO, ET-1 dan UF) dengan HID sebagai variabel tergantung.
Tabel 5.8
Hubungan antar variabel konstruk dengan HID sebagai variabel tergantung
HID
Dari Tabel 5.8 di atas terlihat bahwa volume UF mempunyai efek total
antara variabel konstruk UF sebagai variabel bebas dan ADMA, NO, ET-1sebagai
variabel tergantung.
Tabel 5.9
Hubungan antar variabel konstruk dengan UF sebagai variabel bebas
Efek UF UF UF ET- UF
NO ADMA 1 HID
Efek total -1,37 -0,03 0,06 0,24
Dari Tabel 5.9 di atas terlihat bahwa efek total dan efek langsung yang
paling kuat adalah efek volume UF terhadap NO, diikuti dengan efek volume UF
terhadap HID.
Dari Gambar 5.2 dan Tabel 5.9 di atas terlihat bahwa terdapat hubungan
langsung yang signifikan dan erat antara volume UF dengan HID (CR 5,74; p
<0,01, efek langsung 16% dan efek total 24%). Terdapat hubungan yang
137%). Terdapat hubungan langsung antara NO terhadap HID (CR -7,08; p<0,01,
terhadap HID (CR -7,08), dibandingkan dengan UF (CR 5,74). Sementara itu UF
juga mempunyai efek yang signifikan terhadap NO (CR -3,70). Jadi dari gambar
tersebut pula dapat dilihat hubungan tidak langsung antara volume UF dengan
BAB VI
PEMBAHASAN
pada pasien yang menjalani HD reguler. Pada penelitian ini ditemukan hampir
oleh Inrig et al., menemukan bahwa pada pasien dengan HD reguler yang
mengalami HID terdapat disfungsi endotel (Inrig et al., 2011). Penelitian yang
dari penelitian ini adalah terbukti adanya hubungan antara UF yang berlebihan
saat HD dengan penurunan kadar NO dan kejadian HID. Pada penelitian ini juga
dengan HID serta hubungan tidak langsung antara volume UF dengan HID
ADMA, ET-1, dan UF sebagai variabel bebas. Variabel tersebut telah diuji
78
79
kemaknaan = 0,05. Hasil pengujian variabel ADMA pre dan post HD, NO pre
HD, UF berdistribusi normal oleh karena p>0,05. Sedangkan kadar NO post HD,
ET-1 pre dan post HD tidak berdistribusi normal karena nilai p<0,05.
Pada penelitian ini karakteristik subjek yang mengalami HID tidak jauh
berbeda dengan kelompok non HID, tetapi pada kelompok HID didapatkan BB
kering pasien lebih rendah daripada kontrol. Penelitian pada tahun 1995
tekanan darah saat UF umumnya pasien dengan overhidrasi dan dilatasi jantung
(Cirit et al., 1995). Pada penelitian kohort yang dilakukan oleh Inrig tahun 2009,
didapatkan bahwa pada pasien yang mengalami HID memiliki BB kering yang
lebih rendah daripada pasien yang tidak mengalami HID (Inrig et al., 2009). Tidak
ARB pada kedua kelompok. Pada penelitian ini kami dapatkan pada kelompok
kelompok HID. Pada kedua kelompok ini obat betabloker yang digunakan adalah
sehingga pada pasien yang memakai obat ini tekanan darah saat HD lebih
terkontrol. Pemakaian obat ini dapat sebagai pilihan terapi pada pasien yang
mengalami HID.
80
Proporsi dari kejadian HID pada pasien dengan HD reguler tidak diketahui
melaporkan dalam jumlah yang bervariasi. Belakangan ini proporsi kejadian HID
cenderung meningkat. Pada penelitian ini ditemukan kejadian HID sebesar 32,1%.
Pada penelitian lain dilaporkan kejadian HID Sekitar 5-15% dari pasien yang
menjalani HD reguler. Pada penelitian kohort yang dilakukan pada 1748 pasien
HD dimana HID didefinisikan bila terdapat peningkatan TDS post dialisis > 10
terhadap 22.955 tindakan HD didapatkan prevalensi HID sebesar 21,3 per 100
tindakan, dengan median prosentase sebesar 17,8% (Van Buren et al., 2012).
Pada penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2012, Rubinger et al., melaporkan
kejadian HID yang tinggi, yaitu sebesar 52% (57/108). Pada penelitian ini
definisi HID adalah bila terjadi peningkatan TDS post HD sebesar 10 mmHg
perbedaan metode pengamatan dan perbedaan definisi HID yang dipakai. Salah
satu kesulitan mendefinisikan HID adalah karena sampai saat ini belum ada target
tekanan darah saat HD yang pasti, masalah ini masih menjadi perdebatan para
HID lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Post HD terjadi penurunan NO pada
banyak daripada kelompok kontrol. Hasil ini menyerupai hasil yang didapatkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Chou et al., 2006 didapatkan kadar NO yang
jauh lebih tinggi yaitu pada kelompok yang prone hipertensi. Post HD juga
disintesis oleh enzim Nitric Oxide Synthase (NOS), dikeluarkan oleh sel endotel
HID, penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya. Penelitian oleh Chou
et al., membandingkan antara 30 pasien dengan HID dan 30 orang kontrol, pada
darah sistemik dan penurunan signifikan NO relatif terhadap ET-1 pada saat akhir
aktivitas fisiologisnya. Pada PGK terjadi disfungsi endotel yang ditandai dengan
menurunnya produksi NO oleh endotel. Penelitian ini juga mendukung teori
bahwa salah satu mekanisme terjadinya HID adalah karena adanya disfungsi
endotel yang salah satunya ditandai dengan penurunan kadar serum NO.
Penurunan kadar serum NO pada pasien saat HID, dan adanya hubungan
penurunan ADMA pada kelompok HID, sedangkan pada kelompok kontrol justru
Pada penelitian yang dilakukan oleh Young et al., terhadap pasien CKD
stadium 3 dan 4 didapatkan kadar ADMA 0.70 0.25 mol/L (Young et al.,
2009). Hasil ini sedikit lebih tinggi daripada kadar ADMA pada pasien dengan
HD reguler yang kami dapatkan (0,330,22 M/L). Pada penelitian terhadap 227
pasien CKD didapatkan kadar ADMA serum 0.46 0.12 mol/L (Fliser et al.,
2004).
Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian oleh Raj et al., didapatkan
kadar ADMA pada pasien dengan HD reguler jauh lebih tinggi daripada pada
penelitian ini yaitu 105.3 25.2 M/L . Tidak jelas mengapa pada penelitian ini
Pada penelitian ini tidak terbukti adanya hubungan yang signifikan antara
ADMA dan kejadian HID. Pengaruh ini tetap tidak signifikan setelah dilakukan
adjusted terhadap jumlah obat antihipertensi yang di minum dan perubahan kadar
ini tidak terbukti adanya hubungan antara ADMA dan kejadian HID, bahkan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Raj et al., terhadap 27 pasien dengan
dengan perubahan MAP, dan kadar ADMA tidak berbeda pada kelompok pasien
Pada penelitian ini ADMA tidak terbukti berperan terhadap kejadian HID
mungkin disebabkan oleh kadar ADMA yang ditemukan pada penelitian ini lebih
ini adalah 0,330,25 M/L sedangkan Raj et al menemukan kadar ADMA adalah
105,325,2 M/L.
6.8 Perubahan kadar ET-1 pada HD
post HD lebih rendah pada kelompok HID dibandingkan kelompok kontrol. Post
HD terjadi peningkatan kadar serum ET-1 yang hampir sama pada kelompok HID
dan non HID. Hasil ini sedikit berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian
signifikan dari kadar ET-1 dibandingkan dengan kontrol (Chou et al., 2006).
bahwa kadar ET-1 pada pasien HD lebih tinggi daripada kontrol orang sehat. Pada
individu dengan HID terjadi peningkatan yang signifikan dari kadar ET-1 setelah
HD (Shafei et al., 2008). Hasil ini berbeda dengan yang kami dapatkan dimana
kadar ET-1 baik pre maupun post HD pada semua kelompok jauh lebih rendah.
Pada penelitian yang kami lakukan terjadi peningkatan kadar ET-1 post
HD pada kedua kelompok, dan tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara
kadar ET-1 dan kejadian HID. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Chou et al., didapatkan kadar ET-1 pre maupun post HD lebih tinggi pada
kelompok yang prone terhadap hipertensi (Chou et al., 2006). Penelitian lain
intradialisis, dan meningkat signifikant pada kelompok HID (Raj et al., 2002).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Shafei et al., 2008 didapatkan peningkatan
yang signifikan kadar ET-1 post HD pada kelompok pasien dengan rebound
hipertensi saat HD, disimpulkan bahwa perubahan ET-1 mungkin terlibat pada
pathogenesis dari rebound hipertensi dan hipotensi saat HD (Shafei et al., 2008).
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang kami lakukan yaitu tidak didapatkan
adanya hubungan yang signifikan antara perubahan kadar serum ET-1 dan
kejadian HID. Hal ini mungkin disebabkan karena kadar ET-1 pre maupun post
antara volume UF saat HD dengan perubahan kadar ET-1, NO dan ADMA. Pada
penelitian ini dengan analisis jalur didapatkan hubungan yang signifikan antara
volume UF dengan NO (nilai p <0,01) dan tidak ada hubungan antara volume UF
dengan ADMA dan ET-1. Pada saat dilakukan UF yang berlebih terjadi penurunan
NO sehingga mungkin hal ini menyebabkan tidak terjadi respon vasodelatasi yang
diperantarai oleh NO, sehingga hal ini mungkin dapat menjelaskan sebagian dari
terjadinya HID melalui keterlibatan endotel. Penemuan ini mendukung teori yang
menyatakan disfungsi endotel sebagai salah satu etiologi dari HID. Belum ada
penurunan NO.
daripada dan non HID. Pada kelompok HID saat terjadi peningkatan TDS post
HD pada hampir semua sesi HD. Sedangkan pada kelompok non HID pada
sebagian besar sesi HD terjadi penurunan TDS post HD, yaitu pada sesi HD (HD
3,4,5,dan 6), sedangkan pada HD 1 dan HD 2 terjadi sedikit peningkatan TDS
post HD. Umumnya dengan ultrafiltrasi terjadi penurunan tekanan darah, pada
sebagian kasus justru terjadi peningkatan tekanan darah. Penelitian ini merupakan
berlebih, terjadi penarikan cairan dalam jumlah yang banyak dari kompartemen
darah, hal ini mungkin menyebabkan terjadi aktivasi simpatis yang menyebabkan
kejadian HID. Pencetus dari terjadinya peningkatan aktivitas simpatis pada pasien
dibagi dengan lama sesi HD (menit) mendapatkan pada pasien dengan HID
mendapatkan kecepatan filtrasi yang lebih rendah daripada yang tanpa HID (10,4
Untuk melihat hubungan kausal efek dari perubahan kadar NO, ET-1 dan
ADMA serta volume UF yang dilakukan terhadap kejadian HID, dibuat model
Variabel eksogen atau independent adalah: NO, ADMA dan ET-1 sedangkan
hubungan yang signifikan antara volume UF saat HD dengan kadar serum NO,
antara volume UF saat HD dengan HID, dan antara kadar serum NO dengan
HID. Tidak ada hubungan antara, ET-1 dengan HID, antara ADMA dengan HID,
weight) didapatkan ada korelasi yang erat antara NO dengan HID, dan terdapat
hubungan yang cukup erat antara volume UF dengan NO serta volume UF dengan
HID. Pada penelitian ini didapatkan juga bahwa volume UF saat HD memiliki
efek total dan efek langsung yang paling kuat terhadap kejadian HID. Juga
didapatkan bahwa volume UF memiliki efek total dan langsung paling kuat
terhadap kadar serum NO dan kejadian HID berturutan. Sehingga dengan analisis
jalur dapat disimpulkan hubungan antara NO, ADMA, ET-1, UF dan HID sebagai
berikut: bahwa terdapat hubungan langsung yang signifikan dan erat antara
pasien dengan HID didapatkan penurunan sel progenitor endoter dan fase dilatasi
dari arteri brakial lebih rendah dibandingkan dengan kontrol , hal ini menegaskan
bahwa disfungsi endotel terjadi pada pasien HID (Inrig et al., 2011)
marker disfungsi endotel yaitu NO, dalam terjadinya HID. Penemuan ini
terjadinya HID. Dalam penelitian ini ditemukan pula bahwa salah satu faktor yang
Dari temuan ini sangat bermanfaat bagi penderita yang sering mengalami
HID untuk penentuan UF yang tepat saat HD sehingga dapat mencegah kejadian
penurunan atau penarikan cairan yang berlebihan dalam satu sesi HD, disarankan
automatik.
