Вы находитесь на странице: 1из 15

Stroke[1] (bahasa Inggris: stroke, cerebrovascular accident, CVA) adalah suatu kondisi yang

terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak,
kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau
mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi
yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika
Serikat dan banyak negara industri di Eropa (Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-
kadang penderita mengalami kelumpuhan di anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau
kemampuan bicaranya. Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah serangan otak.
Istilah ini berpadanan dengan istilah yang sudah dikenal luas, "serangan jantung".

Stroke terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa
kolesterol atau udara.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi

o 1.1 Stroke hemorragik

o 1.2 Stroke iskemik

1.2.1 Sistem klasifikasi etiologis

1.2.1.1 Sistem TOAST

1.2.1.2 Sistem CCS

1.2.1.3 Sistem ASCO

1.2.1.4 Sistem UCSD Stroke DataBank

1.2.1.5 Sistem HCSR

1.2.1.6 Sistem NINCDS Stroke Data Bank

1.2.2 Sistem lain

2 Patofisiologi
o 2.1 Eksitotoksisitas asam glutamat

o 2.2 Stres oksidatif

o 2.3 Peroksidasi lipid

o 2.4 Disfungsi sawar darah otak

o 2.5 Infiltrasi leukosit

o 2.6 Pendarahan

3 Faktor risiko

o 3.1 Hipertensi

o 3.2 Fibrilasi atrial

o 3.3 Aterosklerosis

o 3.4 Diabetes mellitus

o 3.5 Transient Ischemic Attack (TIA)

o 3.6 Cardiac papillary fibroelastoma (CPF)

o 3.7 Cryptogenic cerebral infarction (CCI)

o 3.8 Patent foramen ovale (PFO)

4 Diagnosis

o 4.1 Simtoma klinis

o 4.2 Simtoma paraklinis

4.2.1 S100-

4.2.2 Glial fibrillary-associated protein (GFAP)

4.2.3 Myelin basic protein (MBP)


4.2.4 Fatty acid-binding proteins (FABPs)

4.2.5 Neuron-specific enolase (NSE)

4.2.6 Protein tau (TP)

5 Penanganan

o 5.1 Pemulihan

6 Pencegahan

7 Catatan kaki

8 Referensi

9 Pranala luar

[sunting] Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Sebuah
prognosis hasil sebuah penelitian di Korea menyatakan bahwa,[2] 75,2% stroke iskemik diderita
oleh kaum pria dengan prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
Berdasarkan sistem TOAST, komposisi terbagi menjadi 20,8% LAAS, 17,4% LAC, 18,1% CEI,
16,8% UDE dan 26,8% ODE.

[sunting] Stroke hemorragik

Dalam stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Pendarahan dapat
terjadi di seluruh bagian otak seperti caudate putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal,
dan occipital cortex; hipotalamus; area suprakiasmatik; cerebellum; pons; dan midbrain.[3]
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik menyerang penderita hipertensi.[4]

Stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid


hemorrhage (SAH),[5] cerebral venous thrombosis, dan spinal cord stroke.[6] ICH lebih lanjut
terbagi menjadi parenchymal hemorrhage, hemorrhagic infarction, dan punctate hemorrhage.[3]

[sunting] Stroke iskemik

Dalam stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri carotis interna merupakan cabang dari arteri carotis communis sedangkan arteri vertebralis
merupakan cabang dari arteri subclavia.

[sunting] Sistem klasifikasi etiologis

Beberapa sistem klasifikasi yang didasarkan kepada pertimbangan etiologi telah diterapkan
kepada stroke iskemik.[7] Beberapa sistem tersebut gagal mengikuti perkembangan jaman dan
tidak lagi dipergunakan, beberapa sistem yang lain masih dapat diterima oleh sebagian
masyarakat dan dipergunakan dalam lingkup yang terbatas. Berikut adalah sistem klasifikasi
yang paling mutakhir dan paling banyak digunakan.

[sunting] Sistem TOAST

Sistem TOAST (bahasa Inggris: Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment) pertama kali
dikembangkan kepada terapi stroke iskemik akut pada awal tahun 1990. Sistem ini didasarkan
kepada sebagian besar fitur klinis namun tetap mempertimbangkan informasi diagnostik dari CT,
MRI, transthoracic echocardiography, extracranial carotid ultrasonography, dan jika
memungkinkan, cerebral angiography.

Sistem TOAST membagi stroke menjadi 5 subtipe yaitu,[8][9] large artery atherosclerosis
(LAAS), cardiaoembolic infarct (CEI), small artery occlusion/lacunar infarct (LAC), stroke of
another determined cause/origin (ODE), dan stroke of an undetermined cause/origin (UDE).

[sunting] Sistem CCS

Klasifikasi sistem CCS (bahasa Inggris: Causative Classification of Stroke System) mirip dengan
sistem TOAST dengan perbedaan dalam subtipe large artery atherosclerosis dibedakan menjadi
occlusive dan stenotic. Sebagai contoh, penurunan diameter 50%, atau penurunan diameter
<50% disertai plaque ulceration atau trombosis. Dan subtipe undetermined cause dibedakan
lebih lanjut menjadi unknown, incomplete evaluation, unclassified stroke (more than one
etiology), dan cryptogenic embolism.

