Вы находитесь на странице: 1из 7

http://www.beritasatu.

com/kesehatan/209155-who-angka-bunuh-diri-di-indonesia-capai-
10000-per-tahun.html

Jakarta - Organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat, angka bunuh diri di Indonesia
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Pada 2010 mencapai 1,8 per 100.000 jiwa atau sekitar 5.000 orang per tahun.
Kemudian pada 2012, estimasinya meningkat jadi 4,3 per 100.000 jiwa atau sekitar
10.000 per tahun.

"Bunuh diri menjadi penyebab utama kematian secara global nomor lima di antara
mereka yang berusia 30-49 tahun. Bahkan bunuh diri menyumbang 1,4 persen dari
semua kematian di seluruh dunia," ujar Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian
Kesehatan RI dr Eka Viora, SpKJ, di Jakarta, Kamis (11/9).

WHO juga mencatat, negara-negara berpenghasilan tinggi mempunyai tingkat bunuh diri
lebih tinggi yaitu 12,7 per 100.000 jiwa. Adapun tingkat bunuh diri di negara
berpenghasilan rendah atau menengah sebanyak 11,2 per 100.000 jiwa.

"Secara global, setiap tahunnya lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri,
atau 1 kematian setiap 40 detik. Angka ini berdasar penelitian selama 10 tahun di 172
negara," kata Eka.

"Jumlah nyawa hilang setiap tahun karena bunuh diri ini melebihi jumlah kematian akibat
pembunuhan dan peperangan," Eka melanjutkan.

Menurut dia, bunuh diri adalah masalah yang kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti psikologis, sosial, biologis, budaya dan lingkungan. Karena itu, terhubung
dengan berbagai sumber sangat penting untuk individu yang mungkin rentan terhadap
bunuh diri.

Tahun ini, hari pencegahan bunuh diri internasional yang diperingati setiap 10
September mengangkat tema "One World Connected". "Tema ini mencerminkan fakta
bahwa koneksi penting di setiap tingkatan jika kita ingin memerangi bunuh diri," kata
Eka.

Herman
http://www.voaindonesia.com/a/angka-kematian-akibat-bunuh-diri-lebih-besar-
dari-perang-bencana-alam/2442084.html

Bunuh diri merupakan sebab utama kedua untuk


kematian pada kelompok usia 15 dan 29 tahun dan 75
persen bunuh diri terjadi di negara-negara
berpendapatan menengah ke bawah.

JENEWA

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan pekan lalu bahwa


lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap
tahun.

WHO, yang meluncurkan laporan global pertamanya mengenai


pencegahan bunuh diri, mengatakan lebih banyak orang mati
karena bunuh diri dibandingkan karena konflik, perang dan
bencana alama sekaligus.

Badan dunia itu melaporkan bahwa setiap 40 detik, seseorang di


suatu tempat di dunia melakukan bunuh diri. Meski ada angka
statistik tinggi yang mengejutkan ini, WHO menyatakan hanya ada
sedikit negara yang memiliki kebijakan yang ditujukan pada
pencegahan bunuh diri.

Direktur Kesehatan Jiwa dan Penyalahgunaan Narkoba di WHO,


Shekhar Saxena mengatakan, ada jauh lebih banyak hal yang dapat
dilakukan masyarakat untuk memberikan dukungan bagi orang-
orang yang rentan.

Ia menambahkan bahwa bunuh diri adalah keluaran terakhir dari


orang-orang yang merasa terisolasi, depresi dan tidak memiliki
harapan. Menurutnya, masyarakat dapat melakukan lebih banyak
untuk memberikan dukungan pada mereka pada saat stress berat.

"Orang-orang yang akhirnya melakukan bunuh diri telah, hampir di


semua kasus, mencari pertolongan dari seseorang. Bisa saja teman,
anggota keluarga, sistem perawatan kesehatan, sistem jaminan
sosial. Bisa juga organisasi agama dan sangat sering permintaan
tolong ini tidak ditanggapi secara positif. Jadi masyarakat, keluarga,
memiliki tanggung jawab untuk hadir dan memberikan dukungan
yang diperlukan," ujar Saxena.

Badan Kesehatan Dunia menyebut bunuh diri masalah kesehatan


global yang besar. Menurutnya, anggapan umum yang salah adalah
bahwa bunuh diri adalah fenomena Barat dan negara maju.
Realitasnya, sekitar 75 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-
negara berpendapatan menengah ke bawah.

WHO mengatakan bahwa metode yang paling umum secara global


ada minum pestisida, gantung diri dan menembak diri. Data dari
sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara maju
lainnya menunjukkan bahwa akses terbatas pada alat-alat ini dapat
membantu mencegah orang mati bunuh diri.

Badan PBB itu menemukan bahwa angka bunuh diri tertinggi


secara global adalah tertinggi pada orang-orang berusia 70 tahun
lebih. Meski demikian, Saxena mengatakan anak-anak muda juga
berisiko besar. Ia mencatat bahwa bunuh diri adalah sebab utama
kedua untuk kematian pada mereka yang berusia antara 15 dan 20
tahun.

