Вы находитесь на странице: 1из 21

MAKALAH

TANAMAN JAGUNG TRANSGENIK


diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Genetika
Dosen Pengampu : Dr. Yani Suryani, S.Pd., M. Si.

Oleh:
Kelompok 1
Demita Putri R. B (1157020012)
Desi Nurjanah (1157020013)
Dwi Cahyani (1157020015)
Enung Padilah (1157020019)
Eva Zakiyah N (1157020023)
Fatiya Shofwaturrahmani (1157020025)
Iman Aulia R. (1157020037)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. yang mana beliau telah diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam dan
kepada seluruh pengikutnya sampai akhir zaman.
Atas rahmat dan hidayahnya Allah SWT saya dapat menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul Tanaman Jagung Transgenik. Dengan dibuat nya
makalah ini penyusun berharap semoga dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan mengenai hereditas yang diturunkan oleh kedua orang tuanya.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata
dan kekurangan adalah milik manusia selaku ciptaannya. Maka kritik dan saran
sangat saya harapkan untuk menyempurnakan makalah yang lainnya nanti.

Bandung, 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................... i
Daftar Isi ..............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan .............................................................................................1
A. Latar belakang ..................................................................................................1
B. Rumusan masalah .............................................................................................3
C. Tujuan ...............................................................................................................3
BAB II Pembahasan ............................................................................................4
2.1. Pengertian Tanaman Transgenik ....................................................................4
2.2. Pengertian Dan Cara Kerja Pyraclostrobin. ....................................................5
2.3. Jenis Jagung Transgenik yang Dikembangkan di Indonesia ......................... 7
2.4. Prosedur Pengembangan Jagung transgenik ..................................................9
2.5. Dampak Tanaman Jagung Trangenik ...........................................................12
BAB III Penutup ...............................................................................................15
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................15
Daftar pustaka....................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan
cukup pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik
yang diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30
tanaman dan tahun 1990 terdapat 40 tanaman. Akan tetapi meskipun
perkembangannya cukup pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat
terhadap tanaman transgenik. Seperti kita ketahui bahwa, tidak ada teknologi
tanpa resiko, dan memang masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan
dikontrol dalam pengembangan tanaman transgenik ini.
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain
itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri
lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri terus meningkat
dari tahun ke tahun. Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri akan terus
meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
berkembangnya industri pangan. Untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk
yang populasinya terus bertambah dengan pesat ini, diperlukan terobosan-
terobosan dibidang teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil
pertanian.
Berdasarkan urutan bahan makanan pokok dunia, jagung menduduki
urutan ketiga setelah gandum dan padi (Megahwati, 2004). Tingkat produktivitas
rata-rata jagung nasional masih tergolong rendah, sekitar 3,5 ton per hari apabila
dibandingkan negara lain. Angka itu sama dengan yang dihasilkan Vietnam.
Namun bila dibanding dengan China, Argentina, dan Amerika, Indonesia masih
jauh tertinggal. Rendahnya produktivitas jagung nasional terutama disebabkan
masih banyaknya petani yang menggunakan varietas lokal. Padahal jika melihat
pemanfaatan jagung semakin bervariasi. Bukan saja untuk pakan ternak, tapi juga
bahan baku industri makanan, minyak jagung, dan kini bioetanol.
Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomi
serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai

1
sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (Purwanto, 2008). Namun,
upaya peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai masalah sehingga
produksi jagung dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional
(Soerjandono, 2008).
Jagung dibudidayakan secara komersial di lebih dari 100 negara dengan
produksi sekitar 705 juta metrik ton. Pada tahun 2004 produsen jagung terbesar di
dunia berturut-turut adalah Amerika Serikat, Cina, Brasil, Meksiko, Perancis, dan
India (Agbios GM Data Base 2007). Pada umumnya jagung dibudidayakan untuk
digunakan sebagai pangan, pakan, bahan baku industri farmasi, makanan ringan,
susu jagung, minyak jagung, dan sebagainya. Di negara maju, jagung banyak
digunakan untuk pati sebagai bahan pemanis, sirop, dan produk fermentasi,
termasuk alkohol. Di Amerika, jagung banyak digunakan untuk bahan baku pakan
(Agbios GM Data Base 2007).
Tanaman jagung sudah lama diusahakan petani Indonesia dan merupakan
tanaman pokok kedua setelah padi. Penduduk kawasan timur Indonesia seperti
Nusa Tenggara Timur, Madura, sebagian Maluku, dan Irian Jaya sudah biasa
menggunakan jagung sebagai makanan pokok sehari-hari. Produksi jagung
Indonesia sebagian besar berasal dari pulau Jawa ( 66%) dan sisanya barasal dari
di propinsi luar Jawa terutama Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur .
Kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan rendahnya
produktivitas jagung antara lain adalah serangan hama dan penyakit. Hama yang
sering dijumpai menyerang pertanaman jagung adalah ulat penggerek batang
jagung, kutu daun, ulat penggerek tongkol, dan Thrips.
Upaya pengendalian oleh petani pada saat ini adalah dengan menggunakan
pestisida atau bahan kimia lainnya yang tidak ramah lingkungan. Dengan
berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik
akan menjadi andalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang
(id.wikipedia.org). Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional
maupun melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Seperti diketahui,
pemuliaan secara konvensional mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan sifat

