Вы находитесь на странице: 1из 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

K (5 Th) DENGAN THALASEMIA DI POLI


KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. KARIADI SEMARANG

Dosen Pembimbing : Ns. Zubaidah M.Kep.,Sp.Kep.An.


Pembimbing Klinik : Anna Jumatul Laely. S.Kep,Ns

Oleh :
Roikhatul Masithoh
220201156210038

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXVIII


DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kronis adalah suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi harian
selama 3 bulan atau lebih dan terjadi dalam satu tahun. Penyakit kronis merupakan
suatu kondisi yang menyebabkan anak menjalani hospitalisasi minimal selama satu
bulan dalam satu tahun. Anak yang mengalami penyakit kronis umumnya
mendapatkan pengobatan rutin dalam jangka waktu lama. Hal ini mempengaruhi
kondisi fisik, psikologis dan kognitif anak, sehingga terjadi keterbatasan aktifitas
fisik sehari-hari. (Hockenberry & wilson, 2009).
Salah satu penyakit kronis yang terjadi pada anak adalah penyakit thalasemia.
Penyakit ini merupakan penyakit kelainan darah yang disebabkan oleh gangguan pro
duksi hemoglobin, sehingga jimlah hemoglobin berkurang (Rund& Rachmilewits,
2005). Kelainan hemoglobin pada anak thalasemia menyebabkan eritrosit mudah
mengalami destruksi, sehingga usia sel darah merah menjadi lebih pendek dari usia
sel darah merah pada anak normal (120 hari) yang menyebabkan anemia dan
menurunya kemmapuan heglobin dalam mengikat oksigen.
Berdasarkan penyebarannya, thalasemia banyak dialami oleh anak-anak di
daerah mediterania dan timur tengah, akan tetapi kejadian thalasemia juga tinggi di
kawasan asia tenggara salah satunya indonesia dengan prevalensi penduduk pembawa
gen thalasemia berkisar antara 6-10% dari total jumlah penduduk indonesia (Depkes,
2007).
An.K berusia 5 tahun telah terdiagnosa mengalami thalasemia beta mayor
sejak dua tahun yang lalu dan rutin melakukan transfusi darah di RSDK Semarang,
saat dilakukan pemeriksaan di poli kesehatan anak di ketahui kondisi An.K lemah,
wajah pucat, berat badan 19 Kg dengan tinggi badan 113 cm, merasa sesak napas saat
selesai bermain atau beraktifitas, ibu klien mengatakan masih merasa bingung dalam
mengatur diit makanan dirumah agar An.K memiliki selera makan yang baik.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami konsep dan asuhan keperawatan pada anak dengan
thalasemia beta mayor.

2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan konsep thalasemia, definisi, faktor yang mempengaruhi, dan
penatalaksanakanyang dibutuhkan dalam merawat anak dengan thalasemia.
b. Mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan anak dengan thalasemia
meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi.
c. Mampu melakukan asuhan keperawatan asuhan keperawatan anak dengan
thalasemia meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi.
d. Mampu mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan anak dengan
thalasemia.
BAB IV
PEMBAHASAN

