Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DARAH)
Kelainan pada Hemostasis dan Koagulasi
1. Kelainan vaskuler
a. Telangiektasia hemoragik herediter ( penyakit Osler-Weber-Rendu) terda[at pada epistaksis
dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya
terdapat pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung dan bibir, dan
tampaknya meluas pada seluruh saluran cerna.
b. Sindrom Ehlers- Danlos, suatu penyakit herediter lain meliputi penurunan daya
pengembangan ( compliance ) jaringan perivaskuler yang menyebabkan perdarahan hebat.
c. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid, kerusakan imunologik pada pembuluh darah,
ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai
bokong.
Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala- gejala saluran
cerna dan atritis merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton, John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC.
Price. 1997. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jilid II. Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Vol. 2. Jakarta: EGC.
DIAGNOSIS HEMOFILIA
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang
sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan
otot. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari
pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia
Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B. Darah
rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial
teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa
perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk
hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen
hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan
untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia
B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.
Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa
di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von
Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat
hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan
genetik.
Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain
seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann
trombastenia.
Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic disorders. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17.
Philadelphia: Saunders; 2008. h.1651-60
Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas A, et al.
Guidelines for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:147
PROGNOSIS
Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75
tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan hidup 63 tahun. Untuk
penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88%
dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup
rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.
Darby SC, Sau WK, Spooner RJ, Giangrande PLF, Hill FG, Hay CRM, et al. Mortality rates,
life expectancy and causes of death in people with hemophilia A or B in the United Kingdom
who were not infected with HIV. Blood. 2007; 110:815-25
Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis sering
terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya
ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan
deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi.
Sinovitis kronis ini menyebabkan pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan
pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga
menciptakan suatu siklus setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut
sebagai sendi target. Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi
kaku, terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta
hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini merupakan salah satu morbiditas penderita
hemofilia yang utama.
Laffan MA, Pasi KJ. Inherited bleeding disorders. Dalam: Hoffbrand AV, Catosky D,
Tuddenham EGD, Green AR, penyunting. Postgraduate haematology. Edisi ke-6. Oxford:
Wiley-Blackwell; 2005. h.793-812
Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas A, et al.
Guidelines for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:147