2
unggul dari tanaman. Dalam rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya
didapatkan dari tanaman jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga
dapat dihasilkan tanaman transgenik. Jagung Bt merupakan tanaman transgenik
yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut
diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis (Herman 1997).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan tanaman transgenik?
2. Apa yang dimaksud dengan Pyraclostrobin?
3. Bagaimana cara kerja dari Pyraclostrobin terhadap tanaman jagung
transgenik
4. Apa saja jenis jagung transgenik yang di kembangkan di Indonesia?
5. Apa saja dampak dari tanaman jagung transgenik?

1.3. Tujuan
- Untuk mengetahui cara kerja pembuatan jagung transgenik
- Untuk mengetahui jenis jagung transgenik yang di kembangkan di
indonesia
- Untuk mengetahui dampak dari jagung transgenik

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen
asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya.
Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-
sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu
rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta
kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami. Sebagian besar
rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan
pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan
kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi
bagian dari pemuliaan tanaman. Hadirnya tanaman transgenik menimbulkan
kontroversi masyarakat dunia karena sebagian masyarakat khawatir apabila
tanaman tersebut akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi),
membahayakan kesehatan manusia, dan memengaruhi perekonomian global
(Alberts, 2002).
Menurut Lindung (2013)., secara ontologi tanaman transgenik adalah
suatu produk rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup
lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang
memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman sebelumnya.
Secara epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum dilepas ke
masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi kelayakan dan uji
lapangan dengan pengawasan yang ketat, termasuk melalui analisis dampak
lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Secara aksiologi:
berdasarkan pendapat kelompok masyarakat yang pro dan kontra tanaman
transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk,
tetapi manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau
kerugiannya (Sitepe, 2001).
Tanaman transgenik dibuat dengan cara gen yang telah diidentikfikasi
diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel tanaman. Melalui suatu sistem

4
tertentu, sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari sel
tanaman yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen ini kemudian
ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman
transgenik karena ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup
lain ke tanaman tersebut (Tamarin, 2002).
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi
satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa
diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.
Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi
memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang
mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman
jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama.
Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Usyati dkk, 2009).
Pada tanaman transgenik terutama jagung selain dalam penyisipan gen Bt
juga terdapat bahan aktif lain yang digunakan dalam proses transgenik jagung,
yaitu Pyraclostrobin yang berfungsi untuk meningkatkan aktivitas nitrat
reduktase.

2.2. Pengertian Dan Cara Kerja Pyraclostrobin


Pyraclostrobin ialah bahan aktif yang digunakan dalam fungisida CABRIO
250 EC yang khusus untuk aplikasi pada tanaman jagung. Bahan aktif
Pyraclostrobin selain memiliki fungsi sebagai fungisida, juga memiliki fungsi
meningkatkan aktivitas nitrat reduktase yang mana menyebabkan asimilasi
nitrogen meningkat selama fase pertumbuhan yang cepat. Berdasarkan informasi
tersebut maka penelitian dengan aplikasi Pyraclostrobin pada varietas jagung
memungkinkan diperoleh peningkatan pertumbuhan dan hasil pada tanaman
jagung.
Menurut Wiyono, Cara kerja pemberian Pyraclostrobin yaitu dilakukan
hanya satu kali pada saat tanaman ber umur 30 hari setelah tanam.