[sunting] Sistem ASCO

ASCO merupakan akronim dari atherothrombosis, small vessel disease, cardiac causes, and
other uncommon causes. Sistem ASCO merupakan klasifikasi berdasarkan sistem fenotipe. Tiap
fenotipe masih terbagi menjadi jenjang 0, 1, 2, 3 atau 9. Jenjang 0 berarti disease is completely
absent, 1 berarti definitely a potential cause of the index stroke, 2 untuk causality uncertain dan
3 untuk unlikely a direct cause of the index stroke (but disease is present), 9 bagi grading is not
possible due to insufficient work-up.[10]

Dalam sistem ini, penderita dapat dikategorikan menjadi lebih dari satu subtipe etiologis,
misalnya, penderita dengan ateroma karotid yang menyebabkan stenosis 50% dan fibrilasi atrial
dengan aterosklerosis dan emboli kardiak, atau dijabarkan menjadi seperti A1-S9-C0-O3.

[sunting] Sistem UCSD Stroke DataBank


Sistem UCSD mengklasifikan stroke iskemik menjadi large-vessel stenotic, large-vessel
occlusive, Small-vessel stenotic, small-vessel occlusive, embolic dan unknown cause. Sedangkan
klasifikasi stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe yang sama yaitu tipe intracerebral dan
subarachnoid.

[sunting] Sistem HCSR

Sistem HCSR (bahasa Inggris: Harvard Cooperative Stroke Registry) membuat klasifikasi
menjadi subtipe stroke yang disertai trombosis di arteri atau dengan infark lakunar, cerebral
embolism, intracerebral hematoma, subarachnoid hemorrhage dari malformasi aneurysm atau
arteriovenous.[11]

[sunting] Sistem NINCDS Stroke Data Bank

Dalam Stroke Data Bank of the National Institute of Neurological and Communicative Disorders
and Stroke memklasifikasi menjadi subtipe diagnostik berdasarkan riwayat klinis penderita,
pemeriksaan, test laborat meliputi tomografi, noninvasive vascular imaging, dan saat
memungkinkan dan relevan, angiografi. Dari diagnosa tersebut subtipe infarcts of undetermined
cause (IUC) dapat diklasifikasi ulang menjadi subtipe embolisme idiopatik, stenosis atau
trombosis di pembuluh nadi, infark lakunar, infarksi superfisial dan sindrom nonlakunar.[12]

[sunting] Sistem lain

Beberapa ahli lain mempertimbangan klasifikasi berdasarkan fenotipe seperti keberadaan


internal carotid artery plaque, intima-media thickness, leukoaraiosis, cerebral microbleeds
(CMB), atau multiple lacunae.[6]

CMB adalah deposit hemosiderin intraserebral yang terdapat di ruang pervaskular.[13] Ekspresi
CMB sangat tinggi di infark lakunar dan infark aterotrombotik, dan berekspresi rendah di
infarksi kardioembolik. CMB dan leukoaraiosis sangat berkaitan erat. Hasil prognosis
menunjukkan bahwa CMB ditemukan dalam 47-80% kasus primary intracerebral haemorrhage
dan 0-78% dalam kasus ischaemic cerebrovascular disease.[14]

[sunting] Patofisiologi
Hingga saat ini patofisiologi stroke merupakan studi yang sebagian besar didasarkan kepada
serangkaian penelitian,[15] terhadap berbagai proses yang saling terkait, meliputi kegagalan
energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kadar Ca2+ sitosolik, eksitotoksisitas,
toksisitas dengan radikal bebas, produksi asam arakidonat, sitotoksisitas dengan sitokina,
aktivasi sistem komplemen, disrupsi sawar darah otak, aktivasi sel glial dan infiltrasi leukosit.[16]

Pusat area otak besar yang terpapar iskemia akan mengalami penurunan aliran darah yang
dramatis, menjadi cedera dan memicu jenjang reaksi seperti lintasan eksitotoksisitas yang
berujung kepada nekrosis yang menjadi pusat area infark dikelilingi oleh penumbra/zona peri-
infarksi. Menurut morfologi, nekrosis merupakan bengkak selular akibat disrupsi inti sel,
organel, membran plasma, dan disintegrasi struktur inti dan sitoskeleton.
Di area penumbra, apoptosis neural akan berusaha dihambat oleh kedua mekanisme eksitotoksik
dan peradangan,[17] oleh karena sel otak yang masih normal akan menginduksi sistem kekebalan
turunan untuk meningkatkan toleransi jaringan otak terhadap kondisi iskemia, agar tetap dapat
melakukan aktivitas metabolisme. Protein khas CNS seperti pancortin-2 akan berinteraksi
dengan protein modulator aktin, Wiskott-Aldrich syndrome protein verprolin homologous-1
(WAVE-1) dan Bcl-xL akan membentuk kompleks protein mitokondrial untuk proses
penghambatan tersebut.

