Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara
otonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel
normal dalam bentuk dan strukturnya. Tumor jinak adalah pembengkakan tubuh akibat
pertumbuhan sel-sel tubuh sendiri yang memiliki pertumbuhan lambat dan tidak
menyebar ke bagian tubuh lain. Kista adalah tumor jinak yang paling sering ditemui.
Bentuknya kistik, berisi kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga ada
yang berisi udara, cairan nanah, atau pun bahan-bahan lainnya. Tumor jinak biasanya
terbungkus oleh semacam selaput yang membuat jaringan. Kista termasuk tumor jinak
yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel - sel tumor ini terpisah
dengan jaringan yang normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian tubuh
yang lain.
Faktor pemicu munculnya tumor banyak sekali, antara lain pencemaran
lingkungan hidup, termasuk udara akibat debu dan asap pembakaran kendaraan
ataupabrik. Asap kendaraan, misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah
daya tahan tubuh, termasuk daya tahan seluruh selnya. Tumor pada alat reproduksi
wanita dijumpai pada semua umur (18-80 tahun) dengan rata-rata puncaknya pada usia
50 tahun. Kejadian paling sering pada kelompok umur 30 40 tahun.
Salah satu jenis tumor jinak pada vulva adalah kista bartolini yang merupakan
masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun
dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam
hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista
ovarium juga merupakan tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yang
normalnya menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-
sel embrional yang tidak berdiferensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan selama
pembedahan yang mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang timbul
dari lapisan kulit (Smeltzer, 2001).
Terdapat angka kejadian yang tinggi diantara pasien dengan endometriosis yang
mempunyai anak di usia yang sudah terlalu tua atau mereka yang mempunyai sedikit
anak. Di negara-negara yang mempunyai tradisi kawin muda dan mempunyai anak
diusia yang lebih muda, endometriosis jarang ditemukan. Secara khusus, endometriosis
ini ditemukan pada wanita nulipara muda yang berusia antara 25-35 tahun (Smeltzer,
2001).
Tumor Jinak Alat Kandungan merupakan penyakit yang mengancam bagi semua
wanita dan merupakan masalah besar dalam upaya pengembangan kesehatan di
Indonesia sehingga penatalaksanaannya memerlukan partisipasi dan kerjasama dari
semua pihak termasuk profesi keperawatan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 mengetahui sekilas anatomi fisiologi alat kandungan;
1.2.2 mengetagui sekilas mengenai Tumor Jinak;
1.2.3 mengetahui pengertian Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.4 mengetahui epidemiologi Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.5 mengetahui etiologi Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.6 mengetahui klasifikasi Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.7 mengetahui tanda dan gejala Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.8 mengetahui patofisiologi Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.9 mengetahui komplikasi dan prognosis Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.10 mengetahui pengobatan Tumor Jinak alat kandungan;
1.2.11 mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Tumor Jinak alat kandungan.
1.3 Implikasi Keperawatan
1.3.1 Perawat sebagai educator
Perawat memberikan informasi kepada keluarga dan masyarakat mengenai
penyakit Tumor Jinak alat kandungan, etiologi, komplikasi, sehingga
keluarga dan masyarakat mengidentifikasi anggota keluarga dan masyarakat
yang menderita dengan cepat dan melakukan pencegahan dan
penangannnya dengan mandiri.
1.3.2 Perawat sebagai konselor
a. Perawat memberikan konseling mengenai prosedur dalam menjalani terapi
penyembuhan.
b. Perawat memberikan konseling kepada keluarga mengenai kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi oleh pasien Tumor Jinak alat kandungan.
c. Perawat membantu klien dalam memecahkan masalah dengan memberikan
pilihan-pilihan yang terbaik guna mendapatkan pelayanan dan pengobatan
untuk klien Tumor Jinak alat kandungan.
1.3.3 Perawat sebagai advokasi
a. Perawat melindungi hak-hak pasien Tumor Jinak alat kandungan dalam
mendapatkan pelayanan dan pengobatan yang sesuai prosedur.
b. Perawat memberikan saran-saran kepada orang tua, keluarga atau klien
ketika dihadapkan pada suatu permasalahan, dengan membantu
menyelesaikannya dan tidak lupa menjelaskan tentang baik buruknya dari
setiap pilihan.
1.3.4 Perawat sebagai klinisi
Perawat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada keluarga dan
masyarakat yang menderita penyakit tumor jinak alat kandungan..
1.3.5 Perawat sebagai peneliti
Perawat menjadi peneliti untuk menemukan metode-metode yang efektif
dalam penatalaksanaan pasien tumor jinak alat kandungan.
BAB II
TELAAH LITERATUR

Bab ini membicarakan tumor jinak pada alat genital baik yang bersifat neoplasma
jinak maupun non neoplasma. Menurut letak dan konsistensinya, berturut-turut akan
dijelaskan sebagai berikut.
2.1 Pengertian Tumor
Tumor adalah Pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang
tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma (Dorland, 2002, dalam Destriana
W, 2012). Tumor adalah pembengkakan atau daging tumbuh (Gayatri A, 1990, dalam
Destriana W, 2012). Sedangkan tumor jinak adalah suatu pertumbuhan baru jaringan
yang sifatnya terlokalisasi dan tidak memiliki kemampuan untuk menginfiltrasi,
menginvasi, atau menyebar ke tempat lain. Tumor jinak memiliki ciri-ciri, di antaranya
timbulnya ekspansif, tumor jinak tidak menimbulkan residif (mendesak jaringan sehat
di sekitar dan jaringan sehat yang terdesak), karena tumor jinak bersimpai maka mudah
dikeluarkan seluruhnya, tumor jinak tidak mengadakan anak sebar, tumbuhnya lambat,
sehingga tidak cepat membesar dan pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan
gambaran metosisi yang abnormal dan biasanyatidak menyebabkan kematian bila
letaknya pada alat tubuh yang vital (Destriana W, 2012).
2.2 Tumor Jinak pada Vulva
Vulva merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita, yang meliputi labia,
lubang vagina, lubang uretra dan klitoris.