5
Penyemprotannya dilakukan secara merata keseluruh bagian tanaman dengan
konsentrasi larutan semprot 400 ppm. (Wiyono, Adi. 2013. Hal 81).
Perlakuan Pyraclostrobin yang diberikan belum memberikan pengaruh
terhadap parameter pertumbuhan tanaman jagung. Pada peubah tinggi tanaman,
jumlah daun dan umur muncul bunga menunjukkan pengaruh yang tidak nyata
pada pemberian aplikasi Pyraclostrobin . Tidak terjadinya pengaruh akibat
pemberian Pyraclostrobin dapat disebabkan karena terbatasnya ketersediaan unsur
nitrogen. Unsur nitrogen yang meningkat dalam tanaman dapat memicu
pembentukan klorofil, sehingga pemberian aplikasi Pyraclostrobin pada tanaman
dapat memicu peningkatan pertumbuhan dengan meningkatkan proses fotosintesis
tanaman. Nitrogen merupakan penyusun utama klorofil dalam tubuh tanaman.
Prubhan klorofil ini dapat mempengaruhi kapasitas fotosintesi dan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Hasil analisis pada parameter hasil juga memperlihatkan bahwa perlakuan
Pyraclostrobin belum berpengaruh nyata. Seperti halnya dengan parameter
pertumbuhan tanaman, pengaruh aktifitas nitrat reduktase yang meningkat tetapi
nitrogen yang tersedia terbatas menjadikan hasil dari tanaman jagung dengan
aplikasi Pyraclostrobin tidak berbeda nyata dengan tanpa aplikasi. Kurangnya
penambahan dari luar dalam hal ini pupuk urea dapat menjadi pembatas
ketersedian unsur nitrogen. Hal ini diperkuat oleh Khan (2011) bahwa
penambahan unsur nitrogen yang tepat pada tanaman jagung, terutama varietas
hibrida dapat meningkatkan parameter pertumbuhan dan hasil tanaman.
Interaksi antara perlakuan Pyraclostrobin dan perlakuan Air terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Pada hasil penelitian, adanya interaksi
antara perlakuan Pyraclostrobin dan perlakuan Air hanya terjadi pada pengamatan
hasil yaitu pada bobot 100 biji tanaman Jagung. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya tanaman Jagung yang tidak bertongkol yaitu pada perlakuan yang tidak
disemprot Pyraclostrobin dengan perlakuan Air 15% (P0A4) sehingga hanya
sedikit biji yang dapat dihitung, sedangkan untuk perlakuan yang disemprot
Pyraclostrobin dengan perlakuan Air 15% (P1A4) masih menghasilkan tongkol
dan biji .

6
ZPT yang terdapat pada Cabrio berfungsi memacu pertumbuhan vegetatif
dan meningkatkan hasil jagung (Health Canada, 2011). Pemberian ZPT selain
untuk mempercepat pertumbuhan tanaman juga dapat meningkatkan kualitas serta
kuantitas hasil pertanian (Pengaruh perlakuan Pyraclostrobin terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Hasil analisis diperoleh bahwa
perlakuan pyraclostrobin tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter
pengamatan. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung dengan aplikasi
pyraclostrobin menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata
bila dibandingkan tanpa perlakuan Pyraclostrobin. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Restiana (2012) Institut Pertanian Bogor yaang menunjukkan bahwa
aplikasi pyraclostrobin 400 ml ha-1 belum nyata meningkatkan pertumbuhan
tetapi dapat meningkatkan hasil produksi tanaman Jagung.
Dalam hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan pyraclostrobin
tidak berbeda nyata terhadap semua parameter pengamatan. Pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung dengan aplikasi pyraclostrobin menunjukkan adanya
peningkatan pertumbuhan dibandingkan tanpa perlakuan. Tabel 1 Rataan Bobot
100 Biji dari Interaksi antara perlakuan Pyracloctrobin dan Air pada Tanaman
Jagung Keterangan : angka yang diikuti oleh notasi huruf pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% Bobot 100
Biji (gram) Air (Kapasitas Lapang) Pyraclostrobin.

2.3. Jenis Jagung Transgenik yang Dikembangkan di Indonesia


Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai
cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung
bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman
lingkungan biotik dan abiotik. Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara
konvensional maupun melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan
berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik
akan menjadi andalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa
mendatang. Seperti diketahui, pemuliaan secara konvensional mempunyai
keterbatasan dalam mendapatkan sifat unggul dari tanaman. Dalam rekayasa

