Вы находитесь на странице: 1из 20

0

Makalah

ETIKA BISNIS DALAM PERLINDUNGAN


KONSUMEN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu

Mata Kuliah Etika Bisnis Islam

Semester VI

Dosen Pengampuh : Dr. Muhammad Kamal Zubair

Oleh:
1

NURDESI

NIM : 14.2200.068

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


PAREPARE

2017
2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang Etika Bisnis dalam Perlindungan
Konsumen.
Makalah Etika Bisnis Islma ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Etika Bisnis dalam
Perlindungan Konsumen ini dapat bermanfaat untuk teman-teman dan dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Parepare, 23 Mei 2017

Kelompok VI

BAB I

PENDAHULUAN
2

1.1. Latar Belakang

Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya


didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang
dibeli dari produsen atau pelaku usaha. Saat ini ada saja para produsen yang
tidak mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumennya karena sering
kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen
kepada pihak konsumen.

Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memang telah di


terbitkan namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang
itu sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam
undang undang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus banyak
ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen yang
tentunya berkaitan dengan tanggung jawab produsen (pelaku usaha) dalam
tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para
konsumen.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud konsumen ?
1.2.2. Apa Hak dan Kewajiban konsumen ?
1.2.3. Apa Azas dan Tujuan Prlindungan Konsumen ?
1.2.4. Apa sajakah Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha ?
1.2.5. Apa sajakah Prinsip Konsumsi dalam Islam ?
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konsumen

Pengertian konsumen menurut a Philip Kotler (2000) dalam bukunya


Principles of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang
membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.

Konsumen itu sendiri dibedakan menjadi dua :

2.1.1. Konsumen Akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara


langsung produk yang diperolehnya.
Menurut BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional):
Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri
atau orang lain dan tidak diperjualbelikan.
Menurut YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia):
Pemakai Barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi
keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
Menurut KUH Perdata Baru Belanda : orang alamiah yang
mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang
menjalankan profesi atau perusahaan.
2.1.2. Konsumen Antara adalah konsumen yang memperoleh produk
untuk memproduksi produk lainnya. Contoh: distributor, agen dan
pengecer.

Ada dua cara untuk memperoleh barang, yakni :


4

Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara


membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan
konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.

Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara
yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual
dengan pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan
hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara
dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal
ini UU PK.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999


tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen didefinisikan sebagai Setiap
orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk yang lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Tampaknya definisi ini mengandung kelemahan
karena banyak hal yang tidak tercakup sebagai konsumen, padahal
seharusnya ia juga dilindungi, seperti baan hukum, badan usaha, barang yang
tidak ditawarkan dalam masyarakat dan adanya batasan-batasan yang samar.
Jika sekiranya badan usaha yang memperdagangkan sebuah produk tidak
masuk ke dalam kategori pengertian konsumen rasanya kurang tepat, karena
bagaimananapun badan ini adalah konsumen antara yang menjembatani
antara produsen dengan masyarakat selaku konsumen akhir. Justru karena itu
agar badan usaha tidak terjebak dari perilaku produsen yang melawan hokum,
seyogianyadimasukkan pula ke dalam lingkup pengertian konsumen,
sehingga mereka juga patut mendapat perlindungan hukum.
Pendapat lain merumuskan, bahwa konsumen adalah setiap individu
atau kelompok yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dari kepemilikan
khusus, produk, atau pelayanan dan kegiatan, tanpa memperhatikan apabila ia
berasal dari pedagang, pemasok, produsen pribadi atau public, atau apakah ia
berbuat sendiri ataukah secara kolektif.
5

Dalam Islam tampaknya belum di konkretkan secara definitive,


siapakah sebenarnya konsumen itu? Mengutip pendapat M. Abdul Mannan
secara sempit menyinggung bahwa konsumen dalam suatu masyarakat Islam
hanya dituntun secara ketat dengan sederatan larangan (yakni: makan daging
babi, minum minuman keras, mengenakan pakaian sutera dan cincin emas
untuk pria, dan seterusnya).
Apa yang dikemukakan Mannan di atas jelas bukanlah sebuah
rumusan pengertian dari sebuah difinisi konsumen. Tetapi hanya
menggambarkan secara sederhana mengenai perilaku yang harus dipatuhi
oleh seorang Konsumen Muslim. Oleh karena itu sebagian gambaran, yang
dimaksud Konsumen menurut penulis adalah setiap orang atau badan
pengguna produk, baik berupa barang maupun jasa dengan berpegang teguh
pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Bagi Konsumen Muslim dalam
mengkonsumsi sebuah produk bagaimanapun harus yang halal, baik, dan
aman. Karena itu disinilah arti pentingnya produsen melindungi kepentingan
konsumen sesuai dengan ketentuan yang bersumber dari ajaran agama yang
mereka anut tanpa mengabaikan aturan perundangan Negara yang berlaku.

