Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN

Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat,


yaitu obat yang diberikan oleh dokter dalam resep, atau obat
yang dijual bebas, termasuk campuran jamu-jamuan, yang
dimaksud dengan obat adalah zat yang dipakai untuk menegakkan
diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Pemberian obat secara
topical dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan
obat oleh kulit.
Erups obat berkisar antara erupsi ringan sampai erupsi berat
yang mengancam jiwa manusia. Semakin lama obat semakin
banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga reaksi terhadap obat
juga meningkat yaitu reaksi simpang obat atau RSO.
Salah satu bentuk reaksi simpang obat adalah reaksi obat
alergik (ROA).
Manifestasi reaksi obat pada kulit disebut erupsi obat alergik (EOA).
Satu macam obat dapat menyebabkan lebih dari satu jenis erupsi,
sedangkan satu jenis erupsi dapat disebabkan oleh berbagai macam
obat. Obat masuk dalam tubuh secara sistemik berarti melalui mulut
hidung, telinga, vagina, suntikan, atau infus. Juga dapat disebabkan
obat umur, obat mata, tapal gigi, dan obat topical.
Menurut WHO sekitar 2% dari seluruh jenis erupsi obat
yang timbul
tergolong serius karena reaksi obat alergik yang timbul tersebut
memerlukan perawatan dirumah sakit bahkan mengakibatkan
kematian. Sindrom Steven- Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal
toksis (NET) adalah beberapa bentuk reaksi serius tersebut.
Perlu ditegakkan diagnose yang tepat dari gangguan ini
karena erupsi obat alergik memberikan manifestasi yang serupa
dengan gangguan kulit lain pada umumnya. Identifikasi dan
anamnesa yang tepat dari penyebab timbulnya reaksi obat adalah
salah satu hal penting untuk memberikan tatalaksana yang cepat
dan tepat bagi penderita dengan tujuan membantu
meningkatkan prognosis serta menurukan angka morbiditas.

1
BAB II
ERUPSI OBAT
ALERGIK

2.1 DEFINISI
erupsi obat alergik atau allergic drug eruption adalah reaksi alergik pada kulit
atau daerah mukomutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya
sistemik.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika serikat, erupsi obat terjadi pada sekitar 2-5% dari pasien dan lebih
dari 1% dari pasien rawat jalan. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
lebih dari 100.000 orang meninggal di Amerika Serikat akibat erupsi obat yang serius.
Tingkat mortalitas untuk eritema multiforme (EM) mayor secara signifikan ditemukan
tinggi. Sindrom Steven Johnson (SJS) memiliki angka kematian kurang dari 5%,
sedangkan tingkat mortalitas untuk Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) mencapai 20-
30 dan sebagian besar pasien meninggal karena sepsis. Beberapa jenis erupsi obat
yang sering timbul adalah
Erupsi makulopapular sebanyak 91,2%
Urtikaria 5,9%
Vaskulitis sebanyak 1,4%
Faktor-faktor yang memperbesar risiko timbulnya erupsi obat adalah
1. Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan ini jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pria. Walaupun demikian, belum ada yang
mampu menjelaskan mekanisme ini.
2. System imunitas
Erupsi alergi obat lebih mudah terjadi pada seseorang yang mengalami
penurunan system imun. Pada penderita AIDS misalnya, penggunaan obat
sulfametoksazol justru meningkatkan risiko timbulnya erupsi
eksantematosa 10-50 kali dibandingkan dengan populasi normal.
3. Usia
Alergi obat dapat terjadi pada semua usia terutama pada anak-anak dan
orang dewasa. Pada anak-anak mungkin disebabkan karena perkembangan
system imunologi yang belum sempurna. Sebaliknya pada orang dewasa
disebabkan karena lebih seringnya orang dewasa berkontak dengan bahan
antigenic. Umur yang lebih tua akan memperlambat munculnya onset
erupsi obat tetapi menimbulkan mortalitas yang lebih tinggi bila terkena
reaksi yang berat.
4. Dosis
Pemberian obat yang intermitten dengan dosis tinggi akan memudahkan
timbulnya sensitisasi. Tetapi jika sudah melalui fase induksi, dosis yang
sangat kecil sekalipun sudah dapat menimbulkan reaksi alergi. Semakin
sering obat digunakan, semakin besar pula kemungkinan timbulnya reaksi
alergi pada penderita yang peka.
5. Infeksi dan keganasan
Mortalitas tinggi lainnya juga ditemukan pada penderita erupsi obat berat
yang disertai dengan keganasan. Reaktivasi dari infeksi virus laten dengan
human herpes virus (HHV) umumnya ditemukan pada mereka yang
mengalami sindrom hipersensitifitas obat.