Gambar 1. Tumor Jinak pada Vulva


2.2.1 Tumor Kistik Vulva
Kista vulva merupakan salah satu tumor jinak yang paling banyak ditemukan pada
organ reproduksi wanita. Berikut adalah klasifikasinya menurut Wiknjosastro, H dkk
(1999) dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kandungan dijelaskan sebagai berikut.
a. Kista Inklusi (Kista Epidermis)
Terjadi akibat perlukaan, terutama pada persalinan karena episiotomi atau robekan,
dimana suatu segmen epitel terpendam dan kemudian menjadi kista. Kista ini terdapat
di bawah epitel vulva/ perineum maupun vagina berwarna kekuningan atau abu-abu
biasanya bergaris tengah kurang dari 1 cm dan berisi cairan kental. Umumnya kista ini
tidak menimbulkan keluhan.
b. Kista Sisa Jaringan Embrio: Kista Gartner dan Saluran Nuck.
a. Kista Gartner adalah kista yang berasal dari saluran mesonefridikus ujolfifi.
Terdapat pada dinding lateral-anterolateral vagina sampai pada vulva dekat
urethra dan klitoris. Berukuran kecil dan multhipel namun dapat mencapai
ukuran kepala janin, konsistensi yang lunak.
b. Kista saluran nuck adalah kista yang berasal dari sisa prosesus vaginalis
peritoneum yang terletak dalam saluran inguinal, kadang-kadang sampai pada
labium mayor dan berisi cairan jernih dengan dinding selaput peritoneum.
c. Kista Kelenjar
Kista jenis ini terdiri dari:
1) Kista Bartholini merupakan kista yang paling sering ditemukan di daerah vulva
yang disebabkan oleh oklusi (penyumbatan) pasca inflamasi dari duktus kelenjar
Bartholini, akibat akumulasi mukus dan sering asimptomatik. Gejala umumnya
diawali dengan infeksi akut dari vulva, yang pada kebanyakan kasus disebabkan
oleh bakteri gonokokus. Infeksi pada kelenjar Bartolini menghasilkan bahan
purulen (nanah), dan pembesaran yang terjadi dengan cepat, disertai rasa nyeri
dan terbentuk massa abses (abses Bartholini). Pembengkakan dapat berkisar
antara 1 8 cm. Jika berukuran kecil dapat dengan mudah dipalpasi dengan jari
telunjuk di vagina dan ibu jari di perineum (Medicinestuff, 2013).
Gambar 2. Kista Bartholini
2) Kista Sebasea berasal dari kelenjar sebasea kulit yang terdapat pada labium
mayor, labium minor dan mons veneris, terjadi kareta penyumbatan saluran
kelenjar sehingga terjadilah penimbunan sebum. Kelenjar ini biasanya terletak
dekat di bawah permukaan kulit berwarna kuning keabu-abuan dengan batas yang
jelas dan konsistensi keras, ukuran kecil sering multiple. Dindingnya berlapis
epitel kelenjar dengan isi sebum yang mengandung Kristal kolesterol. Kristal ini
sering mengalami infeksi. Kista sebasea sering ditemukan, umumnya mengenai
satu atau kedua labia, berwarna kekuning-kuningan, khas dan berupa nodul yang
tidak disertai dengan rasa sakit (Medicinestuff, 2013).
3) Hidrenoma berasal dari kelenjar keringat, ada yang mengatakan berasal dari sisa
saluran wolffi.
4) Penyakit Fox-Forduce disebut juga apokrin miliaria terjadi akibat sumbatan
saluran kelenjar keringat sehingga membentuk banyak Kristal kecil dengan
diameter 1-3 mm, multiple, terasa gatal. Dapat mengalami kekambuhan apabila
terjadi gangguan emosi antara lain rangsang seksual.
5) Kista Paraurethra (skene) terjadi karena saluran kelenjar ini tertututp oleh infeksi.
Kista ini biasa menonjol pada dinding depan vagina, dan sering mengalami
infeksi.
6) Kista Endometriosis walaupun jarang sekali terjadi. Dapat tumbuh pada vulva
maupun vagina.

2.2.2 Tumor Solid Vulva


a. Tumor Epitel
1) Kondiloma akuminatum (Kutil Genitalis)
Penyakit ini disebabkan oleh virus HPV tipe 6 dan II, dan akhir-akhir ini juga
dimasukkan ke dalam golongan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Gambar histologik adalah suatu papiloma yang sekali-kali setelah lama menjadi
ganas. Gambaran makroskopik adalah seperti jengger ayam. Tumor ini dapat tumbuh
pada vulva dan sekitar anus sampai vagina dan serviks (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
2) Karunkula Urethra: terdapat dua macam yaitu
Karunkula urethra neoplasma: terdiri dari polip merah muda dengan tangkai tepi
dorsl muara urethra, mikroskopik sebagai papiloma uretra yang ditutup oleh
epitel transisional yang tersusun sebagai lipatan dengan tipe yang sering
menyerupai pertumbuhan ganas. Tumor ini mempunyai kecenderungan untuk
kambuh lokal. Gangguan yang ditimbulkan antara lain adalah nyeri pada waktu
berjalan dan duduk, dispareunia, disuria, perdarahan dan pembengkakan
(Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
Karunkula urethra granulomatosa: penonjolan ini terdiri dari jaringan
granulomatosa pada muara uretra terutama bagian belakang yang meluas ke
samping juga, dengan demikian lubang muara uretra ini menonjol akan tetapi
tidak mempunyai tangkai, berwarna merah kusam dan tidak menimbulkan nyeri
seperti karunkula uretra neoplasma. Gambaran mikroskopik adalah reaksi
granulomatosa jaringan terhadap infeksi kronik pada uretra. Karunkula ini sering
terdapat pada wanita pasca menopause, kebanyakan merupakan penampilan
infestasi Trikomonas vaginalis. Apabila etiologi infeksi tidak diobati maka
karunkula ini sering kambuh (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
3) Nevus pigmentosus
Nevus ini tampak sebagai lesi berwarna kehitam-hitaman pada permukaan vulva
berdiameter 1-2 mm. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan sel nevus yang
khas dengan inti biru tua dan terletak di bawah lapisan epitel. Menurut Masson
sel nevus berasal dari melanosit dalam epidermis atau dari sel Schwann dari
serabut saraf yang menuju kulit. Yang berbahaya adalah lesi yang berpigmen dan
tak meluas sehingga sebaiknya diperiksa secara histologik (Wiknjosastro, H. dkk,
1999).
4) Hyperkeratosis
Tumor ini harus dibedakan dengan leukoderma atau vitiligo dimana pigmentasi
tidak terjadi, serta karsinoma vulva insitu maupun invasive. Pada hyperkeratosis dapat
dibedakan:
1) Yang disebabkan infeksi menahun: dermatitis.
2) Tumor jinak berpapil yang sudah menahun.
3) Distrofi (leukoplakia): Likhen sklerosis (kadang-kadang disertai atropi epitelnya
saja) dan Kraurosis (berkerut), Hiperkeratosis: khas (typical) dan tidak khas
(atypical), Campuran antara Likhen sklerosis dan Hiperkeratosis. Untuk
membedakannya dengan karsinoma seringkali memerlukan pemeriksaan lanjut
(kolposkopi, sitologi maupun histologi) (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
b. Tumor Jaringan Mesodermal
Menurut Wiknjosastro, H. dkk (1999), tumor jaringan mesodermal mempunyai
beberapa jenis, sebagai berikut.
Fibroma: berasal dari jaringan di sekitar labium mayora, dapat tumbuh besar
dengan konsistensi lunak dan berwarna putih keabu-abuan.
Lipoma: berasal dari jaringan lemak di sekitar labium mayora dengan
konsistensi lunak, dapat bertangkai dan mencapai ukuran besar.
Leiomioma: berasal dari otot polos ligamentum rotundum dekat pada labium
mayora tersusun seperti pusaran air/ konde.
Neurofibroma: berasal dari sarung serabut saraf, biasanya kecil, lunak,
berbentuk polipoid dan berwarna seperti daging.
Hemangioma: yang berasal konginetal biasanya akan menghilang sendiri pada
pertumbuhan anak. Pada wanita pascamenopause biasanya terjadi karena adanya
varises yang kecil-kecil dan dapat menyebabkan perdarahan pasca menopause.
Angiokeratoma adalah jenis hemangioma dengan kapiler membesar pada korium
dan dengan hyperkeratosis pada epidermis. Hemangioma kavernosum
mempunyai ruangan yang luas dengan permukaan yang tidak rata, berisi darah
dengan dinding sel endotel, tumor ini kadang-kadang masuk ke jaringan di
bawahnya.
Limfangioma: berasal dari jaringan pembuluh limfe, jarang sekali dijumpai.
Mikroskopik tampak seperti limfangioma namun tidak berwarna.
Baik tumor kistik maupun yang solid dari vulva umumnya mempunyai
kecenderungan untuk membentuk tangkai (tumor bertangkai). Diagnosis histologik
kadang-kadang sangat diperlukan dalam menentukan prognosis maupun pengobatan
definitif, misalnya membedakan tumor endometriosis dengan khoriokarsinoma,
kondiloma akuminatum yang ganas (jarang sekali) maupun karena penyakit kelamin
dengan segala konsekuensinya. Tumor vulva ini umumnya hanya diangkat apabila
mengganggu, tumor kistik vulva yang mengalami infeksi kadang-kadang memerlukan
insisi. Terapi tumor karunkula uretra memerlukan lebih banyak perhatian karena
kemungkinan akan kambuh kembali maupun dapat mempersempit saluran uretra.
2.3 Tumor Jinak pada Vagina
2.3.1 Tumor Kistik
Tumor-rumor di vagina pada umumnya mempunyai sifat yang sama dengan yang
didapatkan pada vulva. Tumor vulva dan vagina hendaknya dibedakan dari vaginitis
emfisematosa. Dapat juga kista saluran muller terjadi di dekat serviks biasanya soliter
akan tetapi dapat multiple. Kista ini dilapisi epitel seperti endoserviks, berisi cairan
musin.