7
genetic jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu
sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik.
Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap
hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Herman 1997). Tulisan ini membahas aspek yang berkaitan dengan
perakitan jagung transgenik dan prospek pengembangannya.
a. Jagung Bt
Salah satu hambatan yang paling besar dalam upaya peningkatan produksi
jagung adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti hama dan
penyakit tanaman. Serangan OPT pada tanaman jagung selain menurukan
produksi juga mengurangi pendapatan petani dan adanya residu pestisida dalam
jumlah besar yang menyebabkan polusi lingkungan. European corn borer (ECB),
Ostrinia nubilalis, merupakan hama jagung di Amerika dan Kanada yang dapat
merugikan 1 milyar dolar Amerika per tahun. Hama ECB dapat dieliminasi oleh
pestisida kimia, tetapi hanya dapat diaplikasi pada areal yang terbatas (kurang dari
20%), karena aplikasi pestisida sulit dilakukan dan diperlukan aplikasi lain dalam
mengontrol ECB. Tersedianya bioaktif dari kristal protein yang dikode oleh gen
Bt, memungkinkan modifikasi genetik tanaman jagung yang disisipi dengan gen
Bt untuk menghasilkan jagung transgenik Bt (Bt corn). Bt protein yang dihasilkan
oleh gen Bt dapat meracuni hama yang menyerang tanaman jagung. Setelah
dimakan oleh corn borer, Bt protein dipecah oleh suatu enzim pemecah dalam
pencernaan yang bersifat alkalin dari larva serangga dan menghasilkan protein
pendek yang mengikat dinding pencernaan. Pengikatan dapat menyebabkan
kerusakan membran sel sehingga larva berhenti beraktivitas (Syngenta Seeds
Communication 2003). Gen Bt disolasi dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis
yang telah digunakan petani di negara maju sebagai pestisida hayati sejak puluhan
tahun yang lalu (Herman 2002). B. thuringiensis menghasilkan protein Kristal Bt,
atau Crystal protein (Cry) yang merupakan protein endotoksin yang bersifat racun
bagi serangga (insektisidal) (Held et al. 1982, Macintosh et al. 1990). Namun
protein endotoksin yang dihasilkan oleh B. thuringiensis tidak melakukan
pengikatan pada permukaan pencernaan sel mamalia, karena itu hewan ternak dan

8
manusia tidak tahan terhadap protein tersebut (Agbios GM Data Base 2007).
Terdapat delapan kelompok gen Bt berdasarkan sifat virulensinya (Herman 2002),
tetapi yang sudah banyak ditransformasikan ke dalam tanaman jagung adalah
yang menghasilkan jenis Bt endotoksin dari gen Cry1Ab. Protein Cry dari gen ini
hanya menghasilkan satu jenis yang mengikat pada lokasi spesifik dari serangga
target (Agbios GM Data Base 2007). Produksi jagung Bt pada saat ini didominasi
oleh Amerika, di mana arealpertanamannya pada tahun 2000 telah mencapai 92%
dari total areal pertanaman jagung. Keuntungan diperoleh dari pertanaman jagung
Bt di Amerika mencapai 141 juta dolar (59%) dari total keuntungan sebesar 240
juta dolar Amerika (Herman 2002).

2.4. Prosedur Pengembangan Jagung transgenik


Kendala pemanfaatan sumber genetik dalam pemuliaan konvensional
dapat diatasi melalui rekayasa genetik yang bertujuan untuk mendapatkan
tanaman yang mempunyai daya hasil tinggi dan tahan terhadap cekaman biotik
dan abiotik. Penggunaan teknologi rekayasa genetik pada tanaman jagung
berkembang pesat setelah pertama kali Gordonn-Kamm et al. (1990)., berhasil
mendapatkan tanaman jagung transgenik yang fertil. Hal ini merupakan terobosan
dalam pengembangan dan pemanfaatan plasma nutfah dalam penelitian di bidang
biologi tanaman jagung. Teknologi rekayasa genetik merupakan teknologi transfer
gen dari satu spesies ke spesies lain, di mana gen interes berupa suatu fragmen
DNA (donor gen) ditransformasikan ke dalam sel atau tanaman inang (akspetor
gen) untuk menghasilkan tanaman transgenik yang mempunyai sifat baru.
Terdapat dua metode dalam pemanfaatan teknologi transfer gen, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Metode transfer gen secara langsung diantaranya
adalah:
1) Metode transfer gen secara langsung diantaranya adalah:
a. Elektroforasi (electroporation)
Metode ini menggunakan protoplas sebagai inang. Dengan bantuan
polyetilen glikol (PEG), DNA interes terpresipitasi dengan mudah dan kontak
dengan protoplas. Setelah dilakukan elektroforasi dengan voltase yang tinggi