2.3 PATOGENESIS
Reaksi kulit terhadap obat dapat timbul melalui mekanisme imunologik atau
non-imunologik. Yang dimaksud dengan erupsi oabt alergik ialah alergi terhadap obat
yang terjadi melalui mekanisme imunologik. Reaksi kulit terhadap obat juga dapat
terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat,
overdosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolism.
A. Reaksi imunologis
Erupsi obat alergik terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah
mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Biasanya obat itu berperan pada
mulanya sebagai antigen yang tidak lengkap atau hapten disebabkan oleh berat
molekulnya yang rendah.
Terjadinya reaksi hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih
dahulu menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif. Secara umum metabolism
obat dapat dianggap sebagai satu bentuk proses detoksifikasi yaitu obat dikonversi
dari zat yang larut dalam lemak, non polar, menjadi zat yang hidrofilik dan polar yang
mudah diekskresi. Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan
oleh comb dang ell. Satu reaksi alergik dapat mengikuti salah satu dari ke-4 jalur ini.
I. Tipe I (reaksi cepat, anafilaktik)
Reaksi ini penting dan sering dijumpai. Pajanan pertama kali terhadap obat
tidak menimbulkan reaksi yang merugikan, tetapi pada pajanan selanjutnya
dapat menimbulkan reaksi. Antibody yang terbentuk adalah antibody IgE yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pada pemberian
obat yang sama, antigen dapat menimbulkan perubahan berupa degranulasi sel
mast dan basofil dengan dilepaskannya bermacam-macam mediator, antara lain
histamine, serotonin, bradikinin, heparin, dan SRSA. Mediator- mediator ini
mengakibatkan bermacam-macam efek, antara lain urtikaria, dan yang lebih
berat adalah angioedema. Yang paling berbahaya adalah terjadinya syok
anafilaktik. Penicillin merupakan contoh penyebab utama erupsi obat
hipersensitivitas tipe cepat yang IgE-dependent.

II. Tipe II (reaksi sitotoksik)


Reaksi ini disebabkan oleh obat (antigen) yang memerlukan penggabungan
antara IgM dan IgG dipermukaan sel. Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau
sitotoksik oleh sel efektor yang diperantarai oleh komplemen. Gabungan obat
antibody-komplemen terfiksasi pada sel sasaran. Sebagai sel sasaran ialah
berbagai macam sel biasanya eritrosit, leukosit, trombosit yang mengakibatkan
lisis sel, sehingga reaksi tipe II tersebut jga reaksi sitolisis dan sitotoksik.
Contohnya adalah penisilin, sefalosporin, streptomisin, sulonamida, dan
isoniazid. Erupsi obat alergik yang berhubungan dengan tipe ini adalah purpura,
bila sel sasarannya trombosit. Obat lain yang menyebabkan alergik tipe ini
adalah penisilin, sefalosporin, klorpromazin, sulfonamide, analgesic, dan
antipiretik.

III. Tipe III (reaksi kompleks imun)


Reaksi ini ditandai dengan pembentukan kompleks antigen, antibody (IgG dan
IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai mediator
diantaranya enzim-enzim yang dapat merusak jaringan. Kompleks imun akan
beredar dalam sirkulasi dan kemudian dideposit pada sel sasaran. Contohnya
adalah penisilin, eritromisin, sulfonamide, salisilat, dan isoniazid
IV. Tipe IV (reaksi alergik seluler tipe lambat)
Reaksi ini melibatkan limfosit, APC (antigen psenting cell) dan sel Langerhans
yang mempresentasi antigen kepada limfosit T. Limfosit T yang tersensitisasi
mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat, yaitu
terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan pelepasan
seangkaian limfokin. Contoh reaksi tipe ini adalah dermatitis kontak alergik.

B. Reaksi non imunologis


Reaksi pseudo-allergic menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-
dependent. Salah satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan kontras
media. Teori yang ada menyatakan bahwa ada satu atau lebih mekanisme yang
terlibat, pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung, aktivasi langsung dari
system komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolism enzim asam
arachidonat sel. Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh
yang dapat menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan
kemoterapi anti kanker. Penggunaan obat-obat tertentu secara progresif ditimbun
dibawah kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain
seperti hiperpigmentasi generalisata diffuse.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Erupsi obat alergik memiliki gambaran klinis yang mirip dengan kelainan kulit
lainnya, yaitu:
Erupsi makulopapular atau morbiliformis
Erupsi makulopapular atau morbiliformis merupakan erupsi obat yang paling
sering dijumpai. Erupsi makulopapular atau morbiliformis disebut juga erupsi
eksantematosa dapat diinduksi oleh hamper semua obat. Seringkali terdapat
erupsi terdiri atas eritema, macula berkonfluens, dan atau papul yang tersebar
diwajah, telapak tangan, dan kaki. Tetapi tidak terdapat pada membrane
mukosa. Erupsi bermula pada daerah leher dan menyebar ke bagian perifer
tubuh secara simetris. Lesi diikuti pruritus, demam, edema facial/kelopak
mata, malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah
dimulainya terapi dan hilang dalam beberapa minggu setelah obatnya
dihentikan. Mekanisme terjadinya erupsi makulopapular yang diinduksi oleh
obat belum diketahui dengan jelas, nampaknya melibatkan lebih dari satu
mekanisme, yaitu mekanisme reaksi tipe III dan tipe IV. Timbulnya lesi
setelah beberapa hari pemberian obat dan tidak timbul setelah pemberian obat
dosis pertama menunjukkan bahwa perlunya periode sensitisasi sebelum
reaksi terjadi. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, sefalosporin,
NSAID, sulfonamide, dan tetrasiklin.
Gambar: erupsi makulopapular
Urtikaria dan angioedema
Urtikaria dan angioedema merupakan erupsi obat tersering kedua. Urtikaria
menunjukkan reaksi vascular dikulit, yang biasanya ditandai dengan edema
setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan. Urtikaria selain
diperantarai oleh reaksi tipe I, juga dapat merupakan bagian dari mekanisme
reaksi tipe III. Mekanisme terjadinya urtikaria diperantarai oleh IgE dan juga
kompleks imun. Kadang-kadang urtikaria dapat disertai angioedema. Pada
angioedema yang berbahaya adalah terjadi asfiksia, bila menyerang glottis.
Keluhan umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya timbul
mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai
demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malaise, nyeri kepala, dan vertigo.
Angioedema biasanya unilateral dan nonpruritus, dapat hilang dalam jangka
waktu 1-2 jam. kadang dapat bertahan selama 2-5 hari, terjadi didaerah bibir,
kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema
pada lidah dan laring harus mendapat pertolongan segera. Penyebab tersering
adalah penisilin, asam asetilsalisilat dan NSAID.
Gambar: urtikaria