Riset terkini menunjukkan bahwa banyak neuron di area penumbra dapat mengalami apoptosis
setelah beberapa jam/hari sebagai bagian dari proses pemulihan jaringan pasca stroke dengan 2
lintasan, yaitu lintasan ekstrinsik dan lintasan intrinsik.

Iskemia tidak hanya mempengaruhi jaringan parenkima otak, namun berdampak pula kepada
sistem ekstrakranial. Oleh karena itu, stroke akan menginduksi imunosupresi yang dramatis
melalui aktivasi berlebih sistem saraf simpatetik, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi
bakterial seperti pneumonia.

[sunting] Eksitotoksisitas asam glutamat

Asam glutamat merupakan asam amino neurotransmiter eksitatorial utama di otak, akan
menumpuk di ruang ekstraselular dan mengaktivasi pencerapnya.[16] Aktivasi pencerap glutamat
akan mempengaruhi konsentrasi ion intraselular, terutama ion Na+ dan Ca2+. Peningkatan influx
ion Na+ dapat membuat sel menjadi cedera pada awal mula terjadinya iskemia, namun riset
menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan sel yang ditimbulkan oleh toksisitas asam
glutamat saat terjadi iskemia lebih disebabkan oleh peningkatan berlebih influx ion kalsium
intraselular yang kemudian menimbulkan efek toksik.

[sunting] Stres oksidatif

Sepanjang proses stroke, terjadi peningkatan radikal bebas seperti anion superoksida, radikal
hidroksil dan NO. Sumber utama senyawa radikal bebas turunan oksigen yang biasa disebut
spesi oksigen reaktif dalam proses iskemia adalah mitokondria. Sedangkan produksi senyawa
superoksida saat pasca iskemia adalah metabolisme asam arakidonat melalui lintasan siklo-
oksigenase dan lipo-oksigenase. Radikal bebas juga dapat diproduksi oleh sel mikroglia yang
teraktivasi dan leukosit melalui sistem NADPH oksidase segera setelah terjadi reperfusi di
jaringan iskemik. Oksidasi tersebut akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut di jaringan dan
merupakan molekul yang penting untuk memicu apoptosis setelah stroke iskemik.

NO umumnya dihasilkan dari L-arginina dengan salah satu isoform NO sintase, dan merupakan
kluster diferensiasi neuron di seluruh bagian otak dengan sebutan nNOS. Aktivasi nNOS
memerlukan kalsium/kalmodulin. Di sisi lain, ekspresi iNOS (bahasa Inggris: inducible NOS)
terdapat di sel radang seperti sel mikroglia dan monosit. Kedua isoform nNOS dan iNOS
memiliki peran yang merusak otak pada rentang waktu iskemia. Namun isoform yang ketiga
eNOS (bahasa Inggris: endothelial NOS) memiliki efek vasodilasi dan tidak bersifat merusak.
Aktivasi pencerap NMDA saat iskemia akan menstimulasi produksi NO oleh nNOS. NO yang
terbentuk akan masuk ke dalam sitoplasma dan bereaksi dengan superoksida dan menghasilkan
sejenis spesi oksigen yang sangat reaktif yaitu peroksinitrita (ONOO-).

Pasca iskemia, kedua jenis spesi oksigen reaktif dan spesi nitrogen reaktif kemudian berperan
untuk mengaktivasi beberapa lintasan metabolisme seperti radang, apoptosis, dan penurunan
pasokan oksigen yang berdampak kepada peningkatan asam laktat melalui glikolisis anaerobik
atau asidosis. Selain itu, akan tampak ekspresi gen iNOS di sel vaskular maupun sel yang
mengalami peradangan dan ekspresi gen COX-2 di sel saraf di area antara infark dan penumbra.
Kedua gen radang ini akan meningkatkan kerusakan iskemik.[18]

[sunting] Peroksidasi lipid

Selain menghasilkan berbagai senyawa ROS, lintasan asidosis juga turut serta dalam proses
sintesis protein intraselular. Peroksidasi lipid di membran sel yang menginduksi apoptosis
terhadap neuron, akan menghasilkan senyawa aldehida yang disebut 4-hidroksinonenal (4-HNE)
yang akan bereaksi dengan transporter membran seperti Na+/K+ ATPase, transporter glutamat dan
transporter glukosa.

Kerusakan di transporter membran, yang menyebabkan influx berlebih ion Ca2+ dan radikal
bebas, lebih lanjut akan mengaktivasi faktor transkripsi neuroprotektif seperti NF-B, HIF-1 dan
IRF-1. Aktivasi faktor transkripsi ini akan menginduksi produksi sitokina radang seperti IL-1,
IL-6, TNF-, kemokina seperti IL-8, MCP-1, molekul adhesi sel seperti selektin, ICAM-1,
VCAM-1 dan gen pro-radang lainnya seperti IIP-10.