Dari penelitian yang telah kami lakukan, maka dapat diuraikan bahwa
BAB VII
7.1 Simpulan
penurunan kadar NO serum saat HD. Hal ini terbukti dari adanya
3. Perubahan kadar ADMA dan ET-1 tidak berperan dalam kejadian HID.
Hal ini diperkirakan disebabkan karena rerata kadar ADMA dan ET-1
7.2 Saran
90
91
DAFTAR PUSTAKA
Abedini, S., Meinitzer, A., Holme, I., Marz, M., Weihrauch, G., Fellstrm, B.,
Jardine, A., and Holdaas, H. 2010. Asymmetrical Dimethylarginine is
Associated with Renal and Cardiovascular Outcomes and All-cause Mortality
in Renal Transplant Recipients. Kid Int, 77: 4450.
Aird, W.C., 2007. Phenotypic Heterogeneity of the Endothelium : I. Structure,
Function, and Mechanisms. Circ Res,100:158-73.
Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of Volume
Excess. Nephrol Dial Transplant, 25(10): 335561.
Agarwal, R., and Weir, M.R. 2010. Dry-Weight: A Concept Revisyed in an Effort to
Avoid Medication-Directed Approaches for Blood Pressure Control in
Hemodialysis Patients. Clin J am Soc Nephrol, 5:1255-60.
Agarwal, R., Metiku, T., Tegegne, G., Light, R.P., Bunaye, Z., Bekele, D.M., and
Kelley, K. 2008. Diagnosing Hypertension by Intradialytic Blood Pressure
Recordings. Clin J Am Soc Nephrol, 3: 136472.
Agustriadi, O. 2009. Hubungan antara Perubahan Volume Darah Relatif dan
Episode Hipotensi Intradialitik Selama Hemodialisis pada Gagal Ginjal
Kronik (karya akhir). Denpasar: Universitas Udayana.
Amerling, R.C.G., Dubrow, A., Levin, N.W., Psheroff, R., 1995. Complications
During Hemodialysis. Stamford, CT: Appleton and Lange.
Balk, R.A., Casey, L.C. 2000. Sepsis and Septic Shock. Critical Care Clinics.
Bassenge, E., Zanzinger, J. 1992. Nitrates in different vascular beds, nitrate
tolerance, and interactions with endothelial function. Am J Cardiol; 70:23B-
9B.
Baylis, C. 2006. Arginine, arginine analogs and nitric oxide production in chronic
kidney disease, Nature Clinical Practice. Nephrology;2(4): 20920.
Baylis, C. 2008. Nitric Oxide Deficiency in Chronic Kidney Disease. Am J
Physiol Renal Physiol, 294:F1-F9.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schriers Disease of the
th
Kidney. 9 edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,
Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473- 505.
Bussemarker, E., Passauer, J., Reimann, D., Schulze, B., Reichel, W., and Gross,
P. 2002. The Vascular Endothelin System is not Overactive in Normotensive
Hemodialysis Patients. Kid Int, 62: 940-48.
Chazot, C., and Jean, G. 2010. Intradialytic Hypertension: It Is Time to Act.
Nephron Clin Pract;115:c18288.
Chou, K.J., Lee, P.T., Chen, C.L., Chiou, C.W., Hsu, C.Y., Chung, H.M., Liu, C.P.,
and Fang, H.C. 2006. Physiological changes during hemodialysis in patients
with intradialysis hypertension. Kid Int;69: 183338.
Cirit, M., Akicek, F., Terzioglu, E., Soydas, C., Ok, E., Ozbasli, C.F., Basci, A.,
Mees, D. 1995. Paradoxical rise in blood pressure during ultrafiltration in
dialysis patients. Nephrol Dial Transplant;10:1417-20.
Corretti, M.C., Anderson, T.J., Benjamin, E.T. 2002. Guidelines for the
ultrasound assessment of endothelial-dependent flow-mediated vasodilation
of the brachial artery: a report of the International Brachial Artery Reactivity
Task Force. J Am Coll Cardiol;39:257-65.
th
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4 ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Dhaun, N., Goddard, J., Webb, D.J. 2006. The Endothelin System and Its
Antagonis in Chronic Kidney Disease. J Am Soc Nephrol;17:943-55
Dhaun, N., Goddard, J., Kohan, D.E., Pollock, D.M., Schiffrin, E.L., Webb, D.J.
2008. Role of Endothelin-1 in Clinical Hypertension : 20 Years On.
Hypertension; 52:452-59.
Ding, H., Triggle, C.R. 2005. Endothelial cell dysfunction and the vascular
complications associated with type 2 diabetes: assessing the health of the
ium. Vasc Health Risk Manag;1:55-71.
Felner, S.K. 1993. Intradialytic Hypertension: II. Semin Dial;6:371-73.
Fliser, D., Kielstein, J.T., Haller. H., BodeBoGer, S.M. 2003. Asymmetric
dimethylarginine: A cardiovascular risk factor in renal disease? Kid
Int;63(84):. S3740.
Fliser, D., Kronenberg, F., Kielstein, J.T., Morath, C., BodeBoger, S.M., Haller,H.,
and Ritz, E. 2004. Asymmetric Dimethylarginine and Progression of Chronic
Kidney Disease: The Mild to Moderate Kidney Disease Study. J Am Soc
Nephrol 16: 245661.
Fliser, D. 2011. The dysfunctional endothelium in CKD and in cardiovascular
disease: mapping the origin(s) of cardiovascular problems in CKD and of
kidney disease in cardiovascular conditions for a research agenda, Kid Int
Supplements;1: 69
Flythe, J.E., Kimmel, S.E., and Brunelli, S.M. 2011. Rapid fluid removal during
dialysis is associated with cardiovascular morbidity and mortality. Kid
Int;79:25057.
Gunal, A.I., Karaca, I., Celiker, H., Iikay. E., and Duman, S. 2002. Paradoxical rise
in blood pressure during ultrafiltration is caused by increased cardiac output. J
Nephrol.15, 42-7.
Guzik, T.J., dan Harrison, D.G. 2006. Vascular NADPH oxidases as drug targets
for novel antioxidant strategies. Drug Discovery Today; 11 (11-12): 52433.
Hansson, G.K. Inflammation, atherosclerosis, and coronary artery disease. N Engl
J Med 2005; 352: 168595
Hwang, S.J., Ballantyne, C.M., Sharrett, A.R.1997. Circulating adhesion
molecules VCAM-1, ICAM-1, and E-selectin in carotid atherosclerosis and
incident coronary heart disease cases: the Atherosclerosis Risk in
Communities (ARIC) study. Circulation;96:4219-25.
Indonesian Renal Registry (IRR), 2013. 5th Report of Indonesian Renal Registry
2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
Inrig, J.K., Oddone, E.Z., Hasselblad, V., Gillespie, B., Patel, U.D., Reddan, D.,
Toto, R., Himmelfarb, J., Winchester, J.F., Stivelman, J., Lindsay, R.M., and
Szczech, L.A. 2007. Association of intradialytic blood pressure changes with
hospitalization and mortality rates in prevalent ESRD patients. Kid Int : 71;
45461.
Inrig, J.K., Patel, U.D., Toto, R.D., Szczech, L.A. 2009. AssLeeociation of Blood
Pressure Increases During Hemodialysis With 2-Year Mortality in Incident
Hemodialysis Patients: A Secondary Analysis of the Dialysis Morbidity and
Mortality Wave 2 Study. Am J Kidney Dis, November ; 54(5): 88190.
Inrig JK. 2010a. Intradialytic Hypertension: A Less-Recognized Cardiovascular
Complication of Hemodialysis. Am J Kidney Disease;55:580-89.
Inrig, JK. 2010b. Antihypertensive agents in hemodialysis patients; a current
perspective. Semin Dial;23:290-97.
Inrig, J.K., Buren, P.V., Kim, C.,Vongpatanasin, W., Povsic, T.J., Toto, R.D., 2011.
Intradialytic Hypertension and its Association with Endothelial Cell
Dysfunction. Clin J Am Soc Nephrol (8): 2016-24.
K/DOQI: Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive
Agent in Chronic Kidney Disease. In Guideline 2 In: Evaluation of Patient
with CKD or Hypertension. CKD 2006: 1-18.
KDIGO, 2013. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Kid Int Supplements (3); 18-27.
Kielstein, J.T., dan Zoccali, C. 2005. Asymmetric dimethylarginine: a
cardiovascular risk factor and a uremic toxin coming of age?. Am J Kid Dis;
46(2): 186202.
Krapf, R., Hulter, H.N. 2009. Arterial hypertension induced by erythropoietin and
erythropoiesis-stimulating agents (ESA). Clin J Am Soc Nephrol. Feb;4(2):470-
80
Kohan, D.E. 2010. Endothelin, Hypertension, and Chronic Kidney Disease: New
Insight. Curr Opin Nephrol Hypertens; 19(2):134-39.
Kovacic, L., Roguljic, V., Kovacic, B., Bacic, T., Bosnjak. 2003. Ultrafiltration
Volume is Associated with Changes in Different Blood Pressure Clinical
Parameters in Chronically Hemodialyzed Patients. The Internet Journal of
Internal Medicine. 3; 2:10.5580/2f3
Landry, D.W., and Oliver, J.A. 2006. Blood pressure instability during hemodialysis.
Kid Int: 69, 171011.
Levin NW, Kotanko P, Eckardt KU, et al. 2012. Blood pressure in chronic kidney
disease stage 5D-report from a Kidney Disease Improving Global Outcomes
controversies conference. Kidney Int; (77)273-84.
Locatelli, F., Cavalli, A., and Tucci, B. 2010. The growing problem of
intradialytic Hypertension. Nephrol; 6: 418.
Madiyono, B. 2010. In: Sastroasmoro S dan Ismael S., editors. Dasar-dasar
rd
Metodologi Penelitian Klinis. 3 . Ed. Sagung Seto.p 302-31.
Martens, C.R., dan Edwards, D.O. 2011. Peripheral Vascu;ar Dysfunction in Chronic
Kidney Disease. Cardiology Research and Practice;2011:1-9.
McGregor, D.O., Buttimore, A.L., Lynn, K.L., Yandle, T., and Nicholls, M.G., 2003.
Effects of long and short hemodialysis on endothelial function: A short- term
study. Kid Int(63); 70971.
McIntyre, C.W. 2009. Effects of hemodialysis on cardiac function. Kid Int : 76,
37175.
Mees, D. 1996. Rise in blood pressure during hemodialysis-ultrafiltration: a
paradoxical phenomenon? Int J Artif Organs;19:569-70.
Morris, S.T., McMurray, J., Spiers, A., and Jardine, A.G. 2001. Impaired endothelial
function in isolated human uremic resistance arteries. Kid Int; 60: 107782.
Nissenson, A.R., and Fine, R.N. 2008. Handbook of Dialysis Therapy. 4th ed.
Saunders Elsevier. Philadelphia.
Oberg, B.P., McMenamin, E, Lucas, F.L. 2004. Increased prevalence of oxidant
stress and inflammation in patients with moderate to severe chronic kidney
disease. Kid Int;. 65(3): 100916.
Peixoto AJ. 2007. Can diagnostic marker predict blood pressure response in
hypertensive dialysis patients? Semin Dial;20:411-15.
Pradhan, A.D., Manson, J.E., Rifai, N. 2001. C-ractive protein, interleukin-6 and
risk to developing type 2 diabetes mellitus. JAMA;286:327-34.
Raj, D., Vincent, B., Simpson, K., Sato, E., Jones, K.L., Welbourne, T.C., Levi,
M.V., Blandon, P., Zager, P., and Robbins, R.A. 2002. Hemodynamic changes
during hemodialysis: Role of nitric oxide and endothelin. Kid Int;61: 697704.
Raka, W.I.G., dan Suwitra, K. 2011. Paradoxical post dialytic blood pressure
th
reaction and association with dialysis modality. Buku Proceeding The 5
Scientific meeting on hypertension - InaSH 2011.
Rizzioli, E., Incasa, E., Gamberini, S., and Manfredini, R. 2009. Management of
intradialytic hypertension: old problem, old drug? Intern Emerg Med; 4:271
72
Rubinger, D., Backenroth, R., Sapoznikov, D. 2012. Sympathetic Activation and
Baroreflex Fuction during Intradialytic Hypertensive Episodes. PloS ONE;
7(5): 1-12
Sarkar, SR., Kaitwatcharachai, C., Levin, N.W. 2005. Complications during
hemodialysis. McGraw-Hill Professional.
Shafei, E.M., El-Nagar, G.F., Selim, M.F., Sorogy. 2008. Is There a role for
Endothelin-1 in the hemodynamic changes during hemodialysis? Clin Exp.
Nephrol. 12.370-5.
Sibal, L., Agarwal, S.C., Home, P.D. 2010. The role of asymmetric
dimethylarginine (ADMA) in endothelial dysfunction and cardiovascular
disease . C urr Cardiol Rev; 6 : 82 90.
Spranger, J., Kore, A., Mohlig, M. Inflammatory cytokines and the risk to develop
type 2 diabetes: results of the the prospective population-based European
Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC)-Postdam Study.
Diabetes;52:812-7.
Suhardjono. 2006. Proteinuria Pada Penyakit Ginjal Kronik: Mekanisme dan
Pengelolaannya. Peranan Stres Oksidatif dan Pengendalian Faktor Risiko
pada Progresi Penyakit Ginjal Kronik serta Hipertensi, JNHC 2006; 1-7.
Tatsuya, S., Tsubakihara, Y., Fujii, M., Imai, E. 2004. Hemodialysis-associated
hypotension as an independent risk factor for two-year mortality in
hemodialysis patients. Kidney Int; 66:121220.
United States Renal Data System (USRDS). 2011. Annual Data Report: Atlas of
Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United States,
National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases, Bethesda, MD, 2011.
Van Buren, P.N., Kim ,C., Toto, R.D., Inrig, J.K. 2012. The Prevalance of
Persistent Intradialytic Hypertension in a Hemodialysis Population with
Extended Follow up. Int J Artif Organs. 2012;35(12):1031-8
Vervoort, G., Lutterman, J.A., Smits, P. 1999. Transcapillary escape rate of
albumin is increased and related to haemodynamic changes in normo-
albuminuric type 1 diabetic patients. J Hypertens; 17(12):1911-6.
Weir, M.R., and Jones, H. 2010. Drug Therapy for Hypertension in Hemodialysis
Patients. US Nephrology:5(1):457
Xiao, S., Wagner, L., Schmidt, R.J., and Baylis, C. 2001. Circulating endothelial
nitric oxide synthase inhibitory factor in some patients with chronic renal
disease. Kid Int; 59: 146672.
Young, J.M., Terrin, N., Wang, X., Greene., T., Beck., G.J., Kusek, J.W, Collins.,
A.J, Sarnak, M.J., and Menon, V. 2009. Asymmetric Dimethylarginine and
Mortality in Stages 3 to 4 Chronic Kidney Disease. Clin J Am Soc Nephrol;4:
111520.
Zhang, Q.L., and Rothenbacher, D. 2008. Prevalence of chronic kidney disease in
population-based studies: Systematic review. BMC Public Health; 8:117;1-
13.
Lampiran 1. Persetujuan (Informed Consent)
Pendahuluan
Persetujuan (Informed Consent) pada hakekatnya adalah untuk menghargai hak
individu untuk memperoleh penjelasan yang cukup dan tepat berkaitan dengan
penelitian yang akan dilaksanakans ebelum yang bersangkutan / calon peserta
penelitian membuat keputusan yang benar.
Informed consent seyogyanya mengandung hal-hal penting sebagai berikut:
1. Penjelasan rinci dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti
berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
2. Adanyan jaminan bahwa penderita mendapatkan kebebasan untuk
memutuskan apakah ikut serta aau menolak, oleh karena secara moral
maupun legal penderita memiliki hak untuk itu.
Latar Belakang
Hemodialisis (HD) merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik
(PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK).
Penderita GGK semakin meningkat jumlahnya, tahun 2005 diperkirakan
mengenai 2 juta orang, dan tahun 2010 diperkirakan meningkat menjadi 2,5 juta
orang. Saat ini hampir setengah juta penderita GGK menjalani tindakan
hemodialisis (HD) untuk memperpanjang hidupnya (Nissenson dan Fine, 2008).
Tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
masih banyak penderita mengalami masalah medis saat menjalani HD.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah
gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya
ultrafiltrasi (UF) atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi
pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler, namun sekitar 5-15% dari
pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi
intradialitik atau intradialytic hypertension /HID (Agarwal dan Weir, 2010;
Davenport et al., 2008).
Hipertensi intradialitik adalah suatu kondisi berupa terjadinya peningkatan
tekanan darah yang menetap pada saat HD dan tekanan darah selama dan pada
saat akhir dari HD lebih tinggi dari tekanan darah saat memulai HD (Chazot,
2010). Tekanan darah penderita bisa normal saat memulai HD, tetapi kemudian
meningkat sehingga pasien menjadi hipertensi saat dan pada akhir HD. Bisa juga
terjadi pada saat memulai HD tekanan darah pasien sudah tinggi dan meningkat
pada saat HD hingga akhir dari HD. Peningkatan tekanan darah ini bisa berat
sampai terjadi krisis hipertensi. Frekuensi dari HID dilaporkan sekitar 10% pada
pasien HD. Pada penelitian kohort yang dilakukan pada pasien HD didapatkan
12,2% pasien HD mengalami HID. Episode HID mempengaruhi survival pasien,
mortalitas meningkat jika tekanan darah post HD meningkat yaitu sistolik 180
mmHg dan diastolik 90 mmHg (rr =1,96 dan 1,73 berturut-turut). Pada pasien
dengan peningkatan tekanan darah 10 mmHg saat HD didapatkan peningkatan
risiko rawat inap di rumah sakit dan kematian (Inrig et al., 2009).
