Вы находитесь на странице: 1из 4

KELAINAN PEMBEKUAN DARAH(FAKTOR YANG MENGGANGGU PEMBEKUAN

DARAH)
Kelainan pada Hemostasis dan Koagulasi
1. Kelainan vaskuler
a. Telangiektasia hemoragik herediter ( penyakit Osler-Weber-Rendu) terda[at pada epistaksis
dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya
terdapat pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung dan bibir, dan
tampaknya meluas pada seluruh saluran cerna.
b. Sindrom Ehlers- Danlos, suatu penyakit herediter lain meliputi penurunan daya
pengembangan ( compliance ) jaringan perivaskuler yang menyebabkan perdarahan hebat.
c. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid, kerusakan imunologik pada pembuluh darah,
ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai
bokong.
Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala- gejala saluran
cerna dan atritis merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak.

2. Trombositosis dan trombositopenia


Trombositosis atau trombositemia merupaka suatu keadaan yang ditandai dengan
terombosit berlebihan ( lebih dari 400.000/mm3 ). Trombositosis ini dapat dibagi menjadi dua
yaitu primer (timbul dalam bentuk trombositemia primer yang terjadi proliferasi abnormal
megakariosit dengan jumlah trombosit melebihi 1juta dimana patofisiologinya masih belium
jelas tetapi di yakini berkaitan dengan kelainan kualitatif intrinsic fungsi trombosit serta
akibat pengingkatan masa trombosit, waktu perdarahan biasanya memanjang) dan sekunder
( terjadi sebagai akibat adanya penyebab-penyebab lain baik secara sementara setelah stress
atau olah raga dengan pelepasan trombosit dari sumber cadangan ( dari lien ) , atau dapat
menyertai keadaan meningkatnya permintaan sumsum tulang seperti pada perdarahan,
anemia hemolitik atau anemia defisiensi besi.)
Trombositopenia didefinikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah
trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya
penghancuran trombosit

3. Gangguan faktor plasma herediter


Hemofilia adalah kecenderungan perdarahan yang hampir selalu terjadi pada pria yang
disebabkan defisiensi faktor VIII yang dikenal dengan nama hemofilia A atau hemofilia
klasik. Faktor tersebut diturunkan secara resesif melalui kromosom wanita. Oleh karena itu
hampir seluruh wanita tidak pernah menderita hemofilia karena paling sedikit satu dari duaa
kromosom X nya mempunyai gen-gen sempurna. Tetapi bila salah satu kromosom X nya
mengalami defisiensi maka akan menjadi carier hemofilia. Perdarahan pada hemofilia
biasanya tidak terjadi kecuali mendaapat trauma. Faktor pembekuan VIII terdiri dari dua
komponen yang terpisah. Komponen yang kecil sangat penting untuk jalur pembekuan
intrinsic dan defisiensi komponen ini mengakibatkan hemofilia klasik. Tidak adanya
komponen besar dari faktor pembekuan VIII menyebabkan penyakit willebrand.

4. Defisiensi faktor plasma didapat


Perdarahan hebat akibat defisiensi vitamin K
Akibat kekurangan vitamin K, seseorang otomatis akan mengalami penurunan protombin,
faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hampir seluruh faktor pembekuan dibentuk di hati. Oleh
karena itu penyakit-penyakit hati seperti hepatitis, sirosis, acute yellow tropy dapat
menghambat system pembekuan sehingga pasien mengalami perdarahan hebat. Vitamin K
diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan yang sangat penting yaitu protombin,
faktor IX, faktor X dan faktor VII. Vitamin K disintesis terus dalam usus oleh bakteri
sehingga jarang terjadi defisiensi. Defisiensi vitamin K dapat terjadi pada orang yang
mengalami gangguan absorbsi lemak pada traktus gastrointestinalis. Selain itu disebabkan
juga karena kegagalan hati mensekresi empedu dalam traktus intestinalis akibat obstruksi
saluran empedu.
DIC ( koagulasi intrafaskuler diseminata) adalah sindrom kompleks yang system
homeostatic dan fisiologik normalnya dalam mempertahankan darah agar tetap cair berubah
menjadi suatu system patologik yang menyebabkan terbentuknya trombin fibrin difus, yang
menyumbat mikrofaskular tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton, John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC.
Price. 1997. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jilid II. Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Vol. 2. Jakarta: EGC.

DIAGNOSIS HEMOFILIA
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang
sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan
otot. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari
pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia
Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B. Darah
rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial
teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa
perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk
hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen
hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan
untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia
B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.
Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa
di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von
Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat
hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan
genetik.
Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain
seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann
trombastenia.
Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic disorders. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17.
Philadelphia: Saunders; 2008. h.1651-60

Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas A, et al.
Guidelines for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:147

PROGNOSIS
Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75
tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan hidup 63 tahun. Untuk
penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88%
dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup
rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.
Darby SC, Sau WK, Spooner RJ, Giangrande PLF, Hill FG, Hay CRM, et al. Mortality rates,
life expectancy and causes of death in people with hemophilia A or B in the United Kingdom
who were not infected with HIV. Blood. 2007; 110:815-25

PENYEBAB LUTUT NYERI

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis sering
terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya
ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan
deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi.
Sinovitis kronis ini menyebabkan pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan
pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga
menciptakan suatu siklus setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut
sebagai sendi target. Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi
kaku, terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta
hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini merupakan salah satu morbiditas penderita
hemofilia yang utama.
Laffan MA, Pasi KJ. Inherited bleeding disorders. Dalam: Hoffbrand AV, Catosky D,
Tuddenham EGD, Green AR, penyunting. Postgraduate haematology. Edisi ke-6. Oxford:
Wiley-Blackwell; 2005. h.793-812

TATALAKSANA PADA KASUS


Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice,
compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan
dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian dilakukan
penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya
diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x kadar yang
diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk
hemofilia B.
Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang
sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus dijaga
terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih memperberat
arthritis.15,18 Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan
sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur
subkutan, bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak
menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal yang
terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada penderita dan
keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri, terapi dan prognosis, pola
keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan penderita dan
pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen
sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau
amnionsintesis.

Arkin S. Disorders of coagulation. Dalam: Lanzkowsky P, penyunting. Manual of


pediatric hematology and oncology. Edisi ke-4. Massachusetts: Elsevier; 2005. h.295-
322
4. Gatot D, Moeslichan S. Gangguan pembekuan darah yang diturunkan Hemofilia.
Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan ke-3. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2010. h.174-7
Laffan MA, Pasi KJ. Inherited bleeding disorders. Dalam: Hoffbrand AV, Catosky D,
Tuddenham EGD, Green AR, penyunting. Postgraduate haematology. Edisi ke-6.
Oxford: Wiley-Blackwell; 2005. h.793-812

Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas A, et al.
Guidelines for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:147

Вам также может понравиться