[sunting] Disfungsi sawar darah otak

Sawar darah otak yang merupakan jaringan endotelium di otak akan merespon kondisi cedera
akibat stroke dengan meningkatkan permeabilitas dan menurunkan fungsi sawarnya, bersamaan
dengan degradasi lamina basal di dinding pembuluhnya. Oleh sebab itu, pada kondisi akut,
stroke akan meningkatkan interaksi antara sel endotelial otak dengan sel ekstravaskular seperti
astrosit, mikroglia, neuron, dengan sel intravaskular seperti keping darah, leukosit; dan
memberikan kontribusi lebih lanjut pada proses peradangan, disamping perubahan sirkulasi
kadar ICAM-1, trombomodulin, faktor jaringan dan tissue factor pathway inhibitor.[19] Disfungsi
endotelial yang menyebabkan defisiensi sawar darah otak, impaired cerebral autoregulation dan
perubahan protrombotik dipercaya merupakan penyebab cerebral small vessel disease (SVD).
Penderita (SVD) dapat mengalami infark lakunar, atau dengan disertai leukoaraiosis.

Dari 594 penderita stroke, leukoaraiosis ditemukan dalam 55,4% cerebral large vessel disease
(LVD) atau ateroskeloris, 30,3% dalam SVD dan 14,3% dalam cardioembolic disease. Dalam
pronosis LVD, leukoaraiosis memiliki kecenderungan ke arah grup stenosis intrakranial dengan
40,3% untuk grup intrakranial, 26,9% untuk grup ekstrakranial dan 45,5% untuk grup kombinasi
keduanya. Tidak ditemukan korelasi antara leukoaraiosis dengan diabetes mellitus,
hiperlipidemia, merokok, hipertensi dan penyakit jantung.[20]

[sunting] Infiltrasi leukosit


Di jaringan otak terdapat beberapa populasi sel dengan kapasitas untuk mensekresi sitokina
setelah terjadi stimulasi iskemia, yaitu sel endotelial, astrosit, sel mikroglia dan neuron.

Peran respon peradangan pasca iskemia dilakukan oleh sel mikroglia, terutama di area penumbra
dengan sekresi sitokina pro-radang, metabolit dan enzim toksik. Selain itu, sel mikroglia dan
astrosit juga mensekresi faktor neuroprotektif seperti eritropoietin, TGF1, dan metalotionein-2.

Terdapat banyak bukti yang menunjukkan peran leukosit terhadap patogenesis cedera akibat
stroke seperti cedera di jaringan akibat reperfusi dan disfungsi mikrovaskular. Bukti-bukti
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian pokok yaitu,

terjadi akumulasi leukosit pasca iskemia hingga terjadi cedera jaringan

simtoma iskemia direspon dengan peningkatan neutrofil.[21] Dalam percobaan dengan


tikus, rendahnya populasi neutrofil dalam sirkulasi darah menunjukkan volume infark
yang lebih kecil.

pencegahan adhesi sel antara leukosit dengan sel endotelial pada sawar darah otak,
dengan antibodi monoklonal terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap cedera
akibat stroke.

Akumulasi sel T terjadi pasca iskemia,[21] dan diperkirakan merupakan penyebab terjadinya
reperfusi. Sel T CD8 dapat menginduksi cedera otak dengan molekul dari granula sitotoksik. Sel
TH1 CD4+ dengan sekresi sitokina pro-radang termasuk IL-2, IL-12, IFN- dan TNF- dapat
memperburuk efek yang ditimbulkan stroke, sedangkan Sel TH2 CD4+ dengan sitokina anti-
radang seperti IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 lebih mempunyai peran protektif.

[sunting] Pendarahan

Pada percobaan terhadap hewan kelinci, setidaknya sitokina TNF- atau antibodinya berperan
atas terjadinya pendarahan setelah terjadi stroke iskemik yang diinduksi oleh klot.[22] Dalam hal
ini terjadi peningkatan prognosis terjadinya pendarahan dari 18,5% menjadi 53,3% dan
peningkatan volume pendarahan hingga 87%. Disamping itu, penggunaan tissue plasminogen
activator (tPA) dengan dosis standar 3,3 mg/kg akan meningkatkan kemungkinan pendarahan
dari 18,5% menjadi 76,5%, efek tPA ini dapat diredam dengan penggunaan antibodi anti-TNF.
Pemberian EPO setelah 6 jam serangan stroke akan memperburuk pendarahan yang diinduksi
tPA dengan mediasi MMP-9, NF-B dan interleukin-1 receptor-associated kinase-1 (IRAK-1).[23]

Pada hewan tikus, TNF- akan menginduksi ekspresi MMP-9 yang menurunkan kadar protein
dalam sawar darah otak seperti okludin,[24] dan meningkatkan permeabilitas pada pembuluh
kapiler otak.[25] MMP-9 kemudian memodulasi,[26] Gelatinase A untuk membuka sawar darah
otak. Pendarahan yang terjadi kemudian direspon tubuh dengan memproduksi urokinase-type
plasminogen activator (uPA). Ekspresi MMP-9 juga dapat diinduksi oleh lipopolisakarida.[27]