Fixed drug eruption (FDE)


Fixed drug eruption merupakan erupsi obat yang disebabkan oleh obat atau
bahan kimia dan bila berulang lesi tersebut akan timbul pada tempat yang
sama. FDE dapat timbul dalam 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat
secara oral. Mekanisme terjadinya FDE diduga melalui mekanisme reaksi tipe
III dan IV karena 60-80% sel infiltrate pada FDE adalah sel limfosit T (T4-
T8). Terlihat pula peningkatan sel mast sebesar 5-10% serta ditemukan pula
HLA-DR pada limfosit T (limfosit aktif) yang berada di dermis. Keadaan ini
sama dengan lesi pada hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit T yang menetap
di lesi kulit berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi
lesi pada tempat yang sama. Lesi berupa macula oval atau bulat, berwarna
merah atau keunguan, berbatas tegas, seiring dengan waktu lesi bias menjadi
bula, mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Ukuran lesi bervariasi mulai
dari lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tetapi jika penderita
meminum obat yang sama maka lesi yang lama akan timbul disertai lesi yang
baru. Namun jumlah lesi biasanya sedikit. Tempat predileksinya disekitar
mulut, didaerah bibir dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka
penyakit kelamin karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai
eritema dan rasa panas setempat. Obat penyebab yang sering adalah
sulfonamide, barbiturate, trimethoprim, OAINS, tetrasiklin, antipiretik
pyrazolone.
Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai
skuama. Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit lain
disamping alergi karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik termasuk
keganasan pada system limforetrikuler (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada
eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama, skuama baru
timbul pada stadium penyembuhan. Mekanisme terjadinya eritroderma akibat
alergi obat secara pasti belum diketahui, diperkirakan melalui mekanisme
reaksi tipe IV. Eritroderma dapat berasal dari erupsi makulopapular jika obat
penyebab masih dilanjutkan. Obat-obat yang biasa menyebabkan eritroderma
adalah sulfonamide, penisilin, karbamazepin, fenitoin, allopurinol, dan
fenilbutazon.

Purpura
Purpura adalah perdarahan didalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang
bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat.
Biasanya simetris serta muncul disekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau
tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan
dan disertai rasa gatal. Purpura karena hipersensitivitas obat dapat diakibatkan
oleh trombositopenia. Mekanisme trombositopenia berhubungan dengan
pembentukan kompleks antigen-antibodi dengan afinitas pada trombosit.
Ternyata banyak obat yang menyebabkan kerusakan kapiler tanpa mengenai
trombosit. Tipe ini dikenal sebagai purpura non trombositopeni atau purpura
vascular. Purpura non trombositopenia secara umum berkaitan dengan deposit
kompleks imun di dinding venula. Ebebrapa obat penyebab purpura
trombositopenia adalah asam asetilsalisilat, karbamazepin, indometasin,
isoniazid, nitrofurantoin, fenitoin, derivate pirazolon, quinidine, sulfonamide,
dan tiourasil. Sedangkan obat penyebab purpura non trombositopenia adalah
ampicillin, penisilin, sulfametroprim.

Vaskulitis
Vaskulitis adalah radang pembuluh darah. Bentuk tersering vaskulitis adalah
vaskulitis yang mengenai kapile dan venula. Gambaran klinis tersering
vaskulitis adalah palpable purpura. Vaskulitis dapat hanya terbatas pada kulit,
atau dapat melibatkan organ lain, antara hepar, ginjal, dan sendi. Ukuran dan
jumlah lesi bervariasi. Biasanya distribusi simetris pada ekstremitas bawah
dan daerah sacrum. Demam, malaise, myalgia, dan anoreksia dapat menyertai
lesi kulit. Vaskulitis yang diinduksi obat dianggap terjadi melalui mekanisme
reaksi tipe III, jadi berhubungan dengan deposit kompleks imun. Obat
penyebab adalah penisilin, sulfonamide, NSAID, antidepresan, dan
antiaritmia. Jika vaskulitis trjadi pada pembuluh darah sdang berbentuk
eritema nodusum (EN). Kelainan kulit berupa eritema dan nodus yang nyeri
dengan eritema di atasnya disertai gejala umum berupa demam dan malaise.
Tempat predileksinya didaerah ekstensor tungkai bawah. EN dapat disebabkan
oleh beberapa penyakit lain, misalnya tuberculosis, infeksi streptokok dan
lepra. Obat yang dianggap sering menyebabkan EN adalah sulfonamide dan
kontrasepsi oral.
Reaksi fotoalergik
Gambaran klinis reaksi fotoalergik sama dengan dermatitis kontak alergik,
lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan
dapat meluas kedaerah yang tidak terpajan sinar matahari. Obat yang dapat
menyebabkan fotoalergik adalah fenotiazin, sulfonamide, NSAID, dan
griseofulvin. Reaksi fotoalergik diperantarai oleh limfosit dan merupakan
reaksi hipersentivitas tipe lambat. Reaksi fotoalergik membutuhkan fase
induksi dan elisitas. Periode sensitisasi dapat terjadi beberapa hari sampai
beberapa bulan.