Gambar 3. Kista Vagina

2.3.2 Tumor Solid


Pada umumnya juga mempunyai sifat yang sama pada urethra dan yang terdapat
pada vulva, granuloma, tumor miksoid, serta adenosis vagina.
a. Granuloma: bukan neoplasma yang sebenarnya. Jaringan merupakan granulasi
yang berbatas-batas, seringkali berbentuk polip terutama terjadi pada bekas
operasi kolporafi dan histerektomi total dan dapat bertahan sampai bertahun-
tahun.
b. Tumor miksoid vagina: konsistensi lunak seperti kista berisi jaringan
miksomatosa, jaringan pengikat dan jaringan lemak seperti yang biasa terdapat
pada daerah glutea, fossa iskhiorektales, serta apabila terdapat di vagina berada
pada daerah parakolps. Kadang-kadang kambuh kembali dan dapat juga menjadi
ganas.
c. Adenosis vagina: berasal dari sisa saluran paramesonefridikus Muller berupa
tumor jinak vagina, terutama terletak dekat serviks ureti, terdiri dari epitel torak
yang mengeluarkan mukus. Di tempat itu mukosa vagina tampak merah dan
granular/ berbintik. Adenosis vagina ini dapat disebabkan karena pemberian
dietilstilbestrol atau hormone estrogen sistesis lain, diberikan pada ibu penderita
waktu hamil muda (sindrom D.E.S). Tumor ini dapat menjadi adenokarsinoma
(clear cell adenocarcinoma). Diagnosis ditegakkan dengan kolposkopi yang
terlihat sebagai ulserasi kemudian dilanjutkan dengan biopsi dan pemeriksaan
histopatologi.
2.4 Tumor Jinak pada Uterus

Gambar 6. Tumor Jinak Pada Uterus


Tumor miomatosa atau fibroid uterus hampir selalu jinak (99,5%) dan timbul dari
jaringan otot uterus. Tumor ini adalah umum, terjadi pada sekitar 20% wanita kulit putih
dan 40%-50% wanita Afrika-Amerika. Tumor tumbuh dengan lambat antara usia 25-40
tahun dan secara tipikal tumbuh besar setelah periode ini. Fibroid dapat tidak
menunjukkan gejala atau tidak menyebabkan perdarahan vagina abnormal.
2.4.1 Ektoserviks terdiri dari:
a. Kista sisa jaringan embrional: berasal dari saluran mesonefridikus Wolffi
terdapat pada dinding samping ektoserviks.
b. Kista endometriosis: letaknya superfisial.
c. Folikel atau kista Naboth: kista retensi kelenjar endoserviks, biasanya
terdapat pada wanita multipara, sebagai penampilan servisitis. Kista ini jarang
mencapai ukuran besar berwarna putih mengkilap berisi cairan mukus. Kalau
kista ini menjadi besar dapat menyebabkan nyeri.
d. Papiloma: dapat tunggal maupun multiple seperti kondiloma akuminata.
Kebanyakan papiloma ini adalah sisa epitel yang terlebih pada trauma bedah
maupun persalinan.
e. Hemangioma: jarang terjadi, biasanya letaknya superfisial, dapat membesar
pada waktu kehamilan, dapat menyebabkan metroragi.
2.4.2 Endoserviks
Polip sebetulnya adalah suatu adenoma maupun adenofibroma yang berasal dari
selaput lendir endoserviks. Tangkainya dapat panjang hingga keluar dari vulva. Epitel
yang melapisi biasanya adalah epitel endoserviks yang dapat juga mengalami metaplasi
menjadi lebih semakin kompleks. Bagian ujung polip dapat mengalami nekrosis, serta
mudah berdarah. Polip ini berkembang karena pengaruh radang maupun virus. Harus
ditegakkan apakah polip itu suatu adenoma, sarkoma batrioides, adenokarsima serviks
atau mioma yang dilahirkan. Polip endoserviks diangkat dan perlu diperiksa secara
histologik (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).

2.4.3 Endometrium
a. Polip endometrium: sering didapati, terutama dengan pemeriksaan histeroskop.
Polip berasal antara lain dari adenoma-adenofibroma, mioma submukusum,
plasenta.
b. Adenoma-adenofibroma: biasanya terdiri dari epitel endometrium dengan
stroma yang sesuai dengan daur haid. Adenoma ini biasanya merupakan
penampilan hyperplasia endometrium, dengan konsistensi lunak dan berwarna
kemerah-merahan. Gangguan yang sering ditimbulkan adalah metroragi sampai
menometroragi, infertilitas. Pula mempunyai kecenderungan kambuh kembali.
c. Mioma submukosum: sarang mioma dapat tumbuh bertangkai dan keluar dari
uterus menjadi mioma yang dilahirkan (Myom geburt). Tumor berkonsistensi
kenyal berwarna putih.
d. Polip plasenta: berasal dari plasenta yang tertinggal setelah partus maupun
abortus. Pemeriksaan histologi memperlihatkan vili korialis dalam berbagai
tingkat degenerasi yang dilapisi endometrium. Polip plasenta menyebabkan
uterus mengalami subinvolusi yang menimbulkan perdarahan. Polip
endometrium umumnya diangkat dengan cara kuretase. Dengan histeroskopi
dapat dilakukan dengan cara kauterisasi dan bedah laser.
2.4.4 Miometrium
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga sering dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun
fibroid. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menars. Setelah menopause
hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri
ditemukan 2,39 11, 7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro,
H. dkk, 1999).

2.5 Tumor Jinak pada Tuba Fallopi

Gambar 5. Endometriosis
Tumor tuba uterus dapat berupa neoplasma maupun non neoplasma. Tumor tuba
uterine yang neoplastik jarang sekali ditemukan. Pernah dilaporkan adanya adenoma,
leiomioma, fibroma, kista dermoid dan lain-lainnya.Tumor neoplasmik jinak dekat tuba,
kista parovarium (adalah sisa dari epoophoron), terletak di antara tuba bagian distal dan
ovarium dengan diameter biasanya tidak mencapai 4 cm. Dinding kista ini tipis terdapat
epitel kuboid atau datar yang dikelilingi oleh jaringan pengikat dan lemak. Kista berisi
cairan jernih. Tanda dan Gejala yang muncul yaitu ketidaksuburan yang
memperlihatkan tanda-tanda dan gejala bahwa masalah itu disebabkan berkenaan dgn
kandungan atau tuba fallopi yang abnormal. Tuba fallopi yang mengalami penyumbatan
atau menjadi rusak dapat mengurangi kesuburan dengan mencegah sperma mencapai
telur atau mencegah telur mencapai rahim. Ketidaksuburan pada tuba fallopi juga dapat
timbul setelah terjadinya infeksi keguguran, infeksi pada saat melahirkan anak,radang
selaput perut atau operasi. Penyebab tumor ini dari beberapa penyakit pada alat genital,
antara lain hidrosalping, pilosalping, dan kista tuboovarial (Destriana, 2012).