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. Hemoglobin paska kelahiran
yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta
thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis
molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma
tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid
yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah
merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses
hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya
bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan
RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam
berbagai organ (hemosiderosis). Diantaranya Hemosiderosis pada kelenjar
endokrin menyebabkan terjadinya keterlambatan dan gangguan perkembangan
sifat seks sekunder, hemosiderosis pada pancreas mengakibatkan terjadinya
diabetes, hemosiderosis pada hati menyebabkan sirosis.
Anak dengan thalasemia mengalami tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung, terdapat hepatosplenomegali.
Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu
terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit,
koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi
terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah
mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul
pensitopenia akibat hipersplenisme.(Wong, 2002)
Pengkajian pada An.K (5 tahun) di poli kesehatan anak RSDK diketahui
bahwa klien telah 2 tahun terdiagnosa mengalami thalasemia mengeluh tubuhnya
lemas, lemah, tidak nafsu makan, cepat lelah saat beraktifitas, mengeluh sesak
napas setelah aktif bermain, berat badan 19 kg, tinggi badan 113 cm, konjungtiva
anemis, sklera nampak ikterik, warna kulit klien coklat cenderung kehitaman,
setelah dilakukan pemeriksaan laboratorim darah diketahui kadar hemoglobin
klien 6,7 gr/dl, ibu klien mengatakan ia mengalami kesulitan dalam memilih
makanan yang tepat agar nafsu makan An.K terjaga, ibu klien juga mengeluh
masih bingung dalam menyiapkan makanan tepat yang sehat dan baik untuk
anaknya, dari data tersebut dapat dilihat bahwa apa yang dialami oleh An.K sesuai
dengan tanda klinis yang ada pada penderita thalasemia.
Masalah keperawatan yang dapat ditegakkan di poli kesehatan anak sesuai
dengan data klinis pada An.K diantaranya intoleransi aktifitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan masalah defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ibu mengenai diit
makanan yang dapat meningkatkan nafsu makan anak dengan thalasemia.
Intervensi yang dilakukan di poli kesehatan anak RSDK diantaranya mengkaji
status nutrisi klien secara lengkap, status respirasi dan kebutuhan oksigen klien,
menyampaikan hasil pengkajian pada klien dan keluarga dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh klien dan keluarga mengenai kondisi terkini An.K, serta
memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan informasi keluarga terkait
diit makanan yang tepat dan cara meningkatkan nafsu makan anak dengan
thalasemia.
Penderita thalassemia berpotensi mengalami penumpukan zat besi yang
berbahaya bagi kesehatan tubuhnya. Padahal, zat besi yang berlebih bisa
menyebabkan keracunan bagi tubuhnya. Oleh karena itu, makanan yang kadar
kandungan zat besinya tinggi harus di hindari. Penderita thalassemia biasanya
diminta menjalankan diet zat besi, makanan pantangan itu antara lain daging
berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur berwarna hijau, roti, gandum, serta telur
ayam dan telur bebek, namun tidak semua makanan yang punya kandungan zat
besi tak boleh dimakan.
Kandungan besi pada batas moderat masih bisa dikonsumsi oleh para
penderita thalassemia, daging yang berwarna putih seperti daging ayam dan babi,
sayur-mayur berwarna cerah seperti sawi dan kol. Makanan yang mengandung zat
besi rendah antara lain nasi dan mi, roti, biskuit, serta umbi-umbian (root
vegetables) seperti wortel, labu, bengkoang,dan lobak. Segala macam ikan juga
mengandung protein yang tinggi namun punya zat besi rendah, sehingga bisa
masuk daftar menu harian. Begitu juga dengan susu, keju, dan buah-buahan.
Penderita thalassemia umumnya memiliki kadar hemoglobin yang sangat
rendah sehingga penting juga bagi penderita thalasemi untuk mengkonsumsi
makanan yang mengandung asam folat diantaranya sayur-mayur, kacang merah,
dan susu. Orang tua anak dengan thalasemia dituntut untuk kreatif kreatif
meragamkan resep agar makanan berbahan kacang merah menarik bagi anak
sehingga dapat meningkatkan nafsu makannya. (Suriadi, 2001)
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. Kelainan hemoglobin pada anak
thalasemia menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel darah
merah menjadi lebih pendek dari usia sel darah merah pada anak normal (120 hari) yang
menyebabkan anemia dan menurunya kemmapuan heglobin dalam mengikat oksigen.
Anak dengan thalasemia mengalami tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung, terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin
ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Penyimpangan pertumbuhan akibat
anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek.
2. Saran
a. Mahasiswa
Mempelajari konsep teori thalasemia pada anak dan menggunakannya sebagai dasar
dalam melakukan pengkajian pada pasien dengan thalasemia di poli kesehatan anak
agar dapat lebih detail dalam menganalisis antara temuan klinik dan teori pendukung.
Daftar Pustaka

Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2000

Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany.
Jakarta : EGC, 1996.

Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.

Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual
Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 1996.

Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care.
St. Louis : Mosby Company, 2002.

Вам также может понравиться