Pustulosis eksantema generalisata akut


Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA), jarang terdapat,
diduga dapat disebabkan oleh alergi obat, infeksi akut oleh enterovirus,
hipersensitivitas terhadap merkuri, dan dermatitis kontak. Kelainan kulitnya
berupa pstul-pustul miliar non folikular yang timbul pada kulit yang
eritematosa dapat disertai purpura dan lesi merupakan lesi target. Kelainan
kulit timbul pada waktu demam tinggi (>38 derajat) dan pustule-pustul
tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari, kemudian diikuti deskuamasi
selama beberapa hari. Kasus PEGA kebanyakan dihubungkan dengan
penggunaan antibiotika terutama golongan penisilin.

Eritema multiforme, sindrom steven-johnson, nekrolisis epidermal toksik


Eritema multiforme merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada kulit dan
atau selaput lender dengan tanda khas berupa lesi iris (target lesion). Letak lesi
simetris dan dapat melibatkan membrane mukosa. Eritem multiforme terdiri
dari dua tipe yaitu tipe macula eritema dengan gejala khas berbentuk iris
(target lesion) yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema yang keunguan
dikelilingi lingkaran konsentris yang pucat dan kemudian lingkaran merah.
Tipe yang kedua adalah tipe vesikobulosa berupa macula, papul, urtikaria
yang kemudia timbul lesi vesicobulosa ditengahnya.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan penyakit berat dengan gejala khas
berupa epidermolisis yang menyeluruh, disertai kelainan pada selaput lender
di orificium dan mata. Kelainan pada kulit dimulai dengan eritema
generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan disertai purpura di wajah,
ekstremitas, dan badan. Kelainan pada kulit dapat berupa erosi, ekskoriasi,
perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Lesi
kulit dimulai dengan macula dan papul eritematosa kecil disertai bula lunak
yang dengan cepat dapat meluas dan bergabung. Pada NET yang penting
adalah adanya epidermolisis, yaitu epidermis yang terlepas dari dasarnya
dengan gambaran klinisnya menyerupai luka bakar. Adanya epidermolisis
menyebabkan tanda nikolsky (+) pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit
ditekan dan digeser maka kulit akan terkupas. Epidermolisis akan mudah
terlihat pada kulit yang terkena tekanan yaitu punggung, aksila, bokong.
Penatalaksanaan NET adalah dengan penghentian obat yang tersangka
menyebabkan alergi, Pemberian kortikosteroid (dexametasone 40mg/hari),
Topikal: sulfadiazin perak

Sindrom steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput


lender di orifisium, dan mata dengan keadaan umum beravriasi dari ringan
sampai berat. Kelainan pada kulit dapat berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura. Penyakit ini berhubungan dengan mekanisme reaksi tipe II.
Gambaran klinis bergantung pada sel sasaran. Obat penyebab ialah
analgetik/antipiretik, karbamazepin, jamu, amoksisilin, kotrimoksazol,
Dilantin, klorokuin, ceftriakson, dan adiktif. Pada SSJ terdapat trias klinis
berupa:
o Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu
dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya
generalisata
o Kelainan selaput lender di orifisium
Kelainan selaput lender yang tersering adalah mukosa mulut,
kemudian diikuti oleh kelainan dilubang alat genital. Kelainannya
berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi
dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Dimukosa mulut juga dapat
terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak
adalah krusta berwarna hitam yang tebal.

o Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering
adalah konjunctivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa
konjungtivitis purulent, perdarahan, simbleferon, ulkus kornea, iritis,
dan iridosiklitis.
penatalaksanaan sindrom steven-
johnson adalah denagn menggunakan kortikosteroid iv 4-6 kali 5mg
kemudian ditappering off, antibiotic spectrum luas seperti
siprofloksasin 2x400 mg dan ceftriaxone 1 x 2gr IV, diet rendah garam
dan tinggi protein.

2.5 DIAGNOSIS

dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah:


Anamnesis yang teliti mengenai obat-obatan yang dipakai, kelainan kulit yang
timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat, dan rasa
gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.
Kelainan kulit yang ditemukan, berdasarkan distribusi menyeluruh dan
simetris atau setempat. Serta bentuk kelainan yang timbul berupa eritema,
urtikaria, purpura, eksantema, papul, eritroderma, eritema nodusum.
Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari jenis lesi
dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data mengenai
semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis mengenai
cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian obat dengan onset
timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya hal ini sulit untuk
dievaluasi, terutama pada penderita yang mengkonsumsi obat yang mempunyai waktu
paruh yang lama atau mengalami erupsi reaksi obat yang bersifat persisten.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dapat ddilaksanakan untuk memastikan
penyebab erupsi obat alergik adalah:
Pemeriksaan in vivo
o Uji temple (patch test)
o Uji tusuk (prick/scratch test)
o Uji provokasi (exposure test)
Pemeriksaan in vitro
o Yang diperantarai antibodi
Hemaglutinasi pasif
Radio immunoassay
Degranulasi basofil
Tes fiksasi komplemen
o Yang diperantarai sel
Tes transformasi limfosit
Leucocyte migration inhibition test

Pemilihan pemeriksaan penunjang didasarkan atas mekanisme imunologis yang


mendasari erupsi obat. Uji temple (patch test) memberikan hasil yang masih belum
dapat dipercaya. Uji provokasi (exposure test) dengan melakukan pemaparan kembali
obat yang dicurigai adalah yang paling membantu untuk saat ini. Tetapi risiko dari
timbulnya reaksi yang lebih berat membuat cara ini harus dilakukan dengan cara hati-
hati dan harus sesuai dengan etika maupun alas an medico legalnya. Sejumlah tes
yang dilakukan dengan teknik invitro didesain untuk membantu membedakaan
apakah reaksi kulit yang terjadi pada individu tersebut disebabkan karena obat atau
bukan. Belum ditemukan uji fisik maupun laboratorium in-vitro yang cukup reliable
untuk digunakan secara rutin. Derajat sensitifitas maupun spesifitasnya cara ini masih
dalam tahap penelitian. Oleh sebab itu, pemeriksaan ini hanya sedikit sekali
membantu dalam menegakkan diagnosis klinis.