2.6 Tumor Jinak pada Ovarium

Gambar 6. Kista Ovarium


Diantara tumor-tumor ovarium ada yang bersifat neoplastik dan ada yang bersifat
nonneoplastik. Tentang tumor-tumor neoplastik belum ada klasifikasinya, karena
klasifikasi berdasarkan histopatologi atau embriologi belum dapat diberikan secara
tuntas berhubung masih kurangnya pengetahuan mengenai asal usul beberapa tumor,
dan pula berhubung dengan adanya kemungkinan bahwa tumor-tumor yang sama
memiliki asal-usul yang berbeda. Maka atas pertimbangan praktis, tumor-tumor
neoplastik dibagi atas tumor jinak dan tumor ganas, dan selanjutnya tumor jinak dibagi
dalam tumor kistik dan tumor solid (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
2.6.1 Tumor Nonneoplastik
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor
ovarium kecil. Sebagian gejala dan tanda adalah akibat dari pertumbuhan, aktivitas
endokrin, atau komplikasi tumor-tumor tersebut.
a. Tumor akibat radang
Termasuk di sini abses ovarial, abses tubo-ovarial, dan kista tubo-ovarial.
b. Tumor lain
1) Kista folikel
Gambar 6. Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de Graaf yang tidak sampai berevolusi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah
bertumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim,
melainkan membesar menjadi kista. Bisa didapati satu kista atau beberapa, dan besarnya
biasanya dengan diameter 1-1.5 cm. Kista ini berdiri sendiri bisa menjadi sebesar jeruk
nipis. Bagian dalam dinding kista yang tipis terdiri atas beberapa lapisan sel granulosa,
akan tetapi karena tekanan di dalam kista, terjadilah atrofi pada lapisan ini. Cairan
dalam kista jernih dan seringkali mengandung estrogen, oleh sebab itu kista kadang-
kadang dapat menyebabkan gangguan haid. Kista folikel lambat laun mengecil dan
dapat menghilang spontan atau bisa terjadi ruptur dan kista menghilang pula. Dalam
menangani tumor ovarium timbul persoalan apakah tumor yang dihadapi itu neoplasma
atau kista folikel. Umumnya jika diameter tumor tidak lebih dari 5cm, dapat ditunggu
dahulu karena kista folikel dalam 2 bulan akan hilang sendiri (Wiknjosastro, H. dkk,
1999).
2) Kista Korpus Luteum
Gambar 7. Kista Korpus Luteum
Korpus luteum mempertahankan diri (korpus luteum persistens), perdarahan
yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang
berwarna merah coklat karena darah tua. Frekuensi kista korpus luteum lebih jarang
daripada kista folikel. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-
sel luteum yang berasal dari sel-sel teka. Kista kospus luteum dapat menimbulkan
gangguan haid, berupa amenorea diikuti perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat
pula menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah. Perdarahan yang berulang dalam
kista dapat menyebabkan ruptur. Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak dengan
adanya amenorea sering menimbulkan kesulitan dalam diagnosis differensial dengan
kehamilan ektopik yang terganggu. Jika dilakukan operasi, gambaran yang khas kista
korpus luteum memudahkan pembuatan diagnosis. Penanganan kista ini ialah
menunggu sampai kista hilang sendiri. Dalam hal dilakukan operasi atas dugaan
kehamilan ektopik terganggu, kista korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan
ovarium (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
3) Kista Teka Lutein
Pada mola hidatidosa, kariokarsinoma, dan kadang-kadang tanpa adanya
kelainan tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi kistik. Kistik biasanya
bilateral dan bisa menjadi sebesar tinju. Pada pemeriksaan mikoskopik terlihat
luteinisasi sel-sel teka. Sel-sel granulosa dapat pula menunjukkan luteinisasi, akan tetapi
seringkali sel-sel menghilang karena atresia. Timbulnya kista ini ialah akibat pengaruh
hormon koriogonadotropin yang berlebihan, dan dengan hilangnya mola atau
kariokarsinoma, ovarium mengecil spontan (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
4) Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari epitel
germinativum pada permukaan ovarium. Tumor ini lebih banyak terdapat pada wanita
lanjut usia, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm. Kista ini biasanya secara
kebetulan ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium yang diangkat waktu
operasi. Kista terletak di bawah permukaan ovarium, dindingnya terdiri atas satu lapisan
epitel kubik atau torak rendah, dan isinya cairan jernih dan serus (Wiknjosastro, H. dkk,
1999).
5) Kista Stein-Leventhal
Gejala-gejala yang muncul yaitu infertilitas, amenorea atau oligomenorea
sekunder, kadang-kadang penderita agak gemuk, seringkali (dalam kurang lebih 50%)
hirsutisme tanpa maskulinisasi, dan dengan kedua ovarium membesar. Ovarium tampak
pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan permukaannya licin. Kapsul ovarium
menebal. Kelainan ini terkenal dengan nama sindrom Stein-Laventhal dan kiranya
disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Umumnya pada penderita terdapat
gangguan ovulasi, oleh karena endometrium hanya dipengaruhi oleh estrogen,
hyperplasia endometrii sering ditemukan. Diagnosis dibuat atas dasar gejala-gejala
klinis, laparoskopi dapat membantu dalam pembuatan diagnosis. Perlu disingkirkan
pula kemungkinan hyperplasia korteks adrenal atau tumor adrenal. Pada sindrom Stein-
Laventhal tidak ada tanda-tanda defeminiasi, dan fungsi glandula suprarenalis normal.
Terapi yang digunakan adalah pengobatan dengan klomifen yang bertujuan
menyebabkan ovulasi. Wedge resection perlu dipertimbangkan, apabila terapi dengan
klomifen tidak berhasil menyebabkan ovulasi, atau menimbulkan efek sampingan
(Wiknjosastro, H. dkk, 1999)..
2.6.2 Tumor Ovarium Neoplastik Jinak
a. Tumor Kistik
1) Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali
bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih,
serus dan berwarna kuning. Pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik, dapat terjadi
torsi (putaran tangkai) dengan gejala-gejala mendadak. Diduga bahwa kista ini
merupakan jenis kistadenoma serosum, yang kehilangan epitel kelenjarnya berhubungan
dengan tekanan cairan dalam kista. Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi
ovarium, akan tetapi jaringan yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara histologik
untuk mengetahui apakah ada keganasan (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
2) Kistadenoma ovarii musinosum
Menurut Meyer, tumor ini mungkin berasal dari suatu teratoma di mana dalam
pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lain. Ada penulis yang
berpendapat bahwa tumor berasal dari epitel germinativum, sedang penulis lain
menduga tumor ini mempunyai asal yang sama dengan tumor Brenner.
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah
cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya
dilakukan pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo-ooferoktomi). Pada waktu
mengangkat kista, diusahakan mengangkatnya in toto tanpa mengadakan pungsi terlebih
dahulu, untuk mencegah timbulnya pseudomiksoma peritonei karena tercecernya isi
kista. Jika kista besar maka perlu dilakukan pungsi untuk mengecilkan tumor, lubang
pungsi harus ditutup dengan rapi sebelum mengeluarkan tumor dari rongga perut.
Setelah kista diangkat, harus dilakukan pemeriksaan histologik di tempat-tempat yang
mencurigakan terhadap kemungkinan keganasan. Waktu operasi, ovarium yang lain
perlu diperiksa pula (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
3) Kistadenoma ovarii serosum
Kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal epithelium). Pada
umumnya kista ini tidak mencapai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan
kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula
berbagala karena kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya
berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi
pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50%, dan keluar pada permukaan
kista sebesar 5%. Isi kista cair, kuning, dan kadang-kadang coklat karena campuran
darah. Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan
pertumbuhan papiler (solid papilloma) (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
2.6.3 Tumor Ovarium Padat yang Jinak
a. Fibroma Ovarii
Semua tumor ovarium yang padat adalah neoplasma. Akan tetapi ini tidak berarti
bahwa semuanya neoplasma yang ganas, meskipun semuanya mempunyai potensi
maligna. Fibroma ovarii berasal dari elemen-elemen fibroblastic stroma ovarium atau
dari beberapa sel masenkhim yang multipoten. Tumor ini dapat mencapai diameter 2
sampai 30 cm, dan beratnya dapat mencapai 20 kilogram, dengan 90% unilateral.
Permukaannya tidak rata, konsistensi keras, warnanya merah jambu keabu-abuan.
Tentang kepadatan tumor, ada yang konsistensinya betul-betul keras yang disebut
fibroma durum, sebaliknya ada yang cukup lunak dan disebut fibroma molle. Jika tumor
dibelah, permukaannya biasanya homogen. Akan tetapi pada tumor yang agak besar
mungkin terdapat bagian-bagian yang menjadi cair karena nekrosis (Wiknjosastro, H.
dkk, 1999).
b. Tumor Brenner
Tumor Brenner adalah salah satu neoplasma ovarium yang jarang ditemukan,
biasanya pada wanita yang dekat atau sesudah menopause. Angka frekuensinya ialah
0.5% dari semua tumor ovarium. Penelitian terakhir menjelaskan bahwa sarang-sarang
tumor Brenner berasal dari epitel selomik duktus Mulleri. Besar tumor ini bermacam-
macam, dari yang kecil (garis tengahnya kurang dari 5 cm) sampai yang beratnya
beberapa kilogram. Umumnya tumor unilateral, yang pada pembelahan berwarna
kuning muda menyerupai fibroma, dengan kista-kista kecil (multikistik). Kadang-
kadang pada tumor ini ditemukan sindrom Meigs. Tumor ini tidak menimbulkan gejala-
gejala klinik yang khas, dan jika masih kecil biasanya ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan histopatologik ovarium. Jika menjadi besar, beratnya sampai beberapa
kilogram dan dapat memberi gejala seperti fibroma. Meskipun tumor ini biasanya jinak,
namun telah dilaporkan beberapa kasus tumor jenis ini yang histopatologik maupun
klinis menunjukkan keganasan. Terapi yang sesuai yaitu pengangkatan ovarium. Bila
ada tanda-tanda keganasan dilakukan salpingo-ooforektomia bilateralis dan
histerektomia totalis (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).

