Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
adalah Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi itu sendiri berasal dari bahasa
Perancis constituer yang berarti membentuk. Jadi, term konstitusi dimaksudkan
pembentukan atau menyusun dan menyatukan satu negara. Pengertian konstitusi
dalam praktik dapat berarti lebih luas daripada UUD. Tapi ada juga yang
menyamakan dengan pengertian konstitusi. Konstitusi itu sendiri dapat berarti
konstitusi tertulis, yaitu konstitusi yang ditulis dalam satu naskah. Dan konstitusi
tidak tertulis, yaitu konstitusi yang tidak tertulis dalam satu naskah tertentu, dan
berasal dari konvensi-konvensi atau undang-undang biasa. Contoh konvensi adalah
pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus.
Tujuan dari perubahan itu sendiri adalah untuk menyempurnakan UUD 1945,
sesuai dengan perkembangan dan dinamika tuntutan masyarakat. Karena,
konstitusi bersifat dinamis, maka ia akan bergantung pada zamannya. Ada kalanya
sebuah konstitusi dianggap sempurna, tapi mungkin pada lain waktu konstitusi itu
tidak dikira sempurna lagi karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang selalu berubah-ubah.
UUD 1945 sebagai konstitusi negara Republik Indonesia sampai sekarang ini
telah mengalami empat kali amandemen (perubahan) yang terjadi di era
Reformasi. Keempat amandemen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Amandemen pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 dan disahkan
19 Oktober 1999.
Perubahan I UUD 1945 terdiri dari 9 pasal, yaitu Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21. Secara umum inti
Perubahan I UUD 1945 menyoroti perihal kekuasaan Presiden (eksekutif).
2. Amandemen kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2000 dan disahkan
18 Agustus 2000.
Perubahan terdiri dari 5 bab dan 25 pasal, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal
18B, Pasal 19 Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B; Bab IXA: Pasal 25E, Bab X,
Pasal 26, Pasal 27, Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E,
Pasal 28F, asal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal
36A, Pasal 36B, DAN pasal 36C. Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah
Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu
Kebangsaan.
3. Amandemen ketiga dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2001 dan disahkan
10 November 2001.
Perubahan yang dilakukan terdiri dari 3 bab dan 22 pasal, yaitu Pasal 1,
Pasal 3, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal7A, Pasal 7B, Pasal 7C, pasal 8, Pasal 11, Pasal 17;
Bab VIIIA :Pasal 22C, Pasal 22D; Bab VIIB: Pasal 22E, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C,
Bab VIIIA: Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G; Pasal 24, Pasal 24A,Pasal 24B, Pasal 24B,
Pasal 24C. Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah
Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment,
Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman
Beberapa perubahan terdiri atas 2 bab dan 13 pasal, yaitu Pasal 2, Pasal 6A,
pasal 8, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24, Pasal 31, Pasal 32, Bab
XIV, Pasal 33, Pasal 34, dan Pasal 37. Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR,
Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang,
bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan
kesejahteraan sosial, perubahan UUD.
1. Perubahan resmi,
2. Penafiran hakim,
3. Kebiasaan ketatanegaraan/konvensi.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila
telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarahbangsa
Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila
sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu:
Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik
dan dari segi hukum. Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki
kekuatanmempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam
melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan
Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa
ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap
menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti
globalisasi yang selalu mendikte,krisis ekonomi yang belum terlihat
penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi
sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan
dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebihkon septual,
komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,bangsa dan negara.
Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut Terdeskreditkan sebagai bagian dari
pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah
dipakai sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan
segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu
bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap anti Pancasila. Jadi sulit
untuk dielakkan jika sekarang ini muncul pendeskreditanatas Pancasila. Pancasila
ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara
Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang
yang berbicara Pancasila dianggap ingin kembali ke masa lalu.
Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan
dengan Pancasila. Salahsatunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan
Mahasiswadan Pemuda Indonesia M.Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di
Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang
diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa dengan Pancasila. Pernyataan
ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis
tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 % mahasiswa memilih syariah sebagai
pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 % responden memilih
aliran sosialis dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 %
responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup
berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk malu-malu
terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai
pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata
Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap
pernyataan pejabatnya menyertakan kata kata Pancasila Menarik sekali
pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih
memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila?. Dinyatakan bahwa Rezim
Reformasi tampaknya ogah dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim
Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkanPancasila. Rezim ini tidak ingin
dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim
sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan. untuk
melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde
Baru. Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila
dan menjadikannya sebagai wacana publik
Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat
bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda
dari orde sebelumnya. Demikian pula negara atau rezim yang berkuasa tetap
menempatkan Pancasila dalam Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era
reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun
dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya Demikian pulanegara atau
rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara
Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek
kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila.
Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana
melaksanakanPancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini
adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik
horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di
Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa
antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan
kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan
kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia. Orde Reformasi yang
baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden. Pergantian presiden
sebelum waktunya karena berbagai masalah.
Daerah-daerah lain juga mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak
dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak segan-segan, sebagian masyarakat
menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan kepentingan bangsanya
sebagai imbalan dolar. Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang dikenal
dengan subversi asing , yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena
campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam pendidikan formal, Pancasila
tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilai-nilai Pancasila pada
masyarakat melemah