2.2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Pada era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini, sebagai


dampak kemajuan teknologi dan informasi, memberdayakan konsumen
semakin penting. Untuk pemberdayaan itu di Negara kita telah dibuat
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Dalam hal ini ada dua pasal yang perlu diperhatikan, yaitu yang
mengatur hak-hak konsumen, disamping kewajiban yang harus dilakukan.

2.2.1. Hak Konsumen (Pasal 4)


2.2.1.1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang, atau jasa
6

2.2.1.2. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan


barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi
serta jaminan yang dijanjikan
2.2.1.3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jamina barang atau jasa
2.2.1.4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
atau jasa yang digunakan
2.2.1.5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelasain sengketa perlindungan konsumen secara patut
2.2.1.6. Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen
2.2.1.7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif
2.2.1.8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau
penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
2.2.1.9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
2.2.2. Kewajiban Konsumen (Pasal 5)
2.2.2.1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakain atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan
dan keselamatan
2.2.2.2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang atau jasa
2.2.2.3. Membayar sesuia dengan nilai tukar yang disepakati
2.2.2.4. Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa
perlindungan konsumen.

Dengan terbitnya undang-undang tersebut maka diharapkan kepada


para pelaku bisnis untuk melakukan peningkatan dan pelayanan sehingga
konsumen tidak merasa dirugikan. Yang penting dalam hal ini adalah
bagaimana sikap produsen agar memberikan hak-hak konsumen yang
seyogianya pantas diperoleh. Di samping agar juga konsumen juga menyadari
apa yang menjadi kewajibannya. Di sini dimaksudkan agar kedua belah pihak
saling memperhatikan hak dan kewajibannya masing-masing. Apa yang
menjadi hak konsumen merupakan kewajiban bagi produsen. Sebaliknya apa
7

yang menjadi kewajiban konsumen merupakan hak bagi produsen. Dengan


saling menghormati apa yang menjadi hak maupun kewajiban masing-
masing, maka akan terjadilah keseimbangan (tawazun) sebagaimana yang di
ajarkan dalam ekonomi islam. Dengan prinsip keseimbangan akan
menyadarkan kepada setiap pelaku bisnis agar segala aktivitasnya tidak hanya
mementingkan dirinya sendiri, namun juga harus memperhatikan kepentingan
orang lain.

Salah satu wujud perlindungan pada orang lain, kepada produsen


dituntut agar setiap produk yang akan dihasilkan aman bahan bakunya, benar
prosesnya dan halal zatnya sehingga dengan demikian bisa menjawab
pertanyaan Mannan sebagaimana dikutip sebelum ini, yakni untuk siapakah
barang dan jasa dihasilkan, barang dan jasa apa yang akan dihasilkan, dan
bagaimana cara menghasilkannya?. Mampu menjawab dan mempraktikkan
pertyaan-pertayaan ini maka berarti para pelaku bisnis (produsen) telah
melindungi kepentingan konsumen sesuai yang di inginkan dalam syariat
Islam.

Hak untuk memilih barang yang didalam Islam dikenal dengan istilah
khiyar, disini dimaksudkan agar konsumen diberi kebebesan mendapatkan
barang atau jasa sesuai dengan selera (keinginannya). Selain itu juga perlu
mendapat kualitas barang sesuai dengan harga yang ditetapkan dan
disepakati. Perlu dihindari adanya penipuan oleh pelaku bisnis terhadap
konsumen Karena bisa jadi barang yang telah diperoleh tidak sesuai dengan
harga yang dibayar.

2.3. Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya


didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang
dibeli dari produsen atau pelaku usaha.
8

2.3.1. Azas Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen


Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum.
Azas Perlindungan Konsumen:

2.3.1.1. Asas Manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam


penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan,
2.3.1.2. Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
2.3.1.3. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil ataupun spiritual,
2.3.1.4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,
2.3.1.5. Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
2.3.2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan


Konsumen :

2.3.2.1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian


konsumen untuk melindungi diri;
9

2.3.2.2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara


menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/
atau jasa;
2.3.2.3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
2.3.2.4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
2.3.2.5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
2.3.2.6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

2.4. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Pasal 8
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :

2.4.1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa


yang idak sesuai dengan :
2.4.1.1. Standar yang dipersyaratkan;
2.4.1.2. Peraturan yang berlaku;
2.4.1.3. Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya
2.4.1.4. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan
keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang
menyangkut :
2.4.1.4.1. Berat bersih;
2.4.1.4.2. Isi bersih dan jumlah dalam hitungan
2.4.1.4.3. Kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran;
2.4.1.4.4. Mutu, tingkatan, komposisi;
2.4.1.4.5. Proses pengolahan;
10

2.4.1.4.6. Gaya, mode atau penggunaan tertentu;


2.4.1.4.7. Janji yang diberikan;
2.4.1.5. Tidak mencantumkan :
2.4.1.5.1. Tanggal kadaluarsa/jangka waktu
penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang
tertentu;
2.4.1.5.2. Informasi dan petunjuk penggunaan dalam
bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
2.4.1.6. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal
sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam
label.
2.4.1.7. Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
2.4.1.7.1. Nama barang;
2.4.1.7.2. Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
2.4.1.7.3. Tanggal pembuatan;
2.4.1.7.4. Aturan pakai;
2.4.1.7.5. Akibat sampingan;
2.4.1.7.6. Nama dan alamat pelaku usaha;
2.4.1.8. Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus
dipasang atau dibuat
2.4.1.9. Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan
Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
2.4.2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang
dan/atau jasa :
2.4.2.1. Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
2.4.2.1.1. Telah memenuhi standar mutu tertentu,
potongan harga/harga khusus, gaya/mode
tertentu, sejarah atau guna tertentu.
2.4.2.1.2. Dalam keadaan baik/baru, tidak
mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu,
merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
2.4.2.2. Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa
tersebut :
2.4.2.2.1. Telah mendapatkan/memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan
tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
11

2.4.2.2.2. Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor,


persetujuan/afiliasi.
2.4.2.2.3. Telah tersedia bagi konsumen.
2.4.2.3. Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain.
2.4.2.4. Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa
keterangan lengkap.
2.4.2.5. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti.
2.4.2.6. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah
tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
2.4.2.7. Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud
tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai
dengan janji.
2.4.2.8. Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain,
untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
2.4.2.9. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk
diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan
atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan
mengenai :
2.4.2.9.1. Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah
menarik yang ditawarkan.
2.4.2.9.2. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti
rugi atas barang dan/atau jasa.
2.4.2.9.3. Kegunaan dan bahaya penggunaan barang
dan/aatau jasa.
2.4.3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
2.4.3.1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu
dijanjikan.
2.4.3.2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
2.4.3.3. Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau
menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan
nilai hadiah yang dijanjikan.
12

2.4.4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara


pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada
konsumen baik secara fisik maupun psikis.
2.4.5. Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang
menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
2.4.5.1. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah
memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat
tersembunyi.
2.4.5.2. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan
untuk menjual barang lain.
2.4.5.3. Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah
tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
2.4.5.4. Menaikkan harga sebelum melakukan obral.

Di samping itu, pelaku usaha bisa saja mempermainkan harga


dengan jalan menaikkannya (mark up) dari harga normal yang
kadangkala tidak ketahui oleh calon pembeli, berapakah harga yang
sebenarnya. Permainan harga semacam ini pada prinsipnya merupakan
bagian dari permainan penjual yang memanfaatkan keawaman calon
pembeli tentang harga barang yang akan dibeli. justru krena itu Nabi
saw dalam sebuah haditsnya secara umum telah melarang
mempermainkan harga:

Barang siapa yang melakukan sesuatu untuk mempengaruhi


harga-harga barang kaum Muslimin dengan tujuan untuk menikkan
harga tersebut, maka sudah menjai hak Allah untuk menempatkannya
di Uzm (tempat besar) dalam neraka pada hari kiamat (HR. Ahmad
dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Factor yang mempengaruhi terjadinya harga yang tidak normal


di masyarakat, diantaranya:

2.4.5.1. Permainan harga yang disebabkan oleh praktik monopoli


dan persaingan tidak sehat (al ikhtikar),
13

2.4.5.2. Penyalahgunaan kelemahan konsumen seperti karena


keluguannya-istirsalkarena tidak terpelajar, atau karena
keadaan konsumen yang sedang terdesak untuk memenuhi
kebutuhannya-dharurah,
2.4.5.3. Karena penipuan dan informasi yang tidak akurat/
informative-ghurur.

Untuk mengantisipasi permainan harga yang tidak wajar dalam


pasar, fikih Islam telah menawarkan beberapa solusi, antara lain
larangan praktik ribawi, larangan monopoli dan persaingan tidak
sehat, pemberlakuan al-tasir (fixing price), pemberlakuan khiyar al-
ghubn al-fahisy (perbedaan nilai tukar menyolok), pemberlakuan
khiyar al-mustarsil (karena tidak tau harga sehingga ia membeli atas
kepercayaan pada pedagang), larangan jual beli an-najasy. Larangan
jual beli talaqi rukban dan jual beli al-hadhir li bad.

