Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Komunitas
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Juni 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada mulanya, epidemiologi diartikan sebagai studi tentang
epidemic. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-
penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya
epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga
dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran
penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Epidemiologi
juga mencakup studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian
determinan-determinan penyakit tersebut. (Efendi,2009)
Pada kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari
penyakit-penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan
perhatiannya pada distribusi penyakit dalam populasi (masyarakat) atau
kelompok. Selain dari populasi yang diperhatikan tetapi pendekatan
ekologis, konsep penularan penyakit menjadi hal penting yang harus
diperhatikan dalam epidemiologi. Menurut pendekatan model ini, tingkat
sehat dan sakit individu suatu kelompok ditentukan oleh hubungan
dinamis antara agen, penjamu (host), dan lingkungan (environment). Host
adalah sekolompok orang yang rentan terhadap suatu penyakit atau sakit
tertentu. Faktor host antara lain situasi atau kondisi fisik dan psikososial
dan menyebabkan seseorang beresiko menjadi sakit. Misalnya riwayat
keluarga, usia, gaya hidup dan lainnya. Populasi beresiko adalah
kelompok populasi yang digunakan sebagai penyebut dan harus dibatasi
hanya pada mereka yang dapat terpajan atau mengalami penyakit,
kondisi, cedera, ketidakmampuan, ataupun kematian. Penetaan populasi
semacam ini dapat dilakukan secara langsung. Akan tetapi banyak hal
yang harus diperhatikan sepert aspek yang berkaitan dengan kejadian
penyakit karena hal ini penting untuk menginvestigasi wabah
(Efendi,2009).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Depkes RI, 2002). Jumlah prevalensi TBC
di Indonesia pada 2013 adalah 297 per 100.000 penduduk dengan
460.000 kasus baru setiap tahunnya. Artinya totra kasus TB di 2013
mencapai sekitar 800 ribu sampai 900 ribu kasus (RISKESDAS,2013).
Sekumpulan masyarakat yang dimana di lingkungannya memiliki agen
TBC yaitu bakterinya dan di daerahnya telah ada yang menderita TBC
maka populasi itu menjadi populasi rentan. Dari hal diatas maka
diperlukan studi lebih lanjut terkait sasaran dan cara penanganan
sehingga suatu populasi rentan ini dapat dikontrol sehingga memutuskan
rantai penyebaran TBC. Maka dari itu makalah ini disusun untuk
mengumpulkan literature terkait hal-hal diatas.
Sesuai dengan MDGs 2015 Indonesia harus bisa mengontrol
kematian ibu. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada
tahun 2005, bahawa setiap tahunnya wanita yang bersalin meninggal
dunia mencapai lebih dari 500.000 orang. Menurut SDKI tahun 2002/2003
menunjukkan 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini merupakan angka
tertinggi di Asean. Ibu dengan beberapa masalah pada kehamilannya
merupakan anggota kelompok yang beresiko tinggi untuk mengalami
kematian pada saat persalinan. Diperlukan tindakan ekstra untuk
mengontrol angka kematian ibu di Indonesia. Seorang ibu dengan resiko
tinggi maka memrlukan tindakan khusus sehingga mengurangi resiko
terjadinya kematian ibu pada saat melahirkan. Maka dari itu makalah ini
disusun untuk mengumpulkan literature terkait hal-hal diatas.
BAB II
Teori dan Konsep
2.1.2 Tujuan
Tujuan pelayanan perkesmas adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah perkesmas secara optimal.
Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung kepada seluruh
masyarakat dalam rentang sehat- sakit dengan mempertimbangkan
seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat dapat mempengaruhi
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat. (Efendi, 2009)
A. Tujuan Umum
Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk mengatasi
masalah keehatan khususnya masalah keperawatan kesehatan untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
B. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat tentang kesehatan.