[sunting] Faktor risiko


Merokok

Alkohol

Diet

tingginya kadar kolesterol

Riwayat keluarga [28]

[sunting] Hipertensi

Hipertensi akan merangsang pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh arteri dan arteriol
dalam otak, serta menginduksi lintasan lipohialinosis di pembuluh ganglia basal, hingga
menyebabkankan infark lakunar atau pendarahan otak.[29]

[sunting] Fibrilasi atrial

Fibrilasi atrial merupakan indikasi terjadinya kardioembolisme, sedangkan kardioembolisme


merupakan 20% penyebab stok iskemik.[30] Kardioembolisme terjadi akibat kurangnya kontraksi
otot jantung di bilik kiri, disebut stasis, yang terjadi oleh penumpukan konsentrasi fibrinogen, D-
dimer dan faktor von Willebrand.[31] Hal ini merupakan indikasi status protrombotik dengan
infark miokardial, yang pada gilirannya, akan melepaskan trombus yang terbentuk, dengan
konsekuensi peningkatan risiko embolisasi di otak. Sekitar 2,5% penderita infark miokardial akut
akan mengalami stroke dalam kurun waktu 2 hingga 4 minggu, 8% pria dan 11% wanita akan
mengalami stroke iskemik dalam waktu 6 tahun, oleh karena disfungsi dan aneurysm bilik kiri
jantung.

[sunting] Aterosklerosis

Penelitian mengenai lintasan aterogenesis yang memicu aterosklerosis selama ini terfokus
kepada pembuluh nadi koroner, namun proses serupa juga terjadi di otak dan menyebabkan
stroke iskemik.[32] Aterosklerosis dapat menyerang pembuluh nadi otak seperti pembuluh karotid,
pembuluh nadi di otak tengah, dan pembuluh basilar, atau kepada pembuluh arteriol otak seperti
pembuluh lenticulostriate, basilar penetrating, dan medullary. Beberapa riset menunjukkan
bahwa mekanisme aterosklerosis yang menyerang pembuluh nadi dapat sedikit berbeda dengan
mekanisme kepada pembuluh arteriol.

Aterosklerosis intrakranial dianggap sebagai kondisi yang sangat jarang terjadi. Hasil otopsi
infark otak dari 339 penderita stroke yang meninggal akibat aterosklerosis intrakranial,
ditemukan 62,2% plak intrakranial dan 43,2% stenosis intrakranial.[33] Hasil otopsi oleh National
Cardiovascular Center, Osaka, Jepang terhadap 142 penderita stroke yang meninggal dalam
waktu 30 hari sejak terhitung sejak terjadi serangan iskemia, menunjukkan bahwa kedua jenis
trombus yang kaya akan keping darah dan yang kaya akan fibrin berkembang di culprit plaque di
dalam pembuluh nadi otak merupakan faktor utama penyebab stroke aterotrombotik.[34] 70%
kasus stroke kardioembolik menunjukkan keberadaan trombus sebagai sumber potensial
terbentuknya emboli di jantung atau pembuluh balik terhadap penderita patent foramen ovale
dan tetralogy of Fallot. Umumnya trombus yang kaya akan keping darah yang mengendap di
pembuluh balik jantung, akan terlepas dan membentuk emboli di pembuluh nadi otak.

[sunting] Diabetes mellitus

Berdasarkan studi hasil otopsi, penderita diabetes mellitus rentan terhadap infark lakunar dan
cerebral small vessel disease. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes merupakan
faktor risiko bagi stroke iskemik. Patogenesis stroke yang dipicu tampaknya dimulai dari reasi
berlebih glikasi dan oksidasi, disfungsi endotelial, peningkatan agregasi keping darah, defisiensi
fibrinolisis dan resistansi insulin.[35] Dalam hewan tikus, stroke iskemik yang terjadi dalam
diabetes mellitus akan memicu stroke hemorragik yang disertai dengan peningkatan enzim
MMP-9 di otak yang memperburuk kondisi leukoaraiosis.[36]

[sunting] Transient Ischemic Attack (TIA)

Transient ischemic attack (TIA), disebut juga acute cerebrovascular syndrome (ACVS),[37]
adalah salah satu faktor risiko dari stroke iskemik.[38]

TIA dapat dijabarkan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang biasanya terjadi akibat
gangguan vaskular,[39] berupa simtoma iskemia di otak atau retina yang berlangsung kurang dari
24 jam, atau kurang dari 1 jam,[40] tanpa meninggalkan bekas berupa infark serebral[41] akut.[42]

Dari sudut pandang lain, oleh karena stroke merupakan defisiensi neurologis akibat perubahan
aliran darah di jaringan otak, maka TIA dapat dikatakan sebagai indikasi atau simtoma yang
ditimbulkan dari perubahan aliran darah otak yang tidak dapat dideteksi secara klinis dalam
waktu 24 jam.[43]

