Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BUKU 1
1. Kepadatan Penduduk
3. Kemiringan Tanah
6. Kemampuan Membiayai
2. Unit pengumpulan;
Bagi kota yang sudah mempunyai IPAL tapi tidak mempunyai IPLT,
IPAL yang sudah ada tidak dapat berfungsi sekaligus sebagai IPLT
untuk membuang lumpur tinjanya karena IPAL tetap berfungsi untuk
mengolah air limbah saja. Apabila IPAL yang ada ingin difungsikan
sebagai IPLT juga, maka diperlukan penyediaan tambahan unit bak
pemisah lumpur atau solid separation chamber sebelum lumpur tinja
tersebut masuk ke dalam IPAL.
Selain itu, tidak semua air limbah bisa diolah di dalam IPAL.
Karakteristik kualitas air limbah yang boleh masuk ke IPAL adalah air
limbah dengan kualitas beban organik sebesar 300 mg/L atau sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan untuk masing-masing daerah.
Apabila terdapat air limbah dengan konsentrasi pencemar lebih dari
itu, maka perlu dilakukan proses pre-treatment terlebih dahulu
sebelum masuk ke dalam IPAL.
Unit ini digunakan untuk membuang air limbah yang telah terolah
atau hasil olahan dan membuang atau mengolah lumpur hasil
pengolahan. Air limbah yang telah terolah dapat dimanfaatkan untuk
irigasi, dijadikan sebagai bahan baku air PDAM (dengan ketentuan
telah memenuhi persyaratan pembuangan air limbah pada sungai
sesuai dengan peruntukkannya), penyiraman taman, dll. Sedangkan
lumpur hasil pengolahan air limbah yang telah diolah dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk, tanah penutup sanitary landfill, sebagai
bahan baku pembuatan semen, dapat dijadikan bahan baku paving
block, dan pemanfaatan lumpur hasil olahan ini juga harus disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku di tiap daerah.
F. PERENCANAAN TEKNIS UNIT PELAYANAN
c. Kemiringan minimal 2%
a. Diameter minimal 50 mm
c. Kemiringan minimal 2%
3. Penangkap Pasir/Lemak
d. Bahan dinding dan dasar dari batu bata kedap atau beton. Tutup
dari beton bertulang atau plat baja yang bisa dibuka tutup.
d. Bahan dinding dan dasar dari batu bata kedap atau beton. Tutup
dari beton bertulang atau plat baja yang bisa dibuka tutup.
f. Level tutup IC, harus 10 cm di atas level muka tanah, agar dapat
dicegah masuknya limpasan air hujan.
Ket :
PB : Private Box (bak kontrol pekarangan)
HC : House Connection (pipa persil)
HI : House Inlet (bak kontrol akhir)
IC : Inspection Chamber (lubang inspeksi)
MH : Manhole
1. Sketsa tata letak bangunan dan titik-titik lokasi sumber air limbah
2. Catat rencana elevasi invert pipa lateral dan/atau invert IC
3. Plot rencana titik-titik lokasi PB dan HI
4. Sket panjang, kemiringan dan diameter pipa persil
5. Kebutuhan minimal beda elevasi antara elevasi dasar titik-titik sumber
air limbah terhadap elevasi dasar IC dengan kemiringan minimal 2 %:
- Jarak 10 m = 20 cm
- Jarak 20 m = 40 cm
- Jarak 30 m = 60 cm
6. Cek berturut-turut elevasi dasar PB, HI dan IC harus menurun dan
masih berada di atas elevasi dasar pipa lateral
7. Buat lay-out SR dan total kebutuhan pengadaan/pemasangan
mencakup :
- Pipa-pipa dari sumber air limbah ke PB
- Pipa-pipa dari PB ke HI
Sistem pengumpulan air limbah dapat dibuat dalam berbagai tipe, yaitu:
Pada sistem on-site ada 2 jenis sarana yang dapat diterapkan yakni
sistem individual dan komunal. Pada skala invidual sarana yang
digunakan adalah septik dengan varian pada pengolahan lanjutan
untuk effluentnya yakni :
a. Sistem Cubluk
Cubluk merupakan sistem pembuangan yang paling sederhana
terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi
dinding rembes air yang dibuat dari pasangan bata berongga,
anyaman bambu, dan bahan-bahan lainnya (Sugiharto, 1997). Pada
umumnya cubluk berbentuk lingkaran, kotak persegi dengan
diameter sepanjang (0,5-1) m, cubluk memiliki kedalaman (1-3) m.
hanya sedikit air yang digunakan untuk menggelontor kotoran/
tinja ke dalam cubluk dikarenakan kotoran biasanya langsung
jatuh dari atas bangunan cubluk yang dibangun sederhana. Cubluk
biasanya didesain untuk waktu (5-10) tahun. Berikut jenis cubluk
diantaranya :
1) Cubluk Tunggal
Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki
ketinggian muka air tanah > 1 m dari dasar cubluk. Cocok
untuk daerah dengan kepadatan < 200 jiwa/ha. Pemakaian
cubluk dihentikan apabila sudah terisi 75% dari kapasitas yang
ada, apabila masih digunakan melebihi batas tersebut maka
dikuatirkan timbul pencemaran seperti bauu, kotoran/tinja
meluber ke atas permukaan
2) Cubluk Ganda/Kembar
Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan
kepadatan penduduk < 50 jiwa/ha dan memiliki muka air
tanah > 2 m dari dasar cubluk. Pemakaian lubang cubluk
pertama dihentikan setelah terisi 75% dan selanjutnya cubluk
kedua dapat disatukan. Jika lubang cubluk kedua telah terisi
75%, maka tinja yang ada di dalam lobang pertama dapat
dikosongkan secara manual dan dapat digunakan untuk
pupuk tanaman. Setealh itu lubang cubluk dapat difungsikan
kembali.