c. Maskulinovoblastoma
Tumor ini sangat jarang. Tumor ini biasanya unilateral dan besarnya bervariasi
antara 0.5-16 cm diameter. Asal usul tumor ini ada beberapa teori, yang satu
menyatakan bahwa tumor berasal dari sel-sel masenkhim folikel primordial, yang lain
menyatakan dari sel adrenal ektopik dalam ovarium. Pada pembelahan warna
permukaan tumor kuning, dan pada pemeriksaan histologik sel-sel di susun dalam
stroma, seperti zona glumerolus dan zona fasikulata pada glandula suprarenalis.
Beberapa dari tumor ini menyebabkan gejala maskulinisasi, terdiri atas hirsutisme,
pembesaran klitoris, atrofi mamma, dan perubahan suara. Terapi terdiri atas
pengangkatan tumor bersama ovarium (Wiknjosastro, H. dkk, 1999).
2.7 Tumor Jinak pada Payudara

Gambar 9. Perbedaan Fibroadenoma dan Kista


Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang
terjadi secara terus menerus (Kumar dkk, 2007). Kebanyakan benjolan jinak pada
payudara berasal dari perubahan normal pada perkembangan payudara, siklus hormonal,
dan perubahan reproduksi. Terdapat 3 siklus kehidupan yang dapat menggambarkan
perbedaan fase reproduksi pada kehidupan wanita yang berkaitan dengan perubahan
payudara, yaitu:
1) Pada fase reproduksi awal (15-25 tahun) terdapat pembentukan duktus dan
stroma payudara. Pada periode ini umumnya dapat terjadi benjolan FAM dan
juvenil hipertrofi (perkembangan payudara berlebihan);
2) Periode reproduksi matang (25-40 tahun). Perubahan siklus hormonal
mempengaruhi kelenjar dan stroma payudara;
3) Fase ketiga adalah involusi dari lobulus dan duktus yang terjadi sejak usia 35-55
tahun.
Tumor jinak payudara memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah:
1) Penyakit Fibrokistik (Fibrokistik Mastopati)
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia adalah benjolan
payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Benjolan ini harus
dibedakan dengan keganasan. Panyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada
wanita pada usia 30-50 tahun (>50%) (Smeltzer, 2001).
2) Papiloma Intraduktal
Papiloma intraduktal adalah benjolan jinak yang biasanya soliter (satu) dan
biasanya ditemukan pada kelenjar utama dekat puting pada lokasi subareolar
(sekitar puting). Papiloma intraduktal sering terjadi pada dekade ke-4.
3) Fibroadenoma
Fibroadenoma atau sering dikenal dengan Fibroadenoma Mamma (FAM)
merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada payudara wanita. FAM
biasanya terjadi pada wanita muda atau remaja. Sebelum usia 25 tahun, FAM
lebih sering terjadi dibandingkan kista payudara. FAM jarang terjadi setelah masa
menopause, yang berarti bahwa FAM responsif terhadap rangsangan estrogen.
2.8 Epidemiologi
2.8.1 Epidemiologi Tumor Jinak Vulva
80-85% terdapat pada wanita pasca menopause, 30% wanita kelompok umur 50-
70 tahun, merupakan 3-4% dari semua keganasan ginekologik. Kista vulva jarang
ditemukan pada golongan umur <45 tahun dan jauh lebih jarang lagi pada wanita hamil
(dalam kepustakaan pernah dilaporkan pada wanita hamil berusia 29 tahun). Umumnya
ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah dengan hygiene seksual yang kurang
mendapat perhatian, obesitas dan hipertensi (>50%). Paritas dan suku/ras tidak
mempunyai peran. Iritasi menahun seperti pada limfogranuloma inguinale, kondiloma
akuminata, kondiloma lata, kondisi dsitrophia kulit vulva seperti pada lichen sclerosus
et atrophicus, leukoplakia dan kraurosis diduga sebagai pemicu timbulnya kista vulva.