2.5. Prinsip Konsumsi dalam Islam

Ada lima prinsip konsumsi dalam Islam sebagaimana yang


dikemukakan M. Abdul Mannan sebagai berikut:

2.5.1. Prinsip Keadilan

Prinsip ini mengandung arti yang mendasar sekali yang


maksudnya, dalam mencari rezeki seseorang harus dengan cara yang
halal dan tidak dilarang hokum, sebagaimana ditegaskan dalam al-
Quran:






Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
14

syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata


bagimu. (Al-Baqarah : 186)
Kata Halal dimaksudkan bahwa cara perolehannya harus sah
secara hukum, memperhatikan prinsip keadilan, dalam arti tidak
menipu dan merampas hak orang lain, karena apabila tidak, maka
harta yang diperoleh dan dimakan tidak lebih dari bangkai yang
diharamkan.

2.5.2. Prinsip Kebersihan

Kata bersih disini dimaksudkan dalam arti lahir (fisik).


Factor kebersihan memang sangat di utamakan dalam ajaran Islam.
Sedemikian pentingnya, sampai-sampai kita di ingatkan bahwa
memperhatikan kebersihan itu merupakan cermin kualitas keimanan
seorang hamba. Oleh karena itu arahan al-Quran dan Sunnah yang
berkaitan dengan makanan, hendaknya makanan itu harus yang baik
dan layak untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Secara tegas Nabi saw menyatakan bahwa kebersihan
dalam segala hal adalah sebagian dari iman. Selain itu Rasullah saw
mengatakan makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum
dan sudah memakannya (HR. Tirmizi). Namun demikian sisi lain
yang perlu disadari bahwa memelihara kebersihan merupakan sebuah
keniscayaan sebagai prakondisi yang harus diciptakan menuju tubuh
yang sehat yang sangat dianjurkan dalam ilmu medis.

2.5.3. Prinsip Kesederhanaan

Menekankan agar dalam mengkonsumsi makanan dan


minuman tidak berlebih-lebihan, sesuai dengan firman-Nya:











Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap
(memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
15

lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang


berlebih-lebihan. (QS. Al-Araf : 31)
Israf yang berarti berlebihan, merupakan symbol
keserakahan dalam segala hal di dunia ini. Berlebihan dalam hal
apapun, berarti seseorang berada dalam titik ekstrem yang seringkali
menimbulkan kesenjangan di tengah kehidupan.

2.5.4. Prinsip Kemurahan Hati

Dengan mentaati perintah Islam, maka tidak aka nada bahaya


maupun dosa dalam mengonsumsi makanan dan minuman halal yang
dikaruniakan Tuhan karena kemurahan-Nya. Tetapi jika dalam
keadaan terpaksa diluar batas kemampuan manusia (darurat-
emergency) ketentuan itu bisa saja disimpangi sesuai dengan firman-
Nya:










Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa
(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 173).

2.5.5. Prinsip Moralitas

Berakhlak dalam Islam tidak hanya di alamatkan pada sesama


manusia, tetapi juga kepada diri sendiri, lingkungan (alam) sekitar,
dan bahkan terhadap Tuhan sekalipun.
Bagi para pelaku bisnis yang berpegang teguh pada prinsip
moralitas merupakan prakondisi ketaatan mereka pada hukum yang
berlaku. Sebagai konsekuensinya, mereka akan selalu melisendungi
16

segala hak konsumen sebagai bagian dari ajaran hukum apapun secara
universal.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa


hingga saat ini perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus
diperhatikan. Konsumen sering kali dirugikan dengan pelanggaran-
pelanggaran oleh produsen atau penjual. Pelanggaran- pelanggaran yang
terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skala kecil, namun sudah
tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih
siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus segera menangani masalah
ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung kerugian yang
lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan konsumen
atau jaminan terhadap konsumen.
17
18

DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Muhammad. (2009). Hukum Bisnis, Malang: UIN-Malang Press.

Nasution, A.Z, Konsumen dan Hukum, cet.I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1995.

Kotler, Philip. (2000). Principles Of Marketing. Jakarta: Erlangga.

http://Mudasembalun.blogspot.com/2011/12/makalah-tentang-perlindungan-
konsumen.html

http://irwansyah-hukum.blogspot.com/2011/08/makalah-hukum-perlindungan-
konsumen.html

http://www.tunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/

Вам также может понравиться