TIA tidak selalu menjadi indikasi akan terjadinya stroke di kemudian hari, dan jarang sekali
dikaitkan dengan stroke hemorragik primer. Dalam populasi manusia yang telah beranjak tua,
TIA diinduksi oleh terhalangnya aliran darah di pembuluh darah besar terutama akibat
aterotrombosis, namun dalam penderita yang berusia di bawah 45 tahun TIA umumnya
disebabkan oleh robeknya pembuluh darah (bahasa Inggris: arterial dissection), migrain dan
obat-obatan sympathomimetic. TIA juga dapat disebabkan oleh :

Large artery atherothrombosis with distal flow reduction

Arteriosklerosis di pembuluh darah kecil ("lacunar TiAs")

Emboli Kardiogenic dan emboli antar-arteri

Vasospasma

Vaskulitis
Sludging-polycythemia. sickle cell anemia. Trombositemia dan sejenisnya

Hypercoaguable states-puerperium. oral contraceptive use. 'sticky platelet syndrome"


dan sejenisnya

Meningitis

Cortical vein thrombosis-dehydration. Puerperium. Infection. Neoplasma dan sejenisnya

Displasia fibromuskular

Sindrom Moyamoya

Arteritis Takayasu

Namun beberapa kondisi lain dapat menimbulkan gejala yang sangat serupa dengan TIA, seperti
focal seizure activity, migraine (?"spreading depression"), compressive mononeuropathies
(carpal tunnel syndrome. ulnar elbow compression and so forth), sindrom Adams-Stokes, tumor
otak dengan gejala neurologik transien, hematoma subdural, Demyelinating disease,
hipoglisemia, hiperglisemia, primary ocular disease-glaucoma, vitreal hemorrhage. floaters and
the like, functional disorders-conversion hysteria, malingering, hiperventilasi.

[sunting] Cardiac papillary fibroelastoma (CPF)

Dari 725 kasus CPF, 55% merupakan penderita pria dengan lokasi tumor, umumnya, ditemukan
di permukaan valvular, terutama di katup trikuspidalis aortik, selain katup mitralis. Tumor juga
ditemukan di permukaan non-valvular, seperti di bilik kiri. Ukuran tumor bervariasi dari 2 mm
hingga 70 mm.[44]

Manifestasi klinis CPF meliputi stroke, infark miokardial, emboli paru, gagal jantung congestive
dan serangan jantung mendadak.[45] Meskipun demikian, tidak semua penderita menunjukkan
simtoma demikian.

[sunting] Cryptogenic cerebral infarction (CCI)

CCI paling banyak ditemukan dalam penderita patent foramen ovale baik yang disertai maupun
tidak disertai septal aneurysm.[46][47] Sejak tahun 1989, CCI merupakan penyebab 40% kasus
stroke iskemik. 4,9% pria dan 2,4% wanita mengalami mutasi genetik galaktosidase-alfa yang
merupakan indikasi penyakit Fabry, sedangkan studi lain menunjukkan keterkaitan dengan
trombofilia.[48] Lintasan patogenesis CCI diperkirakan meliputi aterosklerosis di pembuluh nadi
otak, baik yang bersifat intrakranial seperti moderate middle cerebral artery stenosis,
ekstrakranial seperti vertebral artery origin stenosis atau proksimal seperti thick plaques in the
aortic arch yang selama ini dianggap tidak berkaitan dengan patogenesis stroke.[49]

[sunting] Patent foramen ovale (PFO)


Sindrom platipnea-ortodeoksia merupakan kondisi yang jarang terjadi dengan simtoma berupa
dispnea dan desaturasi arterial. PFO merupakan salah satu bentuk sindrom platipnea-ortodeoksia
dengan peningkatan ortostatik di area defisiensi atrial septal.[50] Hasil diagnosa PFO yang sering
ditemukan pada CCI dan migrain, juga diperkirakan sebagai penyebab emboli pada penderita
tromboembolisme arterial.

[sunting] Diagnosis
Diagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita stroke
dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat digunakan
berbagai sistem skor, seperti Skor Stroke Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada, atau Algoritma
Junaedi.

[sunting] Simtoma klinis

Fitur stroke iskemik yang sangat umum, menurut Uniformed Services University of the Health
Sciences, masih berdasar kepada banyaknya hasil diagnosis pemeriksaan fisik terhadap penderita
yang dirangkum dalam satu kurun waktu. USUHS merangkumnya menjadi tabel berikut agar
dapat digunakan masyarakat awam untuk mengenali gejala klinis stroke sedini mungkin. Dan
bagi tenaga medis profesional, The National Institute of Health telah membuat tabel skala strok
sebagai panduan guna melakukan diagnosis dalam waktu kurang dari sekitar 5 hingga 10 menit.

[sunting] Simtoma paraklinis

Beberapa senyawa biokimiawi di dalam serum darah yang dapat dijadikan dasar diagnosis dan
prognosis terjadinya nekrosis otak antara lain:[51]

[sunting] S100-

S100- adalah peptida yang disekresi astrosit pada saat terjadi cedera otak, proses
neurodegenerasi dan kelainan psikiatrik. S100- merupakan senyawa pengikat kalsium, secara in
vitro, pada kadar rendah, interaksi dengan sistem kekebalan di otak akan meningkatkan
kelangsungan hidup bagi neuron yang sedang berkembang, namun, pada kadar yang lebih tinggi,
S100- akan menstimulasi produksi sitokina pro-peradangan dan apoptosis.