9
permeabilitas protoplas menjadi lebih tinggi, sehingga DNA melakukan penetrasi
ke dalam protoplas. Metode elektroforasi telah diaplikasikan pada protoplas
jagung (Fromm et al. 1985) dan berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik
(Rhodes et al. 1988) tetapi tidak fertil.
b. Penembakan partikel (Particle bombardment)
Yaitu teknologi yang menggunakan metode penembakan partikel atau gen
gun. DNA yang melapisi partikel ditembakkan secara langsung ke dalam sel atau
jaringan tanaman (Klein et al.1988). Partikel yang mengandung DNA tersebut
menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA berdifusi dan menyebar di
dalam sel secara independen. Metode transformasi dengan penembakan partikel
pertama kali diaplikasikan pada jagung oleh Gordon-Kamm et al. (1990) dan
berhasil mendapatkan jagung transgenik yang fertil. (Gordon et al. 1990).
c. Karbid silikon (silicon carbide)
Yaitu teknologi transfer gen di mana suspensi sel tanaman inang dicampur
dengan serat karbid silikon yang mengandung DNA plasmid dari gen interes,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dan dilakukan pemutaran dengan
vortex. Serat silikon karbida berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro
injection) untuk memudahkan perpindahan DNA ke dalam sel tanaman. Metode
ini telah digunakan dan menghasilkan tanaman jagung transgenik yang fertil
(Kaeppler et al. 1990) Transfer gen secara tidak langsung, yaitu transfer gen yang
dilakukan melalui bantuan bakteri Agrobacterium (tidak langsung ditransfer ke sel
atau tanaman). Gen yang berupa fragmen DNA disisipkan pada plasmid Ti (tumor
inducing) dari bakteri Agrobacterium. Melalui bekteri tersebut Ti yang
mengandung fragmen DNA diinfeksi ke dalam inti sel dan berintegrasi dalam
genom tanaman. Metode ini menghasilkan jagung transgenik yang fertil dan
efisien (Ishida et al. 1996, Hamilton et al. 1996, Zhao et al. 1998). Rekayasa
genetik melalui transformasi Agrobacterium tumefaciens (A. tumefaciens) telah
banyak dilakukan pada tanaman monokotiledon, seperti padi dan jagung, sehingga
digunakan sebagai teknologi standar (rutin) untuk melakukan modifikasi genetik
terhadap spesies yang beragam (Komari and Kubo 1999, Ishida et al. 1996).
Keunggulan penggunaan transformasi melalui A. tumefaciens adalah:

10
a. Mempunyai frekuensi transformasi yang tinggi
b. Dapat terintegrasinya gen asing ke dalam genom inang
c. Mempunyai jumlah copy number yang rendah, sehingga memudahkan
untuk membedakan sifat ekspresi tanaman transgenik itu sendiri.
Studi tentang infeksi A. tumefaciens pada tanaman jagung pertama kali
dilaporkan oleh Grimsley et al. (1988) dan Gould et al.(1991). Peneliti yang
melaporkan pertama kali bahwa transfromasi melalui A. tumefaciens dapat
diterapkan pada spesies serealia adalah Chan et al.(1992) dan Hiei et al. (1994),
dengan menggunakan embrio muda sebagai eksplan. Ishida et al. (1996) telah
berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik yang fertil. Tanaman jagung
yang digunakan sebagai eksplan adalah genotipe A188 dan hasil persilangan
A188 dengan genotipe lainnya. Dengan tingkat frekuensi yang tinggi, yaitu antara
5% dan 30%, hampir semua tanaman jagung transgenik yang didapatkan
mempunyai morfologi yang normal dan lebih dari 70% merupakan tanaman fertil.
Setelah dilakukan analisis secara molekuler dan genetik, turunan dari tanaman
jagung transgenik mempunyai stabilitas dalam integrasi dan ekspresi. Copy
number dari gen tertransfer yang terintegrasi adalah satu dan dua kopi, hanya
sedikit yang mengalami rearrangement. Lima jenis A. tumefaciens yang telah
dikarakterisasi dengan latar belakang kromosom yang berbeda dan kandungan
plasmid Ti-nya dapat digunakan karena membawa vektor dengan konstruksi
kimerik sistem biner yang diatur oleh promoter CaMV35S. Kelima strain tersebut
adalah C58c1, Agt121, EHA101, EHA105, HA105 and LBA4404 (Chan et al.
1992, Smith and Hood 1995, Hiei et al. 1994). Protokol yang dapat dilakukan
untuk pengulangan transformasi jagung melalui A. tumefaciens adalah
menggunakan super vektor biner, di mana A. tumefaciens dapat membawa ekstra
kopi bagi virB, virC, dan virG (Komari 1990) untuk menginfeksi embrio muda,
baik dari inbred line (Ishida et al. 1996, Negroto et al. 2000) maupun hybdrid line
(Zhao et al. 1998). Penggunaan vektor biner yang standar juga dapat
menghasilkan transformasi yang stabil, walaupun mempunyai frekuensi
transformasi yang rendah (Gould et al. 1991).