2.8.2 Epidemiologi Tumor Jinak Vagina


Tumor jinak vagina jarang terjadi, biasanya diderita oleh wanita berumur 45-50
tahun ke atas dan sering terdapat pada wanita pasca menopause
2.8.3 Epidemiologi Tumor Jinak Uteri
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause
hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri
ditemukan 2.39%-11.7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Saifuddin,
1999).
Bila mioma uteri bertambah besar pada masa post menopause harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya degenerasi maligna (sarcoma) (Sastrawinata, 1988). Dengan
pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma
ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak berumur 35-45 tahun (25%).
Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai
ukuran sebesar tinja, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Mioma uteri ini
lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur (Saifuddin, 1999).
2.8.4 Epidemiologi Tumor Jinak Tuba
Endometriosis lebih sering terdiagnosa sebagai akibat peningkatan penggunaan
laparoskopi. Sebelum laparoskopi, bedah mayor dibutuhkan sebelum diagnosis dapat
ditegakkan. Terdapat angka kejadian yang tinggi diantara pasien yang mempunyai anak
di usia yang sudah terlalu tua atau mereka yang mempunyai sedikit anak. Di negara-
negara yang mempunyai tradisi kawin muda dan mempunyai anak diusia yang lebih
muda, endometriosis jarang ditemukan. Secara khusus, endometriosis ini ditemukan
pada wanita nulipara muda yang berusia antara 25-35 tahun (Smeltzer, 2001).
2.8.5 Epidemiologi Tumor Jinak Ovarium
Tumor sel benih ovarium biasanya jinak pada penderita yang berusia kurang dari
10 tahun (Arvin, 2000). Sekitar 98% lesi yang terjadi pada wanita yang berusia 29 tahun
dan yang lebih muda adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50% yang jinak
(Smeltzer, 2001).
2.8.6 Epidemiologi Tumor Jinak Payudara
a. Kista
Menurut kepustakaan dikatakan kista terjadi pada hampir 7% dari wanita
pada suatu waktu dalam kehidupan mereka. Dikatakan bahwa kista ditemukan
pada 1/3 dari wanita berusia antara 35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista
dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun, walaupun terdapat
juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu yang
menggunakan terapi pengganti hormone. Menurut beberapa studi autopsi,
ditemukan bahwa hampir 20% mempunyai kista subklinik dan kebanyakan
berukuran antara 2 atau 3 cm.
Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52
tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya
pada individu yang menggunakan terapi pengganti hormon. Kebiasaannya kista
ini soliter tetapi tidak jarang ditemukan kista yang multiple. Pada kasus yang
ekstrim, keseluruhan mammae dapat dipenuhi dengan kista.
b. Fibroadenoma
Fibroadenoma mammae biasanya terjadi pada wanita usia muda, yaitu
pada usia sekitar remaja atau sekitar 20 tahun. Berdasarkan laporan dari NSW
Breats Cancer Institute, fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita dengan usia
21-25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50, sedangkan prevalensinya
lebih dari 9% populasi wanita terkena fibroadenoma. Sedangkan laporan dari
Western Breast Services Alliance, fibroadenoma terjadi pada wanita dengan umur
antara 15 dan 25 tahun, dan lebih dari satu dari enam (15%) wanita mengalami
fibroadenoma dalam hidupnya. Namun, kejadian fibroadenoma dapat terjadi pula
wanita dengan usia yang lebih tua atau bahkan setelah menopause, tentunya
dengan jumlah kejadian yang lebih kecil dibanding pada usia muda.
2.9 Etiologi
2.9.1 Etiologi Tumor Jinak Vulva
a. Kista bartholin
Kista ini merupakan tumor vulva yang paling umum. Penyumbatan pada saluran
kelenjar bartholini yang menyebabkan akumulasi cairan. Penyebab penyumbatan diduga
akibat infeksi atau adanya pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini.
Kista sederhana dapat saja asimptomatik, tetapi kista yang terinfeksi dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. Infeksi dapat diakibatkan oleh organism Gonococcus,
Escherichia Coli, atau Staphylococcus aureus dan dapat disebabkan oleh abses dengan
atau tanpa melibatkan nodus limfe inguinal.
b. Kista Sebasea
Disebabkan oleh sumbatan pada duktus oleh debris ataupun oleh fibrosis.
c. Kista Hymeneal dan Kista Klitoridal
Berasal dari sisa duktus Wolffian (Gartner). Biasanya terjadi karena infeksi yang
akhirnya menimbulkan abses yang rekuren, atau sinus persisten
2.9.2 Etiologi Tumor Jinak Vagina
a. Kista Vagina
Merupakan salah satu jenis kista yang biasanya terjadi di bagian vagina dan
biasanya terjadi akibat trauma seperti akibat tindakan operasi. Penyebab lain adalah:
1. Riwayat kista vagina terdahulu
2. Siklus haid tidak teratur
3. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
4. Kista vagina terjadi akibat tersumbatnya kelenjar atau salurannya sehingga
cairan terkumpul di dalamnya.
b. Kista Duktus Gardner
Kista gartner berkembang di daerah duktus gartner, biasanya di dinding vagina.
Duktus ini aktif saat perkembangan janin namun biasanya menghilang setelah lahir.
Pada beberapa kasus, sebagian duktus ini terisi cairan yang berkembang menjadi kista.
2.9.3 Etiologi Tumor Jinak Uteri
Wanita dengan nullypara (wanita kurang subur). Etiologi secara pasti tidak
diketahui, tetapi ada korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor
estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri dan juga dipengaruhi oleh hormone
pertumbuhan. faktor genetik. Resiko tinggi wanita dengan umur diatas 35 tahun.
2.9.4 Etiologi Tumor Jinak Tuba
Teori yang lebih populer mengenai asal lesi endometriosis adalah teori
transplanstasi dan teori metaplasi. Teori transplantasi menyatakan bahwa aliran darah
haid (menstruasi retrogard) mengirimkan kembali jaringan endometrium ke tempat
ektopik melalui tuba fallopi. Transplantasi jaringan dapat juga terjadi selama
pembedahan jika jaringan endometrium dipindahkan secara tidak sengaja oleh
instrument bedah. Jaringan endometrium dapat menyebar juga melalui saluran vena atau
limfatik. Teori metaplasia berhubungan dengan jaringan epitel embrionik yang tertahan,
yang selama pertumbuhannya dapat berubah menjadi jaringan epitel oleh stimuli dari
luar. Penyebab yang sebenarnya dari endometriosis dapat merupakan kombinasi dari
banyak factor (Smeltzer, 2001).
2.9.5 Etiologi Tumor Jinak Ovarium
Tumor ovarium dapat tumbuh karena berbagai sebab antara lain karena
pertumbuhan yang abnormal dijaringan yang terdapat di tempat ovarium misalnya
pertumbuhan abnormal dari folikel ovarium, korpusluteum, sel telur atau dapat juga
karena endometriosis, kista folikel, kista tekalitein, teratomatistik benigna, kista demoid,
kista demoid, kista denokarsinoma, kista ovarium dapat juga terjadi karena jaringan
disekitar sel oleh sebab tertentu, tumbuh abnormal dan membungkus sel telur tersebut
sehingga membentuk kista (Hanifa, 2007: 350).
Sampai sekarang ini penyebab dari kista ovarium juga belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan
estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus. Kista ovarium
disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium serta gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi.
2.9.6 Etiologi Tumor Jinak Payudara
a. Fibroadenoma
Etiologi dari fibroadenoma masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa
hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Usia
menarche, usia menopause dan terapi hormonal termasuklah kontrasepsi oral tidak
merubah risiko terjadinya lesi ini. Faktor genetik juga dikatakan tidak berpengaruh
tetapi adanya riwayat keluarga (first-degree) dengan karsinoma mammae dikatakan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.
b. Kista
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular. Kista terbentuk
dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara. Kista payudara sebagai raksi dari surut
dan meningkatnya aliran hormone dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, maka
kemungkinan akan tumbuh jaringan berserat mirip bekas luka yang mengikat cairan
tubuh dan membentuk kista yang keras dan dapat berpindah-pindah. Mikrokista terlalu
kecil untuk dapat diraba, dan ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di bawah
mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk makrokista. Makrokista ini
dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat mencapai 1 sampai 2 inchi.
Kadangkala kista akan menekan saraf yang ada didekatnya dan membuat peradangan di
jaringan sekitarnya yang menyebabkan pembengkakan di bagian itu.
Walaupun penyebab kista masih belum diketahui, namun para ahli mengetahui
bahwa terdapat hubungan antara kista dengan kadar hormon. Kista muncul seminggu
atau 2 minggu sebelum periode menstruasi mulai dan akan menghilang sesudahnya.
Kista banyak terjadi pada wanita saat premenopause, terutama bila wanita tersebut
menjalani terapi sulih hormon. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kafein dapat
menyebabkan kista payudara walaupun hal ini masih menjadi kontroversial di kalangan
medis. Kebanyakan wanita hanya mengalami kista payudara sebanyak satu atau dua,
namun pada beberapa kasus, kista multipel dapat terjadi.
2.10 Patofisiologi
2.10.1 Tumor Jinak Vulva
Awalnya terjadi perlukaan, terutama pada persalinan karena episiotomi atau
robekan, dimana suatu segmen epitel terpendam dan kemudian menjadi kista. Kista ini
biasanya dibawah epitel vulva/perineum maupun vagina berwarna kekuning-kuningan
atau abu-abu biasanya bergaris tengah kurang dari 1 cm dan berisi cairan kental.
Umumnya kista ini tidak menimbulkan keluhan (Sastrawinata, Sulaiman, 1981).