2.7 PENATALAKSANAAN
Seperti pada penyakit imunologis lainnya, pengobatan alergi obat adalah dengan
menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh, epinefrin adalah drug
of choice pada rekasi anafilaksis. Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat digunakan
pengobatan simptomatik dengan antihistamin dan kortikosteroid. Penghentian obat
yang dicurigai menjadi penyebab harus dilakukan secepat mungkin. Tetapi pada
beberapa kasus adakalanya pemeriksa dihadapkan dua pilihan antara risiko erupsi
obat dengan manfaat dari obat tersebut.
Penatalaksanaan umum
Melindungi kulit. Pemberian obat yang diduga menjadi penyebab erupsi
kulit harus dihentikan segera
Menjaga kondisi fisik pasien termasuk asupan nutrisi dan cairan
tubuhnya. Berikan cairan lewat infus bila perlu. Pengaturan keseimbangan
cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi di mulut dan tenggorok serta kesadaran dapat
menurun. Untuk itu dapat diberikan infus, misalnya berupa glukosa 5%
dan larutan darrow
Penatalaksanaan khusus
Sistemik
o Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik.
Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednisone.
Pada kelainan urtikaria, eritema, dermatitis medikamentosa,
purpura, eritema nodusum, eksantema fikstum, dan PEGA karena
erupsi obat alergi. Dosis standar untuk orang dewasa adalah 3 x
10mg sampai 4 x 10mg sehari. Pengobatan erythema multiforme
mayor, SSJ dan TEN pertama kali adalah menghentikan obat yang
diduga penyebab dan pemberian terapi yang bersifat suportif
seperti perawatan luka dan perawatan gizi penderita. Penggunaan
glukokortikoid untuk pengobatan SSJ dan TEN masih
kontroversial. Pertama kali dilakukan pemberian intravenous
immunoglobulin (IVIG) terbukti dapat menurunkan progresifitas
penyakit ini dalam jangka waktu 48 jam. Untuk selanjutnya IVIG
diberikan sebanyak 0,2-0,75 g/kg selama 4 hari pertama.
o Antihistamin
Antihistamin yang bersifat sedative dapat juga diberikan, jika
terdapat rasa gatal. Kecuali paa urtikaria, efeknya kurang jika
dibandingkan dengan kortikosteroid.
Topical
o Pengobatan topical tergantung pada kelainan kulit, apakah kering
atau basah, jika dalam keadaan kering dapat diberikan bedak
salisilat 2% ditambah dengan obat antipruritus seperti mentol -
1% untuk mengurangi rasa gatal. Jika dalam keadaan basah perlu
digunakan kompres misalnya larutan asam salisilat 1%.
o Pada bentuk purpura dan eritema nodusum tidak diperlukan
pengobatan topical. Pada eksantema fikstum, jika kelainan
membasah dapat diberikan krim kortikosteroid, misalnya
hidrokortison 1%- 2 %.
o Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang
menyeluruh dan mengalami skuamasi dapat diberikan salep lanol
10% yang dioleskan sebagian-sebagian.
o Terapi topical untuk lesi dimulut dapat berupa kenalog in
orabase. Untuk lesi dikulit yang erosive dapat diberikan
sofratule atau krim sulfadaizin perak.

2.8 PROGNOSIS
pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuhkan bila obat penyebabnya
dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya
eritroderma dan kelainan berupa sindrom lyell dan sindrom steven-johnson, prognosis
sangat tergantung pada luas kulit yang terkena. Prognosis buruk bila kelainan meliputi
50-70% permukaan kulit.

1
KATEGORI OBAT PADA KEHAMILAN
Food and Drug Administration atau FDA Amerika telah menetapkan lima
kategori untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan risiko terhadap wanita hamil
dan janinnya. Kelima kategori ini memberikan pedoman untuk keamanan
relatif obat yang diresepkan bagi wanita hamil. Berikut ini kategori obat-
obatan berdasarkan FDA
a. Kriteria A
Kategori ini melipu i obat-obatan dan bahan yang telah diuji melalui
penelitian terkontrol pada wanita. Penelitian tersebut menunjukkan tidak ada
resiko terhadap fetus selama semester pertama kehamilan dan kemungkinan bahaya
terhadap janin kecil.
b. Kriteria B
Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa bahan ini tidak beresiko
terhadap janin, tetapi belum ada penelitian terkontrol yang telah dilakukan pada
manusia untuk memastikan kemungkinan efek samping terhadap janin. Kategori
ini juga meliput i obat-obatan yang telah menunjukkan efek samping pada
janin hewan, tetapi penelitian terkontrol pada manusia tidak diungkapkan adanya
resiko terhadap janin.
c. Kriteria C
Penelitian pada hewan telah memperlihatkan bahwa obat ini mungkin
memiliki efek teratogenik dan/atau toksik terhadap embrio, tetapi belum
dilakukan penelitian terkontrol pada wanita. Suatu obat juga masuk ke dalam
kategori ini bila tidak ada penelitian terkontrol yang dilakuka n pada manusia
maupun hewan
d. Kategori D
Terdapat bukti risiko terhadap janin manusia, tetapi manfaatnya dalam situasi
tertentu, misalnya penyakit yang serius atau keadaan yang membahayakan nyawa