11
Frame et al. (2002) telah berhasil mendapatkan metode transformasi
jagung yang stabil dengan frekuensi transformasi yang tinggi, yaitu 5,5%, di mana
untuk meningkatkan efisiensi tersebut digunakan penambahan L-Cys pada
medium kokultivasi. Keberhasilan metode transformasi melalui A. tumefaciens
memberikan peluang bagi perbaikan genetik tanaman jagung dengan efisiensi
yang tinggi. Efisiensi transformasi yang tinggi diperlukan untuk dapat
menghasilkan tanaman transgenik yang mempunyai ekpresi yang kuat dari sifat
gen yang diinginkan.
Salah satu jagung transgenik yang beredar di Indonesia adalah Jagung
PRG MON 89034. Jagung PRG MON 89034 adalah produk generasi kedua dari
perusahaan Monsanto yang diklaim dikembangkan untuk memberikan aneka
manfaat yang makin besar bagi pengendalian hama serangga Lepidoptera pada
jagung. Jagung PRG MON 89034 menghasilkan protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2
hasil turunan Bacillus thuringiensis (Bt), yang secara bersama-sama
mengendalikan serangga-serangga lepidoptera dengan spektrum yang lebih luas
serta menawarkan sistem pengelolaan resistensi serangga yang efektif.
Jagung PRG MON 89034 mengandung dua gen interes yaitu: Gen
cry1A.105 yang memproduksi protein Cry1A.105. Gen kedua adalah gen
cry2Ab2 yang memproduksi protein Cry2Ab2. Kedua gen ini bertanggung jawab
dalam ketahanan terhadap serangga hama penggerek jagung. Gen ini berasal dari
Bacillus thuringiensis. Dua gen interes (cry1A.105 dan cry2Ab2) yang
diintroduksikan ke jagung PRG MON 89034 stabil pada tujuh generasi.

2.5. Dampak Tanaman Jagung Trangenik


Jagung Bt adalah jagung hasil rekayasa genetika yang telah disisipi gen
dari bakteri Bacillus thuringiensis. Gen yang diambil dari bakteri tersebut adalah
gen penyandi protein Bt (delta endotoksin) yang dapat membunuh larva hama
lepidoptera. Hama tersebut dapat mengurangi hasil panen jagung hingga 30%.
Protein toksin Bt mampu berikatan pada dinding usus dan menyebabkan hama
berhenti makan. Selanjutnya toksin menyebabkan dinding usus pecah dan bakteri

12
usus berpindah ke rongga tubuh dan berkembangbiak dalam darah. Akibatnya,
hama lepidoptera akan mati karena keracunan darah (septicaemia) (Ishida, 1996).
Pertanaman jagung Bt mempunyai dampak positif terhadap lingkungan
karena dapat menekan penggunaan pestisida. Pengurangan pestisida berarti
menurunkan biaya produksi. Di negara bagian Iowa, Amerika Serikat, yang
mempunyai 80% areal jagung Bt terjadi pengurangan penggunaan pestisida
hingga 600 ton (Teng 2001).
Dampak positif lain dari pertanaman jagung Bt adalah ketahanan
tanaman terhadap jamur toksin dari Fusarium penyebab busuk tongkol,
dibandingkan dengan jagung non-Bt yang mengalami keruskan berat.
Berdasarkan hasil analisis mikotoksin, jagung Bt mempunyai kandungan
fumonisin 1,5 ppm, sedangkan jagung non-Bt mempunyai kadar yang lebih
tinggi, mencapai 14,5 ppm (Fuller 1999).
Berdasarkan hasil analisis mikotoksin, jagung Bt mempunyai kandungan
fumonisin 1,5 ppm, sedangkan jagung non-Bt mempunyai kadar yang lebih tinggi,
mencapai 14,5 ppm. Fumonisin B 1 (FB1) merupakan jenis fumonisin yang paling
banyak ditemui di alam dan paling toksik atau beracun, karenanya diklasifikasikan
sebagai senyawa karsinogen (penyebab kanker). Penelitian menunjukkan
bahwa penanaman jagung Bt tidak berpengaruh terhadap serangga
berguna seperti laba-laba, coccinellid, chtysopid,nabid, dan aman terhadap
burung puyuh Northern Bobwhite(McLean and MacKenzie 2001).
Menurut Dwi Andreas Santosa, Ketua Program S-2 Bioteknologi Tanah
dan Lingkungan IPB dan menjadi salah satu penggagas Asosiasi Bank Benih Tani
Indonesia, yang lebih penting lagi untuk dipertimbangkan adalah dampak
ekonomi dan sosial. Bila tanaman transgenik ditanam secara besar-besaran, akan
terjadi pergeseran penguasaan benih dari mula-mula common property di mana
petani menjadi pemilik benih yang bisa disimpan dan ditanam berulang kali
menjadi milik hanya beberapa perusahaan multinasional. Kedua benih yang sudah
dianggap sebagai pakan yang aman pada tingkat berikutnya bisa
direkomendasikan untuk ditanam. Ini yang berkonsekuensi pada ketergantungan