2. Meningkatkan penemuan dini kasus-kasus prioritas
3. Meningkatnya penanganan keperawatan kasus prioritas di
Puskesmas
4. Meningkatnya penanganan kasus prioritas yang mendapatkan
tindak lanjut keperawatan di rumah
5. Meningkatnya akses keluarga miskin mendapatkan pelayanan
kesehatan/keperawatan kesehatan masyarakat.
6. Meningkatnya pembinaan keperawatn kelompok khusus.
7. Memperluas daerah binaan keperawatan di masyarakat.
2.1.3 Sasaran
Sasaran perkesmas adalah seluruh komponen masyarakat yang
terdiri atas individu, keluarga, dan kelompok berisiko tinggi termasuk
kelompok atau penduduk di daerah kumuh, terisolasi, berkonflik, dan
daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan kesehatan (Efendi, 2009).
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat meliputi kelompok maslaah
kesehatan (vulnerable group) dan kelompok resiko tinggi masalah
kesehatan (high risk group) yang ada baik di kelompok individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Antara lain :
A. Sasaran individu
Sasaran individu meliputi balita gizi buruk, ibu hamil resiko tinggi,
usia lanjut, penderita penyakit menuluar (TB, Kusta, Malaria,
Demam Berdarah, Diare, ISPA/Pneumonia), penderita penyakit
degenaratif.
B. Sasaran keluarga
1. Keluarga miskin yang belum kontak dengan sarana pelayanan
kesehatan baik puskesmas dan jaringannya derta belum
memiliki kartu sehat
2. Keluarga miskin yang sudah memanfaatkan saranan pelayanan
kesehatan mempunyai masalah kesehatan terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan reproduksi,
penyakit menular.
3. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah
kesehatan priorotas serta belum memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan
C. Sasaran kelompok
1. Kelompok masyarakat khusus tidak terkait dalam suatu institusi
antara lain : Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil,
kelompok usia lanjut, kelompok penderita penyakit tertentu,
kelompok pekerja informal.
2. Kelompok masyarakat khusus terkait dalam suatu institusi
antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut,
rumah tahanan, lembaga permasyarakatan.
D. Sasaran masyarakat
1. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa) yang
mempunyai:
- Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan dengan
darah lainnya
- Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan
daerah lainnya
- Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain
2. Masyarakat di daerah endemis penyakut menular (malaria,
diare, demam berdarah dll)
3. Masyarakat do lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau
akibat lainnya
4. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain
derah terpencil, daerha perbatasan.
5. Masyarakat di daerah permukiman baru dengan transportasi
sulit seperti daerah transmigrasi.
2.1.4 Konsep rentan
Kerentanan adalah keadaan atau sikap (perilaku) manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya
atau ancaman dari potensi bencana untuk mencegah, menjinakkan,
mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan ini mecakup :
1. Kerentanan fisik : kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam
menghadapi ancaman bahaya tertentu
2. Kerentanan ekonomi : kemampuan ekonomi individu dalam
pengalokasian sumber daya untuk pencegahan dan mitidasi serta
penanggulangan bencana. Pada umumnya masyarakat miskin
lebih rentan terhadapa bencana karena tidak memiliki kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan pencegahan.
3. Kerentanan social : kodisi social masyarakat dilihat dari
aspekpendidikan, pengetahuan tentang ancaman dan resiko
bencana, dan tingkat kesehatan yang rendah yang berpotensi
meningkatkan kerentanan.
4. Kerentanan lingkungan : keadaan lingkungan disekitar tempat
tinggal.
Faktor penyebab :
perceraian,
keterbatasan mental,
lingkungan kumuh,
kebutuhan makan tidak terpenuhi,
penghasilan tidak tetap,
tidak mengerti kesehatan,
usia,
penyalahgunaan obat,
kehamilan
B. Faktor Resiko
1. Umur
Sebagian besar penderita TB paru di negara berkembang berumur
di bawah 50 tahun, sedangkan di negara maju prevalensi TB
sangat rendah pada kelompok umur di bawah 50 tahun tetapi
masih tinggi pada kelompok yang lebih tua.