Bila panjang tangki lebih besar dari 2,4 m atau volume tangki lebih
besar dari 5,6 m3, maka interior tangki dibagi menjadi 2
kompartemen yaitu kompartemen inlet dan outlet. Proporsi
besaran kompartemen inlet berkisar 75% dari besaran total tangki
septic.
d. MCK Komunal
MCK komunal/ umum adalah sarana umum yang digunakan
bersama oleh beberpa keluarga untuk mandi, mencuci, dan buang
air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan
sedang sampai tinggi (300-500) orang/ha.
Di bagian bawah dari pengolahan air limbah adalah sisa lumpur yang
terbentuk harus dikendalikan serta diolah sehingga aman terhadap
lingkungan. Berikut ini alternatif teknologi untuk pengolahan air
limbah sistem Off-Site :
Selain itu, sistem penyaluran air limbah dibedakan menjadi sistem terpisah
dan sistem tercampur, selengkapnya adalah sebagai berikut :
2. Sistem tercampur,
a. Pipa Retikulasi
Pipa retikulasi terdiri dari pipa lateral dan pipa servis.
1) Pipa lateral berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbah
dari sambungan rumah ke pipa induk. Pipa lateral
disambungkan ke pipa induk secara langsung melalui
manhole yang terdekat.
2) Pipa servis berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbah
dari pipa lateral ke pipa induk. Pipa ini dapat dipasang
apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan secara teknis
untuk menyambungkan pipa lateral ke pipa induk.
b. Pipa Induk
c. Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap yang dimaksud dapat berupa Manhole atau
syphon.
1. Uraian tentang kondisi yang tidak diinginkan pada suatu wilayah yang
belum mempunyai fasiitas tersebut.
2. Daerah pelayanan setiap jalur (seksi) pipa harus ditandai dengan jelas
berupa blok-blok pelayanan, dengan aliran air limbah yang masuk ke
manhole hulu di seksi pipa yang menerimanya.
1. Lay out sistem jaringan pipa harus diplot pada zona off-site dengan
karakteristik fisik minimal:
1. Desain kapasitas pada setiap seksi pipa dengan awal manhole yang
mendapat tambahan debit, di buat khusus dalam lembar perhitungan,
seperti debit rata-rata, debit minimal, debit maksimal dan debit puncak
dari domestik, industri dan infilltrasi. Data debit ini digunakan lebih
lanjut dalam lembar perhitungan desain hidrolika.
6. Lebar dan tipe jalan untuk pejalan kaki dan yang diaspal.
1. Pekerjaan di Lapangan
2. Pekerjaan Laboratorium
Contoh tanah terganggu dan tidak terganggu yang diperoleh dari hasil
pengeboran di lapangan, akan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
beberapa pengujian yang meliputi:
a. Kadar air
b. Berat isi
c. Berat jenis Gs
d. Unconfined Compresion Test
Kohesi c
Sudut geser
Analisa saringan
e. Proctor Test
Optimum Moisture Content w. Opt
Dry Maximum Density d. Max
1. Murah pembiayaannya
4. Menghindari pengaspalan
1. Peta kunci (key map) seluruh sistem penyaluran air limbah (jaringan
pipa, termasuk titik lokasi pompa dan IPAL) yang dibagi dalam
beberapa indek peta. Peta ini sebaiknya dibuat digital dari hasil
pemotretan udara. Skala 1 : (30.000-50.000).
2. Peta sistem jaringan (lay-out) dalam satu index peta (terdiri dari satu
atau beberapa seksi pipa), sebagai hasil desain, skala 1 : 1000, yang
mencakup:
a. Lay-out seksi pipa (dua atau beberapa Manhole yang ada dalam
satu indek peta)
3. Gambar detailed plan, sebuah profil kerja yang dapat dipakai sebagai
gambar dokumen tender, dalam satu lembar gambar kerja terdiri dari :
3. Pipa servis adalah saluran pengumpul air limbah dari pipa lateral
ke pipa induk;
7. Material pipa jacking mengacu pada JIS A5303 atau JIS 5302,
dengan mutu beton minimum K 400, menggunakan sement Type
V (Sulfate Resisting Portland Cement) sesuai dengan SII 0013-84,
dan menggunakan besi jenis Hard Drawn deformed wire dengan
Yield Strength > 4500kg/cm2 dan Tensile Strength > 5000 kg/cm2
G.11.3. Debit Desain
1. Debit Rata-Rata
b. Debit rata-rata suatu seksi pipa (qR) bisa terdiri dari debit satu
atau beberapa sumber air limbah dengan debit air limbah
spesifik, qr [m3/hr.ha] dan luas, a [m2] yang berbeda :
qp = fp qR
di mana :
fp = 5/(P0,167)
P = jml penduduk dilayani, ribuan
QP = qp + qi
qi = 10% qR
a. Debit, QF (m3/dtk)
12.5505 3 4
QF = = 0.785 VF (D/1000)2
1,5
0.3116 (D/1000)16/3 0.5
=
b. Kecepatan, VF (m/dtk)
0.397 1.2739
VF= (D/1000)2/3 S0,5 = (1000)2
c. Kemiringan, S (m/m)
d. Diameter, D (mm)
Air dalam pipa maksimum sebesar 2/3 diameter pipa atau 80%
dari volume total pipa.
6. Dari data kemiringan pipa rencana (S) dan debit full (QF), dengan
menggunakan formula kecepatan dan diameter pipa di atas dapat
dihitung diameter (D) dan kecepatan pipa (VF).
7. v/VF dan d/D dihitung dengan formula
(1/)[1/ArcCos]0,6667[ArcCos-Sin(ArcCos)
Cos(ArcCos)]1,667 , di mana = (1-2d/D) dalam radian :
q, v, d Q,V, D
D
d
q [3 ]
r
PE = (0.801.50)[m 3 org]
1. Umur ekonomis.
6. Kekuatan struktur.
8. Ketersediaan di lapangan.
Pipa yang bisa dipakai untuk penyaluran air limbah adalah Vitrified
Clay (VC), Asbestos Cement (AC), Reinforced Concrete (RC), Stell, Cast
Iron, High Density Poly Ethylene (HDPE), Unplasticised Polyvinylchloride
(uPVC) dan Glass Reinforced Plastic (GRP).
1. Pipa Beton
a. Aplikasi
c. Sambungan
b) Ekonomis
c) Mudah pemasangannya
a. Aplikasi
2) Stasiun pompa
3) Transport lumpur
4) Pipa bertekanan
2) Panjang : 3.6 m
c. Sambungan
a. Aplikasi
1) Sambungan rumah
2) Saluran gravitasi
a. Aplikasi
a) SR pipa standar
b) SR pipa dengan riser vertical
a. Aplikasi
b. Klasifikasi
2) Panjang standar 6 m.
- Ada 6 (enam) tipe konstruksi bedding dengan load factor 1,1 -1,5
-1,9 -2,4 dan -4,5.
Dimana :
Wsc = beban yang bekerja di atas pipa (N/m)
P = beban terpusat
F = factor kejut
L = panjang efektif pipa
Cs = koefisien beban (table 9.4)
= fungsi Bc/2H dan L/2H (Tabel I.9)
H = tinggi urugan diatas pipa (m)
Bc = lebar pipa (m)
Untuk pipa sewer jenis rigid pipe ada 4 tipe bedding yang biasa
dipakai seperti Gambar II.10.
Untuk menentukan type bedding (Type Bedding untuk Rigid Pipe terdapat
pada Gambar II.11) yang dipakai, rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
x Faktor Keamanan
Bedding factor (FB) =
Dimana:
Design Load = Wc + Wsd +Wsc
FK = 1.25 1.5
BS = Hasil test laboratorium pipa
1. Karakteristik Shaft
2. Pekerjaan Geoteknik
a. Pekerjaan di Lapangan
Terdiri dari pekerjaan pengeboran dan pengambilan contoh
tanah serta pengujian Standard Penetration Test (SPT) pada
kedalaman lubang bor. Pengeboran dilakukan dibeberapa
lokasi tergantung kondisi lapangan dan rencana kedalaman
pemasangan pipa air limbah. Test SPT pada lubang bor
dilakukan setiap interval kedalaman 2 meter dan pengambilan
contoh tanah tidak terganggu dilakukan sebanyak satu kali
untuk setiap lubang bor. Sedangkan pengamatan visual untuk
tanah terganggu dilakukan sepanjang kedalaman pengeboran.
Dan dari setiap lubang bor juga akan diketahui tinggi muka air
tanah.
b. Pekerjaan Laboratorium
Contoh tanah terganggu dan tidak terganggu yang diperoleh
dari hasil pengeboran di lapangan, akan dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan beberapa pengujian yang
meliputi:
1) Kadar air
2) Berat isi
3) Berat jenis Gs
Kohesi c
Sudut geser
Analisa saringan
5) Proctor Test
1) Boring Profile
- Analisa saringan
4) Dokumentasi lapangan
Lt = 2,0 m
A B
1/2Lt
Moment Diagram
Pshear= Wu Lt + Pu + Pu
-
Kombinasi Pembebanan :
U = 1,2 D + 1,6 L + 5% L,
Du = 1,2 x D (kg/m)
Lu = 1,6 x L + 5% x L
Dimana :
Wu = beban merata ultimit
Du = beban mati ultimit
Lu = beban hidup ultimit
Pu = beban terpusat ultimit
lt = lebar bentang
sehingga :
Wu = 1,2 x 480 = 576 kg/m
2. Penulangan Pelat
Mn106
Faktor tahanan momen Rn = , Rn < Rmax
( b d2 )
(0.85 fc)
={ Rn }
fy[ 1 [ 1 2 { } ]
( 0.85 fc )
As = b d
Dimana :
b = lebar pelat
d = jarak as tulangan ke tepi beton
Wu
A Lt B
1/2Lt
Kombinasi Pembebanan :
Wu = 1,2 D + 1,6 L + 5% L,
3. Bending Moment
t = 1/2 x t x H2 x Ka.
Data tanah:
H = kedalaman total lantai basement (m)
t = berat jenis tanah (t/m3)
= sudut geser tana
Perhitungan nilai Ka : Ka = tg2 ( 45 /2 )
Dimana :
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
= sudut geser tanah
= q x Ka
A B
s/2 (cm) s/2 (cm)
S (cm)
Moment Diagram
M
- - = ( PL2 S ) / 12
2
-
+
M+ = ( PL2 S2 ) / 24
Shear Diagram
+
-
Ps= PL2 S
Geser Ps = P lt / 2
Dimana :
M = momen
Ps = gaya geser
P = beban merata
lt = panjang bentang
a. Bending Moment
N Mx
= + N
A Wx N
Dimana : N
N = gaya aksial ( kg )
A = luas penampang H beam ( Ax compose , cm2)
Mx = bending moment ( kg cm )
Wx = momen inersia (cm3 ) ( eq. 7 )
1/2
= tegangan lentur ( kg/cm2 )
= Fy /1,5 = tegangan ijin baja ( kg/cm2 ) ( eq. 8 )
( PPBBI84 clause 2.2 (2) )
b. Tegangan Geser
N
=
A N
Dimana :
c. Sambungan Baut
dimana :
Ps = gaya geser yang bekerja pada baut
As = luas penampang baut
I.C.7.12.1. Manhole
1. Lokasi Manhole
2. Klasifikasi manhole
3. Manhole khusus
a. Junction chamber
b. Drop manhole
c. Flushing manhole
d. Pumping manhole
4. Eksentrisitas
5. Bentuk Manhole
6. Dimensi Manhole
8. Bottom invert
9. Notasi
1. Aplikasi
2. Cara Penggelontoran
I.C.7.12.3. Syphon
1. Fungsi / Aplikasi
2. Komponen Struktur
1. Fungsi/aplikasi
2. Lokasi
1. Aplikasi
2. Kriteria Lokasi
b. Pompa.
f. Valve.
m. Panel listrik.
< 15 x start.
6. Jenis Pompa
8. Hidrolika pompa
3) Elevasi muka air wet well saat pompa off (volume air
minimal).
6) Debit desain.
b. Daya pompa
Pip = Q.T.g. H /ep
Pim = Pip / em
di mana :
Pip = power input ke pompa, W (= N m/dtk)
Pim = power input ke motor, W
Q = debit, m/dtk
T = massa jenis air
= 997 kg/m3
g = gravitasi spesifik (9,81 m/dtk2)
H = total dynamic head (manometric head), m
= Hstat + hf + hm + hv
Hstat = beda muka air hisap dan tekan, m
hf = kehilangan tekanan akibat gesekan air pada pipa,
m
16/3
( )
= 1000
10,3()2
2
hm = minor loss = 2
2
hv = sisa head kecepatan = 2
a. Kecepatan Pengaliran
a. Motor Listrik
1) Aplikasi
2) Spesifikasi
c. Voltase
a. Desain Pondasi
Qp = Qs + Qb
Data lapisan tanah yang diperlukan adalah tebal lapisan (m),
berat jenis (kN/m3), sudut geser dalam (derajat) , kohesi c
(kN/m2), nilai rata rata SPT pada lapisan tersebut (SPT), nilai
index plastisitas pada lapisan tersebut (IP) dan kode apakah
gaya gesekan negative /Negative Skin Friction (INEG) perlu
dihitung pada lapisan tersebut. Nilai 1 untuk INEG berarti
pada lapisan tersebut diperlukan analisa untuk menghitung
Gaya gesekan negatif. Nilai 0 artinya tidak ada bahaya gaya
gesekan negatif pada lapisan tersebut. Untuk lapisan paling
bawah sebaiknya ketebalan lapisan dinyatakan dengan suatu
angka yang relatif besar.
Qs Fi S z C p Li
Qs = Daya dukung hambatan lekat (kN)
Fi = Faktor Gesek Rencana,
Sz = Tegangan efektif rencana sepanjang tiang
(kN/m2)
Qs Fc K CR Cu C p Li
Dimana :
Qs = Daya dukung hambatan lekat (kN)
Fc = Faktor Reduksi,
K C
R = 0.7
Cu = Kuat geser undrained rata-rata (kN/m2)
Cp = Keliling efektif dari tiang (meter), diperoleh
berdasarkan Tabel II.13.
Li = Tebal Lapisan Penahan (meter)
Qb N q S z Ap
Dimana :
Qb = Daya dukung tahanan ujung (kN)
Nq = Faktor Kapasitas Daya Dukung, didapat dari
Tabel II.12
Ap = Luas dasar tiang (meter2), diperoleh berdasarkan
Tabel II.13.
Qb N c Cu Ap
Dimana :
Qb = Daya dukung tahanan ujung (kN)
Nc = Faktor Kapasitas Daya Dukung.
dengan
dimana :
Hu = gaya horizontal
Mu = momen maksimum
x = momen tahanan ultimit
y = gaya lateral tahanan ultimit
f = koefisien
Cu = kohesi (consolidation undrained)
d = diameter tiang
Tinag beton D
sirkular 0.25D2 D
Tiang pipa d
baja dengan
0.25 (D2 - d2) D
ujung terbuka
Tiang pipa
baja dengan 0.25D2 D
ujung D
tertutup
Tiang H baja
b
dengan ujung
terbuka Penampang
2(b+h)
h melintang
h
Tiang H baja
dengan ujung h
tertutup bh 2(b+h)
c. Perencanaan Kolom
Tapi, Ve tidak boleh lebih kecil dari gaya geser terfaktor hasil
analisis, dimana DF adalah faktor distribusi momen di bagian
atas dan bawah kolom yang didesain. Batasan ini
merefleksikan pilosofi kolom kuatbalok lemah, yang membuat
balok lebih lemah dari kolom.
e. Perencanaan Balok
2) Bentang Bersih.
3) b/d ratio.
Perbandingan lebar terhadap tinggi balok tidak boleh
kurang dari 0,3 .
4) Lebar Balok.
- Tidak boleh kurang dari 250 mm.
- Tidak boleh lebih dari lebar kolom penumpu (diukur
pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal
komponen struktur lentur) ditambah jarak pada tiap sisi
kolom penumpu yang tidak melebihi 3/4 tinggi
komponen struktur lentur.
b) Cek As minimum.
Dimana :
bw = lebar balok
d = jarak as tulangan ke tepi beton
faktor reduksi
Mn = momen nominal
Mu = momen ultimit
As = luas tulangan
- Mutu beton fc
- Beban Mati
- Beban hidup
Beban rencana terfaktor Qu = (1.2 QD) + (1.6 QL)
Perhitungan Momen :
Penulangan Pelat :
3) Analisis Dinding
1. Jarak
2. Topografi lahan
a. Kemiringan tanah
b. Elevasi tanah
4. Bahaya banjir
5. Jenis tanah
Pilihan terbaik untuk lokasi IPAL adalah tanah dengan jenis yang
kedap air seperti lempung.
I.C.8.2.2. Kriteria Non Teknis Pemilihan Lokasi IPAL
1. Legalitas lahan
a. Kepemilikan lahan
c. Dukungan masyarakat
2. Batas administrasi
Kualitas air limbah yang akan diolah harus diukur dari hasil analisa
kualitas melalui uji laboratorium.
Kuantitas air limbah menentukan jumlah beban pencemaran yang
akan diolah. Kuantitas dan kualitas air limbah menentukan desain
waktu detensi di dalam reaktor, volume reaktor, jumlah media,
jumlah volume udara untuk proses aerasi, dan besarnya pompa
untuk resirkulasi.
4. Kebutuhan Lahan
5. Biaya Pengoperasian
Urutan langkah dalam memilih jenis IPAL yang paling sesuai untuk
kondisi setempat biasanya dipertimbangkan dari aspek teknis dan non
teknis sebagaimana berikut :
a. Ketersediaan Lahan
b. Ketersediaan Biaya Konstruksi dan Operasi
Kemudahan
Pengoperasian Sistem Pengolahan Ketersediaan Lahan
SDM Limbah Cair Terpilih Ketersediaan Biaya
Jumlah Konstruksi &
lumpur Operasi
Biaya Operasi
Kualitas
Effluen
PENGOLAHAN PENGOLAHAN
1. Sumur Pengumpul 1. Netralisasi
AEROBIK ANAEROBIK
2. Saringan Sampah 2. Presipitasi
(Screen) 3. Koagulasi dan
3. Bak Penangkap Pasir 1. Kolam Aerasi 1. Filter Anaerobik Flokulasi
(Grit Chamber) (Aerated Lagoon) (Anaerobic Filter)
4. Bak Pengendap I 2. Kolam Aerasi 2. Upflow Anaerobic
(Primary Sedimentation) Fakultatif Sludge Blanket (UASB)
5. Bak Pengendap II 3. Proses Lumpur Aktif 3. Kolam Anaerobik
(Clarifier) (Activated Sludge (Anaerobic Pond)
Process, ASP) 4. Anaerobic Baffled
4. Extended Aeration Reactor (ABR)
5. Parit Oksidasi
(Oxidation Ditch, OD)
PENGOLAHAN
KOMBINASI
1. Kolam Stabilisasi
2. Rotating Biological
Contactor (RBC)
3. Pengolahan Anoxic
4. Biofilter
5. Bioreaktor Membran
(Membran
Bioreactor, MBR)
6. Moving Bed Biofilm
Reactor (MBBR)
1. Menyaring
Tujuannya adalah memisahkan kotoran-kotoran yang berupa zat
padat kasar dan berukuran relative besar yang ada dalam air
limbah. Saringan dapat berupa kawat-kawat, kisi-kisi, kawat
kasar, maupun plat berlubang.
2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses memisahkan zat padat tersuspensi dari
air limbah dengan cara mengendapkannya. Proses pengendapan
terjadi akibat gaya beratnya sendiri (gaya gravitasi). Operasi ini
sering dipakai untuk memisahkan pasir (dalam grit chamber), dan
polutan tersuspendi (dalam bak pengendap I dan bak pengendap
II).
3. Pengapungan (flotasi)
Pengapungan adalah proses memisahkan zat padat tersuspensi
atau dapat berupa cairan dari air limbah dengan cara
menaikkannya ke atas permukaan air limbah akibat berat jenis
yang lebih kecil dari air limbahnya. Pemisahan akan lebih efektif
apabila dilakukan penambahan gelembung-gelembung gas ke
dalam fase cair, dimana gelembung tersebut akan melekat pada
zat padat tersuspensi dan mendorongnya naik ke permukaan.
Bahan yang dapat dipisahkan misalnya minyak dan lemak.
1. Sumur Pengumpul
a. Sumur Basah
Menggunakan pompa submersible atau suspended/ motor yang
terpasang di atas level muka air di dalam sumur basah,
sedangkan bagian pompa terendam.
b. Sumur Kering
Potongan a-b
Potongan c-d
Radial flow yaitu bak sirkular, air mengalir dari tengah menuju
pinggir. Gambar penampang bak aliran ini terdapat pada
Gambar II.24.
Upword flow yaitu aliran dari bawah keatas dan biasanya bak
dalam bentuk kerucut menghadap ke atas. Contohnya
terdapat pada Gambar II.25.
Memerlukan aerator untuk proses Power yang diperlukan Memerlukan lahan yang
pengadukan tapi kebutuhan cukup rendah cukup luas, tapi tidak
tenaganya tidak sebesar kolam aerasi. seluas kolam stabilisasi
Pertumbuhan bakterinya yaitu Perlu melakukan
Suspended Growth Sistem pengurasan lumpur
Pada lapisan atas terjadi proses secara berkala
dekomposisi aerobic dan pada bagian
lapisan bawah kolam terjadi
dekomposisi proses anaerobic
Kolam Aerasi Tipe Konsentrasi solid (30-150) mg/L
2
Fakultatif Waktu detensi (td) yaitu (3-6) hari
Kedalaman kolam (3-5) m
Efisiensi BOD removal sebesar (75-
90)%
Kebutuhan lahan (0,15-0,45)
m2/kapita
Kebutuhan oksigen sebesar (0,75-0,97)
kWh/1000 orang atau (0,75-1,12)
kWh/1000 m3/kolam
No Proses Pengolahan Karakteristik Keunggulan Kelemahan
Pertumbuhan bakterinya yaitu Daya larut oksigen dalam Memerlukan lahan yang
Suspended Growth Sistem dengan reycle air limbah lebih besar luas
lumpur daripada kolam aerasi Proses operasionalnya
ASP conventional jenis alirannya plug Efisiensi proses tinggi rumit (memerlukan
flow Menggunakan mix pengawasan yang cukup
Sesuai untuk pengolahan air limbah mikroorganisme sehingga ketat seperti kondisi
dengan debit kecil untuk polutan lebih mudah diaplikasikan suhu dan bulking control
organic yang sudah terdegradasi Maintenance dapat secara proses)
Biasanya digunakan untuk langsung karena dapat Membutuhan energy
Activated Sludge
3 pengolahan aerobic terlihat secara visual yang besar, sehingga
Process (ASP)
Proses bervariasi termasuk nitrifikasi (warna air limbah) biayanya juga besar
dan kombinasi dengan reaktor Membutuhkan operator
removal nutrient untuk mengatur jumlah
massa mikroba dalam
reaktor
Membutuhkan
penanganan lumpur
lebih lanjut
Kolam Anaerob = 4
m3/m2.hari atau 0,3-1,2 50 - 85
kg BOD/m3/hari
Pengolahan
Anaerobik,
10 Kolam Stabilisasi Kolam fakultatif =(40-
fakultatif, dan 80 - 95
Maturasi 120) kg BOD/ha.hari
1. Pengolahan Aerobik
2. Pengolahan Anaerobik
3. Pengolahan Kombinasi
1. Netralisasi
Proses ini dilakukan untuk menghilangkan asam atau basa. Pada
umumnya, semua pengolahan air limbah dengan pH yang terlalu
rendah atau tinggi membutuhkan proses netralisasi sebelum
limbah tersebut dibuang ke lingkungan.
2. Presipitasi
Presipitasi adalah pengolahan bahan- bahan terlarut dengan cara
penambahan bahan-bahan kimia yang menyebabkan
terbentuknya gumpalan (flok). Dalam pengolahan air limbah,
presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sulfat,
fluoride, dan garam- garam besi.
Dalam pengolahan air limbah secara kimiawi, waktu dan area yang
diperlukan jauh lebih kecil dibandingkan pengolahan limbah secara
fisik dan biologi. Akan tetapi biaya yang dibutuhkan lebih tinggi
daripada pengolahan secara fisik dan biologis. Oleh karena itu, proses
kimia dalam pengolahan air limbah permukiman tidak digunakan
sebagai proses pengolahan utama.
Tipe ini selaras dengan kolam alga pada kolam stabilisasi, hanya
oksigen yang diperlukan disupply melalui aerator dan bukan
melalui proses fotosintesis algae. Sistem ini memberikan cukup
oksigen, namun power input aerator tidak cukup untuk mejaga
seluruh partikel (solid) tetap dalam bentuk suspensi. Jadi sama
dengan kondisi fakultatif pada kolam stabilisasi, yaitu pada
lapisan bagian atas terjadi proses dekomposisi aerobik dan pada
bagian lapisan bawah kolam terjadi proses anaerobik.
Ada dua jenis activated sludge yaitu tipe konvensional dan tipe
extended aeration. Perbandingan karekteristik kedua jenis tersebut
dapat dilihat pada Tabel II.21. Sedangkan kriteria perencanaan
lumpur aktif terdapat pada Tabel II.22.
Tabel II.21. Perbandingan Sistem Lumpur Aktif dengan
Sistem Aerasi
Waktu
Beban Periode
Jenis detensi MLSS Ratio Re-
Jenis Uraian F/M ratio Aerasi
aliran lumpur Aerator (mg/lt) sirkulasi
(jam)
(jam) (kg/m3.d)
Activated
1500 -
sludge Plug 5-15 0.2-0.4 0.3-0.6 4-8 0.25 0.5
2000
conventional
Extended Oxidation 3000 -
Mix 20-30 0.05 0.15 0.1-0.4 18-36 0.5-2
Aeration ditch 6000
Kolam Inter-
Plug 0.1 250-300 0
Aerasi mitten
(Sumber: Kriteria Teknis Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah, PU,
2006)
a. Beban BOD
QSo S
F/M
MLSS V
dimana:
Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
S0 = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang
masuk ke bak areasi (reaktor) (kg/m3)
S = Konsentrasi BOD di dalam efluent(kg/m3)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (kg/m3)
V = Volume reaktor atau bak aerasi (m3)
I V
HRT
D a
dimana:
V = Volume reaktor atau bak aerasi (m3).
Q = Debit air Iimbah yang masuk ke dalam tangki aerasi
(m3/jam)
D = Laju pengenceran (jam).
f. Kebutuhan Oksigen
a) Kg O2/Kw.jam
(Sumber : Kriteria Teknis Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah, Pu, 2006)
g. Produksi Lumpur (Px)
Dimana :
Y
=
1 K d ( c )
Dimana :
Y = yield
So = Konsentrasi BOD atau COD influent (mg/L)
S = Konsentrasi BOD atau COD effluent (mg/L)
Kd = Koefisien pada ASP (BOD/hari)
Vr = Volume reactor (m3)
X = Konsentrasi Volatile Suspended Solid (mg/L) atau
(g/m3)
Qr X
R
Qo X r X
Dimana :
Qr = Debit resirkulasi
Qo = Debit influen
X = Konsentrasi mikroorganisme dalam bioreactor
Xr = Konsentrasi mikroorganisme dalam resirkulasi
i. Umur lumpur Aktif (C)
X V
C =
Qw X w [Q Qw ] X e
dimana:
C = Rata- rata waktu tinggal sel berdasarkan volume tangki
(hari)
C Y ( So S ) V
= , dimana : H
H 1 K d C Q
SV 1000
SVI (mL/g) =
MLSS
dimana:
SV = Volume endapan lumpur di dalam silinder
kerucut setelah 30 menit pengendapan (ml).
MLSS = mixed liqour suspended solid (mg/I).
Kelebihan reaktor ini adalah daya larut oksigen dalam air limbah
lebih besar daripada kolam aerasi, efisiensi proses tinggi, sesuai
untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk polutan
organik yang sudah terdegradasi. Kekurangan reaktor ini adalah
membutuhkan area yang luas, proses operasionalnya rumit
(memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu
dan bulking control proses). Selain itu kelemahannya adalah
membutuhkan energi yang besar, membutuhkan operator yang
terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba
dalam reaktor dan membutuhkan penanganan lumpur lebih
lanjut.
Di dalam bak aerasi air limbah disuplai oksigen dari blower atau
diffuser sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan
zat organik yang ada di dalam air limbah. Dengan demikian di
dalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang
biomassa dalam jumlah yang besar. Biomassa atau
mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan
yang ada di dalam air limbah.
5. Oxidation Ditch
1. Kolam Stabilisasi
Kriteria desain:
a. RBC
1) Saringan sampah,
3. Pengolahan Anoxic
b. Biofilter Anaerob
c. Biofilter Aerob
5) Diameter lubang = 2 cm x 2 cm
5. MBR
e. Removal Organik =
Sludge atau lumpur merupakan bagaian terakhir dari proses pengelolaan air
buangan yang masih perlu diolah agar aman bagi lingkungan. Pada dasarnya
lumpur hasil pengendapandari bak pengendap pertama memiliki kadar air
yang tinggi dengan bagian padat berkisar (0,5-4) %. Alternatif cara pengelolaan
lumpur dapat dilihat pada Gambar II.42.
Lumpur hasil pengolahan air limbah skala kecil cukup dengan disalurkan ke
drying bed atau pengering lumpur, kemudian lumpurnya dibuang. Sedangkan
untuk pengolahan air limbah skala besar juga akan menghasilkan lumpur yang
banyak, sehingga perlu dilakukan tambahan unit pengelola lumpur agar
lumpur tidak mencemari lingkungan. Tahapan-Tahapan tambahan yang dapat
digunakan dalam mengolah lumpur agar mendapatkan hasil yang baik dan
efsiensi yang tinggi dijelaskan sebagai berikut :
I.C.9.1. Thickening
Dibawah ini terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk sludge
digester yang terdapat pada Tabel I.31. Sedangkan gambar anaerobic sludge
digester terdapat pada Gambar II.46.
Tabel II.27. Desain Kriteria untuk Pengeraman Anaerobik
Parameter Standar Rate High Rate
Lama Pengeraman (SRT), hari 30 60 10 30
Sludge Loading, kg VS/m3.hari 0,64 1,60 2,40 6,41
Kriteria volume
Pengendapan I, m3/capita 0,03 0,04 0,02 0,03
Pengendapan I+II (dari activated sludge),
0,06 0,08 0,02 0,04
m3/kapita
Pengendapan I + II (tricling filter), m3/kapita 0,06 0,14 0,02 0,04
Konsentrasi solid (lumpur kering) yg masuk, % 24 46
Konsentrasi setelah pengeraman 46 46
(Sumber : Kriteria Teknis Prasarana dan sarana Pengelolaan Air Limbah,
PU, 2006)
1. Vaccum Filter
b. Pompa vacuum
c. Penampung filtrat
2. Filter Press
Filter press tersusun oleh sejumlah plat filter vertikal yang menempel
pada tangkai horizontal. Contoh gambar filter press terdapat pada
Gambar II.48.
3. Belt Filter
Belt filter tersusun oleh dua belt yang ditumpangkan pada roda
berputar seperti yang terlihat pada Gambar II.49.
Ada tiga zona dalam belt filter, yaitu zona gravitasi, zona peras, dan
zona pelepasan. Lumpur yang diolah menggunakan belt filter akan
menjalani langkah-langkah sebagai berikut :
Drying atau sludge drying bed merupakan salah satu metoda dewatering
dengan ukuran kecil hingga medium (maksimum setara dengan 25.000
orang). Pada unit ini, dewatering terjadi karena evaporasi dan drain
(peresapan). Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid (30-40)
% diperlukan waktu (2-4) minggu. Kriteria sludge drying bed (bak
pengering Lumpur) atau SDB yaitu:
Satu unit SDB biasanya berukuran berukuran (6-9) meter untuk lebar
dan untuk ukuran panjangnya yaitu (7,5-37,5) meter atau bisa juga
dihitung dengan persamaan :
Konstruksi Sludge Drying Bed ini dibuat dari beton bertulang untuk
dinding dan lantainya. Elevasi lantai bangunan ini dibuat tidak terlalu
dalam agar air sisa pengeringan lumpur dapat mengalir secara grafitasi
menuju saluran sekitarnya. Karena tidak terlalu dalam, maka gaya
angkat (uplift) yang bekerja pada lantai bangunan dapat diabaikan.
Hal ini menyebabkan tidak terjadi gaya-gaya dan momen pada lantai
dan dinding bangunan. Penulangan yang diperlukan adalah
penulangan praktis untuk mengatasi retak saja. Untuk pelat lantai
yang berada diluar dan berhubungan langsung dengan cuaca, untuk
diameter tulangan lebih kecil dari 16 mm maka jarak maksimum
tulangan adalah 225 mm.
Apabila kondisi tanah dasar tidak baik dan muka air tanah tinggi,
perlu dilakukan perbaikan tanah dasar (stabilisasi) untuk menghindari
penurunan. Sedangkan untuk mengatasi muka air tanah yang tinggi
perlu dipasang sistem drain dibawah bangunan dengan menggunakan
lapisan kerikil dan pipa pvc yang dilubangi. Indikasi perbaikan tanah
dasar/ rawa, lumpur, gambut merpertinbangkan stabilisasi tanah.
Lumpur kering yang disebut juga sludge cake dari hasil pengolahan
lumpur air limbah domestik setelah melalui proses digesting, sebenarnya
sudah merupakan humus, sehingga dapat digunakan untuk conditioning
tanah tandus, dan dapat juga digunakan sebagai landfill (tanah uruk). Jika
dikhawatirkan lumpur mengandung logam berat atau B3, sebaiknya
dijadikan tanah uruk yang diatasnya ditanami tumbuhan yang bukan
untuk konsumsi manusia dan hewan. Tumbuhan tersebut dapat
difungsikan sebagai phytoremediator untuk menyerap B3 dari tanah urug
tersebut dalam jangka panjang.
a. Pondasi Dangkal
c) Faktor Keamanan
- Fk = 2, untuk pondasi dangkal dengan beban statis merata
- Fk = 3, untuk pondasi dangkal dengan beban statis normal
- Fk = 4,5 untuk pondasi dangkal dengan beban dinamis
Maka:
qult
Qall =
Fk
dimana:
qall = daya dukung yang diijinkan
qult = daya dukung keseimbangan
B = lebar pondasi
D = kedalaman pondasi
L = panjang pondasi
g = berat isi tanah
c = kohesi
f = sudut perlawanan geser
Nc, Nq dan Ng = faktor daya dukung yang tergantung pada
besarnya sudut perlawanan geser f
Fk = faktor keamanan
n = 20, untuk kondisi lapisan tanahnya adalah soft clay, sandy clay
dan silty clay
n=40, untuk kondisi lapisan tanahnya adalah sand atau gravels.
Dimana:
qall = daya dukung yang diijinkan
qc = nilai konus
n = faktor yang tergantung dengan kondisi lapisan tanahnya.
b. Pondasi Dalam
1) Pondasi sumuran
=
dimana:
qall = daya dukung yang diijinkan
c = kekuatan geser tanah
Nc = faktor daya dukung
A = luas dasar sumur
Fk = faktor keamanan
=
dimana:
qall = daya dukung yang diijinkan
qc = nilai konus rata-rata dari dalam 4D diatas ujung sumuran
sampai 4D dibawah ujung sumuran, dimana D adalah
diameter sumuran
A = luas dasar sumuran
Fk = faktor keamanan
= +
1 2
dimana:
qall = daya dukung tiang yang diijinkan
qc = nilai konus rata-rata dari dalam 4D diatas dimana D ujung
tiang sampai 4D dibawah ujung sumuran adalah diameter
atau dimensi tiang
A = luas penampang tiang
Tf = jumlah hambatan lekat
O = keliling tiang
FK1 = faktor keamanan = 3 5
Fk2 = faktor keamanan = 5 7
{( 1) + ( 1)}
= 1
90
Apabila kondisi tanah dasar tidak baik dan muka air tanah tinggi,
perlu dilakukan perbaikan tanah dasar (stabilisasi) untuk menghindari
penurunan. Sedangkan untuk mengatasi muka air tanah yang tinggi
perlu dipasang sistem drain dibawah bangunan dengan menggunakan
lapisan kerikil dan pipa pvc yang dilubangi.
Tanah NC clay :
Tanah OC Clay :
+
Jika a) + maka Sc = log
1+
+
Jika a) + > maka Sc = log + 1+ log
1+
dimana :
OCR = overconsolidation ratio =
= preconsolidation pressure (t/m2)
= effektive overburden pressure (beban karena lapisan di atas
pertengahan clay yang akan dihitung settlementnya (t/m2)
2
=
dimana :
Cv = koefisien konsolidasi ( cm2/dtk )
Tv = faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi
t = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi
U% (dtk)
H = tebal tanah (cm)
3) Derajat Konsolidasi
% 2
Untuk U < 60% maka : = ( )
4 100
Untuk U > 60% maka : Tv = 1,781 0,933 log ( 100 U% )
4) Waktu Konsolidasi
2
=
dimana :
Tv = Faktor waktu, tergantung dari derajat konsolidasi (U)
H = panjang maksimum lintasan drainase (cm)
Cv = koefisien konsolidasi ( cm2/dtk )
t = waktu konsolidasi (dtk)
Perhitungan nilai Ka :
Ka = tg2 ( 45 /2 )
Dimana :
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
= sudut geser tanah
3. Perencanaan Konstruksi Bangunan Atas
- Selimut beton 3,5 cm untuk beton yang tidak terekspos dan 7,5cm
untuk beton yang terendam/tertanam.
a) Pembebanan
Beban yang bekerja :
- Beban Mati (QD)
Berat sendiri pelat, plafon dan lain-lain
- Beban hidup (QL)
Beban hidup QL = 100 kg/m2 (menurut Peraturan
Muatan Indonesia Pasal 3.2.(2))
Beban rencana terfaktor Qu = 1.2 * QD + 1.6 * QL
b) Perhitungan Momen
Panjang bentang plat arah x, Lx
Panjang bentang plat arah y, Ly
Koefisien momen plat untuk :
dari nilai perbandingan Ly/Lx, didapat nilai Clx,Cly,Ctx,Cty
(tabel PBI71)
c) Perhitungan Penulangan
Penulangan Pelat :
b = 1 m lebar pelat
Rn < Rmax
As = b d
Dimana :
b = lebar pelat
b) Bentang Bersih.
c) b/d ratio.
d) Lebar Balok.
Tidak boleh kurang dari 250 mm.
Perhitungan nilai Ka :
Ka = tg2 ( 45 /2 )
Dimana :
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
= sudut geser tanah
= q x Ka
c) Analisis Dinding
b. Konstruksi Baja
1) Peraturan dan Standar Perencanaan :
a) Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Gedung SNI 03-
1729-2002.
b) Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung PPPURG 1987.
c) Tabel Profil Baja.
2) Pembebanan
Beban yang bekerja adalah beban mati (D), beban hidup (L) dan
beban angin
Kombinasi pembebanan :
a) 1,4D
b) 1,4D + 1,6L
c) 1,2D + 0,5L + 0,8 Angin Kanan
3) Perhitungan Struktur
4) Kontrol Kekuatan
dimana :
Pu = gaya tarik
An = luas penampang
i= I/A
Nilai kelangsingan : = Lk / i
Syarat :
dimana :
I = momen Inersia penampang
A = luas penampang
Lk = panjang batang
i= I/A
Faktor tekuk :
= 1,25 x (c)2
dimana :
L = panjang batang
E = modulus elastisitas
dimana :
Pu = gaya tarik
An = luas penampang
fy = tegangan leleh minimum
i= I/A
Nilai kelangsingan : = Lk / i
Syarat : 200
dimana :
A = luas penampang
Lk = panjang batang
1) Batu harus keras, tanpa bagian yang tipis atau retak dan dari jenis
yang awet.
3) Batu memiliki ketebalan yang tidak kurang dari 150mm dan lebar
tidak kurang dari 1.5 kali tebalnya dan panjang tidak kurang dari
1.5 kali lebarnya.
dengan :
Mw =Wbl
Mgl = Pahh1 + PavB
Mw = momen yang melawan pengulingan (kN.m)
Mgl = momen yang mengakibatkan pengulingan (kN.m)
dengan :
Rh = tahanan dinding penahan tanah terhadap
penggeseran (kN)
= cd x B + W x tan b
W = berat total dinding penahan dan tanah di atas plat
pondasi (kN)
h = sudut gesek antara tanah dan dasar pondasi, (1/3 2/3)
Ca = ad x c = adhesi antara tanah dasar dan dinding
C = kohesi tanah dasar (kN/m2)
ad = faktor adhesi
B = lebar pondasi (m)
Ph = jumlah gaya-gaya horizontal (kN)
f = tg b = koefisien gesek antara tanah dasar dan pondasi
dengan :
dc, dq, d = faktor kedalaman
ic, iq, i = faktor kemiringan beban
c = kohesi tanah (kN/m2)
Df = kedalaman pondasi (m)
= berat volume tanah (kN/m3)
B = lebar pondasi dinding penahan tanah (m)
Nc,Nq,N = faktor kapasitas dukung Terzaghi
Dimana :
F = Faktor keamanan
EE (Engineer Estimate)
OE (Owner Estimate)