13
petani. Pada jagung RR NK603, petani bahkan hanya bisa menggunakan produk
pestisida tertentu.
a. Dampak positif :
1. Dapat mencegah terjadinya kerusakan yang ditimbulkan oleh hama
penggerek batang jagung tanpa menggunakan pestisida buatan pabrik.
2. Menurunkan biaya produksi dan ramah lingkungan.
3. Ketahanan tanaman terhadap jamur toksin dari Fusarium penyebab busuk
tongkol.
b. Dampak negatif
Menurut Muladno (2002), insectisida yang terkandung pada jagung dapat
mengendap ditubuh manusia, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Secara
garis besar, yang dikhawatirkan dari tanaman transgenik adalah:
1. Terjadinya silang luar
2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target
Selain itu juga, dampak Negatif dari tanaman jagung Bt ini berdasarkan
hasil analisis mikotoksin, mempunyai kandungan fumonisin 1,5 ppm, sedangkan
jagung non-Bt mempunyai kadar yang lebih tinggi, mencapai 14,5 ppm.
Fumonisin B 1 (FB1) merupakan jenis fumonisin yang paling banyak ditemui di
alam dan paling toksik atau beracun, karenanya diklasifikasikan sebagai senyawa
karsinogen (penyebab kanker).

14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Pembuatan jagung transgenik dilakukana dengan mengguanakan gen yang
telah di isolasi sebelumnya dengan cara di sisipkan, pada jagung Bt gen
yang di sisipkan adalah hasil gari isolasi Bakteri tanaha Bacillus
thuringiensis selain itu juga khususnya pada jagung ini dapat di tambahkan
dengan menyemprotkan Pyraclostrobin.
2. Jagung transgenik yang telah di kembangkan di indonesia adalah Jagung
PRG MON 89034 dan jagung Bt.
3. Dampak positif dari jagung transgenik ini adalah:
a. Dapat mencegah terjadinya kerusakan yang ditimbulkan oleh hama
penggerek batang jagung tanpa menggunakan pestisida buatan pabrik.
b. Menurunkan biaya produksi dan ramah lingkungan.
c. Ketahanan tanaman terhadap jamur toksin dari Fusarium penyebab
busuk tongkol. Sedangkan dampak negatifnya adalah dikahawatirkan:
a. Terjadinya silang luar
b. Adanya efek kompensasi
c. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
d. Munculnya efek samping terhadap hama non target

15
DAFTAR PUSTAKA
Akmal M., Hameed-Ur-Rehman, Farhatullah, Asim M. And Akbar H. 2010.
Response Of Maize Varieties To Nitrogen Application For Leaf Area
Profile, Crop Growth, Yield And Yield Components. Pak. J. Bot. Vol.
42(3): 1941-1947.
Alberts, B. 2002. Molecular Biology Of The Cell, 4th Edition. USA: Garland
Scince.
Caesar, Tony. Dkk. 2012. Uji Efikasi Herbisida Glifosat Terhadap Pertumbuhan
Dan Produksi Beberapa Varietas Jagung Produk Rekayasa Genetika.
Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Usu, Medan
2015.
Elsadig, Atif Idris, And Hassan Ibrahim Mohammad. 2012. Screening Maize (Zea
mays L.) Genotypes By Genetic Variability Of Vegetative And Yield Traits
Using Compromise Programming Technique. Sciencedomain International
Fuller, G. 1999. Safety assessment of genetically modified corn: a case
study. Regional Symposium on Genetically Modified Foods: Benefits
and Awareness. Bangkok, March 17-18, 1999.
Fuller, G. 1999. Safety Assessment Of Genetically Modified Corn: A Case Study.
Regional Symposium On Genetically Modified Foods: Benefits And
Awareness. Bangkok, March 17-18, 1999.
Gordonn-Kamm, W. J., T. M. Spencer., M. Mangano., T. R. Adams., R. J.
Daines., W. G. Start., J. V. OBrien., S. A. Chabers., W. R. Adams Jr., dan
N. G. Willetts. 1990. Transformation of maize cells and regeneration of
fertile transgenic plants. Plant Cell. 2: 603-618.
Health Canada. 2011. Proposed Registration Decision: Pyraclostrobin Insignia
EG Fungicide. Headline EC Fungicide, Cabrio EG Fungicide.
Held, G.A., L.A. Bulla, E. Jr. Ferrari, J. Hoch, And A.I. Aronson. 1982. Cloning
And Localization Of The Lepidopteran Protoxin Gene Of Bacillus
Thuringiensis Subsp. Kurstaki. Proc. Natl. Acad. Sci. 79: 60-65.