2.10.2 Vagina
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang
disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang
bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi,
protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker. Kista
berupa penumpukan cairan menggelembung berisi udara. Ada macam-macam kista tapi
yang paling sering ditemukan adalah kista gartner atau duktus muller. Bentuknya seperti
gelembung air atau bisul. Kista di vagina bisa mempersempit lubang vagina yang
akhirnya akan menghambat persalinan. Bahkan jika bentuknya besar, bisa menghalangi
hubungan intim dan akibatnya malah tak bisa hamil. Bukan neoplasma yang
sebenarnya. Jaringan merupakan granulasi yang berbatas-batas, seringkali berbentuk
polip terutama terjadi pada bekas operasi kolporafi dan histerektomi total dan dapat
bertahan sampai bertahun-tahun.
2.10.3 Uterus
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-
sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan
12q13-15. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
a. Estrogen
1. Mioma uteri dijumpai setelah menarke.
2. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan
terapi estrogen eksogen.
3. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium
4. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti
endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%),
adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).
5. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas.
6. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang
lebih banyak daripada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini,
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
2.10.4 Tumor Jinak Tuba falopi
Penyakit ini merupakan tumor primer saluan genetalia perempuan yang
jumlahnya paling sedikit, yaitu 0,5% hingga 1% dari semua keganasan ginekologi.
Ditemukan 1 banding 1000 kasus operasi ginekologi abdominal, dapat dijumpai pada
semua umur (dari 19-80), dengan rata-rata puncaknya pada usia 52 tahun. Sehingga
terdapat kriteria untuk menetapkan tumor apapun sebagai tumor primer dari tuba fallopi.
Tumor harus terletak dalam tuba, dan uterus serta ovarium harus terbebas dari
karsinoma. Bila bagian lain terdapat tumor, maka tumor dalam tuba fallopi secara
histology harus benar-benar berbeda.Tumor adneksa kebanyakan diakibatkan oleh
infeksi yang menjalar sampai ke tuba fallopi sehingga menyebabkan perlengketan dan
penyempitan yang menyebabkan berbagai macam gangguan dan terjadi pertumbuhan
yang ganas. Jenis tumor yang paling sering adalah adenokarsinoma mungkin juga
ditemukan endotelioma atau limposarkoma.
2.10.5 Tumor Jinak Ovarium
Pada proses ovulasi terjadi ketidakseimbangan hormon esterogen dan
progesteron sehingga folikel tidak bisa melepaskan sel telur. Selain itu terjadi atersia
folikel yang juga menyebabkan sel telur tidak bisa keluar di dalam ovarium. Sel telur
tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan kista ovari. Kista ovari dibagi menjadi
dua yairu kista ovari fisiologis dan patologis terjadi suatu peningkatan tekanan intra
abdomen yang dapat menyebabkan trauma jaringan yang pada beberapa perempuan
menimbulkan disminore yang menimbulkan nyeri pada saat menstruasi, karena kista
ovari menyebabkan terhambatnya proses ovulasi sehingga terjadi aminorea. Selain kista
ovarium yang patologis pada keadaan sebelum operasi kista terus berkembang dan
tumbuh yang bisa menyebabkan trauma jaringan sehingga terasa nyeri dan mengalami
gangguan mobilitas fisik. Kista yang berkembang sebelum operasi juga memungkinkan
terjadinya ruptur pada ovarium dan menimbulkan perdarahan intra abdomen sehingga
kemungkinan terjadi resiko tinggi infeksi karena masuknya mikroorganisme dan timbul
rasa nyeri karena kurang pengetahuan tentang penyakit kista maka muncullah ansietas.
Pada keadaan setelah operasi yaitu setelah pembedahan laparatormi terjadi deformitas
jaringan yang menyebabkan perlukaan yang menimbulkan kerusakan integritas kulit
dan memungkinkan terjadinya resiko tinggi infeksi akibat proses pembedahan
deformitas jaringan tersebut juga bisa menyebabkan nyeri yang menganggu mobilitas
fisik.
2.10.6 Payudara
Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada
masa reproduksi yang disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas
jaringan setempat yang berlebihan terhadap estrogen sehingga kelainan ini sering
digolongkan dalam mamary displasia. Fibroadenoma biasanya ditemukan pada kuadran
luar atas, merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari jaringan di
sekitarnya. Pada gambaran histologis menunjukkan stroma dengan proliferasi fibroblast
yang mengelilingi kelenjar dan rongga kistik yang dilapisi epitel dengan bentuk dan
ukuran yang berbeda.