Studi terhadap hewan menunjukkan efek neuroprotektif S100- dengan teraktivasinya proses
selular di neuron yang menahan eksitotoksisitas yang diinduksi NMDA. Peningkatan serum
S100- selalu terjadi pada stroke iskemik, dan terjadi pula pada kondisi yang lain seperti
traumatic brain injury (TBI), Alzheimer dan schizophrenia.

Saat terjadi stroke iskemik, konsentrasi serum S100- mencapai titik maksimum pada hari ke-2
hingga 4. Nilai konsentrasi maksimum S100- berkaitan dengan skala stroke NIH, ukuran dan
patofisiologi infark, sehingga semakin tinggi nilai maksimum S100-, semakin tinggi pula risiko
terjadinya transformasi hemorragik. Peningkatan S100- juga ditemukan dalam stroke
hemorragik primer, yang menunjukkan volume hematoma awal.
Peningkatan kadar S100- tidak harus terjadi dengan cepat, dan masih banyak sel selain astrosit
dan sel Schwann yang menhasilkan S100-, sehingga penggunaan nilai serum S100- sebagai
salah satu dasar diagnosis stroke masih cukup rentan. Namun beberapa studi telah menunjukkan
bahwa serum S100- lebih terkait dengan kondisi integritas sawar darah otak.

[sunting] Glial fibrillary-associated protein (GFAP)

GFAP merupakan monomeric intermediate filament protein yang terdapat di astrosit dan sel
ependimal otak yang berfungsi sebagai bagian sitoskeleton. Kadar serum S100- dan GFAP akan
meningkat tajam pada hari 1-2 sesuai dengan ukuran infark, dan kembali normal sekitar 3
minggu kemudian.

Serum GFAP merupakan indikator yang lebih peka daripada S100- pada stroke minor maupun
guratan kecil, namun waktu tunda peningkatan serum ini membuat aplikasi diagnostiknya
menjadi terbatas.

[sunting] Myelin basic protein (MBP)

MBP adalah protein hidrofilik penting bagi struktur selubung mielin. Kadar MBP dalam CSF
sering digunakan sebagai indikasi aktivitas patogen dalam sklerosis multipel. Stroke juga disertai
dengan peningkatan kadar MBP dalam CSF sekitar 1 minggu setelah terjadinya serangan, dan
kembali normal setelah minggu ketiga.

[sunting] Fatty acid-binding proteins (FABPs)

FABP adalah kelompok molekul intraselular yang berperan dalam menyangga dan sebagai
transportasi asam lemak berantai panjang, yang akan segera disekresi ke dalam sirkulasi darah
sesaat setelah terjadi kerusakan sel. Di tubuh manusia terdapat 9 jenis FABP yang tersebar dalam
masing-masing jenis jaringan yang berbeda. Empat jenis FABP terdapat di sistem saraf, dua
diantaranya hanya ditemukan di sistem saraf pusat orang dewasa, yaitu brain-type (B-FABP) di
glia dan heart-type (H-FABP) di neuron.

Ditemukannya H-FABP dalam berbagai jenis jaringan merupakan tanda-tanda infak miokardial
akut. B-FABP berada dalam jaringan di dalam sistem saraf pusat dan tidak dapat dideteksi dalam
serum darah manusia sehat. Serum H-FABP dan B-FABP akan tajam dalam 2-3 jam sejak terjadi
serangan stroke. B-FABP merupakan indikasi yang sangat peka terhadap infark lakunar dan
infark subkortikal, namun tidak menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi di neuron, dan
bukan merupakan indikasi spesifik terjadinya stroke. Sebaliknya peningkatan H-FABP
berbanding lurus dengan ukuran infark dan tingkat kerusakan saraf.

[sunting] Neuron-specific enolase (NSE)

NSE merupakan salah satu dari tiga bentuk enolase, sebuah enzim yang terdapat di lintasan
glikolisis. Walaupun cukup spesifik di neuron, NSE juga dapat ditemukan di kultur sel
neuroendokrin dan bentuk sel kanker terkait. Konsentrasi NSE di dalam CSF akan meningkat
seiring terjadinya stroke iskemik dan sejumlah cedera otak lain seperti subarachnoid
hemorrhage, ICH, dan lain-lain, hingga mulai dapat dideteksi setelah 4-8 jam setelah terjadinya
serangan. Konsentrasi tertinggi setelah terjadi stroke iskemik memiliki korelasi dengan nilai pada
skala stroke NIH.

[sunting] Protein tau (TP)

Otak memiliki 6 isomer TP yang memungkinkan terbentuknya mikrotubula dengan interaksi


tubulin. Peningkatan kadar TP terjadi dengan sangat lambat dan hanya 27% total konsentrasi
yang mengalami peningkatan di luar batas atas ambang normal dalam waktu 24 jam setelah
serangan stroke iskemik, namun nilai konsentrasi ini menunjukkan ukuran infark dan strata
serangan stroke. Peningkatan kadar TP dalam CSF pasca stroke juga merupakan indikasi ukuran
infark. Akan tetapi stroke tidak mempengaruhi kadar -amyloid, ApoE dan klusterin dalam CSF.