2
tanpa tersedia terapi alternatif lainnya, dapat membenarkan pemakaian obat-obatan
ini semasa kehamilan.
e. Kategori X
Penelitian pada hewan atau manusia telah memperlihatkan bahwa obat ini
menyebabkan perubahan pada janin atau telah menunjukkan bukti-bukti
peningkatan resiko terhadap janin, berdasarkan eksperimen pada hewan dan
manusia. Risiko terhadap janin melebihi segala manfaatnya.
Obat-obatan dalam kategori A dan B umumnya dianggap tepat untuk
digunakan selama kehamilan. Obat-obatan kategori C harus digunakan dengan
peringatan, dan obat-obatan kategori D dan X harus dihindari atau merupakan
kontraindikasi. Obat-obatan yang digunakan di kedokteran gigi seperti
anestestikum lokal, analgesik, antibiotik, antifungi dan obat-obatan lainnya
biasanya memiliki waktu paruh metabolik pendek yang diberikan untuk periode
terbatas, oleh karena itu cenderung kurang menyebabkan komplikasi selama
kehamilan.
Pada umumnya anestetikum lokal tidak bersifat teratogenik terhadap
manusia dan dianggap relatif aman untuk digunakan selama kehamilan.
Anestetikum lokal yang paling aman digunakan pada masa kehamilan adalah
lidokain tanpa epinefrin (kategori B). Sebagian besar anestetikum lokal yang
digunakan di kedokteran gigi tergolong dalam FDA kategori B seperti lidokain,
prilokain, etidokain. Mepivikain dan bupivikain (kategori C) tidak
direkomendasikan sebab tidak terdapat data yang mendukung keamanannya dan
terdapat kemungkinan timbulnya efek teratogenik pada fetus.

2. KATEGORI OBAT UNTUK IBU MENYUSUI /


LAKTASI L1 : Aman
L2 : Cukup Aman
L3 : aman
L4 : mungkin aman
DAFTAR OBAT SESUAI KRITERIA UNTUK IBU HAMIL
Trade Pregnancy
Name/nama Approved Risk Lactation Risk
Generic name dagang / Disetujui Category Category
Analgesics (Pain-killers)
Approved B L1
Acetaminophen/PCT Tylenol
/diseujui

Colchicine Colchicine Approved D L4


Non-steroidal anti-inflammatory analgesics (NSAIDs)
Azapropazone Rheumox Approved - L2
(apazone)
Advil, Nuprin, B (1st, 2nd
Approved trim.)
Ibuprofen Motrin, L1
Pediaprofin D (3rd trim.)
B (1st, 2nd
Indomethacin Indocin Approved trim.) L3
D (3rd trim.) B
(1st, 2nd trim.)
Ketorolac Toradol, Acular Approved L2
D (3rd trim.)
Anaprox,
L3
Naprosyn, Approved B L4 (for
Naproxen
Naproxen, chronic use)
Aleve
Phenylbutazone Butazolidine Approved - NR
Piroxicam Feldene Approved B L2
Suprofen Profenal Approved - NR
Tolmetin Tolectin Approved C L3
Narcotic analgesics
B (1st, 2nd
Butorphanol Stadol Approved trim.) L3
D (3rd trim.)
Codeine Tylenol #3, #4 Approved C L3
Fentanyl Sublimaze Approved B L2
L2
L3 (if used
Meperidine Demerol Approved B
early
postpartum)
Methadone Dolophine Approved B L3
Morphine Morphine Approved B L3
Darvocet N,
Propoxyphene Propacet, Approved C L2
Darvon

4
Anesthesia, Anesthetics /Anastesi
Halothane Fluothane Approved C L2
Lidocaine Xylocaine Approved C L2
Methohexital Brevital Approved B L3
Thiopental Pentothal Approved C L3
Antacids, GI meds (Antasida, obat-obatan GI)
Cimetidine Tagamet Approved B L2
(Antacid)
Cisapride (GI tract Propulsid Approved C L2
stimulant)
Domperidone (used
for nausea &
Motilum Approved - L1
vomiting, stimulates
lactation)
Antibiotics
Amoxicillin Larotid, Amoxil Approved B L1
Aztreonam Azactam Approved B L2
Approved B L1
Ultracef,
Cefadroxil Duricef
Cefazolin Ancef, Kefzol Approved B L1
Cefotaxime Claforan Approved B L2
Cefoxitin Mefoxin Approved B L1
Cefprozil Cefzil Approved C L1
Ceftazidime,
Ceftazidime Fortaz, Approved B L1
Taxidime
Ceftriaxone Rocephin Approved B L2
Ciprofloxacin Cipro Approved C L3
Clindamycin Cleocin Approved B L3
E-Mycin, Ery- L1
Approved B
Erythromycin tab, ERYC, L3 early
Ilosone postnatal
Fleroxacin - Approved - NR
Gentamicin Garamycin Approved C L2
Approved D L2
Kebecil,
Kanamycin Kantrex
Moxalactam Moxam Approved - NR
Nitrofurantoin Macrobid Approved B L2
Ofloxacin Floxin Approved C L2
Penicillin - Approved B L1
Streptomycin Streptomycin Approved D L3
Sulbactam - Approved - NR
Gantrisin, Azo- Approved C L2
Sulfisoxazole Gantrisin
Achromycin,
Sumycin, Approved D L2
Tetracycline
Terramycin

