Вы находитесь на странице: 1из 10

A.

Pengertian Masyarakat Beradap dan Sejahtera


Masyarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Dari pengertian ini dapat
dicontohkan istilah masyarakat desa, ialah masyarakat yang penduduknya
mempunyai mata pencaharian utama bercocoktanam, perikanan, peternakan atau
gabungan dari ketiganya ini, yang sistem budayanya mendukung masyarakat itu.
Masyarakat modern berarti masyarakat yang sistem perekonomiannya
berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri, dan pemakaian
teknoligi canggih (Kamus Besar, l990:564).
Memperhatikan kedua istilah di atas, masyarakat desa, dan masyarakat
moderen, kata kedua dalam gabungan dua kata itu, desa dan modern
merupakan kualitas dari suatu masyarakat. Bertolak dari cara demikian dapat
memberi suatu kualitas pada suatu masyarakat, umpama masyarakat tradisional,
masyarakat primitif, masyarakat agamis, masyarakat beradab, masyarakat
sejahtera, dan masyarakat beradab dan sejahtera. Pada contoh terakhir ini
memberikan dua buah kualitas sekaligus, yaitu beradab dan sejahtera. Hal
semacam ini boleh-boleh saja.
Kata beradab berarti kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budipekerti (Kamus
Besar, l990:5). Sementara itu kata sejahtera berarti aman sentosa dan makmur,
selamat (dari gangguan dan kesukaran - Kamus Besar, l990:795). Bertolak dari
masing-masing pengertian term masyarakat, beradab, dan sejahtera,
rangkaian kata ketiganya menjadi masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai
maksud bahwa masyarakat yang dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan
manusianya terdiri atas orang-orang yang halus, sopan, dan baik budipekertinya
supaya masyarakat tersewbut selamat dan bebas dari gangguan maupun
kesukaran.
Bangsa Indonesia secara prinsip adalah masyarakat majemuk terdiri atas
kumpulan masyarakat bagian-bagian sejak dari barat masyarakat Nangroe Aceh
Darussalam hingga ke timur masyarakat Irian Jaya atau masyarakat Papua.
Kumpulan besar dari berbagai masyarakat itu masing-masingnya menghimpun
menjadi masyarakat besar dengan nama masyarakat (bangsa) Indonesia karena
memiliki sistem budaya dan pandangan hidup yang sama (Pancasila, Bhineka
Tunggal Ika, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia,
bernegara satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, berbendera satu bendera
merah putih). Masyarakat (bangsa) Indonesia sesuai dengan sila kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradabmenghendaki sebagai bangsa yang
berkesopanan, baik dan halus budipekertinya supaya bisa menciptakan
kemakmuran, kesentosaan, selamat dari berbagai kesulitan dan gangguan.
Gangguan yang sekarang ini merebak dan mewabah dan dapat dirasakan oleh
setiap yang sadar sebagai anggota masyarakat (bangsa)Indonesia antara
lain:budaya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotesme), penggundulan hutan secara
liar oleh cukong-cukong culas dan berlanjut pada pembalakan kayu yang liar pula
secara besar-besaran, demo-demo kolosal yang anarkhis merusak fasilitas dan
kepentingfan umum, mafia hukum yang bermuara hukum berpihak kepada
pemikik uang, di samping praktik-praktik amoral seperti pornografi dan porno
aksi, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan masih banyak gangguan lainnya.
Dalam tinjauan agama, para pelaku gangguan menuju masyarakat beradab itu
disebut mufsidun, yaitu orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah tidak
menyukai orang semacam ini. Allah berfirman:

. . . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
(Q.S. al-Qasas/28:77; al-Maidah/5:64).
Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan, Allah
melarangnya. Demian larangan itu:

. . . ia (syuaib) berkata:Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah
(pahal) hari akhir dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan
(Q.S.al-Ankabut/29:36; asy-Suara/26:l83; Hud/11/85;al-Araf/7:74).
Akibat pengabaian larangan Allah ditanggung oleh manusia sendiri, dalam
hal ini bangsa Indonesia. Berteori dari kisah-kisah umat terdahulu seperti:kaum
Samud, kaum Ad, umat Nabi Luth, umat Nabi Musa, umat Nabi Nuh, dan umat-
umat Nabi lain yang membangkang dari perintah Allah, berbuat kerusakan,,
amoral seperti sodomi umat Nabi Luth, Allah menjadi murka kemudian
menurunkan bala umpama banjir Nuh (Q.S. Hud/11:32-45), kaum Samud
dibinasakan dengan amat dahsyat, kaum Ad dihancurkan dengan angin kencang
(Q.S. al-Haqqah/69:56), mungkin sekali musibah sunami di Nangroe Aceh
Darussalam, di pulau Nia, dan di Pangandaran; gempa bumi di Yogyakarta dan
Padang Sumatera Barat; angin puting beliung (lisus) di Yogyakarta, semburan
lumpur panas Lapindo Brantas di Sidoarjo Jawatimur, tenggelamnya KM
Senopati, raibnya pesawat Adam Air di udara, dan meledaknya pesawat Garuda
Indonesia Air Ways adalah peringatan Allah agar umat manusia (dalam hal ini
bangsa Indonesia) kembali (bertaubat) kepada-Nya dengan mereformasi diri
menjadi masyarakat yang beradab. Allah berfirman:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebebkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar - Q.S. ar-Rum/30:41)
Allah berjanji, jika suatu masyarakat taat akan aturan-aturan Allah, jauh dari
sifat-sifat biadab, Allah pasti akan menurunkan berkah dari langit maupun bumi
yang menjadikan masyrakata itu makmur, sejahtera, tidak ada gangguan maupun
kesulitan.