2.11 Prognosis
2.11.1 Vulva
WHO menyatakan sepertiga sampai setengah dari semua jenis kanker dapat di
cegah 1/3 dapat disembuhkan bila di temukan pada tahap permulaan atau stadium dini
sisanya dapat diringankan penderitanya.
2.11.2 Uterus
Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung
membesar dan tidak memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin
setiap 3-6 bulan sekali termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause dapat menghentikan
pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor sementara menggunakan obat-obatan
GnRH analog dapat dilakukan, akan tetapi pada wanita dengan hormon yang masih
cukup (premenopause), mioma ini dapat membesar kembali setelah obat-obatan ini
dihentikan. Jika tumor membesar, timbul gejala penekanan, nyeri hebat, dan perdarahan
dari kemaluan yang terus menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan.Pertumbuhan
mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar
tinja, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Mioma uteri ini lebih sering
didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur (Saifuddin, 1999).
2.11.3 Ovarium
Prognosis kurang baik apabila kista dideteksi setelah kehamilan minggu ke 30,
kista mungkin sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan dapat terjadi persalinan
prematur. Keputusan untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat setelah mendapatkan
pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan pasangannya. Jika kista
menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat digerakkan secara digital, harus
dilakukan seksio sesaria dan kistektomi ovarium.
2.11.4 Tumor Jinak Payudara
Tindakan bedah tidak selalu menjadi jalan keluar untuk mengatasi fibroadenoma.
Terutama pada wanita yang masih tergolong usia muda (20 hingga 30 tahun).
Alasannya, tindakan bedah bisa merusak bentuk payudara dan meninggalkan bekas
sayatan. Bekas luka dan bentuk abnormal ini dikhawatirkan malah menjadi masalah di
kemudian hari. Apalagi benjolan ini cenderung mengecil dan hilang ketika wanita
menginjak usia diatas 30 tahun. Jika hendak membiarkan benjolan tersebut, sebaiknya
terus dipantau perkembangannya.
2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Vulva
Kutil pada alat kelamin luar bisa diangkat melalui laser, krioterapi (pembekuan)
atau pembedahan dengan bius lokal. Pengobatan kimiawi, seperti podofilum resin atau
racun yang dimurnikan atau asam trikloroasetat, bisa dioleskan langsung pada kutil.
Tetapi pengobatan ini memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, bisa
melukai kulit di sekelilingnya dan sering gagal.
Kutil di uretra bisa diobati dengan obat anti kanker seperti tiotepa atau
florourasil. Pilihan lainnya adalah pengangkatan kutil dari uretra melalui pembedahan
endoskopik. Kutil genitalis sering kambuh dan memerlukan pengobatan ulang. Pada
pria yang belum disunat, kekambuhan bisa dicegah dengan menjalani penyunatan.
Terapi:
a. Podophyllin 25% dalam tincture benzoin.
b. Sulfonamide, sistemik dan local.
c. Operatif.
d. Albothyl.
2.12.2 Vagina
Cara yang paling efektif untuk mengatasi kista yaitu:
a. Dengan mengangkat kista melalui operasi.
Namun, tindakan pengobatan tersebut hingga kini belum memberikan hasil yang
memuaskan. Tindakan operasi pengangkatan kista tidak menjamin kista tidak akan
tumbuh kembali nantinya. Selama seorang wanita masih memproduksi sel telur, maka
potensi untuk tumbuh kista akan tetap ada. Namun, dengan meningkatnya pengetahuan
serta kesadaran kaum wanita saat ini untuk memeriksakan organ reproduksinya
merupakan langkah awal yang tepat untuk mengurangi risiko terjadinya kista.
b. Mengatasi Kista dengan Laparoskopi
Laparoskopi merupakan teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan dengan
membuat dua atau tiga lubang kecil (berdiameter 5-10 milimeter) di sekitar perut
pasien. Satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan sebuah alat yang
dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga perut ke layar monitor,
sementara dua lubang yang lain untuk peralatan bedah yang lain (Manuaba, Ida Ayu
Chandranita, dkk. 2008).
2.12.3 Uterus
55% dan semua mioma tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk
apapun, terutama bila:
a. Tanpa keluhan
b. Menjelang menopause
c. Besar mioma < 12 minggu kehamilan
Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat
dan dapat dilakukan tindakan segera.
a. Dalam decade terakhir ini ada usaha mengobati mioma uterus dengan Gurh Agonis
(Gurha) selama 16 minggu
b. Pengobatan Operatif
1) Miometomi (Enukliasi Mioma)
Adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
2) Histerektomi
Adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan tindakan terpilih.
3) Keadaan khusus tidak operasi/menjelang menopause
a) Radiasi
b) Pasangan radium
c) Hormonal anti estrogen/Tapro 5 (Saifuddin, 1999).
2.12.4 Tuba falopi
Pengobatan yang utama untuk kanker tuba adalah pembedahan untuk
mengangkat kedua saluran, kedua indung telur, dan rahim disertai pengangkatan
kelenjar getah bening perut dan panggul. Pada kanker stadium lanjut, setelah
pembedahan mungkin perlu dilakukan kemoterapi atau terapi penyinaran.
2.12.5 Ovarium
a. Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparatomi.
b. Pada kista pvarium asimtomatik besarnya lebih dari 10 cm dilakukan laparatomi.
c. Kista yang kecil (< 5 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan operatif.
d. Kista 5-10 cm memerlukan observasi jika menetap atau membesar dilakukan
laparatomi.
e. Jika pada laparatomi ada kecurigaan keganasan, pasien perlu dirujuk ke rumah sakit
yang lebih lengkap untuk evaluasi dan penanganan selanjutnya.
f. Observasi klinis pasien.
g. Pengukuran kadar hematorit dan haemoglobin.
h. Pencegahan komplikasi serius yang timbul dari pembedahan (Doenchoelter, Johan H,
1988).
2.12.6 Payudara
Eksisi dan pemeriksaan histopatologis atas specimen operasi. Tindak Lanjut
(Follow Up) Penting untuk mengetahui diagnosis patologis dan kemungkinan terjadinya
kekambuhan atau tumbuhnya tumor baru.Tidak ada penatalaksanaan yang penting jika
diagnosis telah ditegakkan melalui biopsy jarum halus atau pemeriksaan sitologik.
Eksisi atau membuang tumor dengan vacuum-assisted core needledapat dilakukan jika
diagnosis belum pasti. Pada suatu penelitian di tahun 2005, cryoablasi, atau pembekuan
fibroadenoma, sepertinya merupakan prosedur yang aman jika lesi dipastikan
merupakan fibroadenoma dari hasil gambaran histology sebelum cryoablasi dilakukan.
Cryoablasi tidak cocok untuk semua fibroadenoma karena beberapa tumor sangat besar
untuk dibekukan atau diagnosisnya belum pasti. Setelah pengamatan, keuntungan
cryoablasi masih belum jelas. Biasanya tidak dapat dibedakan antara fibroadenoma
yang besar dengan suatu tumor phyllodes dari hasil biopsy.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tumor adalah benjolan atau suatu pertumbuhan bisa ganas bisa jinak. Faktor
pemicu munculnya tumor banyak sekali, antara lain pencemaran lingkungan hidup,
termasuk udara akibat debu dan asap pembakaran kendaraan ataupabrik. Asap
kendaraan, misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah daya tahan tubuh,
termasuk daya tahan seluruh selnya. Kista vulva umumnya ditemukan pada golongan
sosial ekonomi rendah dengan hygiene seksual yang kurang mendapat perhatian,
obesitas dan hipertensi (>50%). Sembilan puluh persen tumor ovarium adalah jinak, dan
bervariasi dengan umur. Kebanyakan tumor ovarium jinak bersifat kistik. Kebanyakan
benjolan jinak pada payudara berasal dari perubahan normal pada perkembangan
payudara, siklus hormonal, dan perubahan reproduksi.

3.2 Saran
Pada wanita sebaiknya menjaga dirinya dengan pola hidup yang sehat,
berolahraga, menjaga makanan yang tidak berkolesterol tinggi, dan menjaga personal
hygiene.

DAFTAR PUSTAKA

Medicine Stuff. (2013). Sekilas kista bartholini. Diunduh tanggal 11 Maret, 2017, dari
http://www.medicinestuffs.com/2013/08/kista-bartolini.html
Neoplasma organ reproduksi wanita. (-). Diunduh tanggal 5 Maret 2017, dari
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000106-reproductive-
system/rps138_slide_neoplasma_organ_reproduksi_wanita.pdf
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., & Rachimhadhi, T. (1999). Ilmu kandungan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Destriana, W. (2012). Askeb tumor. Diunduh tanggal 12 Maret, 2017, dari
https://www.scribd.com/doc/98948020/Askeb-Tumor
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC.

http://www.elifmedika.com/2008/07/tuba-falopi.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31370/5/Chapter%20I.pdf
https://www.scribd.com/doc/91747321/Tumor-Jinak-Pada-Alat-Genital-Wanita

Capenito, Lynda Jall. 1997. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Вам также может понравиться