Ticarcillin
Ticarcillin, Approved B L1
Ticar, Timentin
Trimethoprim/sulfa Proloprim, Approved C L3
methoxazole Trimpex
Anticoagulants/Antikoagulan
Bishydroxycoumari - Approved - NR
n (dicumarol)
Coumadin, Approved D L2
Warfarin Panwarfin
Anticonvulsants/Antikonvulsan
Carbamazepine Tegretol, Epitol Approved C L2
Ethosuximide Zarontin Approved C L4
Magnesium sulfate Epsom salt Approved B L1
Phenytoin Dilantin Approved D L2
Approved D L2
Depakene,
Valproic acid Depakote
Antifungals/ antijamur
Fluconazole Diflucan Approved C L2
Nizoral
Ketoconazole Shampoo, Approved C L2
Nizoral
Antihistamines/Antihistamin
Fexofenadine Allegra Approved C L2
Loratadine Claritin Approved B L1
Terfenadine Seldane Approved - NR
Triprolidine Actidil, Actifed Approved C L1
Antivirals/ antivirus
Acyclovir Zovirax Approved C L2
Alferon N,
Interferon-alpha Interferon Approved C L2
Alpha
Arthritis meds (see also: pain meds) =obat artritis
Ridaura,
Gold salts Myochrysine, Approved C L5
Solganal
Asthma meds (see also: steroids) = Obat asma
Dilor, Lufyllin, Approved C L3
Dyphylline
Dyphylline
Approved B L2
Bricanyl,
Terbutaline Brethine
Theophylline Aminophylline, Approved C L3
Quibron, Theo-
Dur
Contraceptives, Hormones = Kontrasepsi, Hormon
Estratab, L3 (may interfere
Approved X
Estradiol Permarin, with milk
Menest production)
Preven,
Seasonale,
Norinyl,
Contraceptive pill
Norlestin, L3 (may interfere
with Approved X
Ortho-Novum, with milk
estrogen/progesteron
Ovral, Lunelle production)
e
injection,
Ortho-Evra
patch, etc.
Approved X L2
Norplant,
Levonorgestrel Mirena, Plan B
Provera, Depo- L1
Medroxyprogesteron Provera, Cycrin Approved D
L4 (if used first 3
e
days postpartum)
Norethynodrel Enovid Approved X L2
Crinone, -
Progesterone Approved L3
Prometrium
Cough meds / obat batuk =antitusif=batuk kering
Codeine Tylenol #3, #4 Approved C L3
Noscapine - Approved - NR
Decongestants/ untuk batuk berdahak =ekspektoran
Sudafed, L3 (for acute
Halofed, Approved C use)
Pseudoephedrine
Novafed, L4 (for
Actifed chronic use)

Diabetes meds/ obat diabetes


Note: Insulin has not been reviewed by the AAP. Pregnancy risk category =
B; Lactation risk category = L1.
Catatan: Insulin belum dikaji oleh AAP. Kategori risiko kehamilan = B;
Risiko laktasi kategori L1.
Approved D L3
Oramide,
Tolbutamide Orinase
Diarrhea meds/ obat diare
Loperamide Imodium, Pepto Approved B L2
Diarrhea
Control,
Maalox
Antidiarrheal
Caplets,
Kaopectate II
Caplets,
Immodium
Advanced
Note: Pepto-Bismol & Kaopectate (bismuth subsalicylate is the active ingredient
in both) are not recommended for routine use by nursing moms, due to the
association of salicylates with Reyes syndrome in children.
Catatan: Pepto-Bismol & Kaopectate (bismuth subsalicylate adalah bahan aktif
dalam kedua) tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin oleh ibu
menyusui, karena asosiasi salisilat dengan sindrom Reyes pada anak-anak.
Diuretics/ diuretik
Dazamide,
Acetazolamide Approved C L2
Diamox
L4 (may
Bendroflumethiazide Naturetin Approved D inhibit
lactation)
Chlorothiazide Hydrodiuril Approved D L3
Chlorthalidone Hygroton Approved D L3
Hydrodiuril,
Hydrochlorothiazide Approved D L2
Esidrix, Oretic
Spironolactone Aldactone Approved D L2
Galactagogues (milk supply)
Domperidone Motilum Approved - L1
Heart, Blood Pressure meds
(Antiarrhythmics, Antihypertensives, Cardiac stimulants)
Antiarrhythmics/anti aritmia
Approved C L2
Norpace,
Disopyramide Napamide
Flecainide Tambocor Approved C L3
Mexiletine Mexitil Approved B L2
Approved C L3
Pronestyl,
Procainamide Procan
Quinaglute,
Quinidine
Approved C L2
Quinidex
Antihypertensives/ anti hipertensi
L3 (if used
Captopril Capoten Approved D after 30 days)
Cardizem Sr,
Diltiazem/Diltiazem Dilacor-XR, Approved C L3
HCL Diltiazem,
Cardizem CD C (1st trim.)
Enalapril/Enalapril Vasotec Approved D (2nd, 3rd L2
Maleate
trim.)
Hydralazine Apresoline Approved C L2
Trandate,
Labetalol Approved C L2
Normodyne
Methyldopa Aldomet Approved C L2
Toprol XL,
Metoprolol Approved B L3
Lopressor
Loniten, L2(topically)
Approved C L3 (orally)
Minoxidil Minodyl,
Rogaine
Nadolol
Corgard, Approved C L4
Nadolol
Approved C L2
Adalat,
Nifedipine Procardia
Apsolox, Slow-
Oxprenolol Trasicor, Approved - NR
Trasicor
Propranolol Inderol Approved C L2
Sotalol Betapace Approved B L3
Timolol Blocadren Approved C L2
Calan, Isoptin, Approved C L2
Verapamil Covera-HS
Cardiac stimulants/ stimulasi jantung
Lanoxin, Approved C L2
Digoxin
Lanoxicaps
Laxatives/ obat pencahar
Cascara/Cascara
- Approved C L3
Sagrada
Danthron - Approved - NR
Magnesium sulfate Epsom salt Approved B L1
Senna - Approved - L3
Chloroquine Malaria meds/ obat malaria
Approved C L3
chloroquine
Aralen, Novo-
Hydroxychloroquine Plaquenil Approved C L2
Pyrimethamine Daraprim Approved C L4
Quinine Quinamm Approved D L2
Medical Testing / pengujian medis
Diatrizoate - Approved - NR
Fluorescein - Approved C L3
Gadopentetic
- Approved C L2
(Gadolinium)
Iohexol Omnipaque Approved B L2
Iopanoic acid Telepaque Approved D L2
Metrizamide Amipaque Approved B L2
DAFTAR PUSTAKA
1. Shear NH, Knowles SR, Shapiro L. Cutaneous Reactions to Drugs. Dalam :
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell, editor.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York :
McGrawHill ; 2008. p 355-62.
2. Wolff K, Goldsmith L.A, Katz S.I, Gilchrest B.A, Paller A.S , Leffel D.J.

Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. 8th Ed.

MCgraw-hill Medical : USA; 2009. Hal : 568 - 569


3. Gerard G. Nahum, MD, CAPT Kathleen Uhl, USPHS, and CAPT Dianne L.
Kennedy, USPHS Antibotick use in pregnancy ada location
4. Harry Kurniawan Gondo,penggunaan antibiotika pada kehamilan Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Peserta PPDS Bagian
Obstetri&Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ.Udayana Bali
5. MIMS Indonesia 2005, Antibiotic Guide. CMP United Business Media, Jakarta,
2005.
6. Kucers A and Bennet N, The Use Of Antibiotic A Comphrahensive Review With
Clinical Emphasis 4 Th Edition. JB Lippincott Company, Philadelphia,2008
7. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. Third Edition. ED Repprinted:
USA;2003. Hal: 2003

Вам также может понравиться

  • Prematur PDF
    Prematur PDF
    Документ27 страниц
    Prematur PDF
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Документ1 страница
    Diare Akut
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Asma
    Asma
    Документ34 страницы
    Asma
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Ae Yayasan
    Ae Yayasan
    Документ133 страницы
    Ae Yayasan
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Bahan Bronkopneumoni + Downsyndrome
    Bahan Bronkopneumoni + Downsyndrome
    Документ20 страниц
    Bahan Bronkopneumoni + Downsyndrome
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Penyimpangan Seksual
    Penyimpangan Seksual
    Документ8 страниц
    Penyimpangan Seksual
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Документ1 страница
    Diare Akut
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Sampul Skripsi
    Sampul Skripsi
    Документ15 страниц
    Sampul Skripsi
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi Materi Kuliah
    Daftar Isi Materi Kuliah
    Документ1 страница
    Daftar Isi Materi Kuliah
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Diare Probiotik
    Diare Probiotik
    Документ23 страницы
    Diare Probiotik
    Dwi Astika Sari
    Оценок пока нет
  • Status Pasien Perawatan
    Status Pasien Perawatan
    Документ6 страниц
    Status Pasien Perawatan
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Soal Ujian Onkologi UNISA
    Soal Ujian Onkologi UNISA
    Документ12 страниц
    Soal Ujian Onkologi UNISA
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Laporan KB Dan Partus Bpjs 2015
    Laporan KB Dan Partus Bpjs 2015
    Документ35 страниц
    Laporan KB Dan Partus Bpjs 2015
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Surat Keterangan Lahir
    Surat Keterangan Lahir
    Документ2 страницы
    Surat Keterangan Lahir
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Ketikan Soal ONKOLOGI Unhalu 2011
    Ketikan Soal ONKOLOGI Unhalu 2011
    Документ17 страниц
    Ketikan Soal ONKOLOGI Unhalu 2011
    DikaMerdekawatiLasman
    Оценок пока нет
  • Tabel Isaac, Alur
    Tabel Isaac, Alur
    Документ4 страницы
    Tabel Isaac, Alur
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Status Pasien Ibu Hamil
    Status Pasien Ibu Hamil
    Документ10 страниц
    Status Pasien Ibu Hamil
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Oncology FK Unhas
    Oncology FK Unhas
    Документ11 страниц
    Oncology FK Unhas
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Soal Ujian Teori II Oncology
    Soal Ujian Teori II Oncology
    Документ2 страницы
    Soal Ujian Teori II Oncology
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Epitheolian Benigne
    Epitheolian Benigne
    Документ22 страницы
    Epitheolian Benigne
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Kuesioner Gizi
    Kuesioner Gizi
    Документ2 страницы
    Kuesioner Gizi
    Novina Firlia
    Оценок пока нет
  • Hi Per Bilirubin
    Hi Per Bilirubin
    Документ20 страниц
    Hi Per Bilirubin
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Ampra Vaksin
    Ampra Vaksin
    Документ1 страница
    Ampra Vaksin
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Status Pasien Bersalin
    Status Pasien Bersalin
    Документ7 страниц
    Status Pasien Bersalin
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Jurnal Psoriasis
    Jurnal Psoriasis
    Документ6 страниц
    Jurnal Psoriasis
    septyne
    Оценок пока нет
  • Laporan Pelayanan
    Laporan Pelayanan
    Документ1 страница
    Laporan Pelayanan
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi Yang Sudah Di Edit
    Daftar Isi Yang Sudah Di Edit
    Документ4 страницы
    Daftar Isi Yang Sudah Di Edit
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Neuro
    Neuro
    Документ40 страниц
    Neuro
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Firaz R Akbar
    Оценок пока нет