Вы находитесь на странице: 1из 2

Artikel-artikel populer :

daftar artikel

Penanganan Pemalsuan Merek Belum Memuaskan


rhs

Proses penegakan hukum kasus pemalsuan merek sering tidak tuntas sehingga hasil akhirnya tidak
memuaskan. Penegakan hukum terhadap kasus-kasus pemalsuan merek di Indonesia masih jauh
dari memuaskan. Ini terjadi karena belum ada persamaan persepsi tentang hukum merek di
kalangan penegak hukum. Polisi, jaksa, dan hakim sering memiliki persepsi yang berbeda-beda
dalam menangani kasus tersebut.

Menurut Ketua Perhimpunan Masyarakat Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, Gunawan


Suryomurcito, perbedaan persepsi membuat kasus pemalsuan merek masih terus terjadi. Jika ini
terus terjadi maka investor akan enggan menanamkan modal di Indonesia. "Para praktisi hukum
yang khusus menangani kasus-kasus pemalsuan merek sering dihadapkan pada kenyataan bahwa
proses penegakan hukum tidak tuntas sehingga hasil akhirnya tidak memuaskan," ungkapnya.
Idealnya, menurut Gunawan, para hakim, jaksa, polisi, dan pihak-pihak lain yang terkait mempunyai
pemahaman yang sama. Dengan bekal tersebut, penyelesaian kasus-kasus hukum bisa berjalan
dengan lebik baik dan cepat.

Praktisi hukum Wawan Iriawan mengakui sampai sekarang keberadaan produk-produk yang
melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI), khususnya merek dan hak cipta, sangat mudah
didapat di pasaran. Orang bisa memperolehnya di tempat perbelanjaan kelas bawah hingga mal dan
pusat perbelanjaan mewah. Bahkan, produk tersebut tak hanya ada di kawasan perkotaan, tetapi
juga sudah merambah ke perdesaan. Salah satu produk yang masih rawan terkena pemalsuan atau
penggandaan tanpa izin adalah software komputer. Khusus di Jakarta, produk seperti ini mudah
diperoleh di kawasan Mangga Dua atau Glodok. Demikian pula dengan pembajakan dan pemalsuan
produk musik, film dalam kepingan (VCD), atau film dalam kepingan digital (DVD).

Menurut Wawan, pemerintahan baru dalam Kabinet Indonesia Bersatu hendaknya melihat upaya
penegakan hukum sebagai agenda yang penting untuk memulihkan citra Indonesia di mata dunia,
khususnya di mata investor. Pemerintahan baru juga perlu terus melanjutkan komitmen penegakan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual. Apalagi, dalam kampanye sebelum terpilih menjadi
presiden, Susilo Bambang Yudhoyono sering menyatakan pembajakan dan pemalsuan menjadi
masalah serius bangsa ini. Karena itu, jajaran kabinet baru harus segera mewujudkan tekad
tersebut.Melihat kerugian negara yang tak kecil dari usaha-usaha pemalsuan beragam merek, jelas
Wawan, tentu seluruh elemen hukum harus segera menyamakan persepsi. Tanpa langkah yang
menyatu mustahil kasus-kasus seperti itu bisa terpecahkan. Apalagi, kasus yang ada di Jakarta dan
sekitarnya begitu banyak.

Selain pemalsuan, kasus penyelundupan juga marak terjadi di Jakarta. Tidak hanya barang-barang
kelas menengah ke bawah yang diselundupkan ke Jakarta. Barang-barang yang masuk dalam
kategori mewah juga makin marak masuk melalui jalur ilegal. Tidak hanya gula impor yang masuk
secara ilegal tanpa membayar bea masuk. Kayu-kayu langka juga masih mengalir ke Ibu Kota.
Begitu pula dengan produk-produk elektronik, seperti telepon genggam, radio, dan televisi, masih
sangat mudah masuk tanpa membayar bea masuk. Tidak hanya itu, komputer dan mobil beragam
merek juga masih leluasa lolos secara ilegal.

Dengan fakta menyedihkan seperti itu, kata Gunawan, tentu aparat pemerintah dan kepolisian harus
memiliki komitmen yang sama. Mereka menjadi salah satu elemen kunci dalam penegakan hak atas
kekayaan intelektual. Lembaga peradilan tentu saja tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab
penegakan HAKI.Menurut Gunawan, komitmen bersama dari seluruh jajaran penegak hukum saat ini
menjadi amat penting karena pemalsuan tak hanya merugikan satu pihak. Pemalsuan tak hanya
merugikan perusahaan pemegang hak paten (merek), tetapi juga merugikan masyarakat. Konsumen
akan terus menjadi korban pemalsuan karena mereka sudah mengeluarkan dana sesuai dengan
barang yang asli. Tapi, kenyataannya mereka menerima barang yang tak pantas. Negara pun akan
terus kehilangan pendapatan jika terus membiarkan kasus-kasus seperti itu terjadi.

Sumber : Republika (1 Nopember 2004)

Вам также может понравиться