"Secara keseluruhan di dunia, lebih banyak pria yang melakukan


bunuh diri dibandingkan perempuan. Meskipun di negara-negara
kaya, di negara-negara yang lebih maju, proporsinya lebih banyak
pria. Di negara berkembang, proporsinya tidak begitu berbeda,"
ujar Saxena.

"Hal itu berarti bahwa tentu saja masih lebih banyak pria, namun
tidak sebesar di negara-negara maju."

WHO mengatakan tingkat bunuh diri tertinggi ada di Eropa Tengah


dan Timur dan di beberapa negara Asia. Badan itu mengatakan
tingkat bunuh diri di Afrika terlihat rendah. Namun ia
memperingatkan bahwa data dari wilayah ini sedikit dan kurang
dapat diandalkan.

Para pejabat kesehatan sepakat bahwa bunuh diri yang dilakukan


selebriti dapat memancing perilaku meniru. Ilmuwan di WHO,
Alexandra Fleischmann, mengatakan ada kaitan antara bunuh diri
yang dilaporkan di media dan tindakan yang dilakukan setelahnya.

"Jadi, hal ini menggarisbawahi dan menekankan peran media


dalam melaporkan kasus bunuh diri. Bunuh diri seharusnya tidak
dijadikan hal yang glamor atau sensasional di media karena
perilaku imitasi dapat mengikutinya," ujar Fleischmann.

Di antara rekomendasi-rekomendasinya, WHO mendesak


pengakhiran kriminalisasi percobaan bunuh diri.

WHO menyatakan saat ini ada 25 negara di dunia -- di Afrika,


Amerika Selatan dan Asia -- di mana bunuh diri dan percobaan
bunuh diri adalah tindakan kriminal. Bahkan, menurut WHO,
orang yang tidak sengaja mengalami overdosis sesuatu bisa
berakhir di penjara, bukannya fasilitas kesehatan yang dapat
membantunya sembuh.
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20140910124240-255-2933/bunuh-
diri-penyebab-utama-kematian-remaja/

Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir Indeks
Kebahagiaan Indonesia pada 2013. Di tengah masalah sosial yang menjerat seperti
kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, tingginya angka penyakit menular, dan
lain-lain, Indonesia disebut sebagai negara yang cukup bahagia.

Kabar gembira tersebut menyebut bahwa indeks bahagia orang Indonesia pada 2013
sebesar 65,11 pada skala 0 - 100. Namun, berbeda dengan fakta tersebut angka
kematian akibat bunuh diri di Indonesia rupanya cukup signifikan.

Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh bunuh jadi masalah serius.

Berdasarkan penjelasan Agung Kusumawardhani, dokter Departemen Psikiatri Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama
kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun, dan nomor dua untuk kelompok 10
hingga 24 tahun.

Pada 2010, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan angka bunuh diri di Indonesia
mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.

Seperti dijelaskan oleh Agung, seseorang bisa melakukan bunuh diri karena rasa putus
asa. Pada kondisi depresi berat individu seperti itu memiliki pemikiran pesimis, tidak bisa
berpikir adanya upaya alternatif menyelesaikan masalah.

Bunuh diri memang seringkali dikaitkan dengan gangguan jiwa seperti depresi.

Pada kondisi depresi berat Agung mengatakan individu dalam kondisi seperti ini memiliki
pemikiran pesimis, tidak ada gunanya hidup, tidak bisa berpikir adanya upaya alternatif
untuk menyelesaikan masalahnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementerian Kesehatan,


terjadi penurunan angka kejadian gangguan emosional dari 11,6 persen pada 2007
menjadi 6,0 pada 2013.

Tentu saja faktor kebahagiaan merupakan faktor protektif terhadap keputusan


melakukan bunuh diri. Meskipun menurut Agung kebahagiaan tidak sepenuhnya dapat
menjamin tidak akan terjadi tindakan bunuh diri.

Agung pun tidak menampik survei indeks kebahagiaan orang Indonesia yang dirilis BPS
tahun lalu itu.

"Saya rasa mungkin ada benarnya mengingat masyarakat Indonesia berada dalam
kultur atau budaya yang menanamkan rasa bersyukur serta landasan agama yang
cukup kuat," ucapnya menanggapi survei kebahagiaan tersebut.
Sementara di dunia berdasarkan data yang diungkapkan Agung, WHO memperkirakan
pada 2020 angka bunuh diri secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa dibandingkan
1,8 per 100.000 jiwa pada 1998.

Fakta lain menyebut bahwa kejadian bunuh diri terbanyak dilakukan di negara-negara
Eropa, seperti Rusia, Slovania, Swedia, dan lain-lain. Belakangan menurut agung WHO
mencatat bahwa Korea Utara adalah salah satu negara dengan kasus bunuh diri
tertinggi di dunia.

Вам также может понравиться