[sunting] Penanganan
Penderita stroke akut biasanya diberikan SM-20302,[52] atau microplasmin,[53] oksigen, dipasang
infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan, kemudian diberikan manitol atau
kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak,[54] akibat infiltrasi
sel darah putih. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa
dicegah atau dipulihkan jika recombinan tissue plasminogen activator (rtPA) atau streptokinase
yang berfungsi menghancurkan emboli diberikan dalam waktu 3 jam,[55] setelah timbulnya
stroke. Trombolisis dengan rtPA terbukti bermanfaat pada manajemen stroke akut, walaupun
dapat meningkatkan risiko pendarahan otak,[56] terutama pada area sawar darah otak yang
terbuka.[57]

Beberapa senyawa yang diberikan bersamaan dengan rtPA untuk mengurangi risiko tersebut
antara lain batimastat (BB-94) dan marimastat (BB-2516),[58] yang menghambat enzim MMP,
senyawa spin trap agent seperti alpha-phenyl-N-t-butylnitrone (PBN) dan disodium- [tert-
butylimino)methyl]benzene-1,3-disulfonate N-oxide (NXY-059),[59] dan senyawa anti-ICAM-1.[60]

Metode perawatan hemodilusi dengan menggunakan albumin masih kontroversial,[61] namun


penelitian oleh The Amsterdam Stroke Study memberikan prognosis berupa penurunan angka
kematian dari 27% menjadi 16%, peningkatan kemandirian aktivitas dari 35% menjadi 48%, saat
3 bulan sejak terjadi serangan stroke akut.

[sunting] Pemulihan

Serangan stroke terkait dengan keterbatasan pulihnya fungsi otak, meskipun area peri-infark
menjadi lebih bersifat neuroplastik sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik
melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Di tingkat selular, terjadi
dua proses regenerasi dalam korteks peri-infark, akson akan mengalami perubahan fenotipe dari
neurotransmiter ke dalam status regeneratif,[62] dan menjulurkan tangkainya untuk membuat
koneksi baru di bawah pengaruh trombospondin,[63], laminin, dan NGF hasil sekresi sel Schwann,
[64]
dan terjadi migrasi sel progenitor neuron ke dalam korteks peri-infark.[65] Hampir sepanjang 1
bulan sejak terjadi serangan stroke, daerah peri-infark akan mengalami penurunan molekul
penghambat pertumbuhan. Pada rentang waktu ini, neuron akan mengaktivasi gen yang
menstimulasi pertumbuhan, dalam ritme yang bergelombang. Neurogenesis saling terkait dengan
angiogenesis juga terjadi bergelombang yang diawali dengan migrasi neuroblas dengan ekspresi
GFAP,[66] yang berada dalam zona subventrikular ke dalam korteks peri-infark. Migrasi ini
dimediasi oleh beberapa senyawa antara lain eritropoietin,[67] stromal-derived factor 1 (SDF-1)
dan angiopoietin-1, hingga menghasilkan neuroblas dengan jarak tempuh migrasi yang lebih
panjang dan rentang waktu sitokinesis yang lebih pendek.[68]

Terhambatnya fungsi pencerap GABA ekstrasinaptik di area peri-infark yang terjadi akibat oleh
disfungsi transporter GABA GAT-3/GAT-4, dalam hewan tikus, dapat dipulihkan dengan
pemberian benzodiazepina.[69]

[sunting] Pencegahan
Dalam manusia tanpa faktor risiko stroke dengan umur di bawah 65 tahun, risiko terjadinya
serangan stroke dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%.[70] Setelah terjadinya serangan stroke
ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin, salah satu obat yang
digunakan untuk penderita fibrilasi atrial,[71] akan menurunkan risiko serangan stroke dari 12%
menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa anti-keping darah seperti aspirin,
umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih, hanya akan memberikan perlindungan
dengan penurunan risiko menjadi 10,4%.[72] Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan
perlindungan lebih jauh dengan penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%.

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang-orang
yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko stroke sebanyak mungkin, seperti
kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid,[73] mengatur pola makan yang
sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta olaraga secara
teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium yang umumnya disebabkan oleh
turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam asam askorbat yang meningkatkan
sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita
menjadi NO dan menghambat oksidasi LDL[74] di lintasan aterosklerosis.

Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke
Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan
panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan seksama berbagai penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk kardioembolisme
dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme,[75] diikuti dengan pengendalian
faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia,
hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous sinus thrombosis; stroke saat
kehamilan, stroke akibat penggunaan hormon pasca menopause, penggunaan senyawa anti-
koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage; hipertensi,[76] hipertensi, kebiasaan merokok,
diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid, obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi
alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur,
migrain, peningkatan lipoprotein dan fosfolipase.

Вам также может понравиться