2. Jenis Kelamin
Wanita dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih
mungkin terjangkit TBC dibandingkan kelompok laki-laki pada usia
yang sama. Bahkan di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa
malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan dan
perceraian bagi kaum wanita.
3. Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menentukan fungsi
seluruh sistem tubuh termasuk sistem imunitas. Sistem imunitas
dibutuhkan untuk melindungi tubuh dari penyakit, termasuk TBC.
Bila seseorang sedang dalam daya tahan tubuh yang rendah dan
terinfeksi kuman TB, maka kuman TB akan mudah masuk dan
berkumpul di paru-paru, berkembang biak, dan menyebar ke
seluruh tubuh. Bila daya tahan tubuh dalam keadaan baik, penyakit
TB tidak akan terjadi karena kuman TB akan tertidur, dan ketika
daya tahan tubuh rendah maka kuman tersebut dapat aktif kembali.
4. Lingkungan
TB paru merupakan penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan
melalui udara. Keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi
penyebaran TBC salah satunya dapat berawal dari lingkungan
keluarga. Tempat tinggal identik dengan lingkungan keluarga
meliputi: sumber air, pembuangan kotoran manusia, bangunan
yang meliputi ventilasi, jenis bahan bangunan, luas per penghuni,
kandang ternak, pembuangan limbah atau sampah rumah tangga.
5. Keteraturan minum obat dan peran Pengawas Minum Obat
Keteraturan minum obat prinsipnya adalah sebuah perilaku peran
sakit dengan segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu
yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan melalui usaha keteraturan sesorang berobat atau
memenuhi aturan yang dibuat oleh dokternya untuk mempercepat
kesembuhannya. Sedangkan pengawas minum obat adalah orang
yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan antara petugas kesehatan
dengan penderita itu sendiri, yaitu dapat saja petugas puskesmas
yang berada dalam lingkungan desa/wilayah penderita itu sendiri
terutama bila petugas puskesmas telah mempunyai wilayah binaan
masing-masing. Selain itu dpat pula tokoh masyarakat yang
disegani. Bila seseorang penderita TB teratur dalam minum obat
dan peran PMO aktif maka kesembuhan dapat segera tercapai dan
angka kekambuhan juga akan menurun.
6. Kondisi Sosial Ekonomi
Menurut WHO, sebagian besar penderita TB berasal dari kondisi
sosial ekonomi rendah, terutama di wilayah negara berkembang.
Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal dan
status gizi individu. (Ikatan Dokter Indonesia. 2004).
2.1.5 Tuberkulosis Paru (TBC) Di Masyarakat Dan Strategi
Penangganannya
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Depkes RI, 2002). Definisi lain
menyebutkan bahwa Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi
menahun yang menular yang disebabkan oleh mybacterium tuberculosis
(Depkes RI, 1998). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru. Kemudian kuman
tersebut menyebar dari paru ke organ tubuh yang lain melaui peredaran
darah, kelenjar limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke organ
tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis dibedakan menjadi dua yaitu tuberkulosis primer dan
tuberkulosis post primer. Pada tuberkulosis primer penularan tuberkulosis
paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman
dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini
terhisap oleh orang yang sehat maka akan menempel pada jalan nafas
atau paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag yang keluar dari cabang trakheo-bronkhial beserta gerakan silia
dengan sekretnya (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
Kuman juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa
tetapi jarang sekali terjadi. Bila kuman menetap di jaringan paru, akan
tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman
terbawa masuk ke organ lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau efek efek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di bagian-
bagian jaringan paru. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan
saluran getah bening hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer, limfangitis
local, limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer (Soeparman,
1990; Snieltzer, 2000).
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan
meninggalkan cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang)
Ghon, ataupun bisa berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum,
yakni menyebar ke sekitarnya, secara bronkhogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen,
secara hematogen, ke organ lainnya (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah
sebagai berikut : demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada
influenza, terkadang sampai 40-41 0 C. Batuk terjadi karena iritasi
bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non produktif kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan lanjut dapat terjadi
hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah. Ini terjadi karena kavitas,
tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus. Sesak nafas terjadi pada
kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. Nyeri dada
timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari
(Soeparman, 1990; Heitkemper, 2000).