Pada pasien dengan gagal jantung biasanya dengan tekanan darah yang
rendah, saat HD juga terjadi peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan
darah pada pasien ini tidak mencapai level hipertensi seperti pada pasien yang
tidak gagal jantung. Peningkatan tekanan darah ini juga meningkatkan risiko
kematian dengan peningkatan 10 mmHg saat HD, walaupun tekanan darah sistolik
pra HD 120 mmHg (Inrig et al., 2009).
Mekanisme terjadinya HID pada penderita dengan HD reguler sampai saat ini
belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab HID
seperti aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron system (RAAS) karena
diinduksi oleh hipovolemia saat dilakukan ultrafiltrasi (UF), overaktif dari
+ 2+
simpatis, variasi dari ion K dan Ca saat HD, viskositas darah yang meningkat
karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), fluid overload, peningkatan
cardiac output (COP), obat antihipertensi yang ditarik saat HD dan
vasokonstriksi yang diinduksi oleh endothelin-1 (ET-1). Di antara berbagai faktor
tersebut yang paling umum diketahui sebagai penyebab HID adalah stimulasi
RAAS oleh hipovolemia yang disebabkan oleh UF yang berlebihan saat HD dan
variasi dari kadar elektrolit terutama kalsium dan kalium (Chazot, 2010).
Pada saat HD dilakukan UF untuk menarik cairan yang berlebihan di darah,
besarnya UF yang dilakukan tergantung dari penambahan berat badan (BB)
penderita antar waktu HD dan target BB kering penderita yaitu BB di mana
penderita merasa nyaman, tidak ada sesak dan tidak ada tanda-tanda kelebihan
cairan. Pada penderita dengan HD reguler 2 kali seminggu, kenaikan BB antar
waktu HD disarankan tidak melebihi 2 kg sehingga UF yang dilakukan saat HD
sekitar 2 liter. Tetapi umumnya kenaikan BB penderita antar waktu HD melebihi
2 kg malah sampai 5 kg. Ultrafiltrasi yang dilakukan sesuai dengan kenaikan BB
interdialitik, sehingga pada kondisi ini dilakukan UF lebih dari 2 kg. Pada HD
dengan excessive UF atau UF berlebih banyak timbul masalah baik gangguan
hemodinamik maupun gangguan kardiovaskular (Nissenson dan Fine, 2008). Pada
saat dilakukan UF terjadi hipovolemia yang kemudian merangsang aktivitas
RAAS sehingga bisa menimbulkan kejadian HID (Chazot, 2010).
Asumsi yang berbeda dikemukan oleh Chou dkk yang melakukan penelitian
terhadap 30 pasien yang prone terhadap HID dan 30 orang kontrol, didapatkan
bahwa pada kelompok HID tidak didapatkan perubahan yang bermakna dari kadar
katekolamin, dan renin tetapi didapatkan peningkatan dari resistensi vaskular
sistemik dan penurunan kesimbangan rasio nitric oxide dan endothelin-1 (NO/ET-
1) (Chou et al., 2006).
Aktivitas dari sel endotel mempunyai peranan penting terhadap terjadinya
variasi tekanan darah selama HD. Perubahan volume cairan, dan rangsangan fisik
maupun hormonal menyebabkan produksi dari faktor-faktor yang melibatkan
kontrol tekanan darah pada sel endotel. Vasoaktif yang terpenting adalah nitric
oxide (NO) suatu vasodilator otot polos, Asymmetric dimethylarginin (ADMA)
100
yang merupakan inhibitor endogen dari nitric oxide synthase dan endothelin-1 (ET-
1) suatu vasokonstriktor yang kuat. Zat-zat ini mempunyai efek yang penting
terhadap aktivitas simpatis, vasokonstriksi perifer dan kontrol tekanan darah
khususnya termasuk kejadian HID (Locatelli et al, 2010). Disfungsi endotel dapat
menyebabkan perubahan terhadap tekanan darah saat HD, baik hipotensi maupun
hipertensi intradialitik Perubahan ini berhubungan dengan keterkaitan antara
endotel, sistem saraf simpatis dan kontrol dari resistensi vaskular perifer (Raj et
al., 2002). Terdapat perbedaan perubahan kadar NO dan ET-1 saat HD antara
kontrol dan penderita yang prone terhadap hipertensi. Pada saat HD berakhir
pada penderita HID terjadi peningkatan signifikan dari kadar ET-1 dan penurunan
signifikan pada rasio NO/ET-1 dibandingkan dengan kontrol (Chou et al., 2006).
Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa pada individu dengan HID terjadi
peningkatan yang signifikan dari kadar ET-1 setelah HD (Shafey et al., 2008).
Pada penelitian Cohort case control 25 pasien HD reguler yang mengalami
episode HID, didapatkan hubungan antara HID dan disfungsi endotel. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa disfungsi endotel dapat menjelaskan sebagian
penyebab kejadian HID (Inrig et al., 2011).
Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara
disfungsi endotel dengan kejadian HID, tetapi penyebab dari terjadinya disfungsi
endotel pada pasien dengan HID belum sepenuhnya dapat dipahami. Banyak hal
yang belum dapat diterangkan baik patofisiologi, mekanisme dan strategi terapi
yang tepat pada HID. Dari uraian di atas kami ingin mencari hubungan antara UF
yang berlebih saat HD dengan terjadinya episode HID melalui keterlibatan
disfungsi endotel. Kami ingin mengetahui hubungan antara UF yang berlebih saat
HD dengan disfungsi endotel pada pasien yang mengalami HID. Disfungsi
endotel ditandai dengan peningkatan konsentrasi ET-1 dan ADMA serta
penurunan NO serum.
Rumusan Masalah :
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut yaitu:
1. Apakah peningkatan kadar ET-1 serum saat HD berkaitan dengan
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah : Untuk mengetahui peranan UF dalam
patogenesis terjadinya HID melalui disfungsi endotel (ditandai dengan
menurunnya NO atau meningkatnya ET-1 atau meningkatnya ADMA) pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler.
Tujuan khusus
Untuk membuktikan :
1. Pada pasien dengan HD regular, peningkatan kadar ET-1 serum saat HD
ADMA serum.
Manfaat Penelitian
Manfaat akademis
Jika pada penelitian ini terbukti bahwa UF yang berlebih saat HD berperan
dalam terjadinya HID melalui disfungsi endotel (ditandai dengan meningkatnya
kadar ADMA atau meningkatnya ET-1 atau menurunnya NO) pada penyandang
HD reguler, maka dapat memberikan kontribusi ilmiah berkaitan dengan UF yang
berlebih sebagai dasar patogenesis HID melalui disfungsi endotel.
Manfaat praktis
Secara praktis, jika terbukti UF yang berlebih saat HD sebagai faktor risiko
kejadian HID melalui disfungsi endotel (ditandai dengan meningkatnya kadar
ADMA atau meningkatnya ET-1 atau menurunnya NO) pada pasien HD reguler
maka usaha-usaha untuk menekan disfungsi endotel melalui penentuan UF yang
tepat dapat digunakan oleh para klinisi dalam penanganan kasus HID.
Tatalaksana penelitian :
1. Prosedur yang dilaksanakan pada penderita sesuai dengan protap rutin dan
penunjang lainnya maupun pengelolaan / perawatan
2. Prosedur tambahan pada penelitian ini adalah pengambilan darah vena untuk
pemeriksaan ADMA, NO dan ET-1
Pembiayaan terkait :
Poin 1 : adalah ditanggung penderita
Poin 2 : adalah ditanggung peneliti
Penutup :
Untuk dapat berlangsungnya penelitian dengan baik, maka mutlak diperlukan
kerjasama yang baik antara penderita / keluarga dan peneliti.
Surat Persetujuan
Ikut Serta dalam
Penelitian
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : .....................................................................................
Umur : .....................................................................................
Jenis Kelamin : .....................................................................................
Etnia : .....................................................................................
Pekerjaan : .....................................................................................
Alamat : .....................................................................................
No. KTP : .....................................................................................
No.Telp/HP : .....................................................................................
Nama Pendamping : .....................................................................................
No. Tel/HP Pendamping : .....................................................................................
Denpasar, 2012
( (.)
( ) ( )
Lampiran 2
Prosedur pemeriksaan ADMA (Asymmetric Dimethylarginine) produk DLD
Diagnostics) Cat. No. 17 EA 201-96
Konsentrasi ADMA adalah kadar ADMA dalam serum yang diukur
dengan quantittatif sandwich enzyme immunoassay (ELISA) satuannya mol/l.
Reagensia : ADMA
o
Sampel : Serum 0.5 CC , Stabilitas sampel 6 bulan pada suhu 70 C
3. Langkah Pemeriksaan:
a. Persiapkan reagen
b. Persiapan sampel
d. Interprestasi
1. Metode : ELISA
Alat : Micro reader panjang gelombang 450
nm Reagensia : Endothelin - 1
o
Sampel : Serum 0.5 CC , Stabilitas sampel 6 bulan pada suhu - 70 C
2. Prinsip Pemeriksaan
Pemeriksaan ini menggunakan teknik quantitatif sandwich enzyme immuno-
assay. Sebelumnya antibody monoklonal spesifik untuk ET 1 telah di-coated
dalam microplate. Standard, sample, control, dan conjugate dipipet ke dalam
well dan keberadaan ET 1 akan disandwich (dipasangkan) oleh immobilized
antibody dengan antibody enzyme-linked monoklonal spesifik untuk ET 1.
Setelah dilakukan pencucian untuk menghilangkan substansi- substansi yang
tidak terikat dan atau reagen antibody-enzyme, selanjutnya larutan substrat
ditambahkan ke dalam well dan kemudian terbentuklah pembentukan warna
yang sebanding dengan jumlah ET 1 yang terikat. Pembentukan warna
dihentikan dan kemudian intensitas warna diukur.
3. Penanganan Reagen
- Wash Buffer
Encerkan 20 mL wash buffer konsentrat ke dalam Aquabidest untuk
persiapan 500 mL Wash Buffer.
- Larutan Substrate
- Endothelin-1 Standard
4. Prosedur Kerja
1. Siapkan semua reagen, sampel, dan standard.
2. Tambahkan 150 l Assay Diluent RD1-105 ke dalam well.
3. Tambahkan 75 l standard, kontrol, dan sampel ke dalam masing-masing
well, campur dengan baik. Pastikan penambahan reagen tak terputus dan
selesai dalam waktu 10 menit.
4. Tutup plate dengan plate sealer yang tersedia dan inkubasi pada suhu
kamar selama 1 jam dengan shaker.
5. Buang isi dari tiap well dan cuci dengan menambahkan 400 l Wash Buffer
ke dalam masing-masing well. Ulangi proses tersebut sebanyak 3 kali (total
pencucian sebanyak 4 kali). Setelah pencucian terakhir, buang isi dari well,
buang sisa Wash Buffer dengan mengetuk-ngetukkan plate secara terbalik
pada lap kertas yang bersih.
6. Segera tambahkan 200 l Conjugate ke dalam masing-masing well. Tutup
plate dengan plate sealer baru, inkubasi pada suhu kamar selama 3 jam
dengan shaker.
7. Ulangi proses no. 5
8. Segera tambahkan 200 l Substrate Solution ke dalam masing-masing
well. Tutup plate dengan plate sealer baru, inkubasi pada suhu kamar
selama 30 menit, lindungi dari cahaya.
9. Tambahkan 50 l Stop Solution ke dalam masing-masing well.
10. Tentukan optical density dari tiap well dalam waktu 30 menit
menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm dan
panjang gelombang koreksi pada 540 nm atau 570 nm.
Lampiran 4
Nitarte reductase
2. Langkah Pemeriksaan:
a. Pengambilan spesimen
b. Penanganan Reagen
1. Assay Buffer
Encerkan Assay Buffer vial sampai 100 ml dengan air Ultrapure.
2. Nitrate Reductase (vial #2)
Larutkan isi vial dengan 1.2 ml Assay Buffer. Tetap dalam ice
selama digunakan. Simpan di -20C jika tidak digunakan.
c. Prosedur Kerja
1. Tambahkan 200 l air atau Assay Buffer ke dalam well.
2. Tambahkan 80 l sampel/larutan sampel ke dalam well. Jumlah
volume final disesuaikan sampai 80 l dengan Assay Buffer
solution.
3. Tambahkan 10 l enzyme cofactor mixture (vial 3) ke dalam well.
4. Tambahkan 10 l Nitrate reduktase mixture (vial 2) ke dalam well.
5. Tutup plate dengan plate cover, inkubasi pada suhu kamar selama 1
jam.
6. Tambahkan 50 l Griess Reagent R1 (vial 6) ke dalam well.
7. Segera Tambahkan 50 l Griess Reagent R2 (vial 7) ke dalam well.
8. Biarkan terjadi perubahan warna selama 10 menit pada suhu ruang.
Plate tidak perlu ditutup.
9. Tentukan absorbansi pada panjang gelombang 540 nm atau 550 nm.
Lampiran 5. Uraian Jadwal Kegiatan
Jadwal Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai Oktober 2012
Rincian Biaya
Rp. 14.400.000,00
c. Biaya ATK
Total biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebesar Rp. 145.050.000,00
Lampiran 7.
KUESIONER
PENELITIAN
I. IDENTITAS
1. Nama
: ....................................................................
2. Sex :
....................................................................
3. Umur
: ....................................................................
4. Suku Bangsa :
....................................................................
5. Alamat :
....................................................................
6. Nomor telp.
: ....................................................................
7. Pendidikan :
....................................................................
8. Pekerjaan
: ....................................................................
9. Nama pendamping :
....................................................................
10. No. Telp Pendamping
....................................................................:
II. ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit:
a. HD pertama kali : .
(Tgl/Bln/Tahun) b. Lama HD :
. (bulan)
c. Jadwal HD : .
d. Riwayat Penyakit :
i. DM : ya/tidak
ii. Penyakit Jantung : ya/tidak
iii. Batu saluran kemih : ya/tidak
iv. Hipertensi : ya/tidak
v. MRS dalam 6 bulan terakhir : ya/tidak
2. Riwayat sosial
a. Minum kopi : ya/tidak
b. Merokok : ya/tidak
c. Minum alkohol: ya/tidak
III. PEMERIKSAAN FISIK Pre HD
Diperiksa tanggal : Oleh :
BB Kering :
..Kg
BB saat ini :
. Kg Tinggi
Badan :
. cm Lingkar
Pinggang : ..
cm Tekanan Darah :
.. mmHg
Frekuensi Pernafasan :
.. x/mnt Denyut nadi
: ..
x/menit Keadaan Umum : ( ) Baik ( )
Sedang ( ) Buruk Sianosis :( )
ada ( ) Tidak ada
Anemia : ( ) ada ( ) Tidak ada
Telinga : ( ) ada kelainan ( ) Tidak
ada kelainan Hidung : ( ) ada kelainan
( ) Tidak ada kelainan Gigi mulut : ( ) ada
kelainan ( ) Tidak ada kelainan Tenggorokan
: ( ) ada kelainan ( ) Tidak ada kelainan Leher
: ( ) ada kelainan ( ) Tidak
ada kelainan
JVP :
..
JANTUNG
Auskultasi :
a. S1 : ( ) ada kelainan( ) Tidak ada kelainan
b. S2 : ( ) ada kelainan( ) Tidak ada kelainan
c. Murmur : ( ) ada ( ) Tidak ada
Thrill : ( ) ada ( ) Tidak ada
Ictus cordis : intercostals .. kiri / kanan,
garis .. PARU
Suara nafas : /..
Ronchi : /..
Whexxing : /..
ABDOMEN
Hepar : ( ) Tidak teraba ( ) Teraba
Limpa : ( ) Tidak teraba ( ) Teraba
Asites : ( ) ada ( ) Tidak
ada EKSTREMITAS
Edema : ( ) ada ( ) Tidak ada
AV shunt : ( ) ada ( ) Tidak
ada Bila ada, Lokasi :
.
IV. ELEKTROKARDIOGRAM
( ) Normal
( ) Q Waves,
lokasi: ....................................................................................
( ) ST Elevasi,
lokasi: ................................................................................
( ) ST Depresi,
lokasi: ..................................................................................
( ) T Inversi,
lokasi: ....................................................................................
VII. PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Nil
Pre ai Post HD
HD
No. Jenis
Pemeriksaan
1. Hemoglobin (mg
2. %)
BUN (mg/dl)
3. SC (mg/dl)
4. Albumin (mg/dl)
5. Gula Darah (mg/dl)
6. Natrium
7. Calsium ion
8 Kalium (meq/L)
9. ET-1 (pq/ml)
10 ADMA (mol/L)
.
11 NO (M)
.
VIII. DIAGNOSIS
IX. TERAPI
1. Asam Folat ( ) Ya ( ) Tidak
2. Calsium carbonat( ) Ya ( ) Tidak
3. Lantanum ( ) Ya ( ) Tidak
4. Keto acid ( ) Ya ( ) Tidak
5. Captopril ( ) Ya , Dosis .. ( )
Tidak
6. Lisinopril ( ) Ya , Dosis .. ( )
Tidak
7. Ramipril ( ) Ya , Dosis .. ( )
Tidak
8. losartan ( ) Ya , Dosis .. ( )
Tidak
9. Irbesartan ( ) Ya , Dosis .. ( )
Tidak
10. Candesartan ( ) Ya , Dosis
.. ( ) Tidak
11. Betabloker ( ) Ya , Dosis
.. ( ) Tidak
12. Clonidin ( ) Ya , Dosis
.. ( ) Tidak
13. Diuretik ( ) Ya , Dosis
.. ( ) Tidak
14. CCB ( ) Ya , Dosis .. (
) Tidak
15. Statin ( ) Ya , Dosis
.. ( ) Tidak
16. Allupurinol ( ) Ya , Dosis
.. ( ) Tidak
17. Eritropoetin
a. Ya Jenis .. Dosis
b. Tidak
18. Besi Parenteral
a. Ya Jenis .. Dosis .
b. Tidak
X. PENGAMATAN PENDERITA
a. Data pengamatan 6 kali HD
H BERAT BADAN TEKANAN DARAH ULTRAFILTRAS
D I
PRE HD POST HD PRE HD POST HD
1.
2.
3.
4.
5.
6.
b. Data kejadian selama HD (pengamatan 6 kali HD)
2 Nitric Oxide
3 ADMA
4 Natrium
5 Calsium ion
120
Lampiran 8.
Rencana Penelitian