B. Antara Masyarakat Madani dan Masyarakat Beradab


Madani berasal dari bahasa Arab al-Madinah, suatu kota yang terletak di
Hijaz (Saudi Arabia). Kota itu semula, sebelum Islam datang, bernama Yasrib.
Oleh Nabi Muhammad Saw. Diubah namanya menjadi al-Madinat al-
Munawwarah. Kota ini menjadi semacam ibu kota suatu negara dengan ciri
Rasulullah memberi petunjuk kepada umat, melakukan hubungan bilateral dengan
negara lain, memerintah sebagaimana yang diperankan oleh para raja pada
umumnya.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Nabi Muhammad didasarkan pada
semacam - sekarang disebut Undang-Undang Dasar - yaitu al-misaq al-Madinah
(Piagam Madinah). Pusat pemerintahan berada di kota. Oleh para pakar ilmu
kepemerintahan belakangan, model pemerintahan Rasulullah itu disebut
masyarakat madani (civil sosiety) yang berprinsip: (l) bertetangga secara baik, (2)
saling membantu dan menghadapi musuh secara bersama-sama dari berbagai
elemen masyarakat tersebut, (3) membela sub masyarakat yang teraniaya, dan (4)
saling menasihati dan menghormati kebebasan beragama (Munawir Syadzali,
l990:l0). Masyarakat al-Madinah seperti itu menjadi model masyarakat beradab
(Nurkholish, l999:6). Dengan demikian untuk masyarakat Madinah yang dipimpin
oleh Rasulullah ini identik dengan masyarakat madani dan masyarakat beradab.
Tetapi sebenarnya untuk diterapkan kepada masyarakat-masyarakat lain di dunia,
masyarakat madani (kota) belum tentu secara keseluruhan identik dengan
masyarakat beradab.
Masyarakat madani mengandung dua makna, masyarakat kota dan
masyarakat beradab (Mustofa, edit. 2006:l07). Jika yang dikembangkan oleh
masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat madani, memang amat baik,
tetapi untuk saat ini kelihatannya belum saatnya karena mayoritas bangsa
Indonesia masih bertempat tinggal di pedesaan, sehingga aset bangsa jika ditinjau
dari segi sistem sosialnya masih berwujud masyarakat pedesaan, berbeda dari
masyarakat beradab. Apapun bentuknya suatu masyarakat, masyarakat primitif
(seperti sebagian masyarakat Papua), masyarakat tradisional, masyarakat
pedesaan, masyarakat modern, masyarakat majemuk, haruslah beradab,
berkesopanan, berkehalusan budipekerti, baik atas dasar moral (adat-istiadat
lokal), etika (rumusan-rumusan filosofis), maupun atas dasar akhlak (syariat
agama) karena mayoritas bangsa ini, masyarakat Indonesia beragama Islam, yang
salah satu kerangka dasarnya adalah akhlak (Daud Ali, 2005:l33). Pada level
keharusan baik masyarakat madani maupun masyarakat beradab adalah sama,
yaitu bermoral, beretika, dan berakhlak.
C. Peran Umat Beragama Dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan
Sejahtera
1. Landasan
Masyarakat, sebagaimana masyarakat madani binaan Rasulullah, didasarkan
pada Alquran dan Assunnah beliau sendiri. Petunjuk Alquran yang langsung
berkenaan dengan masyarakat beradab dan sejahtera didasarkan pada hal-hal
sebagai berikut:
a. Tauhid
Rumusan tauhid terdapat dalam surat al-Ikhlas sebagai berikut:

Katakanlah, Dia lah Alah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Dan tidak
ada seorang pun yang setara dengan Dia (Q.S. al-Ikhlas/ll2:l-4)
Dalam ayat kedua dari surat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu
bergantung kepada Allah swt., termasuk segala urusan yang berkenaan dengan
masyarakat. Kepada Allah mereka, masyarakat, kumpulan dari orang perorang,
yang memiliki sistem budaya dan pandangan hidup, menyembah dan mohon
pertolongan. Allah berfirman:

Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon
pertolongan (Q.S. al-Fatihah/1:5).
Dalam sistem kebangsaan dan kenegaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, prinsip tauhid sejalan dengan sila pertama, ketuhanan Yang Maha
Esa, bahkan sebenarnya prinsip tauhid menjiwai sila pertama ini.
b. Perdamaian
Suatu masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun,
yaitu keluarga batih (nuclear family: suami, istri, dan anak) tidak akan bisa
bertahan kebaradaannya kalau tidak ada perdamaian diantara warganya. Alquran
mengatakan
. . .
Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang (bermusuhan), maka
damaikan diantara keduanya . . . sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah
bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu (Q.S. al-
Hujarat/49: 9 dan l0).
c. Saling Tolong Menolong
Tolong menolong merupakan kelanjutan dan isi berbuat baik terhadap orang
lain. Secara naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain di saat ia tertimpa
kesulitan, diam-diam ia berjanji suatu saat akan membalas budi baik yang sedang
diterima. Di saat itu ia merasa berhutang budi. Di saat ini pula sering terlontar
kata semoga Allah membalas budi baik Bapak . . . dan sering pula diiringi doa
Jazakumu-llahu khairal jaza, jazakumu-llah khairan kasira(semoga Allah
membalas kebaikan yang jauh lebih baik dan semoga Allah membalas dengan
kebaikan yang lebih banyak). Dlam hal tolong-menolong, Allah memerintahkan
demikian:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Q.S.
alMaidah/5:3).
d. Bermusyawarah
Dalam bermusyawarah sering muncul kepentingan yang berbeda dari masing-
masing sub kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak yang dirugikan atau
tertindas, musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus sama-sama
dijunjung tinggi adalah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, nikmat sama-
sama dirasakan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Allah berfirman:

Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila
membulatkan tekad (keputusan) maka bertakwalah kepada Allah (Q.S. Ali
Imran/3: l59). Musyawarah memang telah terbukti mempersatukan (talluf),
masyarakat (Jaelani, 2006:247).
e. Adil
Adil merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan
sosial. Aneka macam bentuk protes dan demo-demo kolosal umumnya menuntut
keadilan atau rasa keadilan karena merasa dirugikan oleh mitra kerja, juragan,
majikan, atau pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan pemegang
amanah lainnya berbuat adil insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan
menjadi kenyataan bagi masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi dan
diayomi, dan penguasa dihormati dan disegani.
Sifat utama adil dan keadilan amat diserukan dalam Islam. Himbauan,
perintah, janji ganjaran bagi yang berbuat adil, ancaman siksa bagi yang berbuat
tidak adil (curang, culas, dan lalim) disebut 28 kali (Abd al-Baqi, [t.th]:569-
700),dan sinonimnya (al-qist) disebut 29 kali dalam Alquran (Abd al-Baqi,
[t.th.]:691-692). Ini menendakan adil harus menjadi ciri utama bagi setiap muslim
atau masyarakat muslim dalam semua urusan
f. Akhlak
Nabi Muhammad mengaku bahwa dirinya diutus di muka bumi ini untuk
menyempurnakan akahlak manusia supaya ber-akhlaqul karimah. Pengakuan itu
diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai pribadi maupun dalam
membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat yang disitir
dalam Alquran:

Negeri yang baik dan Allah berkenan senantiasa menurunkan ampunan-Nya (Q.S.
as-Saba/34:15).
2. Zakat dan Waqaf Sebagai Instrumen Kesejahteraan Umat
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara,
yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia
lain dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan serentak. Menurut
ajaran Islam dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia akan
sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk mencapai tujuan
kesejahteraan dimaksud dalam Islam selain dari kewajiban zakat, masih
disyariatkan untuk memberi sedekah, infaq, hibah dan waqaf kepada pihak-pihak
yang memerlukan. Lembaga- lembaga tersebut dimaksudkan untuk menjembatani
dan memperdekat hubungan sesama manusia, terutama hubungan antara
kelompok yang kuat dengan yang lemah, antara yang kaya dengan yang miskin.
1) Manajemen zakat
Kata zakat merupakan kata dasar atau mashdar yang berasal dari zaka, yazki,
tazkiyah, yang berarti bertambah (al-zidayah), tumbuh dan berkembang, bersih
dan suci. Menurut istilah, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat adalah rukun
islam yang keempat. Menurut sebagian ulama, zakat ditetapkan pada tahun kedua
Hijriah. Namun menurut sebagaian ulama, seperti al-Thabary, ibadah ini telah
ditetapkan ketika Nabi saw masih berada di Mekkah.
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam.
Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Dengan
terlaksananya lembaga zakat dengan baik dan benar diharapkan kesulitan dan
penderitaan fakir miskin dapat berkurang. Di samping itu dengan pengelolaan
zakat yang profesional, sebagian permasalahan yang terjadi dalam masyarakat
yang ada hubungannya dengan mustahiq juga dapat dipecahkan.
Zakat ada dua macam yaitu zakat mal (harus) dan zakat fitrah. Zakat mal
adalah sebagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib
dibeikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu
dan dimiliki selama jangka waktu tertentu pula. Sedangkan zakat fitrah adalah
zakat yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadhan. Hukumnya wajib atas setiap
muslim, kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, budak atau merdeka.
Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan dikalangan umat islam
sendiri, dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin.
Hikmahnya adalah agar tidak terjadi jurang pemisahan antara golongan kaya
dengan golongan miskin serta untuk menghindari penumpukan kekayaan pada
golongan kaya saja. Untuk melaksanakan lebaga zakat dengan baik dan sesuai
dengan fungsi dan tujuannya tentu harus ada aturan yang dilakukan dalam
pengelolaannya. Pengelolaan zakat yang berdasarkan pada prinsip yang baik dan
jelas akan lebih meningkatkan manfaat yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Sehubungan dengan pengelolaan zakat yang kurang optimal, pada tanggal 23
September 1999 presiden RI, B.J. Habibie mengesahkan undang-undang Nomor
38 tahun 1999 tentang zakat. Untuk melaksanakan undang-undang tersebut,
Menteri Agama RI menetapkan keputusan Menteri Agama RI nomor 581 tahun
1999.
Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya tergantung pada banyaknya zakat
yang terkumpul, tetapi sangat tergantung pada dampak dari pengelolaan zakat
tersebut dalam masyarakat. Zakat baru dapat dikatakan berhasil dalam
pengelolaannya apabila zakat tersebut benar-benar dapat mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat. Keadaan yang demikian
sangat tergantung dari manajemen yang diterapkan oleh amil zakat dan polotical
will dari pemerintah.
2) Manajemen Wakaf
Kata wakaf berasal dari bahasa Arab waaf, yang berarti menghentikan
atau menahan. Artinya, seseorang menghentikan hak miliknya atas suatu harta
dan menahan diri dari penggunaannya dengan cara menyerahkan harta itu kepada
pengelola untuk digunakan bagi kepentingan umum. Barang yang diwakafkan
adalah barang yang bermanfaat dan tidak cepat habis karena dipakai, baik harta
yang tidak bergerak seperti buku-buku.
Sebagai salah satu lembaga sosial islam, wakaf erat kaitannya dengan sosial
ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam yang hukumnya
Sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang dengan baik di beberapa negara
misalnya Mesir, Yordania, Saudi Arabia, Bangladesh, dan lain-lain. Hal ini
barangkali karena lembaga wakaf ini dikelola dengan manajemen yang baik
sehingga manfaatnya sangat dirasakan bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Di indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam
bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
memerlukan termasuk fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial
khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya
kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila
peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan
wakaf yang dapat dikelola secara produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana
untuk menujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan dapat
tereallisasi secara optimal.
Agar wakaf di Indonesia dapat memberdayakan ekonomi umat, maka di
Indonesia perlu dilakukan paradigma baru dalam pengelolaan wakaf. Wakaf yang
selama ini hanya dikelola secara konsumtif dan tradisional, sudah saatnya kini
wakaf dikelola secara produktif.
Di beberapa negara seperti Mesir, Yordania, Saudi Arabia, Turki, Bangladesh,
wakaf selain berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan juga berupa
tanah pertanian, perkebunan, flat, uang, saham, real estate dan lain-lain juga
dikelola secara produktif. Dengan demikian hasilnya benar-benar dapat
dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Wakaf produktif penting sekali untuk dikembangkan Indonesia di saat kondisi
perekonomian tidak stabil. Contoh sukses pelaksanaan sertifikat wakaf tunai di
Bangladesh dapat dijadikan teladan bagi umat Islam di Indonesia. Kalau umat
Islam mampu melaksanakan dalam skala besar, maka akan terlihat implikasi
positif dari kegiatan wakaf tunai tersebut. Wakaf tunai mempunyai peluang yang
unik bagi terciptanya investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan
sosial.

Referensi
Daud, Ali. 2005. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan & kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : PN.Balai Pustaka.
Jaelani, Aan. 2006. Masyarakat Islam dalam Pandangan al-Mawardi. Bandung:
Pustaka
Matondang, Husnel Anwar. 2017. Islam Kaffah Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi. Medan : Perdana Publishing.

Вам также может понравиться