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, foto thoraks dan laboratorium. Di Indonesia
sebagai standar untuk penegakan diagnosis tuberkulosis paru adalah
pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis sangat cocok dengan
kondisi Puskesmas dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis paru
(Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi kuman TBC digunakan
pemeriksaan mikroskopis dalam menetapkan diagnosis dan pengobatan.
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :
1. Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin
2. Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat
3. Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang
terkait
4. Mencegah kambuhnya penyakit
5. Mencegah kuman TBC menjadi resisten
6. Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi
(Crofton, Norman & Miller, 2002).
Sistem pengobatan klien tuberkulosis paru dahulu, seorang klien
harus disuntik dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak sabar
dan bosan untuk berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang klien
diwajibkan minum obat selama 6 bulan. Jenis obat yang harus diminum
harus disesuaikan dengan kategori pengobatan yang diberikan (Depkes
RI, 1997).
Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek
selama enam bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin
(R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990).
Paduan obat anti tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang digunakan
dalam program nasional penanggulangan tuberkulosis dan dikemas dalam
bentuk paket kombipak (Depkes RI, 2002). Paduan pengobatan terbaru
dengan menggunakan FDCs (Fix Dose Combinations) yaitu kombinasi
dari obat anti tuberkulosis dalam satu kemasan (WHO, 2002).
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
1. Keperawatan kesehatan komunitas adalah tindakan untuk
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dari populasi
dengan mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan yang
sesuai dengan keperawatan kesehatan masyarakat.
2. Kelompok rentan dibagi menjadi 3 yaitu kelompok rentan gizi,
rentan penyakit, dan kelompok rentan didaerah bencana.
3. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC.
4. Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek
selama enam bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H),
Rifampicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin
(Soeparman, 1990). Paduan obat anti tuberkulosis tabel 1 adalah
paduan yang digunakan dalam program nasional penanggulangan
tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk paket kombipak.
5. Peran perawat dalam penanggulangan penyakit menular
khususnya penyakit Tuberkulosis dengan menerapkan asuhan
keperawatan menggunakan model keperawatan. Model
Community As Partner merupakan salah satu model yang dapat
diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
populasi dengan tuberkulosis.
6. Kelompok beresiko tinggi adalah kumpulan individu yang
permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan
terhadap masalah kesehatan.
7. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan
menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar
baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya
selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas bila
dibandingkan dengan kehamilan persalinan dan nifas normal.
8. Cara penentuan KRT dapat dengan memakai kriteria dan juga
dikelompokkan berdasarkan skoring atau nilai. Kriteria yang
dikemukakan oleh peneliti-peneliti dari berbagai institut berbeda,
namun dengan tujuan yang sama mencoba mengelompokkan
kasus-kasus risiko tinggi.
9. Faktor risiko merupakan situasi dan kondisi serta keadaan umum
ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas akan memberikan
ancaman pada kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang
dikandungnya. Keadaan dan kondisi tersebut bisa digolongkan
sebagai faktor medis dan non medis.
10. Bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kehamilan risiko tinggi bisa
terjadi pada janin maupun pada ibu.
11. Penanganan terhadap pasien dengan kehamilan risiko tinggi
berbeda-beda tergantung dari penyakit apa yang sudah di derita
sebelumnya dan efek samping penyakit yang dijumpai nanti pada
saat kehamilan.
12. Pendekatan risiko pada ibu hamil merupakan strategi operasional
dalam upaya pencegahan terhadap kemungkinan kesakitan atau
kematian melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi dengan
memberikan pelayanan yang lebih intensif kepada risiko ibu hamil
dengan cepat serta tepat, agar keadaan gawat ibu maupun gawat
janin dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA