Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN

Hematothorax merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi


pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang
menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura
tidak bisa diserap oleh lapisan pleura. (Muttaqin, Arif. 2008)

Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara


dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding
dada, parenkim paruparu, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya
merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit. (Puponegoro, 2011)

Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada


rongga thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks
biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya
sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian
mengalirkan darahnya ke rongga pleura. (Somantri, Irman. 2008)

Hemothorax dikatakan kecil apabila tampak bayangan kurang dari 15 %


pada foto rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus.
Hemothorax dikategorikan sedang apabila 15-35 % tertutup bayangan pada foto
rontgen dipungsi dan penderita ditransfusi. Pada pungsi sedapat mungkin
dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air dan
transfusi.

Dari uraian di atas penulis menyimpulkan, hematothorax adalah


perdarahan yang terjadi pada rongga pleura yang disebabkan karena trauma pada
dada, yang ditandai dengan sesak napas mendadak dan nyeri pada bagian dada
yang trauma.

5
2.2 ETIOLOGI

Penyebab hematothorax terbagi menjadi 2, yaitu :

2.2.1 Traumatik

Hematothorax sering kali disebabkan akibat kecelakaan yang dapat


menimbulkan trauma dada, baik itu trauma tumpul.atau trauma tembus
(termasuk iatrogenik).

2.2.2 Nontraumatik/spontan

Sangat jarang ditemukan hematothorax yang muncul secara spontan,


namun berikut ada beberapa penyebab hematothorax spontan seperti neoplasia
(primer atau metastasis), diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi,
emboli paru dengan infark, robek pleura adhesi berkaitan dengan pneumotorax
spontan, emfisema, tuberculosis dan paru arteriovenosa fistula. (Muttaqin, Arif.
2008)

2.3 PATOFISIOLOGI

2.3.1 Proses Penyakit

Trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada
dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi
tekanan pada dada yang mendadak menyebabkan tekanan di dalam paru
meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada
dada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura. Keluhan sesak
napas dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang
sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.

Pada trauma tumpul di dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-
paru atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam
seperti pisau atau peluru yang menembus paru-paru mengakibatkan pecahnya
membrane serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya

6
membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap
sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.

Perdarahan ke dalam rongga pleura dapat terjadi karena gangguan dari


jaringan dinding dada dan pleura. Struktur intratoracic yang fisiologis terhadap
pengembangan hematothorax diwujudkan dalam 2 bidang utama, yaitu
hemodinamik dan pernapasan . Tingkat respons hemodinamik ditentukan oleh
jumlah dan kecepatan kehilangan darah. (Corwin, Elizabeth J. 2009)

2.2.3 Manisfestasi Klinis

Manisfestasi klinis dari hematothorax adalah gangguan pengembangan


dada, perubahan kedalaman pernapasan. Klien dengan hematothorax biasanya
akan bernapas cepat dan dangkal, merasakan sesak napas yang muncul secara
mendadak sehingga bisa menimbulkan hipoksia, sianosis dan takikardi, klien
juga akan mengalami nyeri dada pada bagian trauma, saat diperkusi akan
terdengar bunyi pekak. Pada klien dengan trauma tembus biasanya akan terlihat
perdarahan nyata atau massive hematothorax. (Somantri, Irman. 2008)

2.2.4 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi jika klien menderita hematothorax adalah


kehilangan darah yang cukup banyak, pasien yang napasnya cepat dan dangkal
jika tidak segera ditangani akan menimbulkan kegagalan pernapasan dan
atelektasis. Klien yang mengalami trauma tumpul biasanya mengalami
hematoma intrathoracic, infeksi luka, pneumonia, septicemia bahkan Kematian.
(Somantri, Irman. 2008)

2.3 PENATALAKSANAAN

2.4.1 Terapi

2.4.1.1 Pemberian oksigen 2 4 liter/menit, lamanya disesuaikan dengan


perubahan klinis, lebih baik lagi apabila dimonitor dengan analisa gas
darah. Usahakan sampai gas darah penderita normal kembali.