16
Herman, M. 1997. Insect Resistant Via Genetic Engineering. In: A. Darussamin,
I.P. Kompiang, And S. Moeljopawiro (Eds.). Proceedings Second
Conference On Agricultural Biotechnology. Jakarta, 13-15 June 1995.
Herman, M. 2002. Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama Melalui Teknik
Rekayasa Genetik. Buletin Agrobio. Vol. 5(1): 1-13.
Ishida, Y., Saito, S. Ohta, Y. Hiei, T. Komari, and T. Kumashito. 1996.
High efficiency transformation of maize (Zea mays L.) mediated
by Agrobacterium tumefaciens. Nature Biotechnol. Vol. 14:745-750.
Khan, H. Z., Iqbal, S., Akbar, N., and Jones, D.L. 2011. Response of Maize (Zea
mays L.) Varieties to Different Levels of Nitrogen. Crop and Environment.
2(2): 15-19
Khan, H. Z., Iqbal, S., Akbar, N., And Jones, D.L. 2011. Response Of Maize (Zea
Mays L.) Varieties To Different Levels Of Nitrogen. Crop And
Environment. Vol. 2 (2): 15-19
Lindung. 2013. Tanaman Transgenik. Jambi: Widyaiswara Balai Pelatihan
Pertanian.
Macintosh, S.C., T.B. Stone, S.R. Sims, P. Hunst, J.T. Greenplate, P.G. Marrone,
F.J. Perlak, D.A. Fischhoff, And R.L. Fuchs. 1990. Specificity And Efficacy
Of Purified Bacillus thuringiensis Proteins Against Agronomically
Important Species. J. Insects Path. 56: 95-105.
McLean, M.A. and D.J. MacKenzie. 2001. Principles and practice of
environmental safety assessment of transgenic plants. Materials
presented for Food Safety and Environmetal. Assesment Workshop.
Bogor, April 10-12, 2001.
Megahwati, I. 2004. Pengaruh Waktu Pemberian Dan Dosis Pupuk Kandang
Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Jagung Pada Berbagai Dosis
Pupuk Urea. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya
Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Praveen, G, Kumar. Dkk. 2014. Genetic Variability, Heritability And Genetic
Advance Studies In Newly Developed Maize Genotypes (Zea mays L.).

17
Department Of Genetics And Plant Breeding, College Of Agriculture,
Rajendranagar.
Roberts, H. A., 1977. Weed Control Handbook: Principles. Blackwell Scientific
Publications. Oxford.
Sitepe, M. 2001. Rekayasa Genetika. Jakarta: Grasindo.
Tamarin, R. 2002. Principles Genetics. Seventh Edition. New York : Mc Graw
Hill.
Teng, P. 2001. Who Are The Beneficiaries Of Biotechnology Aside
From Multinational Companies Biotechnology Awareness And Risk
Communication. Workshop. Bogor: ISAB and ISAAA.
Usyati, N., Buchori, D., Manuwoto, S. 2009. Keefektifan Padi Transgenik
terhadap Hama Penggerek Batang Padi Kuning. Jurnal Entomol Indonesia.
6(1): 30-41.
Wiyono, Adi Basori Amin. dkk. 2013. Respon Lima Varietas Jagung (Zea mays
L.) Pada Aplikasi Pyraclostrobin. Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Wiyono, Adi Basori Amin. Dkk. 2013. Respon Lima Varietas Jagung (Zea mays
L.) Pada Aplikasi Pyraclostrobin. Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

18

Вам также может понравиться