7
2.4.1.2 Pemberian tranfusi darah : dilihat dari adanya penurunan Hb. Sebagai
patokan dapat dipakai perhitungan sebagai berikut, setiap 250 cc darah
(dari penderita dengan Hb 15 g %) dapat menaikkan g % Hb.
Diberikan dengan tetesan normal kira-kira 20 30 tetes/menit dan
dijaga jangan sampai terjadi gangguan pada fungsi jantung atau
menimbulkan gangguan pada jantung.
2.4.1.3 Pemberian antibiotika, dilakukan apabila ada infeksi sekunder.
2.4.1.4 Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur.
2.4.1.5 Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi broad spectrum
antibiotic, misalnya Ampisillin dengan dosis 4 X 250 mg. (Muttaqin,
Arif. 2008)

2.4.2 Tindakan Medis Yang Bertujuan Untuk Pengobatan

Kematian penderita hemothorax dapat disebabkan karena banyaknya


darah yang hilang dan terjadinya kegagalan pernapasan. Kegagalan pernapasan
disebabkan adanya sejumlah besar darah dalam rongga pleura menekan
jaringan paru serta berkurangnya jaringan paru yang melakukan ventilasi.
Maka pengobatan hemothorax sebagai berikut :

2.4.2.1 Pengosongan rongga pleura dari darah


Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian
volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga
pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan
jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan
spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan dengan
pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD).
2.4.2.2 Menghentikan perdarahan

2.4.2.3 Memperbaiki keadaan umum

8
2.4.2.4 Dipasang Chest tube dan dihubungkan dengan sistem WSD, hal ini
dapat mempercepat paru mengembang.
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto
toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube
tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura mengurangi
resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi
darah/cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD adalah
suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri
adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural/cavum
pleura.
WSD ada 2 macam, yaitu :

1. WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara


sistem

2. WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien

Pemasangan WSD :

Setinggi SIC 5 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang
sakit

1. Persiapkan kulit dengan antiseptic

2. Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 %


diruang sela iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6
pada garis mid axillaris

3. Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura

4. Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis

9
5. Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk
menghindari melukai pembuluh darah di bagian bawah iga

6. Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan


penetrasi pleura dan perlebar lubangnya

7. Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan


dimasukkan ke dalam kulit

8. Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di


fiksasi dengan satu jahitan.

9. Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut


tanpa dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang
dicabut nanti. Tutup dengan selembar kasa hubungkan selang
tersebut dengan sistem drainage tertutup air

10. Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage

2.4.2.5 Apabila dengan pemasangan WSD, darah tetap tidak behenti maka
dipertimbangkan untuk thorakotomi
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan`:

1. Jika pada awal hematothorax sudah keluar 1500 ml, kemungkinan


besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.

2. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500
ml, tetapi perdarahan tetap berlangsung terus.

3. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc /


jam dalam waktu 2 4 jam.

4. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting


susu atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi, oleh
karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur
hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
10
5. Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya
harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan
diberikan. Warna darah (artery/vena) bukan merupakan indikator
yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

6. Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah


lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-
rata sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral
torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) .
Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara
tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk
meminimalkan memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat
berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm.

2.4.2.6Juga dipertimbangkan dekortikasi apabila terjadi penebalan pleura

2.5 PENGKAJIAN

Berdasarkan klasifikasi Doenges, dkk riwayat keperawatan yang perlu dikaji


adalah :

2.5.1 Aktifitas / Istirahat

Tanda dan gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

2.5.2 Sirkulasi

Tanda dan gejala :

2.5.2.1 Takikardia

2.5.2.2 Frekwensi tidak teratur/disritmia

2.5.2.3 S3 atau S4 / irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap


effusi)

11
2.5.2.4 Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal (dengan
tegangan pneumothorak)

2.5.2.5 Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan udara
dalam mediastinum)

2.5.2.6 Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi

2.5.3 Integritas Ego

Tanda dan gejala : ketakutan, gelisah

2.5.4 Makanan / Cairan

Tanda dan gejala : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan

2.5.5 Nyeri / Kenyamanan

Tanda dan gejala :

2.5.5.1 Berhati-hati pada area yang sakit

2.5.5.2 Perilaku distraksi

2.5.5.3 Mengkerutkan wajah

2.5.5.4 Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk

2.5.5.5 Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak


spontan)

2.5.5.6 Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinanan menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi Pleural)

2.5.6 Pernapasan

Tanda dan gejala:

2.5.6.1 Peningkatan frekuensi/takipnea

12
2.5.6.2 Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada
dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat

2.5.6.3 Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat)

2.5.6.4 Fremitus menurun (sisi yang terlibat)

2.5.6.5 Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorak),


bunyi pekak diatas area yang terisi cairan (hemothorak)

2.5.6.6 Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik)
bila trauma atau kemps, penurunan penmgembangan thorak (are yang
sakit).

2.5.6.7 Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subcutan (udara pada


jaringan dengan palpasi)

2.5.6.8 Mental : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

2.5.6.9 Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP

2.5.6.10 Kesulitan bernapas, lapar napas

2.5.6.11 Batuk (mungkin gejala yang ada)

2.5.6.12 Riwayat bedah dada/trauma: Penyakit paru kronik,


inflamasi/infeksi paru (Empiema, Efusi) ; penyakit interstisial
menyebar (Sarkoidosis) ; keganasan (mis: Obstruksi tumor)

2.5.6.13 Pneumothorak spontan sebelumnya, ruptur empisematous bula


spontan, bleb sub pleural (PPOM)

2.5.7 Keamanan

Tanda dan gejala: Adanya trauma dada, Radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

13
2.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dalam buku Muttaqin, Arif terdapat 7 diagnosa untuk hematothorax, yaitu :

2.6.1 Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan

2.6.2 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan

2.6.3 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder

2.6.4 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan


kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal

2.6.5 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik


terpasang bullow drainage

2.6.6 Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya


organisme sekunder terhadap trauma

2.6.7 Kurang pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya


berhubungan dengan kurang terpajannya informasi

2.7 PERENCANAAN KEPERAWATAN

2.7.1 Pola Pernapasan Tidak Efektif Berhubungan Dengan Ekpansi Paru Yang
Tidak Maksimal Karena Akumulasi Udara/Cairan

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

2. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

14
Intervensi :

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat


tidur atau semi fowler. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan


ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau


perubahan tanda-tanda vital

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.

3. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau


kolaps paru-paru

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan


klien terhadap rencana teraupetik.

4. Pertahankan perilaku tenang, bantu Klien untuk kontrol diri dengan


menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat


dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

5. Perhatikan/observasi alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2


jam :
a. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar

R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan,


yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.

b. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan

15
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfir masuk ke area pleural.

c. Observasi gelembung udara botol penempung

R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari


penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun
seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya
gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.

d. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang


tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat
drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang


mengubah tekanan negative yang diinginkan.

e. Catat karakter/jumlah drainage selang dada

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya perdarahan


yang memerlukan upaya intervensi.

6. Kolaborasi dengan dokter, radiologi dan fisioterapi untuk pemberian


antibiotika, pemberian analgetika, fisioterapi dada, rontgen thorax,
pemberian O2 tambahan sesuai indikasi

R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2.7.2 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Peningkatan


Sekresi Sekret Dan Penurunan Batuk Sekunder Akibat Nyeri Dan
Keletihan

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

1. Menunjukkan batuk yang efektif

16
2. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan

3. Klien merasa nyaman

Intervensi :

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan


kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,


menyebabkan frustasi.

a. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin

b. Lakukan pernapasan diafragma

c. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,


keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut

d. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan
2 batuk pendek dan kuat.

3. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

4. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :


mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan


mukus, yang mengarah pada atelektasis.

5. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk

17
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah
bau mulut.

6. Kolaborasi dengan dokter, radiologi dan fisioterapi untuk pemberian


expectorant, pemberian antibiotika, fisioterapi dada, rongten thorax

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi


perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2.7.3 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Berhubungan Dengan Trauma Jaringan


Dan Reflek Spasme Otot Sekunder

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

1. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi

2. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri

3. Klien tidak gelisah

Intervensi :

1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya


telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

a. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot


rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.

R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh


jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.

b. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.


18
2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan


kenyamanan.

3. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan


berapa lama nyeri akan berlangsung.

R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan


dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.

4. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

5. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah


pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2
jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif


untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.

2.7.4 Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Ketidakcukupan


Kekuatan Dan Ketahanan Untuk Ambulasi Dengan Alat Eksternal

Tujuan dan Kriteria hasil : Klien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

Intervensi :

1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

2. Tentukan tingkat motivasi klien dalam melakukan aktivitas.

19
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

3. Ajarkan dan pantau klien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

4. Ajarkan dan dukung klien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan


dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas Klien.

2.7.5 Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Trauma Mekanik


Terpasang Bullow Drainage

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

Kriteria hasil :

1. Kulit klien tidak mengalami kerusakan

2. Turgor kulit elastic

Intervensi :

1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam


melakukan tindakan yang tepat.

2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

3. Pantau peningkatan suhu tubuh

20
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.

4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah


terjadinya infeksi.

5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada


daerah yang berisiko terjadi infeksi.

2.7.6 Resiko Terhadap Infeksi Berhubungan Dengan Tempat Masuknya


Organisme Sekunder Terhadap Trauma/Adanya Luka

Tujuan : infeksi tidak terjadi atau terkontrol

Intervensi :

1. Observasi tanda-tanda vital

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh


meningkat.

2. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah


terjadinya infeksi.

3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase


luka, dll

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti


Hb dan leukosit
21
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.

5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

2.7.7 Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit dan Cara Perawatannya


Berhubungan dengan Kurang Terpajannya Informasi

Tujuan : Memberikan informasi yang singkat dan jelas kepada klien agar klien
mengerti dan memahami penyakit dan cara perawatannya

Kriteria hasil :

1. Klien mampu menyebutkan penyebab terjadinya hematothorax

2. Klien mengerti cara perawatan penyakitnya

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan klien

R/ infromasi menurunkan rasa takut karena ketidaktahuan.

2. Jelaskan kepada klien tentang penyebab dan cara perawatan penyakit klien

R/ infromasi menurunkan rasa takut karena ketidaktahuan.

3. Berikan informasi yang singkat dan mudah dipahami klien

R/ informasi yang singkat memudahkan klien untuk memahami penyakitnya

2.8 PELAKSANAAN KEPERAWATAN

2.8.1 Definisi

Tahap dari proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi


keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan. (Asmadi, 2008)

22
2.8.2 Persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan


segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan persiapan meliputi :

2.8.2.1 Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi.

2.8.2.2 Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang


diperlukan perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tipe
yang diperlukan untuk tindakan keperawatan .

2.8.2.3 Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin


timbul prosedur tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan oleh
karena itu dilakukan pencegahan dan mengurangi resiko yang timbul.

2.8.2.4 Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam


mempersiapkan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan tujuan
harus dipertimbangkan meliputi waktu, tenaga dan alat.

2.8.2.5 Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang


akan dilaksanakan keberhasilan sesuai tindakan keperawatan sangat
ditentukan oleh perasaan klien yang nyaman dan aman.

2.8.2.6 Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko pelaksanaan


tindakan keperawatan harus memperhatikan unsur-unsur seperti hak dan
kewajiban klien, hak dan kewajiban perawat atau dokter, kode etik
keperawatan dan hukum keperawatan.

2.8.3 Dokumentasi Implementasi

Merupakan pencatatan yang dibuat dalam bentuk tabel dimana berisi


tanggal, waktu, nomor diagnosa, tindakan keperawatan yang dilakukan respon
subjektif dan respon objektif serta paraf dan nama jelas dari perawat tersebut.
(Asmadi, 2008)

23
2.9 EVALUASI

2.9.1 Definisi

Langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan


identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

2.9.2 Klasifikasi

2.9.2.1 Evaluasi Proses


Kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses
keperawatan berlangsung, adalah menilai dari respon klien.

2.9.2.2 Evaluasi Hasil

Kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan.

1. Tujuan tercapai
Tujuan ini dikatakan tercapai apabila klien telah menunjukkan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan.

2. Tujuan tercapai sebagian


Tujuan ini dikatakan tercapai sebagai apabila tujuan tercapai secara
keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah adalah
penyebabnya.

3. Tujuan tidak tercapai


Dikatakan tidak tercapai apabila menunujukkan tidak adanya
perubahan ke arah kemajuan kriteria yang diharapkan.

2.9.3 Dokumentasi Evaluasi

Merupakan pencatatan terakhir dari proses keperawatan setelah


implementasi adalah tindakan keperawatan disini dapat diketahui apakah tujuan
dari keperawatan sudah tercapai atau tidak, catat evaluasi dalam bentuk SOAP
dimana :

24
S : Merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan dan berupa kalimat pernyataan klien dan keluarga.

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan


berdasarkan pengamatan/observasi klien

A : Merupakan hasil analisa ulang dari DS dan DO dimana masih/tetap


muncul masalah baru

P : Merupakan planning/perencanaan atau tindakan berdasarkan hasil analisa.

(Asmadi, 2008)

25

Вам также может понравиться